Wednesday 31 July 2019

LAPORAN PKPA PBF; PT. Anugrah Argon Medica

                                                 BAB I PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengaman, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PerMenKes RI Nomor 889/Menkes/Per/V/2011). Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Salah satu distribusi dalam farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat dimana Apoteker sebagai penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Pedagang Besar Farmasi sebagai distributor obat memegang peranan yang penting dalam mewujudkan pembangunan kesehatan bagi masyarakat. Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri (PP No. 51 tahun 2009). Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (CDOB, 2012).
PBF pada umumnya di Indonesia memiliki  PBF cabang yang telah memperoleh pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, menyatakan bahwa setiap PBF dan PBF cabang  harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat dan apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peratutan perundang-undangan. Dimana salah satunya PBF Anugrah Argon Medica (AAM) Padang merupakan PBF cabang yang dimana PBF pusatnya berada di Cikarang.
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian dukungan terhadap kompetensi maka apoteker  perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai Pedagang Besar Farmasi (PBF), maka Program Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang bekerja sama dengan PBF  Anugrah Argon Medica (AAM) dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peranan apoteker di PBF, kegiatan rutin, organisasi, manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF serta mampu meningkatkan kompetensi dalam bidang penjaminan mutu obat.
1.2         Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah :
a.      Meningkatkan pemahaman tentang peran fungsi, posisi dan tanggung jawab apoteker dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes.
b.  Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes.
c.      Mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pekerjaan kefarmasian distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes.
d. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di bidang bisnis pada Pedagang Besar Farmasi.
e.      Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga Farmasi yang professional di Pedagang Besar Farmasi
1.3          Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Manfaat dari kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah :
a.  Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes.
b.  Mendapat pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alkes.
c.     Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang professional di bidang bisnis Pedagang Besar Farmasi.
1.4       Waktu dan Tempat Praktek Kerja Profesi Apoteker
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF ini dilaksanakan selama 2 minggu dari tanggal 02 April – 13 April 2018 (selama 11 hari kerja) di PT. Anugrah Argon Medica Cabang Padang.


BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1         Pedagang Besar Farmasi (PBF)
2.1.1   Defenisi PBF
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 30 tahun 2017 tentang perubahan kedua atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi(PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF dan PBF Cabang harus mengacu kepada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi/ penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi / penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM, 2012).
2.1.2   Landasan Hukum PBF
PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
b.    Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi.
d. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
e.    Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 31 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
f.     Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun  2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik.
g.    Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
h.    Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan.
2.1.3   Tugas dan Fungsi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang PBF, dimana PBF memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2.    Memastikan mutu obat dan atau bahan obat sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
3.    Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Selain memiliki fungsi suatu PBF juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi yaitu :
1.    PBF atau PBF cabang harus memiliki Apoteker Penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2.    PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat harus menerapkan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.
3.    PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
4.    PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat
5.    PBF atau PBF cabang dilarang menerima / melayani resep
6.    PBF dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, fasilitas pelayanan kefarmasian, PBF cabang, lembaga ilmu pengetahuan.
2.1.4   Tata Cara Perizinan PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal Kesehatan. Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang dan setiap pendirian PBF Cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada. Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan dan pengakuan PBF Cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin PBF.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 34 tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.1148 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 4 menyebutkan bahwa untuk meperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.    Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
2.    Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP);
3.    Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung jawab;
4.    Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
5.    Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi pbf;
6.    Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
7.    Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
1.    Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;
2.    Susunan direksi/pengurus;
3.    Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
4.    Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
5.    Surat Tanda Daftar Perusahaan;
6.    Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
7.    Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
8.    Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
9.    Peta lokasi dan denah bangunan
10.     Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
11.     Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu :
1.    Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif.
2.    Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.
3.    Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM.
4.    Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala Badan.
4.1 Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima laporan, Kepala Badan POM memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan.
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi, serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF.
6. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada nomor  (3), ayat (4), ayat (4.1) dan nomor (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan.
7. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.

2.1.5   Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    Memiliki keahlian dan kewenangan.
b.    Menerapkan Standar Profesi.
c.    Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.
d.   Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
e.    Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :
a.    Memiliki ijazah Apoteker.
b.    Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c.    Mempunyai surat pemyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d.   Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek.
e.    Membuat pemyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
f.     Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar
Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang Apoteker yang akan bekerja sebagai Apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu :
a.    Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b.    Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran.
c.    Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d.   Pas foto berwama ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar
Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat dilakukan apabila:
a.    Atas permintaan yang bersangkutan.
b.    STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.
c.    Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin .
d.   Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter.
e.    Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN.
f.     Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan
Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2012, tugas dan kewajiban apoteker di PBF adalah sebagai berikut:
a.    Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu.
b.    Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
c.    Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.
d.   Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat.
e.    Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
f.     Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
g.    Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual.
h.    Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat.
i.      Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
j.      Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
k.    Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat.
2.1.6   Tata Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang
Berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014 dan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan Apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a.    Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang.
b.    Fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal.
c.    Surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang.
d.   Pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
e.    Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab.
f.     Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
g.    Peta lokasi dan denah bangunan.
h.    Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
Untuk alur pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), Cabang sama dengan alur pengurusan izin PBF.
2.1.7   Masa Berlaku Izin PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, Masa berlaku izin PBF berlaku selama 5 tahun. Izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
a.    masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
b.    dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau
c.    izin PBF dicabut.
Pengakuan Cabang PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
a.    masa berlaku Izin PBF habis dan tidak diperpanjang;
b.     dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau
c.    pengakuan dicabut.
2.1.8   Pencabutan Izin PBF 
Menurut Keputusan Direktur Bina Produksi Dan Distribusi Kefarmasian Nomor Hk.03.06/01/424/2011, Tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Pedagang Besar Farmasi, Izin Pedagang Besar Farmasi beserta cabangnya dicabut apabila :
1.    Tidak mempekerjakan Apoteker Penanggung Jawab yang memiliki surat izin kerja, atau
2.    Tidak aktif lagi dalam penyaluran obat selama 1 (satu) tahun; atau
3.    Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dalam peraturan atau
4.    Tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali dalam berturut-turut; dan atau
5.    Tidak memenuhi Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi sesuai peraturan perundang-Undangan.
2.1.9   Penyelenggaraan kegiatan PBF
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi pada pasal 13:
1.    PBF dan  PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
2.    PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF.
3.    PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan  obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
4.    Pengadaan bahan obat melalui importasi  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.    PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya.
6.    PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung  jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai Direksi atau Pengurus PBF atau PBF cabang. PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri. Penerapan CDOB dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan. PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumen dapat dilakukan secara elektronik.
a.    Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan.Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting.Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala.Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB.Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (PKBPOM, 2012).
b.   Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian tersebut meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,klinik dan toko obat (kecuali obat keras). Setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran dan menerima atau melayani resep dokter.PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA, SIKA, atau SIPTTK.
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya. Dalam kondisi tertentu PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan Surat Penugasan/Penunjukan yang disahkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasiitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi :
a.    Penyaluran Obat
1)   Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
2)   PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
b.    Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasihanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Pesanan. Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.Penyaluran  Narkotika Golongan I  hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBFmilik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan  untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,  termasuk untuk kebutuhan laboratorium.
c.    Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:
1)   Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
2)   Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkutan.Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasihanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenisPsikotropika atau Prekursor Farmasi.Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain (Permenkes Nomor 3 Tahun 2015).
c.    Pelaporan Kegiatan PBF
Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas kesehatan Provinsi, dan Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, laporan tersebut harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
2.1.10    Gudang PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF pada pasal 25 dan 26.
1.    Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi atau pengurus dan penanggung jawab.
2.    Apabila gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.
3.    PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dimana setiap penambahan atau perubahan gudang PBF tersebut harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada akhirnya, gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF pada pasal 27, permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM sedangkan untuk permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 
Permohonan tersebut dengan mencantumkan :
a.    Alamat kantor PBF pusat.
b.    Alamat gudang pusat dan gudang tambahan.
c.    Nama apoteker penanggung jawab pusat.
d.   Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a.    Fotokopi izin PBF.
b.    Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan.
c.    Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
d.   Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
e.    Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan denah bangunan gudang.
Pada pasal 28, permohonan perubahan gudang tersebut diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan alamat kantor PBF pusat, alamat gudang, dan nama apoteker penanggung jawab. Untuk permohonan perubahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Menkes RI, 2014).
2.2          Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Cara distribusi obat yang baik adalah cara distribusi/penyaluran obat /atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaanya. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat/ bahan obat bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai selama proses distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan kehati–hatian dengan memenuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko.
2.2.1   Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.
a.    Sistem mutu
Sistem mutu harus memastikan bahwa :
·      Obat/bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan/diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
·      Tanggung jawab manajemen mutu ditetapkan secara jelas
·      Obat/bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai.
b.    Pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak
·      Harus melakukan penilaian terhadap kesesuaian untuk melaksanakan kegiatan berdasarkan kontrak sebelum kegiatan dijalankan.
·      Untuk kegiatan berdasarkan kontrak harus dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pemberi dan penerima kontrak.
c.    Kajian dan pemantauan manajenen
Kajian manajemen mutu harus dilakukan secara berkala dan hasilnya dikomunikasikan secara efektif.
d.   Manajemen resiko mutu
·      Manajemen resiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan, dan mengkaji resiko terhadap mutu obat / bahan obat.
·      Manajemen risiko mutu harus memastikan bahwa evaluasi risiko didasarkan pada pengetahuan ilmiah, pengalaman terhadap proses yang dievaluasi dan berkaitan erat dengan perlindungan pasien.
2.2.2   Organisasi, Manajemen dan Personalia
Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
a.    Organisasi dan Manajemen
·      Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan secara jelas.
·      Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat/bahan obat.
b.    Penanggung Jawab
·      Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.
·      Penanggung jawab memiliki tanggung jawab,antara lain
a)    Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu.
b)   Mengkoordinasi dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat/bahan obat.
c)    Meluluskan obat/bahan obat kembalian untuk dikembalikan kedalam stok obat/bahan obat yang memenuhi syarat jual.
d)   Mendelagasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada ditempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
e)    Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang mengenai tanggung jawab masing-masing.
c.    Personil Lainnya
          Harus tersedia personil lain yang memadai dan kompoten untuk memastikan bahwa mutu obat/bahan obat tetap terjaga.
d.   Pelatihan
Harus diberikan pelatihan khusus terhadap personil yang menangangi obat / bahan obatyang memerlukan persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat/bahan obat berbahaya, bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan dan sensitif terhadap suhu.
e.    Higiene
·      Dilarang menyimpan makanan, minuman, rokok atau obat untuk penggunaan pribadi di area penyimpanan.
·      Personil yang terkait dengan distribusi obat / bahan obat harus memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan.
2.2.3   Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat / bahan obat.
·      Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup,area penyimpanan yang dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai.
·      Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat / bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya.
·      Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat / bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai peraturan perundang – undangan.
·      Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat / bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya.
·      Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu
·      Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.
a.    Suhu dan Pengendalian Lingkungan
Harus tersedia prosedur tertuis dan peralatan yang sesuai untuk mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat/ bahan obat. Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan ,antara lain suhu, kelembaban, dan kebersihan bangunan.
b.    Peralatan
·      Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat / bahan obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti thermometer, genset, dan chiller.
·      Peralatan yang digunakan harus mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat/bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu tertelusur.

