Bahan Penolong è bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempurna sesuai parameter produk yang diharapkan.
2. Fasilitas Nonfiskal è kemudahan
dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang diterima Perusahaan
Industri dan Perusahaan Kawasan Industri dalam bentuk jasa, nilai kegunaan hak,
nilai kegunaan barang, dan/atau nilai kegunaan bangunan fisik yang
pemanfaatannya menimbulkan atau tidak menimbulkan keuntungan komersial, tanpa
diikuti dengan pemindahan penguasaan atau kepemilikan hak, barang, dan/atau
bangunan fisik tersebut dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kepada
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri
3. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KLBI) è
klasifikasi kegiatan ekonomi di Indonesia yang ditetapkan oleh kepala lembaga
pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
statistik.
4. Petugas Pengawas Standar Industri (PPSI)è PNS
pusat atau daerah yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan penerapan atau pemberlakuan standar Industri.
5. Komite Akreditasi Nasiona (KAN)è lembaga
nonstruktural yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang akreditasi lembaga
penilaian kesesuaian
6. Asal Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dapat digunakan oleh Perusahaan Industri :
a. Dari
alam
b. Dari
hasil produksi
c. Dari
hasil produk samping
d. Dari
hasil daur ulang.
7. Upaya pemerintah pusat dan daerah Dalam memberikan kemudahan untuk
mendapatkan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong:
a. menjamin ketersediaan Bahan Baku dan/atau
Bahan Penolong dari dalam negeri atau luar negeri bagi
Perusahaan Industri.
Melalui:
-
pemetaan dan penetapan wilayah penyediaan
-
pengenalan penggunaan alternatif
-
pembangunan Industri hulu dan Industri
antara berbasis sumber daya alam.
b. menjamin penyaluran Bahan
Baku dan/atau Bahan Penolong di dalam wilayah negara Republik Indonesia
c. pelarangan atau pembatasan Ekspor Bahan
Baku dan/atau Bahan Penolong
-
usulan disampaikan ke Menteri perdagangan.
-
Usulan yang terkait dengan kebijakan
fiskal disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan negara.
-
Pertimbangan dalam
PELARANGAN EKSPOR
o
merupakan Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong yang strategis dan terbatas;
o
sebagai cadangan
penyangga ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk Industri
o
kepentingan nasional lainnya
-
Pertimbangan dalam
PEMBATASAN EKSPOR
o
Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sudah
dapat diolah di dalam negeri, namun pasokannya
belum mencukupi kebutuhan Industri;
o Bahan
Baku dan/atau Bahan Penolong yang diolah akan mempunyai nilai tambah yang tinggi
o
menjaga kestabilan
harga Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong;
o
kepentingan nasional lainnya.
d. pemberian kemudahan Impor Bahan
Baku dan/atau Bahan Penolong
-
dilakukan dengan mempertimbangkan:
o
tidak ada ketersediaan pasokan Bahan Baku
dan/atau Bahan Penolong dari dalam negeri;
o
ketersediaan pasokan Bahan Baku dan/atau
Bahan Penolong dari dalam negeri belum mencukupi dari sisi jumlah/volume
dan/atau standar mutu.
-
Dapat berupa:
o
pemberian fasilitas fiskal;
o
pemberian Fasilitas Nonfiskal
o
pemenuhan jumlah Impor sesuai kebutuhan
8. NERACA KOMUNITAS
a. Tujuan : menjamin ketersediaan Bahan Baku
dan/atau Bahan Penolong
b. Memuat
-
data yang lengkap, detail, dan akurat
mengenai KEBUTUHAN Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong untuk Industri dalam negeri
o
jenis yang dibutuhkan berdasarkan pos
tarif
o
jumlah/volume yang dibutuhkan
o
waktu pemanfaatan yang dibutuhkan
o
standar mutu yang dibutuhkan
-
data yang lengkap, detail, dan akurat
mengenai PASOKAN Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk
Industri dalam negeri
o
jenis yang tersedia berdasarkan pos tarif
o
jumlah/volume yang tersedia
o
waktu ketersediaan
o
standar mutu yang tersedia.
c. Ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh kementerian yang
menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian
dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian paling lambat pada
bulan Desember tahun sebelumnya
d. Penetapan neraca komoditas berdasarkan rencana
kebutuhan Industri dan rincian data pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong
e. dapat
diakses melalui sistem informasi terintegrasi
9. Rencana kebutuhan Industri
a. merupakan
rencana kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
b. disusun
berdasarkan usulan kebutuhan Bahan Baku
dan/atau Bahan Penolong setiap Perusahaan Industri kepada
Menteri
dalam
hal diperlukan dapat dilakukan verifikasi terlebih dahulu oleh lembaga
pelaksana verilikasi yang ditunjuk oleh Menteri sebelum disampaikan oleh Pelaku
Usaha.melalui SIINas
10. Rincian
data pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong disampaikan oleh Menteri dan
menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui sistem
informasi terintegrasi secara berkala setiap triwulan. merupakan data pasokan
Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dihasilkan oleh Industri hulu dan
Industri antara.
