Tuesday 2 April 2019

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT; PRODUKSI DAN KONTROL KUALITAS


PRODUKSI DAN KONTROL KUALITAS

Standar pelayanan farmasi rumah sakit (KEPMENKES RI NO. 1197/MENKES/SK/X/2004) produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Seksi produksi adalah seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat yang meliputi pembuatan obat mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi siap didistribusikan.
Produksi sendiri dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), bila produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan secara komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat sediaan farmasi yang dilakukan  merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Dalam proses produksi tersebut dilakukan berbagai tahap mencakup desain dan pengembangan produk, pengadaan, perencanan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir, pengemasan, penyimpanan, sampai dengan penghantaran produk tersebut pada penderita/profesional kesehatan. Oleh karena itu, IFRS perlu menerapkan standar sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Dalam rangka memutuskan tepat tidaknya produksi lokal di rumah sakit, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah rancangan kapasitas dan sumber produksi, seleksi produksi, persediaan produksi serta pengontrolan kualitas dan harga produk.
Kriteria obat yang diproduksi:
1. Sediaan farmasi dengan formula khusus
2. Sediaan farmasi dengan harga murah
3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
5. Sediaan farmasi untuk penelitian
6. Sediaan nutrisi parenteral
7. Rekonstruksi sediaan obat kanker
Tugas Pokok Produksi Farmasi Rumah Sakit :
·         Perencanaan produksi : macam dan jumlahnya
·         Usulan pengadaan bahan baku (berkhasiat, tambahan), wadah dan etiket
·         Proses produksi
·         Distribusi hasil produksi
·         Pencatatan dan pelaporan
·         Evaluasi
Tujuan perencanan produksi obat adalah merencanakan produksi obat yang sesuai dan kebutuhan rumah sakit. Dalam proses produksi untuk menghasilkan anggaran yang tepat selama produksi maka farmasis akan menentukan inventaris dan pemakaian anggaran yang diperlukan untuk produk akhir dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Persediaan dan tingkat pemakaian produk jadi.
Mengenai tingkat pemakaian setiap jenis barang yang akan diproduksi. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali catatan dari satu atau dua tahun sebelumnya danmembandingkan catatan ini dengan pola resep yang ditulis oleh dokter.
2. Persyaratan bahan.
Seorang farmasis di rumah sakit harus menentukan produk yang akan dibuat dengan memperhitungkan jumlah dan banyaknya produksi yang akan dibuat serta menyusun cara terbaik dan termudah dalam mendapatkan persediaan. Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah, Etiket dan bahan lainnya seperti kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian  produksi.
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus mempertimbangkan dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup untuk memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan faktor yang berharga dalam proses produksi, maka farmasis harus menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya, pemilihan perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat penumpukan peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan sumber-sumbernya.
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang disyaratkan dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan peralatan berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi, lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya personil dan tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal. Bagian produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh tambahan personil yang terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis seperti memasukkan cairan ke dalam botol, menyaring, memberi etiket, dan lain-lain.
6.    Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan menghasilkan suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung ditujukan pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan pada biaya personil dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat sewa, asuransi dan penurunan nilai peralatan, pemeliharaan anggaran rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak langsung seharusnya dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya sebenarnya dari produk.
Dalam proses produksi, dasar perencanaan produksi adalah formulir permintaan yang dikirim ke instalasi produksi di mana mekanisme pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku dan bahan jadi adalah :
a. Untuk pengadaan bahan baku dan pengemasan yang digunakan dalam proses produksi diperoleh dari sub instalasi perbekalan setiap bulan sekali.
b. Untuk penyimpanan obat jadi dan bahan baku yang akan digunakan, masing-masing ditempatkan dalam lemari terpisah.
c. Obat jadi didistribusikan ke sub instalasi perbekalan untuk kemudian ke ruang atau depo farmasi. Untuk produk yang dipesan oleh pihak lain selain di rumah sakit diambil sendiri.
Persyaratan fisik sub instalasi produksi, seperti dipersyaratkan dalam pedoman pengelolaan instalasi farmasi rumah sakit (1990) adalah tersedianya bangunan/fasilitas produksi obat yang memenuhi standar, yaitu :
·         Ruang cuci alat/botol
·         Ruang non steril
·         Ruang penyimpanan/produk aquadest
·         Ruang smi-steril
·         Ruang autoclave (berdekatan dengan filtrasi)
·         Ruang administrasi kepala
·         Ruang locker
·         Ruang laboratorium internal
·         Ruang toilet
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi sebagai berikut, yaitu:
 a.   Produk Obat Steril
Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di dalam ruang steril. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas kontaminasi. 
