Untuk laporan lengkap, teman-teman dapat akses pada link ini:
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Peranan
industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan
masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan di
sarana pelayanan kesehatan. Dalam menyalurkan atau mendistribusikan produknya,
industri farmasi harus menggunakan jasa distributor atau yang disebut Pedagang
Besar Farmasi (PBF). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi disebutkan bahwa
PBF hanya menyalurkan obat kepada PBF atau PBF cabang lainnya dan fasilitas
pelayanan kefarmasian, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik atau toko obat, namun khusus untuk obat keras tidak
diperbolehkan disalurkan melalui toko obat dan pembeliannya harus dilakukan di
apotek dengan menggunakan resep dokter.
Dalam
pelaksanaan kegiatannya, PBF harus mengacu kepada CDOB (Cara Distribusi Obat
yang Baik). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB), menyebutkan bahwa cara distribusi/penyaluran
obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Fasilitas distribusi
harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai
distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi
harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan
kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan, sehingga suatu perusahaan yang bergerak dibidang distribusi
obat harus dapat menjaga semua aktivitasnya dijalankan sesuai dengan Cara
Distribusi Obat yang Baik
Dalam
pelaksanaan kegiatannya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011, sebagai penanggung jawab PBF adalah seorang
apoteker. Apoteker di PBF bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. Di samping itu,
perlu bagi apoteker untuk memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan
CDOB yang memuat aspek keamanan,
identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat
dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi.
Mengingat akan pentingnya peran apoteker di PBF, maka Program
Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang
bekerja sama dengan PT. Panay Farmalab dalam menyelenggarakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peranan apoteker di PBF,
kegiatan rutin, organisasi, manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF dan juga mempersiapkan calon Apoteker untuk berperan
langsung dalam pengelolaan PBF sesuai fungsi dan ketentuan yang berlaku.
1.2.Tujuan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di PBF
1. Meningkatkan pemahaman calon
Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab Apoteker dalam
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.
2. Membekali
calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi dan Alkes.
3. Memberi
kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pekerjaan
kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.
4. Mempersiapkan
calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang
profesional di Pedagang Besar Farmasi (PBF).
5. Memberi
gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian dibidang bisnis pada
PBF.
1.3.Manfaat Praktek Kerja
Profesi Apoteker di PBF
1. Mengetahui,
memahami, tugas, dan tanggung jawab Apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.
2. Mendapatkan
pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.
3. Mendapat
pengetahuan manajemen kewirausahaan praktis kefarmasian.
4. Meningkatkan
rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang profesional yang berwirausaha.
1.4.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker di PBF
Praktik
Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama 2 minggu, mulai dari tanggal 15 Juli -
27 Juli 2019. Tempat pelaksanaan praktek adalah di PT. Panay Farmalab, Padang.
Praktek dilaksanakan dari hari Senin sampai Sabtu. Pada hari Senin sampai Jumat
pukul 08.00-17.00 WIB dan pada hari Sabtu pukul 08.00-16.00 WIB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pedagang Besar Farmasi (PBF)
2.1.1
Defenisi
PBF
Menurut Pedoman
Cara Distribsi Obat yang Baik (CDOB) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF cabang dalam
menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat
wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB). Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat
dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi
atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (PKBPOM, 2019).
PBF Cabang
adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan
atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.1.2
Landasan
Hukum PBF
PBF memiliki
landasan hukum yang diatur dalam:
1. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang Pedagang Besar
Farmasi.
2. Peraturan
Menteri kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan pertama atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang Pedagang Besar
Farmasi.
3. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan kedua atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
4. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
5. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
6. Undang-undang
No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika.
8. Undang-undang
No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
10. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
11. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan.
12. Peraturan
Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor.
13. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
2.1.3
Tugas,
Fungsi dan Kewajiban PBF
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang PBF, PBF
memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2. Memastikan
mutu obat dan atau bahan obat sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya.
3. Sebagai
tempat pendidikan dan pelatihan.
Selain memiliki fungsi suatu
PBF juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi yaitu :
1.
PBF harus
memiliki Apoteker Penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran obat dan atau bahan obat.
2.
PBF dalam
melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat harus
menerapkan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.
3.
PBF wajib
mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan
obat sesuai pedoman CDOB
4.
PBF
dilarang menerima / melayani resep
5.
PBF hanya
dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, fasilitas pelayanan kefarmasian, PBF
cabang, lembaga ilmu pengetahuan.
2.1.4
Tata Cara
Perizinan PBF
Berdasarkan PERMENKES No 34
tahun 2014 tentang perubahan atas PERMENKES No 1148 Tentang Pedagang Besar
Farmasi Pasal 4 menyebutkan bahwa untuk meperoleh izin PBF, pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan
hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi
b. Memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
c. Memiliki
secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab
d. Komisaris
atau dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
e. Menguasai
bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF
f. Menguasai
gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu
serta keamanan obat yang disimpan
g. Memiliki
ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
Untuk memperoleh izin PBF,
pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan
harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan apoteker calon penanggung jawab
disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. Fotokopi
Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua
b. Susunan
direksi atau pengurus
c. Pernyataan
komisaris atau dewan pengawas dan direksi atau pengurus tidak pernah terlibat
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2
(dua) tahun terakhir
d. Akta
pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Surat
Tanda Daftar Perusahaan
f. Fotokopi
Surat Izin Usaha Perdagangan
g. Fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak
h. Surat
bukti penguasaan bangunan dan gudang
i.
Peta lokasi dan denah
bangunan
j.
Surat pernyataan
kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
k. Fotokopi
Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Alur
pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), yaitu sebagai berikut:
a. Paling
lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif.
b. Paling
lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala
Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.
c. Paling
lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan
administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi
pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Balai POM.
d. Paling
lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit pemenuhan
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan pemohon yang telah memenuhi
persyaratan CDOB kepada Kepala Badan. Kepala Badan POM memberikan rekomendasi
pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
e. Paling
lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta
persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF.
f. Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (b), (c), (d) dan (e) tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
g. Paling
lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana
dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota dan Kepala Balai POM.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, Perizinan
Berusaha, sektor kesehatan yang diterbitkan oleh Menteri salah satunya adalah
Sertifikat Distribusi Farmasi. Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan
Berusaha dan penerbitan dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha
wajib dilakukan melalui Lembaga OSS. Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga
OSS dilakukan dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Dokumen
Elektronik tersebut disertai dengan Tanda Tangan Elektronik. Dokumen Elektronik
tersebut berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
informasi dan transaksi elektronik. Dokumen Elektronik tersebut dapat dicetak (print out).
Pasal
49 tentang Pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018
menyatakan bahwa:
1. Pelaku
Usaha wajib mengajukan permohonan izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional melalui OSS.
2. Lembaga
OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran melalui
pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP.
3. NPWP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didapat dalam hal Pelaku Usaha yang
melakukan Pendaftaran belum memiliki NPWP.
4. NIB
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan identitas berusaha dan digunakan
oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial
atau Operasional.
Lebih lanjut, pada Pasal 50 dinyatakan bahwa Pelaku
Usaha yang telah mendapatkan NIB dapat diterbitkan Izin Usaha oleh Lembaga OSS.
Penerbitan Izin Usaha tersebut berdasarkan Komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan
berusaha terintegrasi secara elektronik dan Komitmen Izin Usaha sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri. Pada Pasal 52 peraturan ini menyatakan bahwa Pelaku
Usaha yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang diterbitkan
oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk pemenuhan:
a. standar,
sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau
b. pendaftaran
barang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh
Pelaku Usaha melalui sistem OSS
Pada Pasal 53 Izin Usaha dan/ atau Izin Komersial
atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 52 berlaku
efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran
biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 54 Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau
Operasional yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan
pemenuhan Komitmen Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan/atau Izin
Komersial atau Operasional. Lebih lanjut pada Pasal 57 dinyatakan:
1. Pelaku
Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara
elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi.
2. Pemenuhan
Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4
(empat) tahun.
3. Untuk
pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui
www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:
a.
rencana penyaluran
b.
data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA,
surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama
apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.
4. Kementerian
Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak
Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
5. Berdasarkan
hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan
menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi paling
lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
6. Dalam
hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan,
Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui
sistem OSS.
7. Pelaku
Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan
melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling
lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.
8. Berdasarkan
perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan
notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1
(satu) Hari melalui sistem OSS.
9. Penyampaian
notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat
Distribusi Farmasi.
10. Berdasarkan
hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan
notifikasi penolakan melalui sistem OSS.
Dalam peraturan ini, Pasal 85 tentang
Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha menyatakan bahwa Perizinan berusaha dapat
dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya
dibayarkan oleh Pelaku Usaha pada saat penyampaian dokumen pemenuhan Komitmen.
Pelaku Usaha yang telah melakukan pembayaran biaya mengunggah bukti pembayaran
ke dalam sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran
biaya, Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan
dinyatakan batal.
2.1.5
Tata
Cara Pemberian Sertifikat Distribusi Cabang
Berdasarkan
Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014, tentang Pedagang Besar
Farmasi (PBF), untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota. Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan
Apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut:
a. Fotokopi
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas kepala PBF Cabang
b. Fotokopi
izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal
c. Surat
penunjukan sebagai kepala PBF Cabang
d. Pernyataan
kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
e. Surat
pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab
f. Surat
bukti penguasaan bangunan dan gudang
g. Peta
lokasi dan denah bangunan
h. Fotokopi
Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
Selanjutnya alur
pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), Cabang sama dengan alur
pengurusan izin PBF Pusat.
Berdasarkan Pasal
58 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan, Perizinan Berusaha, dinyatakan bahwa:
1. Pelaku
Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara
elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.
2. Pemenuhan
Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4
(empat) tahun.
3. Untuk
pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui
sistem OSS menyampaikan data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu
Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan
surat perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.
4. Pemerintah
Daerah provinsi melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari
sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
5. Berdasarkan
hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah
provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi
Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
6. Dalam
hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan,
Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha
melalui sistem OSS.
7. Pelaku
Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah
provinsi melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya
hasil evaluasi.
8. Berdasarkan
perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi
menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi
paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.
9. Penyampaian
notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi
Cabang Farmasi.
10. Berdasarkan
hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan
notifikasi penolakan melalui sistem OSS.
Dalam peraturan ini, Pasal 85 tentang Pembayaran
Biaya Perizinan Berusaha menyatakan bahwa Perizinan berusaha dapat dikenakan
biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya dibayarkan
oleh Pelaku Usaha pada saat penyampaian dokumen pemenuhan Komitmen. Pelaku
Usaha yang telah melakukan pembayaran biaya mengunggah bukti pembayaran ke
dalam sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya,
Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan
batal.
2.1.6
Masa
Berlaku Izin PBF
Berdasarkan PERMENKES No.
1148 tahun 2011 pasal 3 menyebutkan Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Berdasarkan PERMENKES 1148
tahun 2011 Pasal 11 Menyebutkan bahwa izin PBF dinyatakan tidak berlaku,
apabila :
1. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
2. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan, atau
3. Izin PBF dicabut.
2.1.7
Penyelengaraan
Kegiatan PBF
Berdasarkan PERMENKES 1148
tahun 2011 Bab III, tercantum bahwa :
1. PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan
atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan atau sesama PBF.
3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan atau melalui importasi.
4. Pengadaan bahan obat melalui importasi hanya dapat dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan
obat dari PBF pusat.
Setiap PBF dan PBF Cabang
harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan
obat. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau
pengurus PBF atau PBF Cabang. Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat
melaksanakan tugas, PBF atau PBF Cabang harus menunjuk apoteker lain sebagai
pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan. PBF
atau PBF Cabang yang menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara harus
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan
provinsi setempat dengan tembusan Kepala Balai POM (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017).