11. Impor Bahan Baku&/ penolong hanya dilakukan oleh Perusahaan
Industri yang memiliki NIB yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir
Produsen (API-P). Kecuali industry kecil/menengah yang tidak dapat melaksanakan
importasi sendiri, dapat dilakukan oleh pusat penyedia
Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang memiliki NIB yang berlaku sebagai Angka
Pengenal Importir Umum (API-U), dibuktikan dengan kontrak pemesanan dari
Industri kecil dan Industri menengah dimaksud.
12. Perusahaan
Industri dilarang menjual atau memindahtangankan Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong yang diimpor dikecualikan terhadap larangan penjualan atau
pemindahtanganan atas Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sesuai per-UU.
13. Perusahaan Industri yang menjual atau memindahtangankan Bahan
Baku dan/atau Bahan Penolong dikenai sanksi administratif berupa
a.
peringatan tertulis
diberikan
paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing 30
(tiga puluh) hari.
Jika
tidak melakukan perbaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan, dikenai sanksi
denda administrative, denda paling banyak 1% (satu persen) dari nilai
investasi. Pembayarannya dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak surat
pengenaan denda administratif diterima.
b.
denda administrative
jika
tidak membayar, dalam jangka waktu ditetapkan, dikenai sanksi administratif
berupa pembekuan nomor induk berusaha.
c.
pembekuan nomor induk
berusaha
berlaku
paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan surat penetapan pembekuan.
Perusahaan
Industri yang telah memenuhi kewajibannya dan membayar denda administratif
sebelum jangka waktu berakhirnya surat penetapan pembekuan dapat mengajukan
permohonan pemulihan status pembekuan nomor induk berusaha. Jika tidak memenuhi
kewajibannya dan/atau tidak membayar denda administratif dikenai sanksi
administratif berupa pencabutan nomor induk berusaha.
d.
pencabutan nomor induk
berusaha
Pengenaan sanksi
administratif kepada Perusahaan Industri berdasarkan hasil pemeriksaan atas
laporan yang berasal dari: pengaduan tindak lanjut hasil pengawasan.
Denda administrative merupakan
penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan per-UU.
14. Jaminan penyaluran Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong di dalam
negeri dilakukan melalui:
a. penetapan
tata kelola Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong di dalam negeri
b.
penyediaan
infrastruktur penyaluran
c.
pengembangan
teknologi penyaluran
d.
fasilitasi
pembentukan unit penyaluran
e. penetapan
kebijakan yang mendukung kelancaran penyaluran
pilihan b,c, d bisa
dilakukan melalui skema kerja sama antara Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah dengan pusat penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong.
15. Pemerintah
Pusat melaksanakan pengawasan (dalam hal ini Menteri perdagangan/
menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau Pemerintah
Daerah. ) terhadap:
a. penggunaan
Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong oleh Perusahaan Industri
b. Ekspor
Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong.
16. Pemerintah
Pusat melakukan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan
Standardisasi Industri. Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud SNI,
Spesifrkasi Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara yang berlaku di seluruh wilayah
Indonesia yang meliputi standar dan/atau dokumen untuk barang dan/atau jasa
Industri pengolahan dengan KBLI 10 sampai dengan
KBLI 33.
17. Barang
dan/atau jasa Industri merupakan hasil produksi dari Perusahaan Industri atau
produsen di luar negeri yang tergolong dalam kegiatan usaha berisiko menengah
dan kegiatan usaha berisiko tinggi.
-
Produksi dengan menggunakan merk sendirià
wajib memiliki perwakilan resmi/ pemegang lisensi
-
Dalam hal terdapat kerja sama merek
dan/atau maklun, merek yang digunakan oleh Perusahaan
Industri
atau produsen di luar negeri harus merek milik pemberi kerja sama atau pemberi
maklun
18. Pengecualian atas SNI, Spesifikasi Teknis, danf atau Pedoman Tata
Cara yang diberlakukan secara wajib untuk Impor barang tertentu, dilakukan
terhadap barang Industri berdasarkan:
a. sifat
teknisnya merupakan produk sejenis yang memiliki standar tersendiri dengan
ruang lingkup, klasifikasi, dan/atau syarat mutu yang berbeda dengan standar
yang diwajibkan;
b. keperluannya
merupakan produk contoh untuk keperluan riset dan pengembangan produk;
c. keperluannya
merupakan barang contoh dalam rangka pengujian untuk memperoleh sertifikat
kesesuaian
d. keperluannya
merupakan barang pribadi penumpang.
19. Pertimbangan Dalam melakukan penunjukan lembaga penilaian kesesuaian:
a. kebutuhan
Industri
b. jumlah
persebaran Industri dalam negeri.