c.       Sistem Komputer
·      Data hanya boleh dimasukkan atau diubah kedalam sistem computer oleh personil yang berwenang.
·      Data harus dilindungi dengan membuat back up data secara berkala dan teratur.
d.      Kualifikasi dan Validasi
·      Fasilitas distribusi harus menetapkan kualifikasi / validasi yang diperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi.
·      Laporan validasi harus memuat hasil validasi dan semua penyimpangan yang terjadi serta tindakan perbaikan dan pencegahan.
2.2.4   Operasional
Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat/bahan obat yang diterima berasal dari industry farmasi /fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat/bahan palsu memasuki rantai distribusi resmi.
a.    Kualifikasi Pemasok
·      Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat/ bahan obat dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
·      Jika obat /bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CDOB.
·      Jika obat/bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CDOB.
b.    Kualifikasi Pelanggan
·      Harus memastikan bahwa obat/bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak / berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat.
·      Melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan secara berkala.
·      Harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan tindakan jika terjadi penyimpangan.
c.    Penerimaan
·      Bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat / bahan obat yang diterima benar
·      Obat/bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluarsa / mendekati tanggal kadaluarsa.
·      Nomor bets dan tanggal kadaluarsa obat/bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan.
·      Jika ditemukan obat/bahan obat diduga palsu , bets harus dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang
d.   Penyimpanan
·      Obat/bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat/bahan obat yang terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban
·      Harus diambil langkah – langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai dengan tanggal kedaluarsa obat/bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO)
·      Obat/bahan obat yang kadaluarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik.
e.    Pemisahan Obat/Bahan Obat
·      Harus disimpan di tempat terpisah dengan label yang jelas dan akses masuk dibatasi hanya untuk personil yang berwenang.
·      Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan terkunci untuk penyimpanan obat
f.     Pemusnahan Obat/Bahan Obat
·      Obat/bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci
·      Proses pemusnahan obat/bahan obat termasuk pelaporannya harus dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
g.    Pengambilan
·      Obat/bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets obat /bahan obat harus dicatat.
h.    Pengawasan
·      Obat/bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat dihindari.
i.      Pengiriman
·      Pengiriman obat/bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang undangan.
·      Prosedur tertulis untuk pengiriman obat/bahan obat harus tersedia.
j.      Ekspor dan Impor
·      Ekspor obat/bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi yang memiliki izin.
·      Importir harus memastikan bahwa obat/bahan obat ditangani sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada saat dipelabuhan masuk agar terhindar dari kerusakan.
2.2.5   Inspeksi Diri
Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem.Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar.Inspeksi diri di lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik.Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman, dan prosedur tertulis.Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB.
2.2.6   Keluhan Obat/Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali
Obat/bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industri farmasi dan fasilitas distribusi dalam menangani obat/bahan obat yang diduga palsu. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
a.    Keluhan
·      Harus tersedia prosedur tertulis di tempat untuk penanganan keluhan.
·      Setiap keluhan tentang obat/bahan obat yang tidak memenuhi syarat harus dicatat dan diselidiki secara menyeluruh
·      Semua keluhan dan informasi lain mengenai produk yang rusak dan diduga palsu harus diteliti (diidentifikasi)/ditinjau dan dicatat sesuai dengan prosedur yang menjelaskan tentang tindakan yang harus dilakukan.
b.    Obat/Bahan Obat Kembalian
·      Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat/bahan obat dikembalian dengan memperhatikan hal berikut ;
a)    Penerimaan obat / bahan obat kembalian harus berdasarkan surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.
b)   Jumlah dan identifikasi obat/bahan obat dikembalian harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang.
·      Obat/bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat/bahan obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang jelas
·      Semua penanganan obat/bahan obat kembalian termasuk yang layak jual/yang dapat dimusnahkan harus mendapat persetujuan penanggung jawab dan terdokumentasi.
·      Obat/bahan obat kembalian yang layak jual harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga system pengeluaran barang dapat terjamin sesuai dengan FEFO.
c.    Obat/Bahan Obat Diduga Palsu
·      Setiap obat/bahan obat diduga palsu harus dikarantina diruang terpisah, terkunci dan diberi label yang jelas.
·      Untuk obat/bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang.
d.   Penarikan Kembali Obat/Bahan Obat
·      Semua obat/bahan obat yang ditarik harus ditempatkan secara terpisah, aman dan terkunci serta diberi label yang jelas.
·      Proses penyimpanan obat/bahan obat yang ditarik harus sesuai dengan persyaratan penyimpanan sampai ditindak lanjuti.
·      Pelaksanaan proses penarikan kembali harus dilakukan segera setelah ada pemberitahuan.
·      Pelaksaan penarikan obat/bahan obat harus diinformasikan ke industry farmasi / pemegang izin edar.
·      Pada kondisi tertentu, prosedur darurat penarikan obat/bahan obat dapat dilaksanakan.
2.2.7   Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi diatas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliiputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim.Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.
2.2.8   Sarana Distribusi Berdasarkan Kontrak
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
a.    Pemberi Kontrak
·      Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang dikontrakkan.
·      Pemberi kontrak harus memberikan informasi secara tertulis yang harus dilaksanakan oleh penerima kontrak.
b.    Penerima kontrak
·      Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompoten, peralatan, pengetahuan, dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak.
·      Penerima kontrak harus melaporkan kejadian apapun yang dapat mempengaruhi mutu obat/bahan obat kepada pemberi kontrak sesuai dengan persyaratan kontrak.
c.    Kontrak
·      Didalam persyaratan kontrak harus mencakup , antara lain :
a.    Penanganan kehilangan
b.    Kewajiban menerima kontrak untuk mengembalikan obat/bahan obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman.
c.    Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian.
d.   Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap saat.
·      Dokumen kontrak harus dapat ditunjukan kepada petugas yang berwenang pada saat pemeriksaan
2.2.9   Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.
·      Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.
·      Dokumen harus disimpan selama minimal 3 tahun.
·      Dokumen distribusi harus mencakup informasi berikut : tanggal,nama obat/bahan obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, jumlah yang diterima/disalurkan, nama dan alamat pemasok/pelanggan.
·      Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri.
2.3         Produk Rantai Dingin atau Cold Chain Produc (CCP)
Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.
a.    Bangunan dan Fasilitas
Bangunan
·      Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko yang diakibatkan banjir, dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alamiah lainnya.
·      Area yang memadai harus disediakan untuk menerima dan mengemas produk rantai dingin yang akan dikirimkan pada kondisi suhu yang terjaga. Area ini hendaknya dekat dengan area penyimpanan yang suhunya terjaga.
·      Area karantina harus disediakan untuk pemisahan produk kembalian, rusak dan penarikan kembali menunggu tindak lanjut.
·      Harus tersedia alat pemadam kebakaran dan hendaknya dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada seluruh area penyimpanan produk rantai dingin dan alat tersebut dipelihara secara berkala sesuai rekomendasi dari pembuat.
Fasilitas
·       Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room / chiller (+2o s / d +8oC), freezer room / freezer (-25oC s / d -15oC), dengan persyaratan sebagai berikut:
a)    Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room:
·      mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.
·      dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu selama siklus defrost.
·      dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara terus-menerus dengan menggunakan sensor yang ditempatkan pada lokasi yang mewakili perbedaan suhu ekstrim.
·      dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu.
·      dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci.
·      jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem kontrol akses.
·      dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.
·      dilengkapi dengan indikator sebagai tanda personil sedang di dalam cold room / freezer room atau cara lain yang dapat menjamin keselamatan personil.
b)   Chiller dan Freezer
·      dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin (tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah tangga).
·      mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.
·      Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap chiller/freezer (dengan mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun.
·      Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan dengan sensor yang terletak pada satu titik atau beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama operasi normal.
·      dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu.
·      dilengkapi pintu / penutup yang dapat dikunci.
·      setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri.
·      dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.
b.    Operasional
Penerimaan Produk Rantai Dingin
·      Pada saat penerimaan, penerima harus melakukan pemeriksaan terhadap:
a)    Nama produk rantai dingin yang diterima
b)   Jumlah produk rantai dingin yang diterima
c)    Kondisi fisik produk rantai dingin
d)   Nomor bets
e)    Tanggal kedaluwarsa
f)    Kondisi alat pemantauan suhu
g)   Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM)
·      Jumlah produk yang diterima harus sama dengan jumlah yang tertera pada faktur atau surat pengantar barang.
·      Penerima harus segera memasukkan produk rantai dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan.
·      Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus segera menandatangani faktur atau surat pengantar barang atau dokumen lain, yang menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh.
Penyimpanan
·      Fasilitas penyimpanan harus memiliki :
a)    chiller atau cold room (suhu +2o s/d +8oC), untuk menyimpan vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2o s/d 8oC, biasanya digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB.
b)   freezer atau freezer room (suhu -15o s/d –25oC) untuk menyimpan vaksin OPV.
·      Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm.
·      Harus berjarak minimal 15cm antara chiller / freezer dengan dinding bangunan.
·      Suhu minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi, siang dan sore serta harus didokumentasikan.
Pengiriman
Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut :
·      FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu dikeluarkan.
·      FIFO (First In – First Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih dulu didistribusikan.
·      Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada form catatan bets pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya.
·      Dalam faktur/surat pengantar barang harus mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya.
·      Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier yang memenuhi standar pengiriman vaksin.
c.    Kualifikasi, Kalibrasi dan Validasi
·      Chiller/cold room/freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau dalam hal terjadi perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya.
·      Termometer dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun terhadap standard yang tersertifikasi.
·      Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan.
·      Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.
2.4         Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. PBF atau Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyalurkan narkotika wajib memiliki izin khusus dari Menteri yaitu izin khusus penyaluran narkotika. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyaluran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan atau Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas. Surat pesanan tersebut hanya dapat berlaku untuk masing-masing narkotika, psikotropika, atau prekursor farmasi. Surat pesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk satu  jenis narkotika. Surat pesanan psikotropika atau prekursor farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi. Surat pesanan tersebut harus terpisah dari pesanan barang lain (Permenkes RI No. 3 tahun 2015).
Penyaluran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan serta PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor narkotika kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran narkotika. Penyaluran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan. Dan untuk penyaluran kepada Instalasi Farmasi Pemerintah, surat pesanan dapat ditandatangani oleh Apoteker yang ditunjuk. Sedangkan, dalam hal penyaluran prekursor farmasi dari PBF kepada toko obat, hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga Teknis Kefarmasian (Permenkes RI No. 3 tahun 2015).
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:
 1).          Surat pesanan, faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
a).  nama narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
b). bentuk sediaan
c).  kekuatan
d). kemasan
e).  jumlah
f).  tanggal kadaluarsa
g). nomor batch.
 2).          Pengiriman narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi yang dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat membawa narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada saat pengiriman.

Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitas distribusi harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus dan terpisah. Dalam hal PBF menyalurkan narkotika, psikotropik dalam bentuk bahan baku dan obat jadi, gudang khusus harus terdiri atas gudang khusus narkotika dalam bentuk bahan baku dan gudang khusus narkotika dalam bentuk obat jadi. Gudang khusus untuk tempat penyimpanan Narkotika dan psikotropik berada dalam penguasaan apoteker penanggung jawab (Permenkes RI No. 3 tahun 2015).
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun. PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai. Laporan tersebut dapat menggunakan sistem pelaporan narkotika, psikotropika, dan/atau prekursor farmasi secara elektronik dan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.1         Sejarah dan Perkembangan PT. Anugrah Argon Medica
PT. Anugrah Argon Medica (AAM) berdiri tahun 1980 sebagai anak usaha dari Dexa Medica. PT. Dexa Medica membentuk AAM karena sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Indonesia yang memperkenalkan peraturan baru yang menyatakan bahwa distribusi atau kegiatan grosir dari perusahaan farmasi harus dilakukan oleh badan usaha yang terpisah dari perusahaan produsen. PT. Dexa Medica memasarkan produk obat melalui anak perusahaan maka inilah awal dari PT. Anugrah Argon Medica (AAM) didirikan.
Pada awalnya PT. Anugrah Argon Medica hanya mendistribusikan produk-produk dari  PT. Dexa Medica. Tetapi ketika pemerintahan mengeluarkan regulasi baru berkaitan dengan distribusi dan operasional penjualan yang dilakukan oleh perusahaan farmasi harus dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum sendiri memberikan peluang bagi PT. Anugrah Argon Medica untuk mendistribusikan produk tidak hanya dari PT. Dexa Medica, tetapi juga dapat mendistribusikan produk dari principal lainnya. Selain itu, pada tahun 1993 peraturan pemerintah yang lain memperbolehkan perusahaan distribusi untuk mengimpor produk jadi dan mendaftar sebagai mitra lokal dari setiap perusahaan asing. Peraturan baru yang dibuat pemerintah ini merupakan peluang baru bagi PT. AAM untuk mendistribusikan produk yang bukan hanya produk PT. Dexa Medica, tetapi juga banyak principal lainnya dari perusahaan lokal maupun perusahaan asing.
Di era globalisasi ini, PT Anugrah Argon Medica menyadari pentingnya meningkatkan kemampuan dan keberadaan sebagai salah satu perusahaan distribusi terkemuka di Indonesia. Berkat perannya yang strategis dari tahun ke tahun kinerja PT. AAM terus meningkat. Kini AAM telah memperoleh sertifikst ISO dan Good Distribution Practices (GDP) serta Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Sebagai distributor, PT. AAM paham benar bahwa ketersediaan produk di setiap titik distribusi pada waktu yang tepat, kualitas dan jumlah yang tepat merupakan kunci sukses meraih kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis.
PT. Anugrah Argon Medica mulai berdiri pada tahun 1980  alamat di Jalan Jati VII No.13 Padang. Sampai saat ini PT. Anugrah Argon Medica cabang Padang telah menjalin hubungan baik dengan 20 principal, yang meliputi 10 perusahaan produk farmasi, 4 perusahaan alat-alat kesehatan dan 6 perusahaan produk kesehatan, dan juga memiliki pelanggan ataupun relasi yang terdiri dari apotek, toko obat, rumah sakit, minimarket, PBF lain, Instansi Pemerintah dan swalayan.
3.2         Logo PT. Anugrah Argon Medica
                                  Gambar 1. Logo PT. Anugrah Argon Medica
3.3         Visi dan Misi PT Anugrah Argon Medica
3.3.1   Visi
Sebuah perusahaan yang berbakti paling depan dalam menyediakan nilai tambah yang signifikan bagi kepentingan setiap pelanggan dan mitra usahanya dengan selalu bekerja giat secara efektif, efisien, dan berkesinambungan demi “kesehatan bagi semua” ditingkat nasional, regional maupun global.

3.3.2   Misi
Senantiasa memuaskan setiap pelanggan dan principal dalam tugas mendistribusikan produk farmasi dan alat kesehatan secara efektif dan efisien dengan:
·      Jenis produk yang semakin lengkap
·      Jangkauan yang semakin luas
·      System informasi yang handal dan terpercaya.
3.4          Budaya Kerja
3.4.1   Nilai-nilai PT. AAM
·      Berusaha mancapai yang terbaik
·      Bertindak Profesional
·      Bersikap bijaksana dan tegas
·      Bersikap peduli
3.4.2   Personil AAM
Personil PT. AAM adalah keunggulan kompetitif terbesar perusahaan AAM. Masing-masing dan setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dan berbagi dalam kesuksesan perusahaan. PT. AAM memberikan kesempatan bagi orang untuk mencapai potensi penuh mereka dan PT. AAM mengakui prestasi individu.
3.4.3   Kompetensi AAM
·      Pengelolaan sumber daya
·      Kemampuan untuk memobilisasi sumber daya untuk memberikan layanan yang sebaik mungkin dengan cara yang paling efisien.
3.4.4   Inovasi
Kemampuan dan komitmen untuk menciptakan budaya yang inovatif dimana orang-orang PT. AAM memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang harus dilakukan untuk memelihara mitra dengan lebih baik, khusus, dan produk yang berbeda. Inilah yang membuat PT. AAM mempunyai kemampuan untuk melebihi pesaingnya.
3.4.5   Aliansi strategis
Kemampuan untuk bersinergi untuk memilih dan mempertahankan mitra yang tepat, yang datang untuk menjadi mitra pilihan.
3.5         PT. AAM Cabang Padang
3.5.1   Struktur Organisasi
PT. AAM Cabang Padang merupakan salah satu dari 10 jaringan PT. AAM di pulau Sumatera. AAM cabang Padang ini berdiri dari tahun 1986 sampai sekarang. Awalnya AAM cabang Padang beralamat di Jalan Ratu Langi hingga akhirnya pindah ke Jalan Jati VII No.13 pada tahun 1990 dengan Hak Milik Bangunan milik AAM Cabang Padang.
Dengan Hak Milik Bangunan milik sendiri, PT. AAM Cabang Padang telah mengembangkan bisnis distribusi sebagai yang terdepan di Sumatera Barat. Dengan Struktur Organisasi sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Anugrah Argon Medica Cabang Padang

Pada tahun 2012, AAM Cabang Padang telah memiliki sertifikat CDOB dengan kategori Aktifitas Distribusi Produk Rantai Dingin, termasuk vaksin dan produk biologi lainnya (Cold Chain Product Distribution). Pemilikan serifikat CDOB ini tergantung kesiapan dan pemenuhan aspek CDOB masing-masing cabang tidak tergantung Kantor Pusat.