PBF dan PBF Cabang harus
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat
sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri. Penerapan CDOB dilakukan
sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan. PBF dan PBF
Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.
Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
Dokumen dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang
menjual obat atau bahan obat secara eceran ataupun menerima dan melayani resep
dokter.
2.1.7.1
Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan
kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok,
termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional
yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan atau
bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas distribusi wajib
memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan
pedoman CPOB, sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi
yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi maka fasilitas
distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta
menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus dikendalikan
dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan
(PKBPOM, 2012).
2.1.7.2
Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat
kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik dan toko obat.
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017, PBF Cabang hanya dapat
menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi sesuai dengan surat
pengakuannya. Dikecualikan dari ketentuan, PBF Cabang dapat menyalurkan obat
dan atau bahan obat di daerah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF pusat
yang dibuktikan dengan Surat Penugasan atau Penunjukan. Setiap Surat Penugasan
atau Penunjukkan berlaku hanya untuk 1(satu) daerah provinsi terdekat yang
dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.
PBF Cabang yang menyalurkan
obat dan atau bahan obat di daerah provinsi terdekat, menyampaikan
pemberitahuan atas Surat Penugasan/ Penunjukan secara tertulis kepada kepala
dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan tembusan kepala dinas kesehatan
provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM provinsi asal PBF Cabang dan Kepala
Balai POM provinsi yang dituju. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan
penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang
SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab
untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK. Dikecualikan dari
ketentuan, penyaluran obat berdasarkan pembelian secara elektronik
(E-Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam
pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan,
yakni meliputi :
a. Penyaluran Obat
1) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah,
PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat
menyalurkan obat keras kepada toko obat.
2) PBF hanya melaksanakan penyaluran
obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker
pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
b. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Penyaluran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Pesanan.
Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis
Narkotika.Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik
Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga Ilmu
Pengetahuan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk kebutuhan
laboratorium.
c. Penyaluran Psikotropika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Penggolongan Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka
peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya
dapat dilakukan oleh:
1) Pabrik obat kepada pedagang besar
farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit,
dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan.
2) Pedagang besar farmasi kepada
pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan.
Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik
obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik
obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Surat pesanan
Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau
beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi. Surat pesanan harus
terpisah dari pesanan barang lain (Permenkes Nomor 3 Tahun 2015).
Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat
atau Pedagang Besar Farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau Pedagang Besar Farmasi
yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga
pendidikan.
2.1.8
Gudang PBF
Berdasarkan PERMENKES No.
1148 tahun 2011 Bab IV, menyebutkan
antara lain:
1. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi
yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh
direksi atau pengurus dan penanggung jawab.
2. Dalam hal gudang dan kantor PBF berada dalam lokasi yang terpisah
maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.
3. PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dimana
penambahan atau perubahan gudang PBF dan harus memperoleh persetujuan dari
Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada akhirnya, gudang
tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian
dari PBF.
Permohonan penambahan gudang
PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan
mencantumkan :
1. Alamat kantor PBF pusat;
2. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan;
3. Nama apoteker penanggung jawab pusat; dan
4. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan
Permohonan penambahan gudang
tersebut ditanda tangani oleh Direktur atau ketua dan dilengkapi dengan
persyaratan sebagai berikut:
1.
Fotokopi
izin PBF;
2.
Fotokopi
Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan;
3.
Surat
pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab;
4.
Surat bukti
penguasaan bangunan dan gudang; dan
5.
Peta lokasi
dan denah bangunan gudang tambahan
Sedangkan untuk permohonan
perubahan gudang PBF ditanda tangani oleh Direktur atau ketua dan dilengkapi
dengan fotocopy izin PBF serta peta lokasi dandenah bangunan gudang. Permohonan
perubahan tersebut diajukan secara tertulis kepada dirjen dengan mencantumkan
alamat kantor PBF pusat, alamat gudang, nama apoteker penanggung jawab.
2.1.9
Pelaporan PBF
Berdasarkan PERMENKES 1148
tahun 2011 Bab V Pasal 30, menyebutkan antara lain:
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
atau bahan obat kepada BINFAR / Bina Farmasi dibawah naungan DEPKES secara
elektronik dan hardcopy ditembuskan ke Dinkes Provinsi dan Balai Besar POM
Padang.
2. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap bulan meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat atau bahan obat
yang mengandung Narkotika dan Psikotropika, prekursor, dan obat-obat tertentu
(OOT) kepada NAPZA/SIPNAP secara elektronik dibawah naungan Badan POM RI.
Hardcopy ditembuskan ke Dinkes Provinsi dan Kepala Balai Besar POM Padang.
3. Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
4. Laporan tersebut setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas
yang berwenang.
2.2. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) (2019)
2.2.1.
Manajemen
Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan
kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu
obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama
proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas,
dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan
perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu
harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan
tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan
kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen
puncak.
Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi
sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan
manajemen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi harus ada
kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan
fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan
disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa:
a. Obat dan atau bahan obat diperoleh,
disimpan, disediakan, dikirimkanatau diekspor dengan cara yang sesuai dengan
persyaratan CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan
secara jelas.
c. Obat dan atau bahan obat dikirimkan
ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu
dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan.
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang
sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki.
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action) atau
CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai
dengan prinsip manajemen risiko mutu.
Sistem manajemen mutu harus mencakup
pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini
harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak
yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan
dan pengkajian secara teratur.
Manajemen puncak harus memiliki
proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian
tersebut mencakup pengukuran pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan,
pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha
dan bisnis.
Bagian terakhir dalam manajemen mutu
adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk
menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu
obat dan atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif
maupun retrospektif.
2.2.2.
Organisasi, Manajemen, Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem
manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan atau bahan obat yang benar
sangat bergantung pada personil yang menjalaninya. Harus ada personil yang
cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab
fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami
dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus
menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Didalam suatu perusahaan harus ada
struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi
yang jelas. Memiliki tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil
yang harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi
harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang
apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan
perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam
jumlah yang memadai. Oleh sebab itu, perlu
dilakukannya pelatihan terhadap personil tersebut secara berkala dalam rangka
meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu
ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan
higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene,
dan pakaian kerja.
2.2.3.
Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus
memililiki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi
obat danatau bahan obat meliputi gedung-gedung, gudang dan penyimpanan. Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan bangunan
dan peralatan sesuai CDOB yaitu sebagai berikut:
a) Bangunan harus dirancang dan
disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat
dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan
penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi
dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan
secara akurat dan aman.
b) Jika bangunan (termasuk sarana
penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan
pengelolaan bangunan tersebut.
c) Harus ada area terpisah dan terkunci
antara obat dan atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai
statusnya, meliputi obat dan atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan,
yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari
obat dan atau bahan obat yang dapat disalurkan.
d) Jika diperlukan area penyimpanan
dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga
agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu,
kelembaban, dan pencahayaan yang dipersyaratkan.
e) Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus
untuk obat dan atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan
khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
f) Harus tersedia area khusus untuk
penyimpanan obat dan atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan
berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya
gas bertekanan, mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai
persyaratan keselamatan dan keamanan.
g) Area penerimaan, penyimpanan, dan
pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain
dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
h) Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan,
dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah
pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
i)
Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil
termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan atau bahan
obatdi area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
j)
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas
dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan.
k) Ruang istirahat, toilet, dan kantin
untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.
Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan peralatan
sesuai CDOB adalah :
a) Semua peralatan harus didesain untuk
penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat harus didesain, diletakkan
dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program
perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.
b) Peralatan yang digunakan untuk
mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan atau bahan obat
harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan
diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat.
c) Kegiatan perbaikan, pemeliharaan,
dan kalibrasi perlaatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
mempegaruhi obat dan atau bahan obat.
d) Dokumentasi yang memadai untuk
kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat
dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin,
termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali
udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi.
2.2.4.
Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh
fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan atau bahan
obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang
tercantum pada kemasan.Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan,
penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman
obat dan atau bahan obat.
Proses penerimaan obat dan/atau
bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan
obatyang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau
tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan atau bahan obat tidak
boleh diterima jika kedaluwarsa atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga
kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan
oleh konsumen. Selain itu, nomor batch
dan tanggal kedaluwarsa obat dan atau bahan obat harus dicatat pada saat
penerimaan untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan atau bahan
obat diduga palsu, batch tersebut
harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang
izin edar. Pengiriman obat dan atau bahan obat yang diterima dari saran
transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan
container atau sistem penutup, fisik, dan fitur kemasan serta label kemasan.
Proses penyimpanan dan penanganan
obat dan atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi
penyimpanan untuk obat dan atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari
industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu
farmasi. Obat dan atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain
obat dan atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan
akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain.
Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan atau bahan obat yang
membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
Kegiatan yang terkait dengan
penyimpanan obat dan atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi
penyimpanan yang dipersyaratkan dan memnungkinkan penyimpanan secara teratur
sesuai kategorinya; obat dan atau bahan obat dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
Harus diambil langkah-langkah untuk
memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan atau bahan
obat mengikuti kaidah First Expired First
Out (FEFO). Obat dan atau bahan obat harus ditangani dan disimpan
sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur
baur. Obat dan atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan dilantai. Obat
dan atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara
fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan atau
bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala.
Untuk menjaga akurasi persediaan
stok, harus dilakukan stock opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya
campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan atau
bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk
jangka waktu yang telah ditentukan.
Pemusnahan obat dan atau bahan obat
dilaksanakan terhadap obat dan atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk
didistribusikan. Obat dan atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus
diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah
dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis
tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran
lingkungan dan kebocoran atau penyimpangan obat dan atau bahan obat kepada
pihak yang tidak berwenang.
Proses pengambilan obat dan atau
bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia
untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan atau
bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum
kedaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor batch obat dan atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat
diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat
dan/atau bahan obat kedaluwarsa.
Obat dan atau bahan obat harus
dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat
dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat
dan atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan atau bahan obat
yang akan dikirimkan harus disegel.
Pengiriman obat dan atau bahan obat
harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang
berwenang atau berhak untuk keperluan khusus seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan atau bahan obat,
bentuk sediaan, nomor batch, jumlah,
nama, dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan atau penerima. Proses
pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan atau
bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu
ditelusuri. Dokumen untuk pengiriman obat dan atau bahan obat harus disiapkan
dan harus mencakup sekurang-kurangnya informasi, yaitu sebagai berikut :
a. Tanggal pengiriman
b. Nama lengkap, alamat (tanpa
akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit
atau klinik)
c. Deskripsi obat dan atau bahan obat
misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu)
d. Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa
e. Kuantitas obat dan atau bahan obat
yaitu jumlah kontainer dan kuantitas perkontainer (jika perlu)
f. Nomor dokumen untuk identifikasi
order pengiriman
g. Transportasi yang digunakan mencakup
nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil
ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi
penyimpanan.
2.2.5.
Inspeksi Diri
Inspeksi diri adalah inspeksi yang
dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem.Inspeksi diri dilakukan untuk
mengukur kinerja dan mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan
sudah memenuhi standar.Inspeksi diri di lembaga distribusi obat dilakukan
secara periodik.Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan
dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut
langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus
dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB
serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman, dan prosedur
tertulis.Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi
diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang
kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli
independen dapat membantu namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara
untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB.
Audit terhadap kegiatan yang
disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri. Semua
pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan
yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan
kepada manajemen dan pihak terkait lainnya.Jika dalam pengamatan ditemukan
adanya penyimpangan dan atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi
dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
2.2.6.