1. Total Parenteral Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah membuat atau mencampur bahan nutrisi yang berisi asam amino, karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang sesuai kebutuhan masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril. Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini tidak berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril.
2. IV admixture atau pencampuran obat-obat suntik.
Proses pencampuran obat steril ke dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan Intra Vena (I.V)
Ruang lingkup dari IV admixture :
1. Pelarutan serbuk steril.
2. Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal) 
3. Menyiapkan suntikan IV komplek
Keuntungan IV admixture:
1. Terjaminnya sterillitas produk
2. Terkontrolnya kompatibilitas obat
3. Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah pengoplosan.
3. Obat Sitostatika
Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan menyiapkan agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar–dasar keamanan bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril. Sub instalasi produksi farmasi melayani permintaan penyiapan obat sitostatika dengan sumber obat yang berasal dari:
1.      Farmasi atau apotek Korpri untuk pasien umum
2.      Apotek askes untuk pasien askes
3.      YKI (Yayasan Kanker Indonesia) untuk pasien tidak mampu
                        Obat tersebut diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari sebelum dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan apakah pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama disimpan maka obat menjadi rusak.
            Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter, dan paraf dokter, dan data permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah (ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat kesehatan yang digunakan.
            Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih. Dua ribu partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air flow harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya. Personil yang mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala, masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.
b. Produk Obat Non Steril
            Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam kegiatan harian. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran, dan pengemasan kembali.
a.       Pembuatan
            Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa kembali. Setelah selesai pengemasan, maka penyelia harus mengisi lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
            Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol 95%
     c. Pengemasan kembali
                        Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil. Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat dicatat dalam kartu sediaan. Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
            Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan sitostatika. Obta-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.
Meskipun banyak alasan untuk melakukan produksi lokal, tapi studi feasibilitas (kelayakan) tetap dibutuhkan sebelum produksi dimulai. Hal ini tergantung pada pengadaan dan kualitas sumber bahan. Perusahaan farmasi biasa menjalankan produksi yang sangat sederhana atau dapat pula membuat produk yang berbeda tingkat kompleksitasnya, studi feasibilitas ini harus memperhatikan:
1.      Personil
Personil bagian produksi adalah sumber terkontaminasi dan error yang terjadi pelatihan kepada mereka harus secara regular, dan evaluasi dan inspeksi dilakukakan secara periodik.
2.      Gedung dan bangunan fisik.
Dasar dari produksi adalah lokasi, desain, konstruksi, adaptasi, dan pemeliharaan. Gedung bisa saja sederhana, tapi dengan ukuran yang cukup untuk melakukan semua kegiatan. Penyusunan area harus bebas debu, dengan menggunakan AC, jendela harus terkena sinar matahari dan terjaga keamanannya.
Jumlah gedung, ruang dan ukuran ruang tergantung pada beberapa faktor :
a.    Jenis umum produksi Farmasi yang dilaksanakan (Steril/non steril)
b.    Jumlah bentuk produk Farmasi (eksternal dan internal liquid, serbuk, salep, tetes mata, parenteral, dll)
c.    Jumlah atau kuantitas dari tiap produk sediaan.
d.   Volume dari repacking dan COT packaging
e.    Tingkat penyediaan servis (pusat pelatihan, pusat distribusi, rumah sakit sederhana).
Ruang-ruang terpisah (pada beberapa hal mempunyai cirri khusus) dibutuhkan untuk :
a.       Kegiatan administrasi.
b.      Ruang untuk mencuci botol – botol
c.       Produksi non steril
d.      Ruang steril
e.       Sterilisasi dan penyaringan air
f.       Pelabelan dan internal QC
g.      Gudang
h.      Ruang penerimaan
i.        Ruang istirahat
j.        Kafetaria/dapur kecil.
k.      Ruang pemeliharaan
l.        Garasi
m.    Ruang kelas (disatukan dengan ruang istirahat)
n.      Rumah untuk staf
o.      Laboratorium.
3. Sumber air
Pengadaan air yang cukup adalah hal yang sangat fundamental. Tetapi terkadang, produksi farmasi di beberapa daerah berkembang tidak mempunyai pelayanan persediaan air, dan jika ada air harus diteliti dulu sebelum digunakan, jika persediaan air kurang harus ada alternatif lain sumber air sebelum produksi dimulai.