3.5.2   Job Description
A.  Kepala Cabang
a.    Membuat penjabaran strategi dari HO menjadi tactical cabang dan membuat action plan cabang untuk program-program yang menjadi fokus kerja HO.
b.    Mempelajari dan mengenal situasi pasar yang menjadi tanggung jawabnya
c.    Membuat budget tahunan
d.   Monitor pencapaian sales collection, COT, WOT, E/S dan produktivitas team
e.    Memastikan proses kerja cabang berjalan dengan baik sesuai standar yang ditetapkan
f.     Memastikan setiap customer dilayani sesuai dengan perjanjian
B.  Supervisor Quality (Apoteker Penanggung Jawab)
a.    Membuat jadwl koordinasi dengan team sales terkait review kelengkapan SP, specimen relasi, kewajaran transaksi dll.
b.    Membuat jadwal kegiatan stok opname produk psikotropika.
c.    Membuat jadwal audit internal QS untuk cabang.
d.   Membuat jadwal koordinasi penyelesaian CAPA atas temuan audit.
e.    Memastikan pemenuhan standar kualitas cabang dan melakukan penilaian check audit mutu secara benar sesuai dengan mekanisme penilaian.
f.     Melakukan koordinasi internal cabang guna memastikan kesiapan pelaksanaan audit pihak eksternal.
g.    Menjadi pelaksana proses kualifikasi chiller dan ruangan cabang berdasar arahan SQM QA.
h.    Melakukan verifikasi laporan complain produk yang masuk ke cabang, melaporkan ke QA dan memastikan proses penyelesaiannya dijalankan berdasar rekomendasi QA AAM/prinsipal.
i.      Memproses dan mengirimkan laporan distribusi obat  (psikotropika, precursor, OOT,LDO) secara bulanan.
j.      Melakukan verifikasi status produk dalam proses penerimaan, terutama jika penyimpangan yang menyangkut kualitas produk serta kepastian penyimpanan produk.
k.    Melakukan validasi dan verifikasi laporan penerimaan barang dan dokumen penerimaan.
l.      Melakukan verifikasi dan validasi SP relasi mencakup keabsahan, kelengkapan terutama untuk psikotropika, prekursor, OOT.
m.  Melakukan langsung proses pendistribusian obat psikotropika.
n.    Melakukan stok opname prekursor dan psikotropik serta memonitor stok regular secara berkala.
o.    Melakukan sampling kesesuaian penyimpanan barang.
p.    Mengkoordinir dan mengawasi proses pelaksanaan recall agar sesuai ketentuan.
q.    Melakukan pengecekan manual untuk BBM dan DO.
r.     Melakukan monitoring dan penyelesaian CAPA dicabang.
s.     Memastikan proses kalibrasi alat ukur berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
t.     Melakukan control dan menandatangani surat pengeluaran barang untuk life saving produk dan psikotropika berdasarkan pick slip.
u.    Melakukan verifikasi pengemasan produk CCP
v.    Memastikan cabang menjalankan CDOB dengan sesuai standar
C.  Kepala Seksi Logistic (KSL)
a.    Membuat rencana kerja logistic tiap bulanan di cabang.
b.    Membuat rencana budget hal hal yang berkaitan dengan logistic cabang.
c.    Membuat perencanaan stok barang setiap bulan untuk gudang cabang bersama dengan distributor planning HO, kepala cabang dan marketing principal.
d.   Membuat jadwal harian sampling perhitungan stok yang akan dilakukan guna menghindari selisih stok.
e.    Membuat program perencanaan IWT (internal warehouse training).
f.     Memastikan pengembalian barang/ recall ke GDR/ pabrik
D.  Kepala Seksi Administrasi (KSA)
a.    Membuat rencana kerja administrasi tiap 3 bulan.
b.    Membuat estimasi penagihan yang akan dicapai tiap bulannya.
c.    Membuat rencana kunjungan ke relasi perihal collection dan pas due.
d.   Menyetorkan uang hasil tagihan ke bank.
e.    Melakukan proses validasi terhadap proses penjualan.
f.     Melakukan approval terkait relasi baru yang telah sesuai dengan dokumen.
g.    Melakukan kunjungan ke relasi jika ada masalah penagihan.
E.   Supervisor Apotek
a.    Membuat rencana aktifitas penjualan salesman.
b.    Melakukan kunjungan ke relasi-relasi pareto dan relasi di raon salesman yang menjadi tanggungjawabnya  sesuai jadwal yang ditentukan.
c.    Melakukan peran complain handling terhadap relasi yang bermasalah.
d.   Menetapkan rayonisasi dan teritori yang akan menadi tanggung jawab salesman.
e.    Aktif mencari sumber-sumber pertumbuhan di daerah teritorinya.
f.     Melakukan analisa dan evaluasi pencapaian sales.
g.    Memonitor dan memastikan kerja sama salesman mulai dari kunjungan, penagihan, eksekusi program dan retur dilakukan dengan baik sesuai dengan prosedur yang berlaku.
F.   Supervisor CHP
a.    Membuat renja terkait perkembangan bisnis CHP.
b.    Memastikan salesman memproses barang retur sesuai dengan prosedur.
c.    Memonitor kelengkapan SP order.
d.   Melakukan follow up untuk membantu proses percepatan pengajuan relasi baru.
e.    Mengontrol call plan salesman agar sesuai rencana.
f.     Mengontrol dan memastikan terlaksananya kegiatan penawaran program serta memonitor hasil program.
g.    Mengatur pembagian rayon salesman


G.  Kepala Gudang
a.    Membuat jadwal harian pengambilan sampling perhitungan stok untuk menghindari selisih stok.
b.    Membuat perencanaan pembagian tugas untuk petugas gudang.
c.    Membuat jadwal kegiatan operasional gudang harian.
d.   Membuat jadwal pemeliharaan infrastuktur gudang.
e.    Melakukan pemisahan barang berdasar locater.
f.     Mengajukan, mengelola dan memproses penyelesaian maslah saat barang masuk, penyimpanan barang, dan pengeluaran barang.
g.    Melakukan validasi stok opname harian dan bulanan.
h.    Melakukan verifikasi BBM manual.
i.      Membuat berita acara penerimaan barang.
j.      Melakukan control terhadap ketepatan jumlah stok barang.
k.    Memastikan pengaturan stock digudang berdasarkan FEFO.
l.      Melakukan control terhadap barang ED dan rusak.
m.  Memastikan from DO sesuai dengan yang diambil oleh picker.
n.    Memastikan serah terima ke tim ekspedisi sesuai aturan.
H.  Admin Logistic
a.    Melakukan input data secara system untuk proses penerimaan barang.
b.    Mengarsip dokumen yang berhubungan dengan proses penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman barang.
c.    Melakukan cek status DO ( Delivery order).
d.   Mencetak slip pengambilan barang untuk diproses oleh bagian gudang, serta mencetak receiving report.
e.    Menyiapkan dokumen pengiriman.
f.     Menginput dan mencetak faktur pengiriman ke relasi.
g.    Menerima, menginput dan mengarsip tanda bukti pengiriman oleh ekspedisi.
h.    Menerima dokumen hasil pembayaran COD.
i.      Melakukan proses input BBM.
j.      Membuat PAS bulanan barang ED.
k.    Melakukan pengarsipan lembar pengamatan suhu.
l.      Menghitung insentif untuk ekspedisi.
m.  Melakukan verifikasi sp regular
I.     Petugas Ekspedisi
a.    Melakukan penerimaan dan penyerahan dokumen pengantaran yang diperlukan dengan kepala gudang dan petugas gudang.
b.    Melakukan pengiriman barang sesuai dengan standar perusahaan.
c.    Melakukan serah terima dokumen pengantaran yang sudah ditanda tangani oleh SP relasi ke kagud/KSL.
d.   Melakukan pemeliharaan kebersihan dan penyedia factor kebutuhan kendaraan (motor).
J.      Petugas Gudang
a.    Melakukan kegiatan pemeliharaan gudang.
b.    Melakukan pencatatan suhu ruang penyimpanan gudang.
c.    Penataan barang retur sesuai dengan lokasinya.
d.   Melaksanakan stock opname harian dan bulanan.
e.    Incoming checker: melakukan pemeriksaan kesesuaian barang dan kelengkapan dokumen penyertaserta pemeriksaan kondisi fisik barang yang datang dari NDC, melakukan pencatatan data sesuai hasil pemeriksaan pada form penerimaan barang, melakukan penyimpanan barang sesuai dengan FEFO dan melakukan karantina produk atas ketidaksesuaian penerimaan barang.
f.     Picker : mengambil barang dari locater sesuai dengan formulir pengambilan barang dari bagian admin logistic serta memisahkan dan melaporkan kepada atasan mengenai barang barang ED.
g.    Checker: melakukan pemeriksaan ulang atas barang barang yang akan dikirimkan sesuai atau tidak berdasar form DO dan melakukan pengepakan barang sesuai dengan jumlah dan prosedur yang ditetapkan perusahaan
K.  Driver
a.    Membuat perencanaan pengantaran barang.
b.    Membuat perencanaan perawatan mobil.
c.    Melakukan pengiriman barang sesuai standar pengiriman.
d.   Menerima transaksi COD.
e.    Menyerahkan kembali DO balik dan pendukung lainnya kepada admin logistic.
f.     Menerima barang retur pengiriman sesuai dengan ketentuan.
g.    Menjaga keamanan barang sampai ke tujuan.