Keluhan, Obat dan atau Bahan Obat
Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali
Jika terjadi keluhan maka semua
keluhan dan informasi lain tentang obat dan atau bahan obat berpotensi rusak
harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta
harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk
pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang
berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui
persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya.
Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara
lain jika:
a. Obat dan atau bahan obat dalam
kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
b. Obat dan atau bahan obat kembalian
selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang
dipersyaratkan.
c. Obat dan atau bahan obat kembalian
diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih,
kompeten dan berwenang.
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti
dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan atau bahan obat termasuk identitas
obat dan atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan atau bahan obat kembalian
tersebut bukan obat dan atau bahan obat palsu.
Sedangkan untuk obat dan atau bahan
obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke
instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah
ada pemastian bahwa obat dan atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera
ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang.
2.2.7.
Transportasi
Selama proses transportasi, harus
diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan atau bahan obat harus
diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode
transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat,
laut, udara atau kombinasi diatas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat
menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama
transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus
digunakan ketika merencanakan rute transportasi.
Obat dan atau bahan obat dan kontainer
pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan
personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan
keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan atau bahan obat
dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan
untuk obat dan atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai
dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan
berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan
dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini
meliiputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan
variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu
untuk menunjukkan bahwa obat dan atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu
penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.
2.2.8.
Fasilitas Distribusi Berdasarkan
Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama
yang terkait dengan kemasan khasiat dan mutu obat dan atau bahan obat meliputi
kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi
dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama,
pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis
antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai
dengan persyaratan CDOB.
Pemberi kontrak bertanggung jawab
untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak
harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas
yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak
harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan
pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima
kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh
pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan
mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak
ketiga tersebut.
2.2.9.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen
tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan
pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian
mutu. Menurut CDOB, dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem
manajemen mutu. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut:
a. Menjamin semua pelaksanaan
distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Apabila terjadi penyelewengan
sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi.
c. Untuk mencegah kesalahan dari
komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka
dokumentasi harus tertulis jelas.
Dokumentasi terdiri dari semua
prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas
maupun elektronik.Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk
memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan sesuai uraian tugas
sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup
informasi, yaitu sebagai berikut:
a. Tanggal
b. Nama obat dan/atau bahan obat
c. Nomor batch
d. Tanggal kedaluwarsa
e. Jumlah yang diterima atau disalurkan
f. Nama dan alamat pemasok atau pelanggan.
Dokumentasi harus dibuat pada saat
kegiatan berlangsung sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif
mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa
yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis
harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang
berwenang, dimana prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak.
Setiap perubahan yang dibuat dalam
dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh
dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah
didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah
dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan atau kehilangan dokumen. Dokumen
yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya tahun dari tanggal
pembuatan dokumen.
Dokumentasi permanen, tertulis atau
dengan elektronik, untuk setiap obat dan atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan
kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji
ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan
farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.
Dokumen yang dibuat harus dikaji
ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up
to date.Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sitem untuk menghindarkan
penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.
2.2.9.1.Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait
Menurut pasal 30 Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi:
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib
menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan
penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM.
b. Selain laporan kegiatan sebagaimana
dimaksud poin (a), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan
pernerimaan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
c. Setiap PBF dan PBF cabang yang
menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan
penyaluran narkotika narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Laporan sebagaimana dimaksud pada
poin (a) dan (b) dapat dilakukan secara
elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
e. Laporan sebagaimana dimaksud pada
poin (d) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
2.2.9.2.Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang narkotika, pasal 14 ayat 2 Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat
kesehatan masyarakat balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan
wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan
dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada dibawah
kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dsimpan dengan ketentuan
sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk
membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap
waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran
dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan
narkotika.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika, pada pasal
7 ayat 1 pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika
wajib mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan dengan menggunakan
formulir laporan penyaluran psikotropika.
2.2.10.
Annex I (Bahan Obat)
2.2.10.1. Pengemasan Ulang Dan
Pelabelan Ulang
1. Pelaksanaan
penggabungan bahan obat dalam bets yang sama, pengemasan ulang dan/atau
pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat sehingga pelaksanaannya
harus sesuai dengan CPOB.
2. Perhatian
khusus harus diberikan kepada hal-hal sebagai berikut:
a. pencegahan
terhadap kontaminasi, kontaminasi silang dan campur baur
b. pengamanan
stok label, pemeriksaan jalur pengemasan, pemeriksaan dalam proses, pemusnahan
kelebihan label yang sudah tercetak nomor betsnya.
c. cara
sanitasi dan higiene yang baik.
d. menjaga
integritas bets (pencampuran bets yang berbeda dari bahan obat yang sama tidak
boleh dilakukan).
e. semua
label yang dilepas dari wadah aslinya dan contoh label baru yang dipasang
selama kegiatan harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan bets
f. jika
dalam prosesnya digunakan lebih dari satu bets label, maka contoh masing-masing
bets label harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan bets
g. mempertahankan
identitas dan integritas produk.
h. Sertifikat
analisis asli dari industri farmasi asal harus disertakan. Jika pengujian ulang
dilakukan, sertifikat analisis asli dari industri farmasi asal dan sertifikat
analisis baru harus disertakan. Bets pada sertifikat analisis yang baru harus
dapat tertelusur dengan sertifikat analisis asli.
2. Pengemasan
ulang bahan obat harus dilakukan dengan bahan kemas primer yang spesifikasinya
sama atau lebih baik dari kemasan aslinya.
3. Tidak
diperbolehkan menggunakan kemasan bekas atau daur ulang sebagai kemasan primer.
4. Bahan
obat boleh dikemas ulang hanya jika ada sistem pengendalian lingkungan yang
efisien untuk memastikan tidak ada kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang,
degradasi, perubahan fisikokimia dan/atau campurbaur. Mutu udara yang dipasok
ke area pengemasan ulang tersebut harus sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, misalnya
sistem filtrasi yang efisien.
5. Prosedur
yang sesuai harus diikuti untuk memastikan pengendalian label yang benar.
6. Wadah
bahan obat yang dikemas ulang harus mencantumkan nama dan alamat industri
farmasi asal dan fasilitas distribusi yang melakukan pengemasan ulang.
7. Prosedur
tertulis harus tersedia untuk memastikan identitas dan mutu bahan obat dengan
cara yang tepat, sebelum dan sesudah pengemasan ulang.
8. Prosedur
pelulusan bets harus tersedia sesuai dengan CPOB.
9. Metode
analisis yang digunakan harus mengacu kepada farmakope resmi atau metode analisis
yang telah divalidasi.
10. Contoh
pertinggal bahan obat harus disimpan dalam jumlah yang memadai
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji
ulang, atau 1 (satu) tahun setelah habis didistribusikan.
11. Fasilitas
distribusi yang melakukan pengemasan ulang harus memastikan bahwa stabilitas
bahan obat tidak terpengaruh oleh pengemasan ulang. Uji stabilitas untuk
menetapkan tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang harus dilakukan jika
bahan obat dikemas dalam wadah yang berbeda dengan yang digunakan oleh industri
farmasi asal.
2.2.10.2. Penanganan Bahan Obat
Yang Tidak Sesuai
1. Bahan
obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur yang dapat
mencegah masuknya bahan obat tersebut ke pasar. Dokumentasi harus tersedia,
mencakup semua kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian.
2. Penyelidikan
harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh terhadap bets lain.
Jika diperlukan, tindakan korektif harus dilakukan.
3. Jika
ditetapkan bahwa bahan obat dapat digunakan untuk maksud lain dengan tingkat
kualitas yang lebih rendah, maka harus didokumentasikan.
4. Bahan
obat yang tidak sesuai tidak boleh dicampur dengan bahan obat yang memenuhi
spesifikasi.
2.2.10.3. Dokumentasi
1. Bahan
obat dari industri farmasi asal yang disalurkan kepada fasilitas distribusi
harus disertai dengan sertifikat analisis asli. Sertifikat analisis yang
dikeluarkan oleh industri farmasi asal harus menunjukkan hasil analisis yang
diperoleh dari pengujian dan hasil analisis yang diperoleh dari pengujian acak.
Direkomendasikan untuk menggunakan format sertifikat analisis seperti yang
disarankan oleh WHO Expert Committee on Specification for Pharmaceutical
Preparation.
2. Sebelum
bahan obat dijual atau didistribusikan, fasilitas distribusi harus memastikan
tersedianya sertifikat analisis dengan hasil uji yang memenuhi spesifikasi yang
ditentukan. Sertifikat analisis asli harus disampaikan ke industri farmasi
untuk setiap pengiriman.
3. Industri
farmasi bahan obat asal dan eksportir bahan obat harus mampu tertelusur dan
informasinya tersedia untuk instansi berwenang dan industri farmasi pengguna.
4. Mekanisme
transfer informasi harus tersedia, termasuk informasi mutu atau informasi
regulasi, antara industri farmasi bahan obat dengan pelanggan. Informasi
tersebut dapat diberikan kepada instansi berwenang sesuai dengan permintaan.
5. Label
yang tercantum pada wadah harus jelas, tidak memberikan penafsiran ganda,
tertempel dengan kuat dalam format yang telah ditetapkan oleh industri farmasi
bahan obat asal. Informasi pada label harus tidak mudah terhapuskan.
6. Label
yang tertempel pada setiap wadah harus mencakup informasi sekurang-kurangnya
tentang :
a. nama
dari bahan obat, termasuk tingkat mutu (grade) dan farmakope acuan
b. nama International Non-proprietary (INN)
c. jumlah
(berat atau volume)
d. nomor
bets yang diberikan oleh industri farmasi bahan obat asal atau nomor bets yang
diberikan oleh fasilitas distribusi yang mengemas ulang
e. tanggal
kedaluwarsa dan/atau tanggal tes ulang (jika berlaku)
f. kondisi penyimpanan khusus
g. penanganan
tindakan pencegahan (jika diperlukan)
h. nama
dan alamat lengkap industri farmasi asal
i.
nama dan alamat lengkap
fasilitas distribusi.
7. Lembar Data Keamanan (Safety Data Sheet, SDS)
harus tersedia.
2.2.11.
Annex 2 (Produk Rantai Dingin (Cold
Chain Product/CCP)
Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat
persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai standar selain yang
dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain meliputi aturan yang berkaitan dengan
masalah suhu pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.
2.2.11.1. Personil Dan Pelatihan
1.
Pelatihan dilakukan
secara sistematik dan berkala bagi seluruh personil yang terlibat dalam
penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.
peraturan
perundang-undangan
b.
CDOB
c.
prosedur tertulis
d.
monitoring suhu dan
dokumentasinya
e.
respon terhadap
kedaruratan dan masalah keselamatan
2.
Harus dipastikan bahwa
setiap personil memahami tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga dilakukan
terhadap pengemudi yang bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin.
2.2.11.2. Bangunan Dan Fasilitas
1.
Lokasi penyimpanan
dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko yang diakibatkan banjir,
dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alamiah lainnya.
2.
Bangunan tempat
penyimpanan dibangun menggunakan bahan yang kuat dan mudah dibersihkan.
3.
Akses kendaraan ke
gedung penyimpanan harus disediakan untuk mengakomodasi kendaraan besar,
termasuk kendaraan untuk keadaan darurat.
4.
Lokasi dijaga dari
penumpukan debu, sampah dan kotoran serta terhindar dari serangga.
5.