Sumber-sumber air yang dapat digunakan antara lain :
- Air hujan
- Air permukaan (danau/sungai)
- Air bawah tanah (sumber/mata air)
- Penyaringan air dengan sinar matahari.
Hal ini tergantung pada sumber air, cuaca, kontaminasi dan jumlah yang dibutuhkan. Air dari berbagai sumber tersebut di atas perlu diuji laboratorium untuk memonitor kemurniannya.
4. Peralatan.
Lokasi dan desain dari peralatan harus meminimalisir resiko error dan efektif pada pembersihan dan perawatannya. Berat dan ukuran peralatan harus dikalibrasi secara teratur.
5. Dokumentasi.
Setiap produksi harus punya literatur teknis, yang terdiri dari Formularium Nasional yang resmi dan Farmakope. Sumber dari formula harus menggunakan referensi dari literatur sains dan tercatat pada bagian produksi dan kontrol buku kerja, kalkulasi ukuran batch dan intruksi harus jelas sebelum memproduksi produk baru.
-          Mempersiapkan salinan pesanan asli dari dokter berisi nama pasien, no ruangan, cairan intravena yang diinginkan, bahan tambahan, waktu mulai, lama terapi dan kecepatan alir.
-          Memeriksa stabilitas, interaksi obat, dosis lazim, kontabilitas bahan, duplikasi obat, alergi, lama terapi dan membandingkannya dengan aturan automatic stop order dan terapi lain yang diterima pasien. Resep pesanan tersebut dimasukkan dalam profil pasien.
-          Penyimpanan label dan lembar kerja, lalu di cek kembali sesuai pesanan.
-          Mempersiapkan produk parenteral (oleh farmasis atau asisten apoteker berpengalaman tergantung aturan yang berlaku)
-          Produk dipersiapkan, di cek kembali labelnya dengan pesanan aslinya. Dosis, bahan, label pembantu, kompatibilitas, rute, kecepatan, kehadiran bahan partikulat, perubahan warna integritas wadah periksa. Umumnya setiap dosis intravena diberikan sesuai urutan pesanan.
-          Pada pengiriman produk intravena ke unit pasien, larutan sekali lagi di cek oleh orang yang akan memberi obat.
-          Jika tidak langsung digunakan, racikan intravena harus dimasukan ke dalam lemari pendingin sampai akan digunakan. Jika tidak digunakan selama 24 jam harus dikembalikan ke bagian farmasis untuk didistribusikan kembali atau dibuang.
-          Sebelum pemberian pada pasien, perawat harus memeriksa kebenaran nama pasien, nama obat, konsentrasi larutan, tanggal kadaluarsa dan waktu mulainya.

·      Sediaan Intravena
Tanggung jawab terhadap sistem peracikan intravena ada di tangan farmasis karena faktor :
a.    Kontaminasi, farmasis memperhatikan kebersihan dengan aliran udara laminar vertikal atau horizontal untuk peracikan intravena.
b.    Kompatibilitas, farmasis dapat mengontrol larutan intravena yang digunakan dan obat yang dikombinasikan dalam larutan. Farmasis harus disiapkan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketidaksempurnaan kimia, fisik, terapeutik dan merancang alternatif yang cocok untuk mengatasinya.
c.    Stabilitas, informasi stabilitas obat harus diperoleh dengan mudah agar farmasis dapat memantapkan kondisi optimum penyiapan sesudah pembuatan.
d.   Biaya, keuntungan bila sistem ini dilakukan adalah berkurangnya biaya keseluruhan karena obat dan pelarut, penyimpanan, waktu pembuatan, sediaan yang tidak terpakai dan terbuang lebih sedikit. Obat dibuat dalam jumlah besar sehingga mengurangi tenaga dan waktu serta lebih ekonomis.
e.    Kesalahan, farmasis dididik untuk mengakumulasi pengobatan dalam menentukan dosis terapi parenteral terutama pada peracikan nutrisi dan ke terapi.
f.     Kualitas, peracikan harus memperhatikan mutu di mana larutan diperiksa selama dan sesudah pembuatan. Kompatibilitas dan sterilisasi, pelabelan merupakan sistem farmasi yang khas.
g.    Keamanan, direktur pelayanan farmasi bertanggung jawab atas pembuatan, sterilitas, pelabelan larutan dan obat parenteral yang diproduksi di rumah sakit
h.    Proses memeriksa pesanan atau resep awal (menentukan apabila dosis, diluen, kecepatan pemberian sudah benar). Farmasis dilatih untuk membaca label tiga kali untuk memastikan pesanan dan resep yang dibuat adalah benar.
i.      Pelayanan kefarmasian total, tetapi intravena digunakan sebagian atau selama waktu inapnya. Untuk memonitor pengobatan, perlu dibuat penyimpanan data terpusat sehingga dapat ditinjau.