20. Lembaga uji kesesuaian:
a. Lembaga
sertifikasi produk
b. Lebolatorium
uji
c. Lembaga
inspeksi
21. Kriteria Lembaga sertifkasi produk:
a. memiliki
Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa sertifikasi
b. memiliki
laboratorium uji yang terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025 atau Lembaga inspeksi yang
terakreditasi berdasarkan SNI
ISO/IEC 17020
c. terakreditasi
oleh KAN
d. Berdomisili
di wilayah RI
22. Kriteria Laboratorium uji:
a. memiliki Perizinan Berusaha di bidang Industri
jasa pengujian labolatorium
b. Telah
terakreditasi berdasarkan SNI
ISO/IEC 17025
c. terakreditasi
oleh KAN
d. Berdomisili
di wilayah RI
23. Kriteria Lembaga inspeksi
a. memiliki
Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa inspeksi periodik
b. Telah
terakreditasi berdasarkan SNI
ISO/IEC 17020
c. terakreditasi
oleh KAN
d. Berdomisili
di wilayah RI
24. Menteri dapat menunjuk Lembaga sertifikasi, labolatorium uji,
dan Lembaga inspeksi yang belum memenuhi kriteria KAN untuk lingkup yang sesuai
dengan ketentuan:
a. belum
tersedia lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga
inspeksi yang telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai tetapi
sudah terakreditasi dengan ruang lingkup yang sejenis
b. telah
tersedia lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga
inspeksi yang telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai tetapi
jumlahnya belum memadai
penunjukan
didasarkan pada:
-
evaluasi administrative
-
evaluasi kompetensi
25.
Penunjukan
lembaga penilaian kesesuaian yang belum memenuhi kriteria terakreditasi oleh
KAN berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. Apabila telah melewati batas
waktu, Menteri dapat mencabut penunjukannya.
26.
Dalam
hal lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga inspeksi
berdomisili atau berkedudukan di luar wilayah hukum negara Republik Indonesia,
hasil sertifikasi produk, hasil pengujian, dan/atau hasil inspeksinya dapat
diakui sepanjang terdapat perjanjian saling pengakuan antarnegara di bidang
regulasi teknis sesuai dengan ketentuan.
27. Kewajiban
Lembaga penilaian:
a. melakukan
penilaian kesesuaian di bidang pemberlakuan SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau
Pedoman Tata Cara secara wajib
b. melaksanakan
penilaian secara benar berdasarkan fakta, tidak memihak, dan bebas dari tekanan
c. melaporkan
hasil penilaian paling lambat 7 hari kerja ke Menteri
d. melakukan
survailens secara berkala
e. menggunakan
personel yang kompeten, berkewarganegaraan Indonesia, berdomisili di Indonesia,
lancar berbahasa Indonesia, memahami peraturan perundang-undangan, dan telah
diregistrasi oleh Menteri
f. melaksanakan
kewajiban lain sesuai per-UU.
28. Lembaga
penilaian kesesuaian yang telah dicabut penunjukannya oleh Menteri wajib
melimpahkan klien kepada lembaga sertifIkasi produk yang ditunjuk olehMenteri. Koordinasi
pelimpahan klien dilakukan dalam waktu paling lama 6 hari terhitug sejak
tanggal penunjukan Lembaga kesesuaian.
29. Bentuk Fasilitas Nonfiskal yang
diberikan Menteri, gubernur, dan atau bupati wali kota kepada Perusahaan
industry kecil dan menengah yang menerapkan SNI, Spesifikasi teknis/ pedoman
tatacara secara wajib adalah pembiayaan dalam
proses penilaian kesesuaian.
Syaratnya industry harus punya perizinan
berusaha dan menyelesaikan kewajiban pajak.
30. penerapan
SNI secara sukarela terdapat dalam PP Nomor 2 tahun 2017 pasal: 9
31. pemberlakuan
SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara secara wajib terdapat dalam
PP No. 2 pasal : 10
32. pengawasan
standasisasi industry oleh Menteri meliputi:
a. pengawasan
di pabrik
b. koordinasi
pengawasan di pasar dengan Kementerian / Lembaga pemerintahan non kementrian
terkait
33. Dalam
melakukan pengawasan penerapan SNI secara sukarela Menteri dapat meminta
Lembaga penilaian kesesuaian untuk menyampaikan laporan mengenai sertifikat
kesesuaian yang telah diterbitkan melalui SIINas.
34. Menteri
melakukan uji petik kesesuaian terhadap penerapan SNI di pabrik
35.
Jika
ditemukan dugaan tindak pidana dari hasil pengawasan, PPSI berkoordinasi dengan
penyidik PNS bidang Perindustrian.
36.
Jika
ditemukan dugaan tindak pidana, PPSI dan/ petugas pengawas kementerian dan
lembaga pemerintah nonkementerian terkait berkoordinasi dengan penyidik PNS
bidang perindustrian dan/atau bidang lain untuk ditindaklanjuti.
37.
Dalam melakukan penyelidikan, penyidik PNS
bidang peindustrian berkoordinasi dengan kepolisian mengenai hukum pidana dan
per-UU mengenai Perindustrian.
38.
Pembinaan Lembaga keseuaian dilakukan oleh
pemerintah pusat dan bisa didelegasikan kepada Menteri.
Bentuk
pembinaan berupa penguatan dan pengembangan.
39.
Penguatan lembaga penilaian meliputi:
a.
Bantuan
teknis
b.
Konsultasi
c.
Pendidikan
dan pelatihan
40.
Dalam
rangka pengembangan Lembaga penilaian kesesuaian, Menteri dapat melakukan
Kerjasama penilaian kesesuaian ditingkat:
a.
Nasional-à dengan pemangku
kepentingan
b.