Kapasitas netto
bangunan tempat penyimpanan harus cukup memadai agar dapat menampung tingkat
persediaan puncak, pada kondisi penyimpanan sesuai persyaratan, dan dengan cara
yang memungkinkan kegiatan pengelolaan stok dapat dilaksanakan dengan benar dan
efisien.
6.
Area yang memadai harus
disediakan untuk menerima dan mengemas produk rantai dingin yang akandikirimkan
pada kondisi suhu yang terjaga. Area ini hendaknya dekat dengan area penyimpanan
yang suhunya terjaga.
7.
Area karantina harus disediakan untuk
pemisahan produk kembalian, rusak dan penarikan kembali menunggu tindak lanjut.
8.
Bangunan yang digunakan
untuk menyimpan produk rantai dingin harus dipastikan memiliki keamanan yang
memadai untuk mencegah akses pihak yang tidak berwenang.
9.
Harus tersedia alat
pemadam kebakaran dan hendaknya dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada
seluruh area penyimpanan produk rantai dingin dan alat tersebut dipelihara
secara berkala sesuai rekomendasi dari pembuat. Fasilitas
10.
Produk rantai dingin
harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room/ chiller
(+2 s/d +8oC), freezer room / freezer (- 25 s/d -15oC),
dengan persyaratan sebagai berikut:
a.
Ruangan dengan suhu
terjaga, cold room dan freezer room
-
mampu menjaga suhu yang
dipersyaratkan
-
dilengkapi dengan
sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu selama siklus defrost
-
dilengkapi dengan
sistem pemantauan suhu secara terus menerus dengan menggunakan sensor yang
ditempatkan pada lokasi yang mewakili perbedaan suhu ekstrim
-
dilengkapi dengan alarm
untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu.
-
dilengkapi dengan pintu
yang dapat dikunci
-
jika perlu, untuk
memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem kontrol akses
-
dilengkapi dengan
generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus
selama 24 jam
-
dilengkapi dengan
indikator sebagai tanda personil sedang di dalam cold room / freezer room atau
cara lain yang dapat menjamin keselamatan personil.
b.
Chiller dan Freezer:
-
dirancang untuk tujuan
penyimpanan produk rantai dingin (tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah
tangga)
-
mampu menjaga suhu yang
dipersyaratkan.
-
Perlu menggunakan
termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap chiller/freezer (dengan
mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi minimal satu
kali dalam setahun.
-
Hendaknya mampu merekam
secara terus-menerus dan dengan sensor yang terletak pada satu titik atau
beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama operasi normal
-
dilengkapi dengan alarm
yang menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu
-
dilengkapi pintu /
penutup yang dapat dikunci
-
setiap chiller atau freezer harus mempunyai
stop kontak tersendiri
-
dilengkapi dengan
generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus
selama 24 jam.
2.2.11.3. Operasional Penerimaan
Produk Rantai Dingin
1.
Pada saat penerimaan,
penerima harus melakukan pemeriksaan terhadap:
a.
Nama produk rantai
dingin yang diterima
b.
Jumlah produk rantai
dingin yang diterima
c.
Kondisi fisik produk rantai dingin
d.
Nomor bets
e.
Tanggal kedaluwarsa
f.
Kondisi alat pemantauan
suhu
g.
Kondisi Vaccine Vial
Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM)
2.
Jika pada saat
penerimaan vaksin diketahui kondisi alat pemantauan suhu menunjukkan
penyimpangan suhu dan/atau kondisi indikator mendekati batas layak pakai
(misalnya VVM pada posisi C atau D), maka dilakukan tindakan sebagai berikut:
a.
produk rantai dingin
tetap disimpan pada tempat yang sesuai dan suhu yang dipersyaratkan dengan
menggunakan label khusus
b.
segera melaporkan
penyimpangan tersebut kepada pengirim produk rantai dingin untuk dilakukan
proses penyelidikan dengan membuat berita acara.
3.
Jumlah produk yang
diterima harus sama dengan jumlah yang tertera pada faktur atau surat pengantar
barang.
4.
Penerima harus segera memasukkan produk rantai
dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan
5.
Setelah produk rantai
dingin diterima, penerima harus segera menandatangani faktur atau surat
pengantar barang atau dokumen lain, yang menyatakan produk rantai dingin
diterima dalam kondisi baik dan utuh.
6.
Penerima harus segera memberikan
kepada pengantar barang bukti penerimaan barang yang sudah di tandatangani,
diberi identitas penerima dan distempel. Penyimpanan
7.
Fasilitas penyimpanan
harus memiliki :
a.
chiller atau cold room
(suhu +2°
s/d +8°C),
untuk menyimpan vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2°
s/d 8°C,
biasanya digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis
B, DPT-HB.
b.
freezer atau freezer
room (suhu -15 s/d –25°C)
untuk menyimpan vaksin OPV.
8.
Penyimpanan vaksin
dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat
dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm. 21. Harus berjarak minimal
15cm antara chiller/ freezer dengan dinding bangunan.
9.
Suhu minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari
setiap pagi, siang dan sore serta harus didokumentasikan
10.
Pelarut BCG dan pelarut
campak serta penetes polio dapat disimpan pada suhu kamar dan tidak
diperbolehkan terpapar sinar matahari langsung.
11.
Penanganan vaksin jika
sumber listrik padam:
a.
hidupkan generator.
b.
jika generator tidak
berfungsi dengan baik, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
-
jangan membuka pintu
chiller / freezer / cold room / freezer room
-
periksa termometer,
pastikan bahwa suhu masih di antara +2°C s/d +8°C untuk chiller/ cold room atau
≥ -15°C untuk freezer/ freezer room.
-
Jika suhu chiller /
cold room mendekati +8°C, masukkan cool pack (+2°C s/d +8°C) secukupnya.
-
Jika suhu freezer /
freezer room mendekati -15°C, masukkan cold pack (-20°C ) atau dry ice
secukupnya.
c.
Jika keadaan ini
berlangsung lebih dari 1 hari, maka vaksin harus dievakuasi ke tempat
penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan. Pengiriman
12.
Tiap pengeluaran produk
harus mematuhi kaidah sebagai berikut :
a.
FEFO (First Expire
First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu
dikeluarkan
b.
FIFO (First In - First
Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih dulu didistribusikan
c.
Untuk vaksin yang
memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM (Vaksin Vial Monitor) dan
kondisi indicator sudah mengarah atau mendekati ke batas layak pakai (atau
posisi VVM menunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal kedaluwarsanya masih panjang.
13.
Setiap pengeluaran
produk harus dicatat pada form catatan bets pengiriman yang isinya meliputi tujuan
pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya
14.
Dalam faktur/surat
pengantar barang harus mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah,
nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya
15.
Untuk pengiriman vaksin
harus menggunakan kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier yang
memenuhi standar pengiriman vaksin.
2.2.11.4. Pemeliharaan
1.
Hindarkan pembekuan
vaksin antara lain vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan
cara menempatkan vaksin yang peka terhadap pembekuan jauh dari evaporator
berdasarkan hasil validasi. Pemeliharaan chiller/cold room/freezer
2.
Pemeliharaan chiller/cold
room/freezer terdiri dari:
a.
Pemeliharaan Harian
-
Suhu
chiller/cold room/freezer harus dimonitor dan dicatat minimal setiap 3 (tiga)
kali sehari, pagi, siang dan sore dan harus dievaluasi serta didokumentasikan.
Jika terjadi penyimpangan maka harus ditindaklanjuti dan dicatat
-
Hindarkan sering
membuka dan menutup chiller/cold room/freezer;
-
Jika suhu sudah stabil
antara +2 s/d +8°C pada chiller/cold room atau -15 s/d - 25°C pada freezer,
posisi termostat jangan diubah dan jika mungkin disegel.
b.
Pmeliharaan Mingguan
-
pastikan tidak ada
bunga es pada chiller/cold room/ freezer
-
bersihkan bagian luar
chiller/cold room/freezer untuk menghindari karat
-
periksa sambungan
listrik pada stop kontak, upayakan pastikan tidak longgar
-
semua kegiatan tersebut
di atas harus dicatat dan didokumentasikan.
c.
Pemeliharaan Bulanan
-
bersihkan bagian dalam
chiller / cold room / freezer.
-
periksa kerapatan karet
pintu.
-
periksa engsel pintu,
jika perlu beri pelumas.
-
bersihkan karet pintu.
-
semua kegiatan tersebut
harus dicatat dan didokumentasikan
3.
Perlu juga dilakukan
pengecekan secara berkala terhadap chiller/cold room/freezer oleh teknisi yang
kompeten. Sistem Defrost untuk Freezer
4.
Tahap pelaksanaan
pencairan bunga es (defrost) untuk freezer sebagai berikut:
-
Dilakukan jika
ketebalan bunga es sudah mencapai 0,5 cm.
-
Pindahkan vaksin ke
dalam cold box/freezer lain sesuai dengan peruntukannya.
-
Cabut stop kontak
freezer (jangan mematikan freezer dengan memutar termostat)
-
Selama pencairan bunga
es, pintu freezer harus tetap terbuka.
-
Biarkan posisi tersebut
sampai bunga es mencair semuanya. Pencairan dapat dipercepat dengan menyiramkan
air hangat ke dalam freezer. Jangan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya
untuk mencongkel bunga es
-
Setelah cair kemudian
bersihkan embun / air yang menempel pada dinding bagian dalam freezer
-
Jalankan kembali freezer hingga suhunya
kembali stabil sebelum vaksin dipindahkan.
2.2.11.5.
Kualifikasi,
Kalibrasi Dan Validasi
1.
Chiller/cold
room/freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau dalam hal terjadi
perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya.
2.
Termometer dikalibrasi
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun terhadap standard yang
tersertifikasi.
3.
Validasi proses pengiriman perlu dilakukan
untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. 36.
Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.
2.2.12. Aneks III (Narkotika
Dan Psikotropika)
Prinsipnya adalah Cara distribusi
narkotika dan psikotropika harus dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika dan
psikotropika dari jalur distribusi resmi. Distribusi narkotika dan psikotropika
wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan CDOB.
2.2.12.1. Personalia
Penanggung
jawab merupakan seorang apoteker sesuai dengan peraturan perundang undangan.
2.2.12.2. Bangunan Dan Peralatan
1.
Persyaratan bangunan
dan peralatan yang digunakan untuk mengelola narkotika wajib memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2.
Gudang atau lemari
penyimpanan psikotropika harus aman dan terkunci.
3.
Kunci lemari atau
gudang penyimpanan psikotropika dikuasai oleh penanggung jawab fasilitas
distribusi atau personil lain yang dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan.
4.
Kapasitas lemari atau
gudang khusus penyimpanan narkotika atau psikotropika harus sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
5.
Gudang khusus
penyimpanan psikotropika tidak boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung
jawab fasilitas distribusi
2.2.12.3. Operasional
a.
Kualifikasi Pemasok
1.
Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib
memiliki ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi yang
memproduksi narkotika.
2.
Izin khusus menyalurkan
atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan.
b.
Kualifikasi Pelanggan
1.
Fasilitas distribusi
harus memastikan penyaluran narkotika ke fasilitas distribusilain yang memiliki
ijin khusus penyalur narkotika, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah
sakit yang memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Fasilitas distribusi
harus memastikan penyaluran psikotropika ke fasilitas distribusi lain,
instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan
menyerahkan psikotropika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c.
Pengadaan
1.
Perencanaan kebutuhan
tahunan harus dibuat dalam pengadaan narkotika atau psikotropika
2.
Pengadaan narkotika
atau psikotropika harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus sesuai
dengan peraturan perundangundangan.
3.