Komponen dalam peracikan intravena :
1.      Ruang penyimpanan
Idealnya, produk parenteral harus disiapkan dalam clean room. Beberapa rekomendasi untuk ruang penyimpanan produk parenteral antara lain:
a. Lantai mudah dibersihkan.
b. Fasilitas untuk cuci tangan.
c. Hood Laminar Air flow.
d. Lemari pendingin.
e. Penerangan yang baik.
f. Ruangan yang memadai.
g. Peralatan untuk penyiapan.
Bagian Produksi Steril
1.      Produksi Aqua Destilata Steril
Aqua destilata steril banyak diperlukan di rumah sakit, misalnya untukirigator dalam operasi urologi, untuk cuci luka, sebenarnya yang digunakan aqua demineralisata, yaitu air hasil resin penukar kation dan resin penukar kation
2.      Produksi Infus/Obat Suntik Steril
Bagian steril memproduksi infus/obat suntik seperti NaCl 0,9%, glukosa 40%, dan Methylen blue 5%. Selain itu juga memproduksi :
·         Penyiapan nutrisi parenteral (bukan Total Parenteral Nutrisi)
·         Pencampuran obat seril
·         Penyiapan obat-obat kanker/sitostatika
3.      Penyiapan Nutrisi Parenteral
Makan dan minum secukupnya tubuh kita akan mendapatkan air, elektrolit, trace element, vitamin dan nutrient lain, seperti karbohidrat, protein dan lemak, yang digunakan sebagai sumber energi, komponen structural sel dari jaringan
Penyiapan nutrisi parenteral dilakukan dibagian produksi steril, dekerjakan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai dengan kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standard an kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Faktor yang perlu diperhatian :
·         Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, dan perawat
·         Sarana da prasarana
·         Ruangan khusus
·         Lemari pencampuran Biological safety cabinet
·         Kantong khusus untuk nutrisi parenteral
4.      Pencampuran Obat Steril
Resiko utama pencampuran obat steril sesui kebutuhan pasien adalah stabilitas, kompatibilitas, dan kontamiasi mikroba
Kegiatan :
·         Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
·         Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai
·         Mengemas menjadi sediaan siap pakai
5.        Penyiapan obat-obat kanker/sitostatika/obat anti neoplastik
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga kecelakaan terkendali.
Kegiatan :
·         Melakukan perhitungan dosis secar akurat
·         Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
·         Mencampursediaan obat kanker sesuai dengan potokol pengobatan
·         Mengemas dalam kemasan tertentu
·         Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan :
·         Cara pemberian obat kanker
·         Ruangan khusus yang diranang dengan kondisi yang sesuai
·         Lemari pencampuran Biological safety cabinet
·         Hepa filter
·         Pakaian khusus
·         Sumber daya manusia yang terlatih
Pengawasan mutu dilakukan terhadap :
·         Ruangan : pembuatan, pengujian, penyimpanan
·         Alat
·         Proses pembuatan
·         Hasil jadi
Ruang/tempat dan peralatan produksi yang menjamin mutu produk, meliputi :
·         Ruang perantara
·         Laminar air flow/Biologycal Safety Cabinet
·         Otoclaf
·         Oven

PENGEMASAN KEMBALI DAN PEMBERIAN ETIKET
Instalasi farmasi rumah sakit melaksanakan pengemasan dan atau pengemasan kembali obat sediaan farmasi dan pengemasan unit tunggal/dosis yang merupakan salah satu bentuk produksi obat.Pengemasan obat adalah salah satu metode ekonomis yang memberikan kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi.
Profesi farmasi selalu terlibat dalam pengemasan sediaan obat sampai diserahkan kepada penderita. Fungsi pengemasan, pengemasan kembali, dan pra-pengemasan dilaksanakan dalam IFRS rumah sakit besar dan kecil. Sejak industri farmasi membuat sediaan obat, peranan apoteker rumah sakit berubah dari formulator menjadi pengemas dan atau pengemasan kembali atau pra-pengemasan.