Internasionalà dengan negara
mitra
41.
pengawasan terhadap Lembaga penilaian
berbentuk:
a.
pengawasan
kegiatan sertifikasi
berupa:
-
laporan pelaksanaan sertilikasi kepada
Lembaga sertifikasi produk
-
laporan pengujian kesesuaian mutu kepada
labolatorium uji
-
laporan hasil inspeksi kepada lembaga
inspeksi
b.
pengawasan
secara berkala/khusus.
42.
Lembaga
sertifikasi produk menerbitkan sertifikat SNI atau sertifikat kesesuaian yang
wajib dibubuhi quick response code (qr code).
43. Lingkup
pengawasan oleh manteri:
a. lingkup
kompetensi lembaga penilaian kesesuaian
b. pelaksanaan
penilaian kesesuaian oleh Lembaga penilaian kesesuaian
pengawasan dilakukan
paling sedikit 1x aetahun/ secara khusus (berdasarkan laporan Masyarakat,
pelaku usaha/ intansi terkait).
44. Lembaga sertifikasi produk, labolatorium uji, dan kembaga
inspeksi yang tidak menyampaikan hasil laporan, dikenai sanksi administrative,
berupa:
a. Peringatan
tertulis
Diberikan
paling banyak 1x dengan jangka waktu 15 hari.
Jika
tidak melakukan perbaikan maka masuk kesanksi b.
b. Pencabutan
penunjukan disertai pencatuman dalam daftar hitam.
45. Pada
industry strategis, penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pusat atau
patungan antara pemerintah pusat dan swasta
( saham pemerintah pusat paling sedikit 51%) dilakukan melalui lembaga pengelola investasi
/ APBN serta sumber pembiayaan lain.
46. Fasilitas yang diberikan kepada industry startegis:
a. pendalaman
struktur
b. penelitian
dan pengembangan teknologi;
c. pengujian
dan sertifikasi
d. restrukturisasi
mesin dan/atau peralatan.
47. Bentuk Fasilitas non fisikal pada industry strategis:
a. kemudahan
pelayanan perizinan-à diberikan pemerintah pusat
b. kemudahan
memperoleh lahan/lokasi;
c. pemberian
bantuan teknis; dan
d. pengaturan
terhadap produk Industri Strategis yang sudah tersedia di dalam negeri
48. ketentuan penetapan jumlah produksi pada industry strategis:
a. penetapan
jumlah produkis maksimal/ minimal
b. dilakukan
secara terkoordinasi dengan melibatkan produsen produk sejenis.
49. ketentuan penetapan distribusi pada industry strategis:
a. dilakukan
untuk memastikan suplai produk Industri strategis pada wilayah tertentu
b. dilakukan
melalui pemberian fasilitas fiskaj/ Nonfiskal bagi pelaku kegiatan distribusi.
50. ketentuan penetapan harga produk pada industry strategis:
a. melalui
pengaturan harga minimal, harga maksimal, atau rentang harga produk Industri
Strategiis
b. dilakukan
dalam kondisi darurat danf atau system distribusi barang dan logistik yang
tidak memadai.
51. Perusahaan
Industri Strategis yang ditetapkan jumlah produksi, distribusi, dan harga
produknya wajib melaporkan rencana dan realisasi produksi, kebutuhan dan stok
Bahan Baku, distribusi, dan harga produk kepada Menteri setiap 6 bulan dan/atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
52. Pengawasan
industry startegis sebagai objek vital, dan pengawasan produksi, distribusi dan
harga produk dilakukan terdap status kepemilikan, pelaksanaan kebijakan,
legalitas Perizinan Berusaha, kegiatan produksi, distribusi, dan penerapan
harga produk dari Industri Strategis.
53. Masyarakat
dapat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan
Industri. Bisa berupa:
a. Orang
perseorangan
b. Kelompok
berbada hukum
Syarat masyarakatnya :
WNI, latar belakang keilmuan dan ahli di Perindustrian serta berpengalaman
dalam Pembangunan industry.
54. Peran serta masyarakat dalam PERENCANAAN Pembangunan
Industri dapat dilakukan melalui
penyusunan:
a. rencana
induk pembangunan Industri nasional;
b. kebijakan
Industri nasional;
c. rencana
pembangunan Industri provinsi;
d. rencana
pembangunan Industri kabupaten/kota
e. kebijakan
dan/atau peraturan yang terkait dengan sektor Industri.
55. Peran serta masyarakat dalam PELAKSANAAN
Pembangunan Industri, melalui:
a. pembelian,
penggunaan, dan pemanfaatan produk dalam negeri
b. penyelenggaraan
pembangunan sumber daya manusia Industri
c. penguatan
kemitraan dengan Industri kecil/ Industri menengah
d. penyelenggaraan
kerja sama dalam penelitian, pengembangan, dan inovasi Industri
e. penyelenggaraan
kerja sama dalam pengembangan Industri yang berwawasan lingkungan
f. penyelenggaraan
kerja sama dalam pengelolaan aset, sumber daya Industri, dan/atau Sarana dan
Prasarana Industri
56. Peran serta masyarakat dalam PENGAWASAN
Pembangunan Industri dapat dilakukan melalui:
a. penyampaian
informasi dan/atau laporan tentang tingkat kesesuaian antara pelaksanaan
Pembangunan Industri yang telah berjalan dengan rencana pembangunan Industri;
b. penyampaian
informasi dan/atau laporan tentang pelaksanaan Industri yang berwawasan
lingkungan
c. penyampaian
pengaduan masyarakat atas pelaksanaan pembangunan Industri.