Surat Pesanan wajib:
-
asli dan dibuat paling
sedikit dalam rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan
fotokopi
-
ditandatangani oleh
penanggung jawab fasilitas distribusi dan dilengkapi dengan nama jelas dan
nomor Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
-
mencantumkan nama dan
alamat lengkap, nomor telepon / faksimili, nomor izin dan stempel fasilitas
distribusi;
-
mencantumkan nama
industri farmasi atau fasilitas distribusi pemasok beserta alamat lengkap
-
mencantumkan nama
narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah
dalam bentuk angka dan huruf
-
diberi nomor urut dan
tanggal dengan penulisan yang jelas
-
dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain
d.
Penerimaan
1.
Pada saat penerimaan harus dilakukan
pemeriksaan terhadap
-
kebenaran nama, jenis,
nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat
pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan
-
kondisi kontainer
pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam
kondisi baik
-
kebenaran nama, jenis,
jumlah dan kemasan dalam surat pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur
penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.
2. Setelah
dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung jawab fasilitas
distribusi harus menandatangani surat pengantar/ pengiriman barang dan/atau
faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas distribusi.
3. Jika
setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item obat yang tidak sesuai dengan surat
pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus dikembalikan
dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti
terima pengembalian dari pemasok.
4. Jika
terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan jumlah antara
fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk mengklarifikasi
ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok.
e.
Penyimpanan.
1.
Penyimpanan narkotika
wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Psikotropika harus
disimpan dalam lemari atau gudang terkunci serta tidak boleh digunakan
menyimpan barang selain psikotropika untuk menjamin keamanan.
f.
Pemusnahan
1.
Pemusnahan dilakukan
oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh petugas Badan
POM, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung
jawab fasilitas distribusi dan saksi.
2.
Pelaksanaan pemusnahan
dilaporkan ke Badan POM dengan tembusan disampaikan ke Balai Besar/Balai POM
dan Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan melampirkan berita acara
pemusnahan.
3.
Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya
memuat
-nama
narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah,
nomor bets dan tanggal kedaluwarsa
-tanggal,
waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan
-cara
dan alasan pemusnahan
-nama
penanggung jawab fasilitas distribusi
-
nama saksi-saksi.
g.
Penyaluran
1.
Dalam penyaluran harus
memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan pengiriman.
2.
Penerimaan pesanan
Pada
saat penerimaan pesanan, penanggung jawab fasilitas distribusi wajib memeriksa
hal-hal sebagai berikut:
-
surat pesanan
menggunakan format khusus yang telah ditentukan dan terpisah dari produk lain
-
keaslian surat pesanan,
tidak dalam bentuk faksimili, fotokopi maupun email
-
memeriksa kebenaran
surat pesanan, meliputi:
·
nama dan alamat penanggung
jawab sarana pemesan
·
nama narkotika atau
psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk
angka dan huruf
·
nomor surat pesanan
·
nama, alamat dan izin
sarana pemesan
-
Keabsahan surat
pesanan, meliputi:
·
tanda tangan dan nama
jelas penanggung jawab
·
nomor Surat Izin Kerja
(SIK) penanggung jawab
·
stempel fasilitas distribusi atau sarana
pelayanan kefarmasian
3.
Penanggung jawab
fasilitas distribusi harus memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi
pesanan.
4.
Pesanan yang ditolak
atau yang tidak dapat dilayani harus segera diberitahukan kepada pemesan dengan
menerbitkan Surat Penolakan Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
5.
Surat pesanan narkotika
atau psikotropika yang dapat dilayani, disahkan oleh penanggung jawab fasilitas
distribusi dengan membubuhkan tanda tangan atau paraf atau sistem lain yang
dapat dipertanggungjawabkan.
h.
Pengemasan
1.
Pengemasan untuk tujuan
pengiriman narkotika atau psikotropika harus dilaksanakan setelah menerima
surat pesanan
2.
Setiap pengeluaran
narkotika atau psikotropika untuk dilakukan pengemasan harus dicatat dalam
kartu stok dan disahkan dengan paraf Kepala Gudang
3.
Sebelum dilakukan
pengemasan narkotika atau psikotropika yang akan dikirim harus dilakukan
pemeriksaan terhadap:
-
kebenaran nama
narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah
-
nomor bets, tanggal
kedaluwarsa dan nama industri farmasi
-
kondisi kemasan
termasuk penandaan dan segel dari narkotika atau psikotropika
-
kelengkapan dan
keabsahan dokumen serta kebenaran tujuan pengiriman.
i.
Pengiriman
1.
Setiap pengiriman
narkotika atau psikotropika harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen
pengiriman narkotika atau psikotropika yang sah, antara lain surat jalan
dan/atau surat pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur penjualan yang
dikeluarkan oleh fasilitas distribusi yang ditandatangani oleh kepala gudang
dan penanggungjawab fasilitas distribusi.
2.
Dokumen pengiriman
harus terpisah dari dokumen lain.
3.
Fasilitas distribusi
wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman narkotika atau psikotropika sampai
diterima di tempat pemesan oleh penanggung jawab sarana atau penanggung jawab
produksi, dibuktikan dengan telah ditandatanganinya surat pengantar/ pengiriman
barang (nama, nomor SIK/ SIPA, tanda tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan,
dan stempel sarana)
4.
Pengiriman narkotika
atau psikotropika wajib sesuai dengan alamat yang tercantum pada surat pesanan
dan faktur penjualan atau surat pengantar/pengiriman barang
5.
Setiap narkotika atau
psikotropika yang mengalami kerusakan dalam pengiriman harus dicatat dalam
bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas
distribusi pengirim. Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada Badan POM RI
dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat.
6.
Setiap kehilangan
narkotika atau psikotropika selama pengiriman wajib dicatat dalam bentuk berita
acara dan dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas distribusi.
Selanjutnya hal tersebut segera dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan
Balai Besar / Balai POM setempat dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian.
j.
Ekspor dan Impor
1.
Setiap pengadaan
narkotika atau psikotropika melalui impor harus memenuhi peraturan
perundang-undangan.
2.
Setiap pengadaan
narkotika dan psikotropika impor harus dilengkapi dengan surat pesanan dan
estimasi kebutuhan tahunan dari industri farmasi pengguna.
3.
Setiap kegiatan ekspor
narkotika atau psikotropika, harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
2.2.12.4.Narkotika Dan
Psikotropika Kembalian
1.
Narkotika atau
psikotropika kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat
kembalian lain, terkunci dan aman untuk mencegah pendistribusian kembali.
2.
Penanganan produk
kembalian dan tindak lanjutnya harus didokumentasikan. Untuk produk kembalian
yang akan dimusnahkan harus dilaporkan ke Badan POM RI.
2.2.12.5. Dokumentasi
1. Pencatatan
mutasi narkotika atau psikotropika wajib dilakukan dengan tertib dan akurat.
2. Melakukan
stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
3. Melakukan
investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk berita acara hasil investigasi
selisih stok serta melaporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/Balai
POM setempat.
4. Dokumen pengadaan meliputi arsip surat
pesanan, faktur penjualan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang/ dari
industri farmasi atau fasilitas distribusi lain, bukti retur dan/atau nota
kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal
penerimaan barang dan terpisah dari dokumen lain.
5. Dokumen
penyaluran meliputi surat pesanan, faktur penjualan dan/ atau surat penyerahan/
pengiriman barang, bukti retur dan/ atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi
satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penyaluran barang dan terpisah dari
dokumen produk lain.
6. Surat
pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan dengan diberi tanda
pembatalan yang jelas.
7. Dokumen
berita acara pemusnahan, berita acara kerusakan, berita acara kehilangan dan
berita acara hasil investigasi selisih stok, wajib didokumentasikan, dipisahkan
dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain dan disusun berdasarkan urutan
tanggal berita acara.
8. Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara
terpisah dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal sehingga
mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat diperlukan.
9. Fasilitas
distribusi wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan atau
psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Fasilitas
distribusi yang melakukan importasi narkotika dan/atau psikotropika wajib
menyampaikan laporan realisasi impor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
11. Fasilitas
distribusi yang melakukan eksportasi narkotika dan/atau psikotropika wajib
menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.1. Profil PT. Panay
Farmalab
3.1.1. PT. Panay Farmalab
PT.
Panay Farmalab merupakan perusahaan berbadan hukum dengan klasifikasi Pedagang
Besar Farmasi (PBF) yang dibentuk atas izin Usaha Pedagang Besar Farmasi dari Menteri
Kesehatan RI No. HK.07.01/V/304/13 tangggal 21 Juni 2013 sebagai perubahan dari
No.13013/PBF/VII/2003 tanggal 26 Juli 1993. PT. Panay Farmalab menjalankan
kegiatannya berdasarkan Permenkes RI No.1148/Menkes/SK/IX/1993 sebagai
perubahan dari kepmenkes RI No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 sebagai perubahan dari
Permenkes RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedangang Besar Farmasi.
PT.
Panay Farmalab dipimpin oleh Hj. Diana Agustin M.M., M.Si, Apt sebagai direktur
utama sekaligus sebagai pemilik perusahaan PT. Panay Farmalab.
PT.
Panay Farmalab Pusat beralamat di Jl. Sawahan Dalam No.18 dan 20 Padang,
Sumatera Barat. Dalam menunjang kegiatan distribusi yang mencakup wilayah yang
luas, PT. Panay Farmalab mendirikan PBF cabang di tiga daerah provinsi dan Kabupaten/Kota.,
yaitu:
1.
Provinsi Riau berdasarkan pengakuan pendirian
cabang Pedagang Besar Farmasi atas nama PT. Panay Farmalab di Pekanbaru dari
Dirjen POM Depkes RI No. 13013/PBF/Cab-1/III/99 tanggal 10 Maret 1999.
2.
Kabupaten Agam
berdasarkan pengakuan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari Gubernur Sumatera Barat
No. 447/PBF/9-PERIZ/DPM&PTSP/III-2017.
3.
Kabupaten Solok
berdasarkan pengakuan Pedagang Besar Farmasi cabang dan Gubernur Sumatera Barat
No. 447/PBF/3-PERIZ/DPM&PTSP/II-2017.
Untuk saat
ini, PT. Panay Farmalab hanya memiliki
dua cabang yang beroperasi, yaitu di Pekanbaru dan kabupaten Agam. Dalam
melaksanakan kegiatannya, PT. Panay Farmalab mengacu kepada Pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Badan POM RI.
3.1.2. Visi
dan Misi PT. Panay Farmalab
3.1.2.1. Visi
Visi PT. Panay Farmalab yaitu menjadi
perusahaan Pedagang Besar Farmasi Nasional dengan jaringan distribusi yang kuat
di Pulau Sumatera dan Jawa.
3.1.2.2. Misi
Mendistribusikan produk obat, kosmetik
dan PKRT yang bermutu , berkhasiat, aman, sesuai dengan persyaratan CDOB, guna
mendapatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai.
3.2. Peraturan Kerja
PT.
Panay Farmalab mempunyai suatu peraturan berupa kesepakatan bersama yang
meliputi peraturan kerja, yaitu:
Hari
kerja |
Jam
kerja |
jam
istirahat |
Senin
– jumat |
08.00-17.00
WIB |
12.00-13.00
WIB, kecuali hari jumat jam 11.30-13.30 WIB |
Sabtu |
08.00-16.00
WIB |
12.00-13.0 IB |
3.3. Aspek CDOB di PT. Panay Farmalab
Dalam
melaksanakan kegiatannya, PT. Panay Farmalab mengacu kepada Pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Badan POM RI.
3.3.1. Manajemen Mutu
PT. Panay
Farmalab memiliki kebijakan terkait manajemen mutu, yaitu:
1. Menerapkan
sistem manajemen mutu dalam melaksanakan CDOB.