L.   Customer service officer (CSO)
a.    Membuat rencana kerja telesales dan service cabang untuk principal dan pelanggan untuk tiap awal tahun dan awal bulan.
b.    Menyusun program service yang besifat nilai tambah dan memeberikan keuntungan bagi perusahaan.
c.    Melakukan call ke pelanggan sesuai dengan callfriend yang dibuat.
d.   Mencatat pesanan pelanggan yang masuk melalui telepon.
e.    Melakukan penawaran dan deal penjualan ke pelangggan khusus.
f.     Melakukan input order yang didapat dari salesman.
g.    Menginformasikan dengan segera kepada pelanggan atas order yang tidak dilayani.
h.    Menginput data retur barang sesuai SOP.
i.      Melakukan aktivitas pengajuan pelanggan baru.
M. Salesman
a.    Membuat perencanaan penyebaran produk ke relasi sesuai potensi dan karakteristik relasi pada rayonnya.
b.    Mempelajari dan memuat perencanaan atas survey yang berkaitan dengan produk yang menjadi tanggungjawabnya.
c.    Menyiapkan folder salesman (daftar harga, daftar program) untuk proses kunjungan ke relasi.
d.   Melaksanakan kunjungan sesuai rencana kunjungan.
e.    Meminta SP dari relasi sesuai dengan order yang didapat.
f.     Melakukan proses penagihan sesuai dengan DHT yang didapat dari inkaso.
g.    Melakukan proses pengajuan diskon sesuai keadaan di lapangan
h.    Memastikan pengrimana order ke relasi.
N.  Admin Inkaso
a.    Melakukan pencetakan tanda terima tukar faktur secara harian.
b.    Menerima dan memastikan DO dari admin logistic.
c.    Mengajukan adjumant piutang terkait minus, PPN, PPH22.
d.   Melakukan pencairan cek mundur di rekening Koran.
e.    Mencetak dan mengarsip laporan kompensasi debitur minus untuk head office dan arsip cabang
O.  Admin Umum
a.    Membuat estimasi biaya operasional cabang secara mingguan sesuai kebutuhan.
b.    Melakukan perencanaan kebutuhan ATK yang diperlukan cabang.
c.    Membuat jadwal pembayaran vendor cabang.
d.   Menyiapkan dokumen biaya untuk dikirim ke HO.
e.    Menerima dan mencatat tagihan COD dari petugas ekspedisi.
f.     Menyerahkan hasil tagihan ke KSA.
g.    Memastikan saldo bank operasional mencukupi untuk kebutuhan operasional minggu depan.
P.   Petugas Inkaso
a.    Membuat call plan kunjungan ke relasi untuk mencari informasi yang berhubungan dengan penagihan.
b.    Membuat estimasi penagihan.
c.    Menerima dokumen penagihan dari admin inkaso.
d.   Menyiapkan dokumen penagihan dan membuat DHT untuk proses penagihan dan proses tukar faktur.
3.6         Peraturan Kerja
PT. Anugrah Argon Medica cabang Padang mempunyai suatu peraturan yang berupa kesepakatan bersama yang meliputi peraturan kerja.
Hari kerja
Jam kerja
Keterangan
Senin s/d jum’at
08.00-16.00
Jam kerja
Sabtu
08.00-13.00
Jam kerja
Senin s/d jumat
12.00-13.00
Istirahat

   Tabel I. Hari kerja dan jam kerja PT. AAM Cabang Padang
3.6.1   Persyaratan Sebagai Pelanggan PBF
Syarat-syarat bagi outlet baru untuk berlangganan sebagai berikut:
a.    PBF
Persyaratan bagi PBF untuk menjadi pelanggan PBF AAM cabang Padang yaitu :
·      Surat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
·      Izin Depertemen Kesehatan
·      KTP
·      Surat izin Kerja Apoteker
b.    Apotek
Persyaratan bagi apotek untuk menjadi pelanggan PBF AAM cabang Padang yaitu : Surat Izin Apotek, SIPA, Izin domisili, SIUP, TDP, Izin HO, Izin gangguan, spesimen.
3.7         Kegiatan Perusahaan
Pengadaan barang PT. Anugrah Argon Medica Cabang Padang  diatur oleh kepala bagian logistic ( hasil koordinasi dengan marketing cabang, supervisor, dan kacab) dan diatur juga oleh pusat, yang berada di Bintaro, Tangerang. Pengiriman barang ke PT. Anugrah Argon Medica tergantung jadwal kirim dari NDC (Nasional Distribusi Center), tidak mesti awal bulan atau akhir bulan. Semua kegiatan diperusahaan bisa dipantau melalui computer yang telah online. Apabila barang meningkat dari konsumen sedangkan stok kurang maka untuk mengantisipasi supaya cukup perusahaan bisa melakukan pesanan tambahan.
Pada penerimaan barang diterima oleh penanggung jawab gudang deliveri order (DO), resi dan surat jalan, dan packing list harus ada. Apabila tidak ada DO maka penanggung jawab gudang akan mengemail ke gudang pengirim untuk scan email DO nya, dan juga pada waktu penerimaan barang perlu dicocokkan antara faktur dengan fisik barang juga perlu dicek kebenarannya seperti batch number (BN), expired date (ED), kualitas, jumlah dan sebagainya. Lalu barang akan langsung masuk gudang.
Setiap pengiriman barang dari pusat ke cabang disertai dengan surat barang yang disebut dengan packing slip yang berisi nama barang dan jumlah barang, setelah sampai di cabang fisik barang dicocokkan dengan packing slip. Pemeriksaan dilakukan terhadap barang yang diterima antara lain:
a.    Nama barang / obat dan jumlahnya
b.    Spesifikasi dari barang / obat dan jumlahnya, bentuk dan kemasan, Penandaan pada kemasan dan sebagainya, Mutu/kualitas barang, seperti warna, kejernihan, tanggal kadaluarsa (ED)
c.    Tanggal penerimaan
d.   Setiap barang yang masuk atau datang dari pusat langsung dicatat dikartu BBM dan langsung dientry kedalam computer.
3.8         Pelayanan PT. Anugrah Argon Medica
3.8.1   Pelanggan PT. Anugrah Argon Medica
Operasional jam Kantor Penjualan adalah pukul 8.00 pagi sampai 16.00 WIB hari Senin sampai Jumat dan 08:00 sampai 12.00 WIB pada setiap hari Sabtu. Informasi dan Teknologi "Kami menggunakan teknologi terbaru seperti layanan pemesanan online, sistem ERP (di semua jaringan distribusi PT. AAM) dan perencanaan rantai pasokan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan kami".
3.8.2   Order &Return Manajemen
Layanan 24 jam untuk produk life saving, kapan saja dan di mana saja, kami akan memberikan langsung kepada pelanggan kami." Salesman kami (kunjungan langsung) dan Custumer Service Officer (ponsel) akan menghubungi Anda untuk:
1.    Pelayanan Pemesanan
2.     Informasi Produk
3.    Informasi Program Penjualan
3.8.3   Supply Chain dan Manajemen Pengiriman
AAM baru saja menerapkan Perencanaan Rantai Pasokan dan Perencanaan Permintaan yang canggih, yang akan memungkinkan AAM untuk meningkatkan tingkat pemenuhan pesanan kepada pelanggan AAM.” "AAM melayani pelanggannya lebih baik dengan Sistem Manajemen Gudang yang sangat baik yang menjaga trek dari semua detail dari semua nomor lot ataubatch dan item akan masuk dan keluar dari gudang. "Pengiriman biasanya memakan waktu 4 jam (dari rangka penerimaan) untuk Pelanggan dalam kota, dan untuk pelanggan dari luar kota, Anda dapat menginginkan pengiriman dalam waktu 1-4 hari kerja tergantung pada jarak."
3.8.4   Manajemen Pembayaran
"Pelanggan AAM memiliki pilihan untuk menyelesaikan rekening mereka dengan AAM melalui transfer bank atau jika pelanggan AAM terlalu sibuk kita dapat meminta perwakilan AAM datang untuk kunjungan pada kenyamanan pelanggan."
3.8.5   Penanganan Keluhan
"Pelanggan AAM akan menerima perhatian individu untuk setiap keluhan dari Customer Service Officer AAM pada kenyamanan Anda". Yang akan berusaha untuk memenuhi keluhan pelangganAAM diselesaikan dalam 48 jam.”
3.9         Pengadaan Obat
3.9.1   Perencanaan
Perencanaan kebutuhan obat di PBF Anugrah Argon Medica Cabang Padang memakai metode forecast. Metode ini dipakai dengan cara melihat history penjualan 3 bulan sebelumnya. History penjualan ini adalah jumlah rata-rata produk yang keluar selama 3 bulan terakhir.
Perencanaan barang dilakukan setiap awal bulan, dimana setiap awal bulan akan dilakukan meeting dengan pihak merketing untuk merencanakan barang yang akan diadakan untuk bulan berikutnya. Kemudian di input di sistem ODP. Kemudian dilaporkan ke Aam pusat secara online, pengadaan barang tersebut kemudian diolah oleh pusat. Pengadaan barang diketahui oleh bisnis manager masing-masing produk. Setelah pihak pusat mengolah data perencanaan barang kemudian dilakukan pemesanan ke pabrik yang bersangkutan.
3.9.2   Pengadaan
PBF Anugrah Argon Medica mengadakan kebutuhan obat dari NDC, barang  yang diadakan di PBF sesuai dengan yang telah direncanakan dan juga melalui approve dari pusat.
Untuk pengadaan psikotropika dan prekusor didatangkan dari pusat dengan surat pesanan khusus yang kirim oleh apoteker penanggung jawab PBF cabang, kemudian akan diproses dan siap dikirimkan sesuai dengan pesanan melalui ekspedisi. Untuk pelayanan pengadaan sediaan psikotropika harus dilengkapi surat pesanan (SP) asli dilengkapi dengan tanda tangan direktur perusahaan atau kepala cabang dan apoteker, stempel perusahaan yang bersangkutan serta dengan syarat-syarat kelengkapan lainnya.
3.9.3   Penerimaan
Obat-obatan di PBF Anugrah Argon Medica diterima dari pusat/ NDC. Barang yang diterima rutin dikirim melalui tim ekspedisi untuk tiap pesanan. Berikut adalah hal-hal penting diperhatikan dalam penerimaan barang :
·         Delivery Order (DO)
·         POD / Surat jalan
·         Jumlah barang, Expire date, nomor batch
·         Kondisi fisik barang
    Barang-barang /obat-obat yang masuk dicatat dalam pembukuan Gudang (Bukti Barang Masuk) kemudian dilakukan penginputan secara sistem.