Macam-macam jenis pengemas :
1.      jenis pengemasan yang pertama adalah pengemasan sediaan obat yang dimanufaktur rumah sakit dalam wadah tertentu dan atau obat yang sudah selesai diracik untuk diserahkan kepada penderita
2.      jenis pengemasan yang kedua adalah pendosisan kemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita, disebut pengemas kembali atau secara khusus disebut kemasan ”unit penggunaan”, kemasan unit penggunaan dikarakterisasi, misalnya kemasan vial, ampul, botol plastik, yang berisi beberapa dosis obat.
3.      jenis kemasan yang ketiga adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal yaitu kemasan obat yang berisi satu bentuk sediaan tersendiri, misalnya satu kemasan satu tablet atau satu kapsul, satu kemasan 2 ml volume cairan, satu kemasan dari 2 g salep. Kemasan seperti ini adalah dasar dari pelaksanaan sistem dosis urut.
4.      jenis kemasan yang keempat adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal atau dosis tunggal. Kemasan dosis unit adalah kemasan yang berisi satu atau lebih kemasan unit tunggal dari obat tertentu yang diminta atau ditulis untuk penderita tertentu.
Fungsi utama kemasan adalah seperti tertera di bawah ini:
1.      Fungsi pokok dari suatu kemasan obat adalah mewadahi sediaan obat agar tidak membiarkannya menjadi bagian dari lingkungan. Terutama hal ini mensyaratkan suatu kemasan yang tidak bocor dan tetap kedap terhadap pengaruh bahan-bahan formulasi sediaan obat yang cukup kuat menahan isinya selama distribusi fisik.
2.      Perlindungan adalah fungsi kemasan yang paling penting. Sediaan obat harus dilindungi terhadap kerusakan fisik, kehilangan kandungan atau bahan ramuan dan terhadap gangguan komponen lingkungan yang tidak dikehendaki, seperti uap air (lembab), oksigen, cairan, kotoran, kontaminasi, dan cahaya matahari
3.      Memberi identitas terhadap isinya secara lengkap dan tepat.
4.      Membolehkan isinya dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan aman.
Pengemasan Kembali (Ulang)
Pengemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita disebut pengemasan kembali atau pengemasan ulang atau pengemasan unit penggunaan. Pengemasan kembali biasanya dipertimbangkan apabila sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas ruah (kemasan rumah sakit dengan harga lebih menguntungkan kemudian dikemas kembali) dalam IFRS dengan biaya tenaga kerja lebih murah, dalam kemasan rangkaian terapi (kemasan selama terapi), maupun dalam kemasan dosis unit.
Pra-pengemasan juga termasuk pengemasan kembali, untuk mengantisipasi pelayanan sediaan obat tertentu yang sering dan banyak diminta melalui order atau resep dokter, bertujuan untuk mempercepat dan efisiensi pelayanan. Pengemasan kembali atau pra-pengemasan untuk dispensing atau menguntungkan, jika kondisi berikut dapat dipenuhi:
1.      jumlah penderita yang besar datang mengambil obat pada waktu yang sama
2.      segolongan obat kecil sering ditulis atau diorder dalam jumlah yang sama
3.      jenis kemasan yang digunakan akan memberikan perlindungan dari atmosfer sampai penderita menggunakan obat
4.      harus dapat diberi etiket pada kemasan dengan nama dan kekuatan obat
5.      dokter penulisan resep terlibat dalam pemilihan kuantitas, isi kemasan, dan menyetujui kuantitas yang dipilih tersebut.

Persyaratan praktis untuk wadah :
1.      Sebelum diisi, wadah harus bersih dan kering.
2.      Perhatian khusus dan prosedur pembersihan terdokumentasi diperlukan guna memastikan agar partikel asing tidak masuk ke dalam sediaan obat.
3.      Wadah dan tutup tidak reaktif atau absorptif.
4.      Sistem tutup wadah harus memberikan perlindungan yang memadai terhadap kerusakan atau kontaminasi pada sediaan obat.
5.      Wadah sediaan obat dan tutupnya harus bersih dan jika dinyatakan sifat obat, disterilkan, dan diproses untuk menghilangkan sifat pirogenik guna memastikan bahwa wadah dan tutupnya layak untuk penggunaan yang dimaksudkan.
6.      Sterilisasi dan proses untuk menghilangkan sifat pirogenik harus terdokumentasi dan diikuti untuk wadah dan tutup sediaan obat.
7.      Wadah dapat ditutup kembali sehingga isi yang belum digunakan tidak terkontaminasi atau menimbulkan bahaya pada anak-anak.