2. Membeli
obat, kosmetik dan PKRT dari principal
yang resmi yang telah disetujui.
3. Melakukan
kontrol kualitas yang ketat terhadap produk obat, kosmetik dan PKRT yang akan
didistribusikan.
4. Melaksanakan
proses penyimpanan produk dengan benar.
5. Menyediakan
SDM yang kompeten, terlatih dan efisien sesuai dengan standar CDOB.
6. Meningkatkan
komunikasi internal dan eksternal serta menurunkan tingkat costumer complain seminimal mungkin dan meningkatkan after sales service secara
berkesinambungan.
7. Melakukan
delivery on time sesuai dengan
permintaan pelanggan.
8. Menciptakan
dan memelihara lingkungan kerja yang bersih, ramah, dan sehat.
Dalam
melaksanakan kebijakan mutu ini, PT. Panay Farmalab juga memiliki prosedur
tetap untuk setiap kegiatan yang dilakukan. Prosedur tetap dibuat oleh apoteker
penanggungjawab yang diperiksa oleh Spv. Operasional dan disetujui oleh
Direktur PT. Panay Farmalab.
3.3.2. Organisasi, Manajemen
dan Personalia
PT. Panay
Farmalab memiliki struktur organisasi yang disetujui oleh direktur PBF. PT. Panay Farmalab dipimpin oleh dua orang
direktur , memiliki satu orang apoteker penanggungjawab, satu orang supervisor
operasional, satu orang supervisor logistik yang bertugas dalam pengadaan, satu
orang pimpinan unit penjualan, satu orang tenaga teknis kefarmasian sebagai
penanggungjawab PAK, satu orang kasir,
satu orang F.A.S, satu orang mentainance, satu orang administrasi pajak, satu
orang kepala gudang dan tiga orang petugas gudang. Empat orang salesman dan
empat orang delivery.
1. Direktur
bertugas dalam memimpin dan mengkoordinasi serta bertanggungjawab atas seluruh
kegiatan di PBF, mengetahui dan menyetujui setiap kebijakan yang dibuat,
mencarikan jalan keluar terhadap semua kesulitan yang dihadapi oleh bawahan
dalam melaksanakan tugasnya serta membina dan mengarahkan para bawahan sehingga
diperoleh hasil kerja yang efektif dan efisien.
2. Apoteker
penanggungjawab bertugas sebagai penanggungjawab produk berupa obat dan
kosmetik , menyetujui atau menandatangani faktur penjualan dan surat pemesanan
obat dan PAK, membuat laporan terkait obat, kosmetik, PAK, dan PKRT setiap
waktu yang ditentukan.
3. Supervisor
operasional bertanggungjawab dalam proses pemasaran, pemilihan pemasok, kontrak
dengan pemasok dan pemeliharaan pelanggan.
4. Supervisor
logistik bertanggungjawab dalam proses pengadaan produk yang diajukan pada
pemasok yang sudah melakukan kontrak dengan PBF.
5. Tenaga
Teknis Kefarmasian sebagai penanggungjawab PAK bertugas sebagai penanggungjawab
produk berupa alat kesehatan dan PKRT, selain itu juga sebagai administrasi
yang menyiapkan faktur penjualan dan mengatur proses pengantaran barang dan
penagihan piutang oleh sales.
6. Kepala
gudang bertugas dalam proses penerimaan dan pengiriman produk, melakukan
pemeriksaan terhadap semua produk yang diterima dan dikirim, melakukan
pemeriksaan terhadap semua produk yang ada digudang, mengatur kondisi
penyimpanan produk digudang, seperti suhu dan kelembaban serta hama. Semua
kegiatan kepala gudang dibantu oleh petugas gudang.
7. Salesman
bertugas mencari order penjualan dan melakukan tagihan pada outlet yang sudah
bekerjasama dengan PBF. Pengiriman produk dilakukan oleh bagian delivery.
Setiap personil PT. Panay Farmalab sudah
mengikuti pelatihan terkait Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan sudah memiliki
jadwal untuk pelatihan. Pelatihan dilakukan secara internal dan eksternal,
dimana dalam pelatihan internal materi disampaikan oleh apoteker
penanggungjawab ataupun oleh pimpinan, sedangkan dalam pelatihan eksternal
materi disampaikan oleh BPOM atau Dinkes.
3.3.3. Bangunan dan Peralatan
Bangunan
didesain sedemikian rupa agar tahan dalam menghadapi bencana alam seperti
banjir, gempa bumi dan bencana alam lainnya. Gudang penyimpanan dipisahkan
tergantung jenis produk yang akan disimpan, baik obat, kosmetik, makanan, PAK
ataupun PKRT. Produk disimpan diatas palet dan diatas rak yang tidak menyentuh
lantai agar produk tidak terkena dampak jika terjadi banjir. Seluruh bagian PBF
selalu dibersihkan setiap pagi dan sore hari oleh cleaning service yang
bertugas dan diketahui oleh apoteker penanggungjawab , sehingga kebersihan PBF
dapat terjamin.
Di PT. Panay
Farmalab, untuk pembersihan bagian lampu dan langit-langit dengan menggunakan
sapu tangkai panjang dan kain lap kering basah, pembersihan rak dengan kain lap
basah bersih, pembersihan bagian dinding, palet, meja dan kursi dengan
menggunakan kain lap kering bersih serta bagian lantai dengan menggunakan sapu
nylon setelah itu dipel dengan menggunakan larutan desynfektan lysol 1%.
Di PT. Panay
Farmalab, area penerimaan barang dan area pengiriman barang dipisahkan agar
tidak terjadi kesalahan dalam jumlah barang yang akan dikirim dan diterima.
Akses masuk ke area penerimaan, dan penyimpanan serta pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Ruang istrirahat, toilet untuk
personil harus terpisah dari area penyimpanan.
Untuk produk
yang sudah lewat expire date diletakkan
diruangan terpisah. Produk yang berupa obat disimpan dalam ruangan terpisah
dengan suhu yang telah ditetapkan, obat yang bersifat prekursor disimpan dalam
rak dengan pintu besi yang diberi kunci. Semua area gudang dilengkapi dengan thermohygro (alat pencatat suhu dan
kelembaban ruangan) dan alat penghalau hama. Setiap alat diperiksa oleh kepala
gudang setiap hari dan dicatat dalam dukomentasi peralatan.
3.3.4. Operasional
3.3.4.1.Pemasok
Di PT. Panay
Farmalab, proses seleksi pemasok dilakukan sebelum menentukan pemasok yang akan
disetujui untuk bekersama dengan perusahaan.
Proses seleksi dilakukan dengan menganalisa profil pemasok dengan
memperhatikan kriteria sebagai berikut:
i.
Pemasok memiliki izin
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ii. Pemasok
dapat berupa PT/CV/UD yang memiliki manajemen dan struktur organisasi yang jelas, sistem pengendalian
operasional (termasuk pelaporan, pengendalian mutu dan pengendalian persediaan)
dan kredibilitas.
iii. Produk
obat dan atau non obat yang ditawarkan oleh pemasok dibuat sesuai standar mutu
CPOB dan atau sesuai dengan standar mutu yang dipersyaratkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
iv. Harga
produk obat dan atau non obat yang ditawarkan sepadan dengan mutu yang dimiliki
dan mampu bersaing dipasaran.
v. Pemasok
memiliki ketersediaan barang yang ready stocck dan ketepatan waktu pengiriman.
vi. Pemasok
memberikan pelayanan dan penaganan yang baik terhadap produk sampai diterima
digudang distributor.
vii. Setiap
pengiriman harus melampirkan dokumen-dokumen (SJPB/ faktur/ COA) yang memuat
identitas produk yang dikirimkan dan identitas pemasok.
viii. Pemasok
harus bersedia menerima produk yang ditolak jika tidak sesuai dengan pemesanan
(purchase order) atau perjanjian kerjasama.
ix. Reputasi
pemasok, baik dari kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku, mutu operasional layanan, posisi keuangan dan kriterian lain yang
dianggap relevan oleh perusahaan.
Apabila pemasok
telah ditetapkan dan disetujui, maka selanjutnya dilakukan proses penawaran
atau penjajakan kerjasama dengan pemasok tersebut. Kesepakatan kerjasama,
termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak dibuat secara tertulis dalam
perjanjian atau kontrak kerjasama, masing-masing pihak harus mematuhi semua
ketentuan yang tercatum dalam perjanjian kerjasama tersebut.
Pemasok yang
bekerjasama dengan PT. Panay Farmalab adalah PT. Nusantara Beta Farma, PT.
Enseval, PT. Zensei Indonesia, PT. Dodorindo Jaya Abadi, PT. Sinar Antjol, CV.
Ardhana Indo Putra, PT. Parit Padang Global, dan PT. Milenium Pharmacon
International.
3.3.4.2.Pelanggan
Pelanggan yang
akan bekerjasama dengan PBF untuk mendistribusikan obat atau produk lain harus
memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. Pelanggan
memiliki izin sesuai peraturan perundang-undangan, contoh apotek memiliki SIA,
Apoteker penaggungjawab memiliki SIPA.
b. Profil
pelanggan dan struktur organisasi jelas, untuk apotek memiliki apoteker
penanggungjawab dan pemilik sarana apotek yang jelas.
c. Memiliki
tempat dan fasilitas yang jelas.
d. Adanya
kemampuan untuk mendistribusikan produk ke konsumen.
Setiap outlet
atau pelanggan yang ingin bekerjasama harus mengisi formulir spesimen outlet
yang berisi data apotek/toko obat, apoteker penanggungjawab dan asisten
apoteker. Formulir tersebut disertai dnegna lampiran berupa:
a. Surat
NPWA (Nonor Pokok Wajib Pajak)
b. Fotocopy
KTP pemilik apotek
c. Fotocopy
KTP penanggungjawab apotek
d. SIA
(Surat Izin Apotek)
e. SIPA
Apoteker
f.
Surat penugasan
apoteker/ Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3.3.4.3. Pengadaan
a. Perencanaan
Proses perencanaan pengadaan diatur oleh
supervisor operasional dan supervisor logistik. Perencanaan kebutuhan produk
berdasarkan kepada kebutuhan penjualan setiap bulan. Tidak hanya penjualan pada
PBF unit Padang, akan tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan PBF cabang
Pakanbaru dan Bukittinggi. Perencanaan kebutuhan diperkirakan setiap bulan
dengan melihat jumlah penjualan pada bulan sebelumnya dan safety stock yang ada. Proses perencanaan juga mempertimbangkan
keadaan barang apakah fast moving
atau slow moving.
b. Pengadaan
barang
Pengadaan di PT. Panay Farmalab dimulai
dari proses pemesanan dengan cara membuat PO (Purchase Order) oleh Apoteker Penanggung Jawab. PO tersebut
ditujukan ke pabrik atau pemasok. Terdapat 3 macam PO, yaitu PO obat, PO
prekursor dan PO produk lain.
PO dibuat oleh apoteker berdasarkan
perencanaan pengadaan , selanjutnya PO dikirimkan ke pemasok, pemasok akan
menyiapkan barang dan memberitahu waktu tunggu untuk proses distribusi barang.
Selanjutnya pengiriman dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. Dikarenakan PT.
Panay Farmalab tidak mendistribusikan obat rantai dingin atau obat narkotika,
sehingga tidak dibutuhkan kondisi khusus dalam pengiriman barang.