57. Pengawasan
Dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri Dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri
-
Pengawasan
berkala 1x1 tahun dg manajemen resiko
-
Pengawasan
khusus berdasarkan laporan pelaku usaha/ Masyarakat/ hasil evaluasi.
-
Pengawasan dilakukan Lembaga terakreditasi
-
Pengawasan
dilakukan dibidang pengawasan SNI, spesifikasi teknis, pedoman/ tatacara,
standarisasi industry hijau.
58. Manajemen
risiko risiko pemenuhan dan kepatuhan terhadap peraturan di bidang
perindustrian
yang dilaksanakan oleh Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri dilakukan melalui:
a.
pemantauan
hasil penilaian mandiri
b.
penetapan
tingkat kemungkinan risiko
c.
identilikasi
tingkat risiko ( rendah, sedang, tinggi)
d.
analisis
risiko
e.
evaluasi
risiko ( prioritas resiko, mitigasi resiko)
59.
Menteri
menetapkan pemberlakuan standar kompetensi kerja nasional Indonesia secara
wajib untuk jenis pekerjaan tertentu di bidang Industri. Meliputi pekerjaan
yang memiliki risiko tinggi terhadap keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
lingkungan hidup bagi Tenaga Kerja Industri dan/atau produk yang dihasilkan
PENGAWASAN
SUMBER DAYA MANUSIA
60.
Pengawasan
terhadap pemenuhan dan kepatuhan peraturan perundang-undangan di bidang sumber
daya manusia Industri dilakukan berdasarkan kriteria:
a.
Perusahaan Industri yang berskala:
Ø
besar
dan menengah
Ø
kecil,
yang proses produksinya memiliki risiko tinggi terhadap keamanan, keselamatan,
kesehatan, dan lingkungan hidup; dan
b.
Perusahaan Kawasan Industri.
61.
Untuk
pengawasan ditugaskan pejabat pengawas. Jika belum ada, bisa PNS/PPPK pada unit
teknis perindustrian
62.
Pengawasan:
berupa kewajiban pemenuham sertifikasi kompetensi
63. Pengawasan
berupa:
a.
Pemantauan dengan melakukan:
-
analisis
rencana kebutuhan Tenaga Kerja Industri bersertifikat kompetensi wajib
-
evaluasi
penerapan regulasi pembangunan Tenaga Kerja Industri oleh Perusahaan Industri
dan Perusahaan Kawasan Industri dalam rangka mengakselerasi pemenuhan standar
kompetensi kerja nasional Indonesia.
b.
Audit dilaksanakan dengan melakukan:
-
pemeriksaan
pemenuhan sertifikasi kompetensi dengan standar kompetensi kerja nasional
indonesia
-
Pemeriksaan
kesesuaian kompetensi Tenaga Kerja Industri danf atau konsultan Industri dengan
kepemilikan sertifikat kompetensi.
64.
Laporan
hasil pengawasan memuat informasi:
a. waktu dan
lokasi pelaksanaan pengawasan;
b. identitas
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri;
c. uraian nomor
klasifikasi baku jabatan Indonesia;
d. rekomendasi
hasil pengawasan; dan
e. rencana tindak lanjut
65.
Tenaga
kerja industri yang tidak memenuhi standar kompetensi, tidak sesuai kepemilikan
sertifikat kompetensi, dan tidak melaksanakan komitmen rekomendasi paling lama 7 hari setelah laporan hasil
pengawasan diberikan sanksi administratif.
66. sanksi administrative berupa peringatan tertulis, denda administrative, penutupan sementara, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan perizinan berusaha
PENGENDALIAN
SUMBER DAYA MANUSIA
67.
Dalam
melaksanakan pengendalian, menteri melakukan :
a.
pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbingan teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b.
fasilitasi
penerapan standar kompetensi kerja nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan
per-UU
PENGAWASAN
SUMBER DAYA ALAM
68.
Pengawasan
terhadap pemenuhan dan kepatuhan peraturan perundang-undangan di Bidang
pemanfaatan sumber daya alam meliputi:
a.
kepatuhan
penyampaian rencana pemanfaatan sumber
daya alam Yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
b.
penggunaan
teknologi ramah lingkungan
Diukur berdasarkan:
-
pengelolaan
limbah, emisi udara, dan emisi gas rumah kaca.
-
kesesuaian
pemanfaatan sumber daya alam yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan
69.
Untuk
pengawasan ditugaskan pejabat pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK
unit teknis industri untuk pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu.
70. Pengawasan
berupa:
a.
Pemantauan
Dilakukan dg:
-
analisis
rencana pemanfaatan sumber daya alam
-
Evaluasi
kepatuhan penyampaian rencana pemanfaatan sumber daya alam.
b.
Verifikasi teknis
Dilakukan dengan
pemeriksaan sumber daya alam terhadap rencana yang diusulkan.
Dilakukan melalui:
i. pembuatan desain
produk yang ramah lingkungan
ii. penggunaan
teknologi dan metodologi yang ramah lingkungan.