3.9.4   Penyimpanan
Setelah barang diterima dan dicek, selanjutnya adalah proses penyimpanan barang/obat di gudang. Penyimpanan obat harus disesuaikan dengan suhu tertentu sesuai jenis obatnya. Tetapi tidak semua obat harus disimpan pada suhu tertentu, adapula obat yang disimpan pada suhu normal. Pengaturan suhu dilakukan dengan tujuan agar obat yang disimpan digudang, disimpan sesuai persyaratan suhu masing-masing obat.
Penyimpanan barang di PT. AAM berdasarkan pada prinsiple dan suhu ruangan. Penyimpanan dibagi menjadi 3 : penyimpanan suhu dingin/chiller (2-80C), penyimpanan suhu sejuk (15-250C) dan penyimpanan suhu ruangan/kamar (≤300C).
Barang yang biasa di simpan pada suhu dingin/ chiller seperti : Vaksin, Ovula, Insulin dan Suppositoria. Untuk barang yang disimpan pada suhu sejuk seperti : Cream, Tablet, Sirup dan Injeksi. Serta barang yang disimpan pada suhu ruangan seperti : Susu, Vitamin dan Alkes
Suhu setiap ruang penyimpanan harus selalu dipantau dan dicatat pada Lembar Pencatat Suhu (LPS). Untuk suhu chiller dicatat setiap 1 jam sekali serta untuk suhu sejuk dan suhu ruangan dicatat suhu dan kelembaban setiap 3 jam sekali.
Untuk penyimpanan obat prekursor, disimpan pada rak terpisah dari obat lain. Sedangkan untuk obat psikotropik disimpan pada lemari khusus dan dikunci. Metode penyimpanan menggunakan sisten FEFO ( First Expired First Out).


3.9.5   Obat kembalian atau retur
Obat yang disalurkan kepada relasi jika terjadi sesuatu terhadap barang, seperti kadaluarsa, barang rusak atau tidak sesuai dengan pemesanan maka relasi dapat mengajukan retur barang dengan syarat tertentu.
3.10     Pendistribusian Obat dan Alkes
Barang  keluar  merupakan permintaan orderan dari cabang lain, ke Rumah Sakit, Apotek, Toko-toko, dan Mini Market.
Cara pendistribusian barang di PT. Anugrah Argon Medica Cabang Padang,  antara lain:
1.    Pendistribusian secara umum
·      Relasi bisa memesan barang langsung via telephone kepada CSO.
·      Salesman yang berkunjung langsung ke outlet untuk melakukan orderan, lalu salesman menginput PDA yang telah diprogram pada handphone salesman. Pemesanan barang-barang ETHICAL harus menggunakan Surat Pesanan (SP) dan obat psikotropika, obat precursor dan obat-obat tertentu harus menggunakan Surat Pesanan khusus.
·      Lalu bagian CSO mengentry orderan di komputer, hasil entrynya berupa deliveri order (DO).
·      Jika tidak ada masalah dengan outlet maka secara otomatis data pesanan yang telah di entry oleh CSO akan langsung masuk ke bagian admin logistic .
·      Kemudian komputer akan memproses secara otomatis tentang ketersediaan barang. Jika barang tidak tersedia maka akan keluar surat konfirmasi order yaitu surat yang dikeluarkan jika barangnya yang diminta sedang habis atau stok sedang kosong.
·      Delivery Order (DO) disebut juga dengan picklist sampai digudang terdiri dari 3 lampiran.
·      Dilakukan picking barang oleh picker
·      Setelah picker selesai melakukan picking barang diletakkan di masing-masing tempat, ada yang dalam  kota dan luar kota, dan diselipkan copy picklist untuk proses pengecekan barang
·      Yang harus dicek oleh checker yaitu nama barang, no batch, expired date, jumlah barang, dan outlet yang dituju.
2.    Pendistribusian produk suhu dingin
Barang suhu dingin contohnya seperti suppositoria, insulin injeksi dan vaksin. Produk tersebut membutuhkan alat pendingin sejenis “stereoform” dengan menambahkan thermafreeze yang akan mempertahankan suhu pada produk tersebut dalam batas waktu tertentu, selain itu di kemas khusus dan dilabelkan dengan label CCP.








BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut Permenkes Nomor 30 tahun 2017 tentang perubahan kedua atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148 / MENKES / PER / VI / 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan kegiatan yang harus dijalani bagi para mahasiswa calon apoteker untuk mengenal dunia kerja. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) kali ini di PBF PT. AAM Cabang Padang di Jalan Jati VII No 13, Padang Timur, Sumatera Barat dilakukan selama 2 minggu (tanggal 02 April–13 April 2018). PKPA di PBF dilakukan dari jam 08.00 WIB-16.00 WIB. Pelaksanaan PKPA ini sangat bermanfaat bagi calon apoteker karena dapat melihat langsung kegiatan yang dilakukan di sarana distribusi yaitu PBF.
PT. Anugrah Argon Medica berdiri pada tahun 1980 yang merupakan anak perusahaan PT. Dexa Medica yang bergerak dalam bidang pendistribusian obat. PT. Anugrah Argon Medica pusat beralamat dijalan Industri Selatan 7 blok PP 7A, Cikarang Selatan dan mempunyai lebih dari 40 cabang diberbagai seluruh Indonesia. Dimana salah satu cabang dari PT.AAM gudang cabang Padang berada di Jalan Jati VII No. 13 Jati Padang Timur, Sumatera Barat.
Berdasarkan PerKBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PT. AAM Cabang Padang telah memiliki sertifikat CDOB sejak tahun 2012. Pada tahun 2012, PT. AAM cabang Padang telah memiliki sertifikat CDOB dengan kategori Aktifitas Distribusi Produk Rantai Dingin, termasuk Vaksin dan Produk Biologi Lainnya (Cold Chain Product Distribution).Sehingga dengan adanya sertifikat CDOB ini maka PT. AAM cabang Padang telah memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat.
Menurut Permenkes Nomor 30 tahun 2017 tentang perubahan kedua atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PE/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi bahwa Penanggung Jawab harus seorang apoteker. PT.Anugrah Argon Medica (PT. AAM) Cabang Padang  memiliki dua orang apoteker, yaitu Apoteker Penanggung Jawab untuk obat dan Apoteker sebagai Kepala Seksi Logistik serta penanggung jawab alat kesehatan. Di dalam struktur organisasi kedua Apoteker ini berada langsung dibawah Kepala Cabang PT. Anugrah Argon Medica (AAM). Dalam pelaksanaan kegiatannya apoteker penanggung jawab dan kepala seksi logistik dibantu oleh Kepala Gudang, Admin gudang serta petugas gudang yang mana mereka diberikan pelatihan khusus meliputi pelatihan terhadap operasional di gudang dalam menangani obat atau bahan obat yang memerlukan persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat-obat berbahaya, bahan radioaktif, psikotropika dan produk rantai dingin.
Kegiatan utama dari PBF Anugrah Argon Medica (AAM) yaitu berupa kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat kepada pelanggan, serta pelaporan. Pelaksanaan kegiatan operasional tersebut memerlukan manajemen yang baik agar proses pendistribusian maupun pengadaan produk berjalan dengan baik dan pada akhirnya dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pengelolaan produk di PBF Anugrah Argon Medica sedapat mungkin dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pada Pedoman CDOB. PT. AAM Cabang Padang sebagai sarana distribusi harus dapat memastikan mutu obat, dimana kajian manajemen mutu di PT. AAM Cabang Padang dilakukan secara berkala yang dapat dilihat dari adanya Standart Operational Prosedur (SOP) yang bernama AXIS yang berisikan prosedur-prosedur berdasarkan Jenis Proses, Sub Proses, Aktifitas, Tipe Dokumen, Nomor Dokumen, Dokumen, Revisi dan Tanggal mulai berlakunya prosedur.
Produk yang didistribusikan oleh PBF AAM terdiri dari berbagai macam principal. Principal untuk produk farmasi yaitu Actavis, Bayer, Dexa Medica, Ferron Par Pharmaceutical, Merck, Novartis, Tanabe, Pfizer. Untuk principal CHP yaitu Abbot Nutrition Ind, TotalCare, Dexa Medica, Selera Sweetsindo, CCM Pharmaceutical, Sari Sehat MPM, Arkay, Rosmaxx dan principal untuk alat kesehatan yaitu Stradec, BDI, BSN dan Alere.
Fasilitas distribusi PT. AAM Cabang Padang memiliki bangunan dan peralatan yang menjamin perlindungan mutu obat. Bangunan dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, masing-masing ruangan memiliki fasilitas pendukung penyimpanan yang disesuaikan dengan kategori penyimpanan obat. Gudang AAM Cabang Padang mempunyai keamanan yang lengkap meliputi Smoke Detector, Motion Detector, Door Contact dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) serta pengendali hama yang terdapat pada ruangan-ruangan yang diberi penanandaan tertentu. Ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya yaitu area karantina yang diberi penandaan warna merah pada lantainya. Penyimpanan khusus untuk obat Cold Chain Product (CCP), obat psikotropika dan obat prekusor farmasi yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai peraturan perundang-undangan.
Perencanaan perbekalan farmasi di PT. Anugrah Argon Medica (PT. AAM) dilakukan berdasarkan kepada kebutuhan dan histori penjualan sebelumnya, histori penjualan ini maksudnya adalah berapa jumlah rata – rata penjualan 3 bulan terakhir. Pengadaan barang di PT. AAM Cabang Padang dilakukan melalui PT. AAM Pusat. Selain melalui PT. AAM Pusat, pengadaan barang di PT. AAM Cabang Padang dapat dilakukan melalui cabang lain dengan persetujuan dari pusat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  No. 30 Tahun 2017 tentang PBF yang menyatakan bahwa  PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat atau PBF cabang lain yang ditunjuk oleh pusat.
Dalam hal perencanaan sebelum pengadaan, PT AAM Cabang Padang setiap bulannya melakukan forecast dengan adanya meeting  antara KSL dengan marketing untuk menentukan rencana penjual bulan berikutnya. Pengadaan barang yang dilakukan oleh PBF PT. Anugrah Argon Medica yaitu bersumber dari National Distribution Centre (NDC). Data barang yang akan diadakan tertulis di input di system ODP, yang kemudian dilaporkan ke PT. AAM pusat secara online oleh Kepala Seksi Logistik (KSL). Pengadaan juga harus disetujui oleh Business manager masing-masing produk, kemudian PT. AAM pusat akan mengolah data perencanaan pengadaan barang tersebut, dan melakukan pemesanan ke industri yang bersangkutan. Kemudian barang akan sampai ke gudang pusat yang dinamakan National Distribution Centre (NDC). Selanjutnya National Distribution Centre (NDC) akan mengirimkan barang yang diminta oleh PT. AAM cabang. Pengiriman barang dari National Distribution Centre (NDC) terjadwal setiap hari dengan principal yang berbeda setiap harinya. Pengadaan biasanya dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Dengan adanya alur pengadaan perbekalan farmasi yang demikian dapat mencegah risiko obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.
Untuk pengadaan obat golongan psikotropika dan prekursor, PBF Anugrah Argon Medica cabang Padang harus membuat surat pesanan khusus, kemudian surat pesanan tersebut dikirim ke NDC (surat pesanan asli) dan diterima oleh Apoteker penanggung jawab untuk divalidasi. Setelah NDC melakukan verifikasi, barang dikirim beserta dengan Surat Pengiriman Barang (SPB) atau yang biasa juga disebut dengan Delivery Order (DO). Setelah obat dikirim dari NDC maka PBF cabang melakukan proses penerimaan, penerimaan ini dilakukan oleh petugas gudang, dibawah pengawasan Apoteker Penanggung Jawab.
Setelah dilakukannya pengadaan, proses penerimaan merupakan bagian yang penting karena proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat tidak boleh diterima jika kadaluarsa atau mendekati tanggal kadaluarsa sehingga kemungkinan besar tidak ada obat yang kadaluarsa digunakan oleh konsumen.
Alur penerimaan barang di PT. AAM Cabang Padang yaitu jika tim ekpedisi yang membawa barang datang, melapor ke security, selanjutnya security akan memeriksa dan mencatat nama ekspedisi, nomor resi, jumlah koli dan plat nomor ekspedisi, jika telah sesuai, maka security akan melapor ke Kepala Gudang dan barang diturunkan dari ekspedisi lalu diletakkan di ruang staging in kemudian dilakukan pengecekan oleh Kepala Gudang apakah barang sesuai dengan faktur penerimaan. Pada proses penerimaan dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap  bukti pesanan barang dari gudang berupa Delivery Order (DO) guna untuk memastikan pesanan barang dalam spesifikasi tepat, bukti tanda barang diterima (untuk penagihan), kemudian dilakukan pengecekan bukti pemesanan dengan fisik barang serta cek expired date dan kondisi barang ke penyimpanan. Setelah semuanya sesuai, maka petugas gudang akan menyimpan barang dan menginput data barang yang masuk dalam bentuk Bukti Barang Masuk (BBM) secara manual yang digunakan sebagai arsip dan menginput ke sistem komputer.
Permasalahan yang mungkin ditemukan saat penerimaan barang adalah jika adanya barang yang tidak sesuai dengan yang diminta, misalnya barang pecah, kemasan penyok, basah atau hilang serta kemasan rusak, solusi untuk masalah ini adalah dibuat berita acara penerimaan ketidaksesuaian barang ke KSL untuk ditelusuri ke ekspedisi dan cabang pengirim. Apabila barang yang diterima tersebut kurang dari yang tercantum maka bagian gudang akan melaporkan ke bagian penerimaan barang. Jika barang rusak maka PT. Anugrah Argon Medica (PT. AAM) cabang akan melaporkan kebagian ekspedisi.
Berdasarkan PerKBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang  Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, penyimpanan harus dilakukan sesuai dengan rekomendasi kondisi penyimpanan dari industri farmasi. Penyimpanan obat di PT AAM Cabang Padang dilakukan berdasarkan jenis produk, principal, FIFO, FEFO, golongan obat dan kategori produk.  Untuk penyimpanan berdasarkan suhu terdiri dari, penyimpanan dalam lemari pendingin (Chiller) suhunya 2–80C, barang yang disimpan seperti vaksin, suppositoria, insulin. Suhu chiller dipantau setiap jam dan dicatat di Lembar Pengamatan Suhu (LPS). Penyimpanan pada suhu sejuk sekitar ≤250C, barang yang disimpan seperti krim, tablet dan sirup. Penyimpanan pada suhu kamar ≤300C, meliputi produk consumer (seperti susu, suplemen), bulky dan alkes serta bahan medis habis pakai. Pada penyimpanan suhu kamar juga dilakukan pengecekan tiap 3 jam dengan mencatat suhu serta kelembapan ruangan penyimpanan.