8.      Apabila isi wadah adalah steril, sterilitas harus dipertahankan sampai sisa isi yang belum digunakan.
9.      Wadah harus menyajikan semua informasi tentang sediaan obat dan praktik terapi yang baik.
10.  Wadah harus memberikan kemudahan kepada penderita dalam penggunaan sediaan obat.

Faktor Pertimbangan dalam Pengemasan Kembali
Untuk membuat keputusan tentang jenis dan jumlah sediaan yang dikemas kembali atau prakemas dapat dilakukan hanya setelah meneliti secara luas situasi rumah sakit. Beberapa faktor yang harus dipertimbangan sebagai berikut:
1.      Permintaan terhadap suatu sediaan obat
a.       Permintaan sepanjang satu tahun atau sepanjang suatu musim
b.      Asal permintaan dari klinik atau ruang perawatan penderita
c.       Sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas yang dapat memenuhi permintaan yang telah dikemas dalam unit kecil oleh manufakturnya dengan harga yang lebih rendah daripada biaya biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk pengemasan kembali/pra-kemas sediaan obat yang sama dalam wadah yang serupa
2.      Ukuran unit yang dikemas dan jumlah produk kemasan dari tiap ukuran
3.      Jenis wadah dan tutup yang harus digunakan untuk mempertahankan keutuhanterapi
4.      Etiket khusus yang diperlukan
5.      Cara pengemasan sediaan obat dengan mesin atau cara manual
6.      Stabilitas dan tanggal kadaluarsa sediaan obat
7.      Harga unit dari pengemasan kembali dan pihak yang membiayai pengemasan kembali itu
Jenis Pengemasan Kembali Berdasarkan Jangka Waktu Penggunaan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jangka waktu penggunaan sediaan obat mencakup pengemasan kembali ekstemporer (tanpa persiapan) dan pengemasaan kembali dalam bets.
1. Pengemasan Kembali Ekstemporer
Adalah pengemasan sediaan obat yang dibutuhkan sebelum ada resep atau order. Pengemasan kembali ekstemporer disebut juga pengemasan kembali tanpa persiapan atau pengemasan segar, adalah proses pengemasan kembali harian sediaan obat yang digunakan selama priode waktu yang pendek. Pada umumnya jumlah dosis yang dikemas kembali merupakan jumlah dosis yang akan dikonsumsi dari tanggal kadaluarsa dari sediaan obat yang dikemas kembali tersebut.
2. Pengemasan Kembali Bets
Adalah pengemasan kembali suatu bentuk sediaan obat tertentu dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita oleh personil yang ditugaskan dalam kuantitas yang cukup sampai akhir dari suatu waktu yang ditetapkan terlebih dahulu.Pengemasan kembali dilakukan untuk sediaan obat yang stabil selama periode waktu yang lama di dalam bahan pengemas yang merupakan sediaan obat yang sering dibutuhkan oleh dokter di rumah sakit.

Pengemasan Kembali Berdasarkan Jumlah Dosis Per Kemasan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jumlah dosis per kemasan mencakup kemasan dosis unit dan selama terpakai.
1. Kemasan Dosis Unit
Adalah kemasan berisi dosis tertentu dari suatu bentuk yang diorder, yang siap digunakan atau dikonsumsi untuk seorang penderita tertentu, melalui rute pada waktu pemberian yang tertulis dan untuk kebanyakan sediaan obat disuplai tidak lebih dari 24 jam. Kemasan dosis unit merupakan kemasan sediaan obat dalam sistem distribusi obat dosis unit bagi penderita rawat tinggal di rumah sakit.
Keuntungan umum dari sistem ini adalah sediaan obat selalu dapat diidentifikasi, kesalahan obat akan berkurang, kontaminasi yang disebabkan penanganan ditiadakan, waktu penyimpanan obat oleh perawat ditiadakan dan penyediaan obat dapat terkendali secara teliti.
2. Kemasan Selama Terpakai
Adalah kemasan yang mengandung sejumlah sediaan obat sejenis untuk penggunaan selama satu periode waktu yang ditetapkan dokter atau staf medik oleh PFT. Pengemasan selama terapi pada umumnya untuk penderita ambolatori.