Produk yang berasal dari Nusantara Beta
Farma, proses penditribusian secara kondisional. Proses pengiriman dapat
dilakukan oleh karyawan PT. Nusantara Beta Farma, tetapi juga dapat dijemput
oleh karyawan PT. Panay Farmalab. Hal tersebut tergantung pada kesediaan sopir
diperusahaan.
c. Penerimaan
barang
Proses penerimaan barang dilakukan di
area penerimaan barang. Sesuai dengan paduan CDOB area penerimaan berbeda
dengan area pengiriman dengan tujuan agar tidak terjadi kekeliruan barang
keluar atau barang masuk. Barang yang datang diterima oleh kepala gudang
dibawah pengawasan apoteker penanggungjawab. Selanjutnya barang dibongkar dari
kontainer dan diletakkan pada area penerimaan. Proses pembongkaran barang dapat
dilakukan oleh pemasok, karyawan PBF atau pembantu sekitar PBF. Harus ada kejelasan orang yang membongkar dan
pembayaran upah pembongkaran barang.
Barang pada area penerimaan diperiksa
oleh kepala gudang keadaan dan jumlah fisik, disesuaikan dengan faktur atau
surat jalan yang diterima. Jika produk tersebut kaladuarsa maka tidak boleh
diterima, begitupun juga mendekati kaladuarsa karena kemungkinan obat atau
bahan obat telah kaladuarsa sebelum digunakan konsumen. Jika terjadi
ketidakcocokan, maka akan ditelusuri kesalah tersebut apakah dari ekspedisi
atau dari pemasok. Jika disebabkan oleh ekspedisi, ekspedisi wajib untuk
mengganti kekurangan. Akan tetapi jika kesalahan terjadi pada pemasok,
penyelesaian berdasarkan pada kesepakatan pemasok dan PBF.
Jika barang sesuai dengan yang tertera
pada surat jalan, barang akan diletakkan pada ruang karantina. Pada ruang
karantina kepala gudang akan bertanggung jawab untuk memeriksa jenis dan jumlah
barang yang diterima, dan dicocokkan dengan faktur dari pemasok. Barang berada
diruang karantina maksimal 2x24 jam. Jika barang yang diterima sesuai dengan
faktur, kepala gudang akan mengisi buku pencatatan barang masuk dan formulir
penerimaan barang yang berisi:
ii.
Tanggal, pemasok,
ekspedisi, dan nomor resi
iii.
Sesuia nomor bets
iv.
Sesuai kaladuarsa dan
jangka expire date
v.
Sesuai dengan PO
vi.
Sesuai kriteria, dll
Barang yang telah diperiksa dilaporkan
kepada apoteker penanggungjawab. Pelaporan yang telah diverifikasi apoteker ,
diberikan pada supervisor logistic untuk mengimput jenis dan jumlah barang yang
masuk ke sistem. Barang yang telah diinput ke sistem dapat dipindahkan keruang
penyimpanan.
d. Penyimpanan
barang
Pada penyimpanan barang, obat atau
produk non obat lainnya disimpan terpisah sesuai status produk seperti:
1. Status
bagus disimpan digudang stok utama
2. Status
karantina disimpan diarea karantina
3. Status
recall, kaladuarsa, rusak dan atau diduga palsu disimpan diruang reject.
Penyimpanan barang di gudang PT. Panay
Farmalab berdasarkan kepada jenis produk, yaitu area obat, kosmetik, PKRT dan
alat kesehatan, consumer good dan
makanan. Gudang PT. Panay Farmalab terdiri dari 4 lantai. Lantai 1 terdapat
area obat, kosmettik, PKRT, alat kesehatan, consumer
good dan makanan. Area obat merupakan area tertutup dan disertai pendingin
ruangan untuk mengatur suhu ruangan. Lantai dua terdapat area consumer good dan kosmetik seperti
deterjen dan lotion. Lantai 3 terdapat area PKRT dan alat kesehatan seperti
sikat gigi dan kasa. Lantai 4 untuk penyimpanan arsip dan dokumentasi.
Gudang penyimpanan disertai alat
pengatur suhu dan kelembaban ruangan. Gudang dibersihkan setiap hari oleh
petugas kebersihan dan apoteker penanggungjawab melakukan pemeriksaan dan
verifikasi pada form kebersihan yang telah diisi petugas.
Penyimpanan barang digudang berdasarkan
prinsip FEFO (First Expired First Out)
dan nomor bets. Nomor bets terkecil berada didepan karena nomor bets yang kecil
menandakan diproduksi terlebih dahulu dan memiliki tanggal ED (Expire Date) lebih cepat.
Pada gudang penyimpanan kartu stok
berada didekat fisik barang , sehingga memudahkan dalam mencatat barang masuk
dan keluar. Kartu stok berfungsi sebagai data informasi jumlah persediaan
barang secara manual. Jika terjadi ketidakcocokan jumlah antara jumlah fisik
dengan yang tertera pada kartu stok, dan data barang masuk dan keluar di
sistem. Kepala gudang beserta petugas gudang melakukan stock opname setiap 3
bulan sekali yang bertujuan untuk memeriksa jumlah fisik barang, mencocokkan
dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan jumlah pada sistem.
e. Pendistribusian
barang
Pendistribusian produk yaitu proses
pengiriman produk kepada pelanggan yang telah memesan barang di PBF. mutu
produk sepanjang jalur distribusi harus tetap terjaga agar produk yang sampai
ketangan konsumen adalah produk yang aman, bermutu dan berkhasiat. PT. Panay
Farmalab melakukan pendistribusian keseluruh daerah disekitar Sumatera Barat
yang meliputi:
1. Apotek
2. Rumah
Sakit
3. Toko
obat berizin
4. Swalayan
5. Toko
Proses pendistribusian berdasarkan pada
sistem pemasaran di PBF PT. Panay Farmalab yang terdiri dari dua sistem yang
dikenal dengan istilah sistem taking order dan sistem kanvas. Sistem taking
order merupakan sistem dimana salesman menjemput orderan ke outlet. Outlet
membuat PO atau menyebutkan pesanan pada salesman. Salesman mengimput pesanan
ountlet ke sistem melalui online. Pesanan yang masuk ke sistem dicek oleh
bagian administrasi berupa faktur. Selanjutnya faktur diperiksa dan
diverifikasi oleh apoteker penanggungjawab. Faktur yang telah diverifikasi
diberikan kepada petugas gudang untuk menyiapkan barang sesuai faktur. Sebelum
barang dikemas, petugas checker lain akan memeriksa barang dan mencocokkan
dengan yang tertera pada faktur. Selanjutnya barang yang telah dikemas
diletakkan diarea pengiriman barang..
Area pengiriman barang di PT. Panay
Farmalab terdiri atas 2 ruangan, yaitu area pengiriman dalam kota dan luar
kota. Area pengiriman dibedakan agar mempermudah dalam proses pengangkutan
barang. Waktu pengiriman untuk daerah luar kota berbeda dengan dalam kota.
Barang dalam kota diantar oleh sopir setiap hari pada pagi hari, sedangkan
barang untuk luar kota diatar setiap satu kali seminggu. Proses pendistribusian
dilakukan oleh sopir PT. Panay Farmalab dengan armada sendiri. Jumlah armada
yang ada pada PT. Panay Farmalab adalah 10 armada.
Sistem
distribusi dengan cara kanvas yaitu dilakukan pada daerah yang tidak terdapat
PBF cabang seperti pesisir selatan. Kanvas dilakukan satu minggu oleh salesman
beserta supir. Salesman langsung membawa barang sesuai dengan perencanaan
penjualan kanvas, yang telah disepakati oleh kepala gudang dan apoteker
penanggungjawab. Salesman mengunjungi outlet dan langsung terjadinya transaksi
tanpa PO terlebih dahulu. Salesman mengimput barang keluar dan menulis difaktur
secara manual. Pada hari sabtu salesman kembali ke PBF dengan membawa pelaporan
dan faktur kanvas yang akan diperiksa oleh bagian administrasi. Biasanya untuk
sistem kanvas, barang yang dipesan minggu ini akan dibawa pada minggu besok.
Khusus untuk obat-obatan harus menggunakan surat pesanan dan memakai sistem
distribusi secara Taking Order (TO).
f. Pemusnahan
Pemusnahan merupakan kegiatan
penyelesaian terhadap obat-obatan yang tidak terpakai karena kaladuarsa, rusak
ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar. Pada PT. Panay Farmalab belum
pernah melakukan pemusnahan obat, karena obat yang akan rusak atau kaladuarsa
diretur ke Pemasok.
3.3.5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam
rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk
bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Di PT. Panay
Farmalab terdapat inspeksi diri internal dan eksternal. Tim inspeksi diri
internal dibentuk oleh pimpinan. Pada PBF cabang dari PT. Panay Farmalab,
inspeksi diri dapat dilakukan oleh tim inspeksi dari pusat atau tim inspeksi
diri internal PBF cabang. Inspeksi diri eksternal dilakukan oleh BPOM dalam
jangka waktu 2 hingga 3 kali setahun.
3.3.6. Penangan Keluhan dan
Obat Kembalian
Pelaporan keluhan oleh pelanggan
terhadap kualitas atau kuantitas barang yang didistribusikan oleh PT. Panay
Farmalab dapat dilakukan secara lisan atau tulisan. Pelaporan dapat secara
langsung melalui kontak PBF atau melalui salesman. Keluhan oleh pelanggan
ditulis pada dokumen penanganan keluhan. Selanjutnya keluhan tersebut diproses
dengan menyelidiki proses penyiapan hingga penditribusian barang. Petugas
gudang, pemasaran, dan apoteker penanggungjawab bekerjasama melakukan
penyelidikan. Hasil temuan dirundingkan bersama untuk menentukan tindakan
penanganan keluhan.
Pelanggan dapat melakukan retur atau
mengembalikan obat atau barang kepada PBF , yaitu untuk barang yang akan
keladuarsa atau barang rusak. barang yang dikembalikan oleh pelanggan akan
diperiksa oleh apoteker penanggungjawab dan dicatat pada buku retur. Barang
yang digolongkan retur bagus dapat dimasukkan kegudang. Sedangkan barang yang
tidak bagus disimpan pada ruang barang retur untuk selanjutnya akan
dikembalikan pada pemasok atau dilakukan pemusnahan.
3.3.7. Sarana Distribusi
Berdasarkan Kontrak
Kontrak antara fasilitas distribusi
adalah kontrak antara fasilitas distribusi dengan fasilitas distribusi lain
untuk menyalurkan obat dan atau bahan obat sesuai dengan yang disepakati dalam
kontrak., misalanya PBF A menunjuk PBF B ntuk menyalurkan obat dan atau bahan
obat tertentu dengan kondisi-kondisi yang disepakati (misalnya wilayah, harga).
Pada PBF PT. Panay Farmalab, produk yang didistribusikan dengan sistem kontrak
dengan PBF lain adalah produk obat komik®. Pengadaan produk komix® ini melalui
PBF PT. Enseval.
3.3.8. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis
terkait dengan distribusi ( pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan),
prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu, dokumentasi
tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk
memudahkan penelusuran, antara lain sejarah, bets, intruksi dan prosedur.
Dokumentasi terdari dari semua prosedur
tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun
elektronik dan harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas
distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan
tidak berarti ganda.
Prosedur tertulis harus disetujui,
ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang dan harus
dicetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan,
alasan perubahan harus dicatat.
Dukumen harus disimpan minimal 3 tahun
dan dikaji ulang secara berkala serta dijaga agar selalu up to date. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali,
disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan
yang tidak sah, kerusakan dan atau kehilangan dokumen.
Dokumen yang terdapat pada PT. Panay
Farmalab adalah prosedur tetap, kartu stok, faktur, surat pesanan, surat jalan
pengiriman barang, bukti setoran penjualan dan tagihan, daftar tagihan piutang,
faktur retur penjualan, tanda terima faktur, laporan keuangan harian, laporan
biaya kanvas dan droping, dan dokumen recall.