Juga
perusahaan harus memenuhi:
i. optimasi
intensitas penggunaan Bahan Baku, energi, dan air
ii. Optimasi kinerja
proses produksi
iii. Peningkatan daya
tahan dan daya pakai produk yang dihasilkan
iv. Pengurangan,
penggunaan kembali, pengolahan kembali, atau pemulihan.
71.
Laporan
hasil pengawasan memuat informasi:
a.
waktu dan lokasi pelaksanaan pengawasan;
b.
identitas Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri;
c.
uraian sumber daya alam yg dimanfaatn industri
d.
rekomendasi hasil pengawasan; dan
e.
rencana tindak lanjut
72. Industri yang tidak menyampaikan rencana pemanfaatan sumber daya alam, ditemukan ketidaksesuaian pada pemanfaatan sumber daya alam yang efisen, ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta tidak memenuhi komitmen paling lama 7 hari setelah laporan hasil pengawasan diterima dikenai sanksi administratif.
PENGENDALIAN
PADA SUMBER DAYA ALAM
73.
Dilakukan
oleh mneteri melalui:
a.
pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbinga teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b. fasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan.
PENGAWASAN MANAJEMEN ENERGI
74. dilakukan
pada industry yang:
a. memanfaatkan
energi lebih besar atau sama dengan batas minimum konsumsi energi
b. melakukan
penyediaan energi bagi Industri.
75. Aspek
Pengawasannya:
a. rencana
konservasi energi
b. pemanfaatan
energi baru dan energi terbarukan
c. efisiensi
dan efektivitas penggunaan energi
76. Untuk
pengawasan ditugaskan pejabat pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK
unit teknis industri untuk pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu
77. Pengawasan berupa:
a.
Pemantauan
Dilakukan
dengan:
i. analisis
rencana konservasi energi
ii. analisis
rencana pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan
iii. analisis
pelaksanaan konservasi energi
b.
verifikasi teknis
dilakukan
dengan:
i. pemeriksaan
kesesuaian pelaksanaan konservasi energi terhadap rencana konservasi energi
ii. pemeriksaan
efisiensi dan efektivitas penggunaan energi.
78. Laporan
pengawasan:
a.
waktu
dan lokasi pelaksanaan pengawasan;
b.
identitas
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri;
c.
rekomendasi
hasil pengawasan; dan
d.
rencana
tindak lanjut
79.
Industri
yang tidak melaksanakan manajemen energi, ditemukan ketidaksesuaian pada pada
pelaksanaan konservasi energi terhadap rencana konservasi energi, serta tidak
memenuhi komitmen paling lama 7 hari setelah laporan hasil pengawasan diterima
dikenai sanksi administratif.
80.
sanksi
administrative berupa peringatan tertulis, denda administrative, penutupan
sementara.
Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 kali berturut-turut dalam jangka waktu masing-masing 30 hari. Jika tidak dikenai denda administrative. Pembayarannya dilakukan paling lama 30 hari sejak surat pengenaan denda administrative. Jika tidak membayar, di tutup sementara. Yang dikenakan dikenakan untuk jangka waktu paling lama 30 hari sejak tanggal surat penutupan sementara diterima
PENGENDALIAN MANAJEMEN ENERGI
81.
Dilakukan
oleh mneteri melalui:
a.
pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbinga teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b. fasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan.
PENGAWASAN
MANAJEMEN AIR
82. indutri
yang memanfaatkan air baku (baik untuk salah satu unsur/ unsur utama) wajib
melakukan manajemen air.
83. Pengawasan
aspek Manajemen air meliputi:
a. penetapan
kebijakan pengelolaan air
b. penyusunan
neraca air;
c. upaya
pengelolaan air, yang mencakup penghematan, penggunaan kembali, daur ulang, dan
pemulihan
d. upaya
konservasi air.
84. Untuk
pengawasan ditugaskan pejabat pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK
unit teknis industri untuk pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu
85. Pengawasan berupa:
a. Pemantauan
Dilakukan
dengan:
i. analisis
rencana pengelolaan sumber daya air
ii. evaluasi
kebdakan pengelolaan air, pen5rusunan neraca air, upaya pengelolaan air, dan
Upaya konservasi air
b.
verifikasi teknis
dilakukan
dengan :
i. pemeriksaan
kesesuaian pelaksanaan konservasi air dengan upaya konservasi air
ii. pemeriksaan
upaya pengelolaan air, yang mencakup upaya penghematan, penggunaan kembali,
daur ulang, dan pemulihan
86. Laporan
pengawasan:
a.
waktu
dan lokasi pelaksanaan pengawasan;
b.
identitas
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri;
c.
rekomendasi
hasil pengawasan; dan
d.
rencana
tindak lanjut
87.
Industri
yang tidak melaksanakan manajemen air, ditemukan ketidaksesuaian pada Upaya
pengelolaan airserta tidak memenuhi komitmen paling lama 7 hari setelah laporan
hasil pengawasan diterima dikenai sanksi administratif.
PENGENDALIAN MANAJEMEN AIR
88.