Penyimpanan berdasarkan jenis produk seperti Ethical Products, Consumer Healthcare Products, Medical Devices Products, Speciality Products. Penyimpanan berdasarkan kategori produk seperti Psikotropika, Prekursor dan Obat-Obat Tertentu (OOT). Obat yang mengandung psikotropika dan  sediaan obat yang mengandung prekursor disimpan dilemari terpisah dengan sediaan obat lainnya. Psikotropika disimpan dilemari khusus yang terkunci dan kuncinya dipegang oleh Apoteker penanggungjawab. Penyimpanan berdasarkan  principal, maksudnya adalah sediaan disimpan berdasarkan nama industri yang memproduksi obat dan disimpan berdasarkan nama lokator yang telah ditentukan. Lokator adalah suatu kode penyimpan barang. Kemudian penyimpanan menggunakan system First In First Out (FIFO) dan First Exp. date First Out (FEFO), sediaan obat disusun rapi di dalam rak dengan posisi no. batch dan tanggal kadaluarsa dihadapkan ke depan dengan tujuan untuk memudahkan petugas gudang dalam mengambil barang yang dituju. Serta sediaan obat diletakkan di atas palet sehingga sediaan tidak berkontak langsung dengan lantai dan juga tidak menyentuh dinding ruangan.
Pengendalian barang di gudang PT. Anugrah Argon Medica (PT. AAM) dilakukan dengan melakukan stok opname harian, stok opname mingguan dan stok opname bulanan. Stok opname harian dilakukan terhadap beberapa item obat, tidak semua obat yang ada di gudang. Stok opname dilakukan berdasarkan daftar obat yang keluar dari sistem komputer, obat tersebut dihitung mulai dari yang disimpan di rak dalam bentuk eceran sampai obat yang masih disimpan di dalam kotak yang bersegel dan tersimpan di dalam ruang bulky . Stok opname mingguan dilakukan untuk obat golongan psikotropika dan prekursor yang dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab (APJ). Stok opname bulanan mencakup keseluruhan item barang dan jadwalnya ditentukan oleh Kantor Pusat.
Berdasarkan Permenkes Nomor 1148/MENKES/PE/VI/2011 tentang PBF, PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik atau toko obat. Dalam hal pendistribusian, PT AAM Cabang Padang mendistribusikan obatnya sesuai dengan surat pesanan. Untuk pemesanan obat psikotropika, prekursor dan obat-obat tertentu harus menggunakan Surat Pesanan khusus. Pendistribusian di PT.Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Padang ada 2 macam yaitu distribusi obat dalam kota dan distribusi keluar kota, penjualan dilakukan melalui sales yang bertugas pada masing-masing area.
Pemesanan atau pembelian barang oleh relasi dapat dilakukan melalui telepon atau melalui surat pesanan kemudian pelaksanaanya dicatat oleh CSO. Untuk salesman yang berkunjung langsung ke outlet untuk melakukan orderan, salesman akan mengirimkan orderan dari outlet kepada CSO melalui PDA yang telah diprogram pada handphone salesman. Kemudian bagian CSO akan mengentry orderan di komputer, hasil entrynya berupa delivery order (DO). Jika tidak ada masalah dengan outlet maka secara otomatis data pesanan yang telah di entry oleh CSO akan langsung masuk ke bagian admin logistic. Sebelumnya Deliveri Order (DO) di verifikasi oleh Apoteker Penanggungjawab dan di tanda tangani, jika telah sesuai maka barang akan dikeluarkan sesuai no. batch dan tanggal exp datenya oleh petugas gudang. Kemudian picker akan melakukan scan DO (scan picker) terlebih dahulu baru mengambilan barang sesuai dengan locator masing-masing barang, setelah barang disediakan oleh picker kemudian barang dicek kembali oleh checker secara fisik diantaranya nama barang, bentuk sediaan, nomor batch, dosis, jumlah barang, dan outlet yang dituju sekaligus di packing dan lalu dilakukan serah terima barang kepada tim ekspedisi untuk dikirim ke alamat relasi. Setelah barang sampai di relasi, dilakukan pengecekan barang kembali disertai nama dan tandatangan penerima, stempel relasi dan nomor izin relasi. Kemudian tim expedisi membawa pulang lembaran DO 1 dan 2 serta SP untuk diserahkan kepada  kepala gudang. Kepala gudang akan melakukan scan DO balik sebagai laporan bahwa barang telah diterima relasi. Secara langsung admin gudang akan menginput jam terima barang oleh relasi dan mengirimkan DO 2 ke bagian inkaso sedangkan DO 1 dan SP disimpan sebagai arsip. Bagian inkaso akan mencetak faktur penjualan sebagai bukti penagihan.  
Pendistribusian untuk produk suhu dingin seperti suppositoria, insulin, dan vaksin, barang diambil dari chiler sesaat ketika pihak ekspedisi siap untuk mengantarkan barang ke relasi. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan sterofoam (cool box) dan ditambahkan kedalamnya thermafrezze (cool pack). Sesuaikan jumlah cool pack dengan ukuran cool box. Pastikan cool pack tidak bersentuhan langsung dengan barang suhu dingin.  Masukkan thermometer pengantaran yang telah di set suhunya (2-8 C), lalu tekan tombol “reset” dan kemudian tutup cool box dengan rapat. Ketika expedisi tiba di tempat relasi, expedisi menunjukkan suhu yang tertera pada thermometer pengantaran. Catat suhu yang tertera di thermometer pengantaran pada delivery sheet. Expedisi mengingatkan relasi agar langsung menempatkan barang suhu dingin di kulkas bukan di freezer. Serta pendistribusian produk di PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Padang bisa dilakukan melalui penjualan kredit dan tunai. Untuk relasi yang membeli dengan sistem kredit, faktur asli akan diberikan kepada pelanggan apabila tagihan pada faktur itu telah dilunasi, sehingga selama tagihan belum lunas maka faktur disimpan oleh bagian penagihan untuk menagih piutangnya.
Berdasarkan PerKBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang  Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan, serta jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Barang kembalian (Retur) dari relasi kepada PT. AAM dilakukan dengan alasan seperti expired date, rusak, recall, batal atau salah input. Retur obat dengan alasan expired date dilakukan jika obat atau barang sudah mendekati tanggal expired date. Retur expired date dilakukan sesuai dengan aturan retur dari masing-masing principal. Retur dengan alasan rusak dilakukan jika obat atau barang mengalami kerusakan seperti kemasan rusak dan dianggap mempengaruhi kualitas produk. Retur dengan alasan recall merupakan penarikan obat dari principal dengan nomor batch tertentu. Retur batal merupakan penarikan obat atau barang karena relasi batal memesan obat atau pesanan obat tidak sesuai. Penerimaan return  barang dari relasi ke PT. AAM dapat dilakukan dengan mengembalikan barang ke salesman beserta copy faktur, kemudian relasi akan menyiapkan nota returnya dan setelah itu diberikan ke KSL atau Kepala Gudang. Barang yang dikembalikan karena kadaluarsa diletakkan dilemari yang terpisah dengan obat lain, lemari ini terletak di daerah yang ditandai dengan garis merah. Setelah barang dan dokumen sesuai maka petugas gudang akan mencatat barang return ke dalam buku retur.
Pelaporan di PT. AAM  dilakukan dengan menyampaikan laporan setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk barang reguler dan setiap bulannya untuk psikotropika kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Selain itu pelaporan kondisi suhu penyimpan juga disampaikan kepada PT. AAM Pusat setiap hari untuk chiller dan sekali seminggu untuk suhu  kamar dan sejuk. Selain itu juga dilakukan pelaporan setelah dilakukannya inspeksi diri yang dilakukan tiap bulan ke PT. AAM Pusat.
Pemusnahan barang di PT. Anugrah Argon Medica tidak dilakukan di cabang, tetapi semua barang  akan dimusnahkan di gudang pusat yaitu National Distribution Centre (NDC). Selain di NDC pemusnahan bisa juga dilakukan oleh masing-masing principal sesuai dengan kesepakatan. Proses pengembalian barang ke gudang pusat NDC disertai dengan Bukti Barang Keluar, Berita Acara Pengembalian Barang, Dokumen Pick Slip/Ship Confirm dan Surat Jalan Ekspedisi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1         Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan Apoteker dan pegawai selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Anugrah Argon Medica (PT. AAM) Cabang Padang maka dapat disimpulkan bahwa:
a.    PBF Anugrah Argon Medica Cabang Padang merupakan salah satu perusahaan berbadan hukum yang diberikan izin untuk melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran barang kefarmasian dalam jumlah yang besar dan telah memiliki system distribusi sesuai dengan CDOB.
b.    PT. AAM Cabang Padang dalam pelaksanaan distribusi memakai sistem teknologi informasi sehingga dapat memudahkan petugas dalam pelaksanaan kegiatan distribusi dan menjamin keakuratan dokumentasi.
c.    PBF PT. Anugrah Argon Mandiri, memiliki dua orang Apoteker penanggung jawab. Satu Apoteker penanggungjawab untuk obat-obatan, dan satu orang Apoteker penanggungjawab khusus alat kesehatan dan merangkap sebagai Kepala Staf Logistik.
d.   Ruang penyimpanan obat di gudang PBF Anugrah Argon Medica dibedakan menjadi  3 yaitu, penyimpanan suhu dingin/chiller (2-80C), penyimpanan suhu sejuk (15-250C) dan penyimpanan suhu ruangan/kamar (≤300C).


5.2         Saran
a.    Diharapkan untuk lebih meningkatkan kerja sama dengan institusi dalam rangka  menerapkan CDOB yang lebih maksimal, agar terciptanya PBF Anugrah Argon Mandiri yang lebih baik dan maju.
b.    Hendaknya terus meningkatkan kerjasama dengan institusi pendidikan Program Profesi Apoteker dalam rangka pengenalan peran Apoteker dalam mendistribusikan obat agar sesuai dengan CDOB.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 03. 1. 34. 11. 12. 7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2011a). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2011b). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. ). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 30 Tahun 2017 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta

Presiden Republik Indonesia. (2009a). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.