Informasi pada etiket kemasan kembali
1.      nama obat generik dan kekuatan obat (pencantuman nama dagang jika ada dapat disertakan)
2.      nama rumah sakit yang melakukan pengemasan kembali
3.      nama industri farmasi produsen sediaan obat yang dikemas kembali
4.      jumlah isi atau kandungan sediaan obat dan kemasan
5.      karakteristik khusus dari bentuk sediaan (misal lepas lambat)
6.      rute pemberian jika di luar pemberian oral (misal pemakaian pada kulit)
7.      rute injeksi harus tertera pada kemasan luar dan kemasan dalam
8.      kekuatan harus dinyatakan sesuai dengan terminologi dalam Farmakope Indonesia, yaitu sistem metric
9.      isi total dan dosis total kemasan harus dinyatakan pada etiket
10.  catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (misal lemari pendingin), penyiapan (misal kocok dahulu atau rekonstitusi dulu), dan pemberian (misal jangan kunyah)
11.  tanggal kadaluarsa harus secara mencolok terlihat pada kemasan.
12.  kode identifikasi sediaan
13.  nomor bets pada wadah

Pengoperasian Pengemasan Awal
Di rumah sakit pengemasan dalam jumlah kecil tidak memerlukan pegawai, area, dan peralatan khusus. Pengemasan dapat dilakukan oleh staf apoteker dengan pembantu paruh waktu. Alat yang diperlukan adalah alat penghitung tablet secara manual atau timbangan yang cukup sensitif. Sedangkan untuk jumlah besar dimungkinkan adanya unit khusus yang terpisah dengan tenaga kerja di bawah pengawasan seorang farmasis dan pengemasan dilakukan dengan bantuan mesin pengisi ototmatis untuk sediaan cair, alat penghitung otomatis untuk tablet dan kapsul, serta mesin penandaan otomatis.
Apalagi jumlah bahan yang akan dikemas terlalu banyak untuk pelaksanaan manual tetapi terlalu kecil untuk pelaksanaan otomatis, maka digunakanlah alat semi otomatis seperti alat penghitung tablet dan kapsul elektronik dan otomatis, mesin penutup dan pengisi otomatis, mesin pemipet dan perlengkapan untuk memberi tanda semi otomatis.
Menurut ASHP (Association Society Hospital Pharmacy), kemasan unit tunggal dan unit dosis harus memenuhi empat fungsi dasar, yaitu:
1. melindungi isinya dari efek yang merusak peralatan
2. melindungi isinya dari kerusakan hasil dari penanganan
3. tidak mempengaruhi identifikasi dari produknya sendiri
4. memungkinkan isinya dapat digunakan secara tepat, mudah, dan teliti.
USP menyatakan bahwa CPOB disusun untuk mengontrol alat-alat yang akan digunakan untuk proses pembuatan, pengemasan, dan penyimpanan obat, sehingga obat-obat yang dibuat dapat diidentifikasi kekuatannya, kualitas, dan kemurniannya. USP mencantumkan faktor-faktor yang telah ditetapkan oleh CPOB, yaitu:
1. Organisasi
2. Fasilitas
3. Peralatan
4. pengendalian komponen dan wadah serta tutup obat
5. pengawasan pengemasan dan pemberian label
6. pengawasan produksi dan proses
7. penyimpanan dan distribusi
8. pengawasan laboratorium
9. laporan dan dokumentasi

Peralatan Pengemasan Kembali
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pengemasan kembali harus dirancang dengan tepat, ukurannya cukup, lokasinya memudahkan jalannya proses pengemasan, dan mempermudah proses pembersihan dan perawatannya.Peralatan yang otomatis, mekanik, atau elektronik atau peralatan lain termasuk komputer atau sistem yang berhubungan dengan proses penyiapan obat harus rutin dikalibrasi, diperiksa dan dicek berdasarkan program tertulis yang dibuat dan dirancang untuk menjamin penampilan atau hasil yang baik.
Farmasis yang bertanggung jawb dalam pemilihan peralatan pengemas bahan harus mengerti prinsip CPOB yang digunakan untuk menjamin ketepatan pemakaian peralatan. Peralatan harus dapat diandalkan, aman, terbukti baik untuk pengemasan, dapat dibersihkan atau disterilkan atau disanitasi agar terhindar dari kontaminasi silang, dapat dikalibrasi dalam pemakaian dan cocok dengan produk yang akan dikemas kembali. Sebagai tambahan, pemilihan larutan pembersih dan desinfektan juga harus diperhatikan dalam pemilihan alat.

Pengemasan Obat Sediaan Tunggal
Kemasan tunggal adalah salah satu kemasan dalam sediaan farmasi seperti tablet, kapsul, atau kemasan 2 ml volume cairan. Pertimbangan umum:
1.      Bahan kemasan dapat melindungi sediaan obat dan ditentukan serta disediakan oleh perusahaan farmasi yang disesuaikan dengan alat dan perlengkapan yang ada.