Dilakukan
oleh menteri melalui:
a.
pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbinga teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b. fasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan
PENGAWASAN
SNI, SPESIFIKASI TEKNIS, DAN/ATAU PEDOMAN TATA CARA SECARA WAJIB
89.
pengawasan
dilakukan dengan pengaturan frekuensi pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko
kegiatan usaha dan mempertimbangkan tingkat kepatuhan Perusahaan Industri.
90. Untuk pengawasan, Menteri menugaskan PPSI/ menunjuk Lembaga terakreditasi.
PENGENDALIAN
SNI, SPESIFIKASI TEKNIS, DAN/ATAU PEDOMAN TATA CARA SECARA WAJIB
91.
dilakukan
kepada Perusahaan Industri dengan tindakan pengendalian berbasis risiko untuk
mencegah, mengurangi, dan/atau menghilangkan ketidaksesuaian barang dan/atau
jasa Industri ke tingkat yang dapat diterima
92.
Tindakan
pengendalian berbasis resiko dengan memperhatikan aspek:
a.
keamanan,
kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan
b.
pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
c.
persaingan
usaha yang sehat;
d.
peningkatan
daya saing nasional
e. peningkatan efisiensi dan kinerja
PENGAWASAN DATA INDUSTRI DAN DATA KAWASAN INDUSTRI
93. Data
wajib disampaikan secara akurat, lengkap, tepat waktu dan berkelanjutan secara berkala
kepada Menteri, Menteri/kepala Lembaga pemerintahan non kementrian terkait
gubernur, bupati/walikota melalui SIINas.
94. Pengawasan
dilakukan terhadap:
a. Data
Industri yang terdiri atasè data pada tahap Pembangunan dan tahap
produksi
b. Data
Kawasan industryè data pada tahap Pembangunan dan pada
tahap komersial.
95. Aspek
pengawasannya:
a. Keakuratan
penyampaian data
b. Kelengkapan
c. Ketepatan
waktu
d. kesinambungan
96. Untuk
pengawasan ditugaskan pejabat pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK
unit teknis industri untuk pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu
97. Pengawasan berupa: pemantauan
Dilakukan berdasarkan:
a. verifikasi
dan validasi penilaian mandiri yang dilakukan oleh Perusahaan Industri dan
Perusahaan Kawasan Industri. Paling sedikit dengan melakukan verifikasi
terhadap laporan data dasar, kapasitas terpasang, dan utilitas terpakai
Perusahaa
b. analisis
manajemen resiko
dilakukan
dengan analisis data pada SIINas untuk Menyusun profil Perusahaan dengan
kategori Tingkat kepatuhan tinggi, sedang, rendah.
98. Laporan
hasil pengawasan:
a. Waktu
pelaksanaan
b. Identitas
Perusahaan
c. Rekomendasi
hasil pengawasan
99. Industri yang tidak menyampaikan data secara lengkap, akurat, tepat waktu dan berkelanjutan serta tidak memenuhi komitmen paling lama 7 hari setelah laporan hasil pengawasan diterima dikenai sanksi administrative, berupa peringatan tertulis, denda administrative, penutupan sementara, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan perizinan berusaha.
PENGENDALIAN DATA INDUSTRI DAN DATA KAWASAN INDUSTRI
100. Menteri melakukan sosialisasi, konsultasi, bimbingan teknis, dan memberikan layanan kemudahan
PENGAWASAN INDUSTRI HIJAU
101. Dilakukan
terhadap;
a. pemenuhan
persyaratan Standar Industri Hijau yang diberlakukan secara wajib
b. kesesuaian
penggunaan logo Standar Industri Hijau pada kemasan produk, label produk, kop
surat perusahaan, kartu narna, dan/atau media promosi perusahaan.
102.
Untuk pengawasan, dilakukan oleh pejabat
pengawas, jika belum dilakukan oleh Lembaga terakreditasi.
103.
Syarat Lembaga terakreditasi:
a. memiliki
Perizinan Berusaha jasa sertifikasi
b. telah
terakreditasi oleh KAN;
c. berdomisili
di RI
104. Bentuk pengawasan:
a.
Audit
dilakukan dengan pemeriksaan terhadap pemenuhan
persyaratan Standar Industri Hijau
b.
Survailans
dilakukan dengan pemeriksaan secara berkala dan/atau secara
khusus terhadap keberlanjutan penerapan Standar Industri Hijau
c.
Inspeksi diluar pabrik
Dilakukan terhadap kesesuaian penggunaan logo Standar
Industri Hijau pada produk Industri
105.
Laporan hasil pengawasan:
a. Waktu
pelaksanaan
b. Identitas
Perusahaan
c. Rekomendasi
hasil pengawasan
d. Rencana
tindak lanjut
106. Industri yang tidak memenuhi standar industry hijau yang diberlakukan secara wajib, dan dari hasil pengawasan ditemui ketidaksesuaian penggunaan logo, setta tidak memenuhi komitmen paling lama 7 hari setelah laporan hasil pengawasan diterima dikenai sanksi administrative, berupa peringatan tertulis, denda administrative, penutupan sementara, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan perizinan berusaha.
PENGENDALIAN INDUSTRI HIJAU
107.