3.3.9. Pelaporan
Sesuai dengan
ketentuan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1148/Menkes/Per/VI/2010
tentang Pedagang Besar Farmasi, setiap PBF dalam melakukan kegiatan usahanya
diwajibkan untuk melakukan pelaporan kepada beberapa instansi terkait.
Pelaporan yang diperlukan adalah terkait dengan kegiatan penerimaan dan
penyaluran dari obat dan alat kesehatan yang diadakannya. PT. Panay Farmalab
melakukan pelaporan tersebut kepada tiga instansi pemerintah sesuai dengan
ketentuan dari permenkes tersebut, yaitu pelaporan kepada Balai POM, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kementrian Kesehatan RI, yang dilakukan secara bersamaan
setiap 3 bulan sekali. Untuk pelaporan obat prekursor dilakukan setiap bulannya
melalui online SIPNAP dan juga tertulis ke Dinkes Provinsi dan BPOM.
BAB
IV
PEMBAHASAN
PT.
Panay Farmalab merupakan anak perusahaan
PT. Nusantara Beta Farma yang melakukan usaha di bidang perdagangan dan
distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan. PT. Panay Farmalab dipimpin oleh
Hj. Diana Agustin M.M.,M.Si,Apt sebagai direktur utama sekaligus sebagai pemilik
perusahaan. PT. Panay Farmalab pusat beralamat
di Jl. Sawahan Dalam IV No.18 dan 20 Padang, Sumatera Barat. Waktu operasional
di PT. Panay Farmalab adalah dari hari Senin sampai Jumat pukul 08.00-17.00 WIB
dan hari Sabtu pukul 08.00-16.00 WIB. Dalam menunjang kegiatan distribusi, PT.
Panay Farmalab saat ini memiliki dua cabang, yaitu di Kabupaten Agam dan Pekanbaru.
Fokus
utama dari PT. Panay Farmalab adalah menjadi penyalur sediaan obat jadi,
kosmetik, alat kesehatan dan PKRT. Selain itu, PT. Panay Farmalab juga
mendistribusikan makanan (food), dan
pakaian (consumer good). Produk utama
yang dipasok oleh PT. Panay Farmalab adalah produk hasil produksi PT. Nusantara
Beta Farma (NBF) berupa obat (seperti OBH Syrup) atau obat kuasi (seperti borax
gliserin, salisil befanax 5%,), kosmetik (seperti salisil talak wangi, glozz,
produk mollisa berbagai tipe, hebta deodorant and brightening face powder,
PKRT (seperti gentian violet 1%, H2O2
3%, rivanol kompres, alkohol 70%), alkes (seperti peralatan P3K) dan
makanan (seperti cuka 5%). Selain berasal dari NBF, PT. Panay Farmalab juga
mendistribusikan produk dari distributor lain seperti PT. Mulia Knitting
Factory berupa consumer good (seperti
t-shirt rider, rider boys vesr
antibacteria, rider knitwear, rider girl singlet antibacteria) dan PT.
Dodorindo (berupa dodo nipple shield,
empeng dodo berbagai tipe, botol susu dodo berbagai tipe, cotton bath berbagai tipe, nipple
berbagai ukuran) serta produk lainnya.
Dalam
melaksanakan kegiatannya, PT. Panay Farmalab mengacu kepada Pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB), sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 pasal 16 ayat 1 yang
menyatakan bahwa setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti
pedoman CDOB.
PT.
Panay Farmalab memiliki total personil sebanyak 22 orang. Setiap personil
memiliki tugas masing-masing yang dilaksanakan sesuai ketentuan dan prosedur
tetap yang telah dibuat. PT. Panay Farmalab memiliki satu orang apoteker yang
bertanggungjawab atas obat, kosmetik dan makanan, serta satu orang tenaga teknis
kefarmasian yang bertanggungjawab atas alat kesehatan dan PKRT. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF menyatakan bahwa suatu PBF harus memiliki
apoteker penanggungjawab yang bertanggungjawab terhadap kegiatan pengelolaan
obat disarana distribusi tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun
2009 tentang pekerjaan kefarmasian juga disebutkan bahwa apoteker berperan
dalam pendistribusian sediaan farmasi, dan juga bertanggungjawab dalam proses
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, serta pendistribusian guna memastikan mutu
obat sampai ketangan konsumen dalam keadaan baik.
Segala
kegiatan yang dilakukan di PT. Panay Farmalab dilakukan sesuai dengan prosedur
tetap yang dibuat oleh apoteker penanggungjawab dan disetujui oleh direktur
PBF. Prosedur tetap ini dibuat dengan tujuan agar setiap kegiatan yang
dilakukan dapat menjamin mutu produk tetap terjaga dan tidak terjadi kerusakan
yang berarti. Diantara hal yang diperhatikan adalah bangunan dan peralatan.
PT.
Panay Farmalab terdiri atas 4 lantai. Lantai pertama adalah ruangan apoteker
penanggungjawab dan ruangan kepala gudang, area penerimaan, pengiriman produk,
ruang karantina, ruangan produk recall. Lantai kedua adalah bagian administrasi,
supervisor logistik, supervisor operasional, dan keuangan. Gudang penyimpanan
produk berada pada lantai 1 sampai 3. Akan tetapi untuk consumer good (berupa
pakaian) terdapat pada lantai 1, untuk arsip dan dokumentasi lama berada pada
lantai 4.
Pada
PT. Panay Farmalab, area penerimaan dan pengiriman produk dibuat terpisah untuk
menghindari terjadinya kesalahan. Gudang selalu dibersihkan oleh petugas
kebersihan setiap hari untuk menghindari terjadinya penumpukan debu atau
kotoran. Untuk menjaga mutu produk, obat
dan produk non obat diletakkan diatas palet dan rak yang tidak langsung
bersentuhan dengan lantai. Tujuannya untuk mencegah barang rusak karena
kelembaban atau mencegah dari kebanjiran. Selain itu, produk juga dilindungi
dari cahaya matahari langsung, tujuannya untuk mencegah terjadinya perubahan
produk, baik dari segi isi maupun kemasan. Gudang juga dilengkapi dengan alat
pemadam kebakaran serta kotak P3K jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kebakaran dan kecelakaan (Manajemen K3 perusahaan).
Pada PT. Panay Farmalab, proses
pengadaan barang dilakukan dengan cara pemesanan langsung ke pemasok melalui
surat pesanan atau purchase order. Setelah dilakukannya pengadaan, dilakukan proses
penerimaan. Proses penerimaan merupakan bagian yang penting karena bertujuan
untuk memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima benar,
barasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan
selama transportasi. Obat tidak boleh diterima jika kaladuarsa atau mendekati
tanggal kaladuarsa sehingga kemungkinan besar tidak ada obat yang kaladuarsa
yang digunakan oleh konsumen. Pada PT. Panay Farmalab penerimaan sesuai dengan
CDOB, yaitu proses penerimaan dilakukan diarea penerimaan, barang yang diterima
disertai dengan dokumen penting dalam proses penerimaan, selanjutnya dilakukan
pengecekan terhadap bukti pesanan barang dari gudang (untuk memastikan pesanan
barang dalam spesifikasi yang tepat), bukti tanda barang diterima (untuk
penagihan), kemudian dilakukan pengecekan bukti pemesanan dengan fisik barang,
batch barang yang dipesan serta expire date dan kondisi barang ke penyimpanan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disaat barang berada diluar karantina. Jika
terjadi ketidaksesuaian jumlah atau ditemukan adanya barang rusak maka dibuat
laporannya dan akan dikembalikan atau diretur ke pihak pemasok. Setelah barang
yang dipesan cocok, maka akan dilakukan pengecekan/verifikasi kembali oleh
apoteker penanggung jawab (APJ) PBF mengenai barang pesanan yang datang
tersebut. Setelah sesuai, kemudian APJ bagian logistik menginput barang masuk
ke sistem, selanjutnya barang-barang tersebut akan disusun di rak-rak
penyimpanan obat digudang. Sistem penyimpanan obat digudang PT. Panay Farmalab
disusun berdasarkan jenis barang, barang yang bersifat fast moving akan disusun
pada bagian depan gudang atau yang mudah dijangkau, begitupun sebaliknya.
Penyimpanan obat di PT. Panay Farmalab dilakukan
pada suhu kamar yaitu 25-30oC, hal ini disebabkan karena pada PT.
Panay Farmalab tidak terdapat obat dengan penanganan khusus. Selain berdasarkan
suhu, penyimpanan juga dilakukan berdasarkan jenis produk (obat, alkes, PKRT,
makanan atau consumer good) dan juga disimpan berdasarkan golongan obat, yaitu
obat bebas, kuasi dan prekursor yang memelukan tempat penyimpanan yang
terpisah. Obat prekursor disimpan pada lemari terkunci. lingkungan didalam
gudang disesuaikan dengan suhu yang dibutuhkan untuk penyimpanan obat.
Pengaturan suhu ruang gudang dilakukan dengan menggunakan Air Conditioner (AC) yang selalu hidup selama 24 jam setiap
harinya. Suhu digudang obat diatur agar selalu berada pada rentang suhu 25-30oC,
sesuai dengan suhu penyimpanan dalam pedoman CDOB. Untuk memantau kondisi suhu
penyimpanan, didalam setiap gudang ditempatkan satu termometer, sehingga
pengecekan kesesuaian suhu dapat dilakukan dengan mudah setiap saat. Pada
gudang juga disertai dengan alat pengusisr hama seperti serangga atau tikus.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang PBF, PBF dan PBF Cabang hanya
dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan
kefarmasian (apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik atau toko
obat). Dalam hal ini, PT. Panay Farmalab mendistribusikan obatnya sesuai dengan
pesanan. Untuk surat pesanan obat dan prekursor sebelumnya dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu oleh apoteker penanggungjawab PBF. Pendistribusian
oleh PT. Panay Farmalab dilakukan kepada relasi didalam dan diluar kota. Proses
pendistribusian sesuai dengan sistem pemasaran PT. Panay Farmalab, yaitu dengan
cara kanvas atau taking order.
Sistem pelaporan
di PT. Panay Farmalab yaitu kepada tiga instansi pemerintah sesuai dengan
ketentuan dari permenkes nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, yaitu
pelaporan obat ke Balai POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementrian Kesehatan
RI yang dilakukan secara bersamaan setiap 3 bulan sekali. Untuk pelaporan obat
prekursor, dilakukan setiap bulannya melalui online SIPNAP dan juga tertulis ke
Dinas Kesehatan Provinsi dan BPOM. Pelaporan alat kesehatan dilakukan setiap 1
bulan sekali melalui Website e-report
alkes.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.
Panay Farmalab didapatkan kesimpulan:
a. Penerapan
aspek CDOB di PT.Panay Farmalab sudah berjalan dengan baik
b. PT.Panay
Farmalab sudah menggunakan System Teknologi Informasi untuk memudahkan dalam
kegiatan distribusi.
5.2.Saran
Hendaknya PT.
Panay Farmalab terus meningkatkan kerjasama dengan institusi pendidikan dalam
rangka pengenalan CDOB. Selain itu perlu dilakukan pelatihan CDOB secara rutin
untuk karyawan PT. Panay Farmalab.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
NomorHK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat yang Baik. Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2019. Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat yang Baik. Jakarta
Kementerian Kesehatan. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No.
1148 Tahun2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.
Kementerian Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34
Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah
RepublikIndonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2014.Peraturan Menteri kesehatan
RI Nomor 34Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RINomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.
Pemerintah
Republik Indonesia. 2010. Peraturan
Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2015.Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, DanPelaporan
Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Jakarta