2.      Bentuk dan ukuran harus dapat diterima dengan mudah oleh pasien agar mudah membuka dan menggunakannya.
3.      Label
-     Nama generik dan nama paten
Nama generik obat merupakan bagian yang paling menonjol dari label kemasan. Nama pabrik atau distributor harus ada ada kemasan. Nama generik dari suatu produk dianggap perlu tetapi tidak demikian halnya dengan nama paten.
-     Bentuk sediaan
Karakteristik khusus dari bentuk sediaan harus disebutkan dalam label, contohnya sediaan lepas lambat. Untuk rute pemberian selain oral, label pada kemasan harus mencantumkan rute yang digunakan, contoh untuk topikal. Dalam kemasan injeksi rute pemberian injeksi harus dinyatakan pada bagian luar dan dalam kemasan, contoh:tercantum pada unit syringe atau karton (jika ada).
-     Kekuatan
Kandungan harus dinyatakan sesuai dengan pengertian dalam AHFS (American Hospital Formulary Service). Sistem metrik harus digunakan yang mana untuk suatu formula sediaan, USP telah menyediakan tabel untuk perkiraan pembulatan yang ekuivalen dan dinyatakan dengan jumlah yang paling kecil, mikro gram digunakan sampai batas 999, kemudian gram. Maka bahan dinyatakan sejumlah 300 mg bukan 325 mg, bukan pula 0,3 g; sedangkan 400 mikrogram, bukan 1/150 g, bukan pula 0,4 mg atau 0,0004 g dan untuk volume dinyatakan dalam ml, bukan cc.
-     Kandungan dosis dan kandungan total obat
Kandungan total dan kandungan dosis pada kemasan harus disebutkan. Maka kemasan unit dosis yang mengandung dosis 600 mg, yang terdiri dari 2 tablet 300 mg harus diberi label 600 mg (sama dengan tablet 300 mg). Sama halnya dengan dosis 500 mg dengan bentuk sediaan cair 100 mg/ml, harus diberikan label: berikan sejumlah 500 mg (sama dengan 500 ml dari sediaan 100 mg/ml).
-     Catatan khusus
Catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (dalam lemari pendingin, dan lain-lain), cara penyiapan (dikocok dahulu, dibasahkan, dan lain-lain), dan cara pakai (seperti: jangan dikunyah) dan sebagainya yang tidak begitu jelas bila dilihat dari desain bentuk sediaan, harus tercantum pada label.
-     Tanggal kadaluarsa
Sama bila produk tersebut dikemas kembali. Tanggal kadaluarsa harus terlihat dalam kemasan namun pada beberapa rumah sakit jarang digunakan penempelan tanggal kadaluarsa karena menganggap bahwa obat di rumah sakit cepat dikonsumsi dalam persediaannya, serta untuk memperoleh informasi dipermudah oleh adanya informasi dari catatan kontrol.
-     Nomor Lot (nomor kontrol)
Nomor kontrol harus ada pada kemasan. Nomor ini umumnya dari tanggal pengemasan dilakukan, dengan sejumlah nomor atau huruf tambahan yang amenggambarkan urutan pengemasan sediaan pada hari itu. Nomor kontrol hendaknya sesederhana mungkin untuk mengurangi kesalahan mengartikan nomor. Contoh: Nomor Lot: A123091 yang berarti produk pertama yang dikemas pada tanggal 20 Desember 1991.
-     Kode identifikasi produk
-     Kode identifikasi produk dianjurkan tercantum langsung pada bentuk sediaan.
4.      Jumlah minimum produksi sediaan tunggal ada dalkam semua ukuran, di mana pertimbangannya berdasarkan kebutuhannya.
5.      Tiap kemasan harus didesain bahannya tidak akan keluar sebelum dibuka.
Pertimbangan Khusus
1.      Sediaan Padat Oral
a.       kemasan blister
mempunyai latar yang tidak tembus cahaya dan tidak memantulkan cahaya (permukaan atas dasar) untuk dicetak
b.      kemasan kantong
2.      Sediaan Cair
3.      Sediaan Injeksi
4.      Larutan IV admixture
5.      Sediaan untuk Pengobatan Saluran Cerna
6.      Sediaan Topikal
7.      Bentuk Sediaan Lain

Daftar Pustaka
Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia:  DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2004.