Dilakukan
melalui:
a.
pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbinga teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b. fasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan
PENGAWASAN STANDAR KAWASAN INDUSTRI
108. aspek
standar Kawasan industry:
a. infrastrukturKawasanlndustri
b. pengelolaan
lingkungan
c. manajemen
dan layanan
109.
Untuk pengawasan ditugaskan pejabat
pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK unit teknis industry untuk
pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu
110. Bentuk pengawasan:
a.
Pemantauan
Dilaksanakan dengan melakukan:
i. pendataan
Kawasan Industri yang belum mengajukan permohonan standar Kawasan Industri
melalui SIINas
ii. pendataan
Kawasan Industri yang telah memiliki standar namun belum mengajukan permohonan
evaluasi standar Kawasan Industri melalui SIINas.
b.
Audit
dilakukan dengan evaluasi terhadap pemenuhan kriteria
standar Kawasan Industri
111.
Laporan hasil pengawasan:
a. Waktu
dan Lokasi pelaksanaan
b. Identitas
Perusahaan
c. Uraian
perizinan berusaha
d. Rekomendasi
hasil pengawasan
e. Rencana
tindak lanjut
112. industri
yang tidak memenuhi standar Kawasan industry setta tidak memenuhi komitmen
paling lama 7 hari setelah laporan hasil pengawasan diterima dikenai sanksi administrative,
berupa peringatan tertulis, denda administrative.
PENGENDALIAN STANDAR KAWASAN INDUSTRI
113.
Dilakukan
melalui:
a.
pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbinga teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b.
fasilitasi
penerapan teknologi ramah lingkungan
114. Klasifikasi
kegiatan usaha industry:
a. Industry
kecil
b. Industry
Menengah
c. Industry
Besar
115.
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan
Industri dengan kategori resiko tinggi wajib memenuhi komitmen teknis Perizinan
Berusaha untuk kegiatan usaha Industri, Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha
Kawasan Industri, dan/atau Perizinan Berusaha untuk perluasan kegiatan usaha
Kawasan Industri
116.
Kriteria pengawasan:
a. pemenuhan
komitmen teknis Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Industri, Perizinan
Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri, dan atau Perizinan Berusaha
untuk perluasan kegiatan usaha Kawasan Industri;
b. kesinambungan
pemenuhan komitmen teknis Perizinan Berusaha setelah mulai beroperasi secara
komersial;
c. penyampaian
informasi ketersediaan lahan dalam Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan
Industri
d. kesesuaian
pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Kawasan Industri dengan rencana induk
Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Perizinan
Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri.
117. Komitmen teknis
terdiri atas:
a.
untuk perizinan
berusaha untuk kegiatan usaha industry
· kepemilikan
SIINas dan penyampaian data industry melalui SIINas
· penyelesaian pembangunan Sarana dan Prasarana
Industri atau kesiapan Perusahaan Industri untuk berproduksi komersial
· kesesuaian
KBLI yang diajukan dengan kegiatan usaha Industri yang dilakukan
· kesesuaian
kapasitas produksi yang diajukan dengan kapasitas terpasang
· kesesuaian
skala usaha yang diajukan dengan kegiatan Industri yang dilakukan;
· kepemilikan
oleh warga negara Indonesia atas Industri yang hanya dapat dimiliki oleh WNI
· pemenuhan
persyaratan penanaman modal untuk bidang usaha yang diatur dalam
· PER-UU
mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan di bidang penanaman modal;
· pemenuhan
persyaratan untuk jenis Industri tertentu dilaksanakan sesua PER-uu
b.
untuk perizinan
berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan
industry
· kepemilikan
akun SIINas
· kepemilikan
izin lokasi dan izin lingkungan
· kelengkapan
data kemajuan Pembangunan Kawasan Industri
· kelengkapan
isi rencana induk Kawasan Industri
· kesesuaian
batasan minimal kepemilikan dan/atau penguasaan luas lahan dalam satu hamparan
dan batasan paling sedikit penyediaan lahan bagi kegiatan Industri kecil dan
Industri menengah;
· kelengkapan
isi tata tertib Kawasan Industri
· kelengkapan
struktur organisasi dengan fungsi yang dipersyaratkan;
· ketersediaan
gedung pengelola
· ketersediaan
sebagian infrastruktur dasar di dalam Kawasan Industri;
c.
untuk Perizinan
Berusaha untuk perluasan kegiatan usaha Kawasan Industri:
· kepemilikan
izin lokasi atas lahan perluasan Kawasan
· kepemilikan
perubahan izin lingkungan
· kelengkapan
isi pembaruan rencana induk perluasan Kawasan
· kesesuaian
kepemilikan dan/atau penguasaan lahan perluasan kawasan dalam satu hamparan
dengan Kawasan Industri yang bersangkutan
118.
Untuk pengawasan ditugaskan pejabat
pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK unit teknis industry untuk
pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu
119. Bentuk pengawasan:
a. Pemantauan
Dilaksanakan dengan:
i. memastikan
kesiapan Perusahaan Industri sebelum dilakukannya verifikasi teknis, berupa:
1. kepemilikan
surat keterangan untuk Perusahaan Industri besar yang dikecualikan dari
kewajiban berlokasi di Kawasan Industri
2. kepemilikan
izin lokasi bagi Perusahaan Industri yang memerlukan Prasarana penunjang utama
3. kepemilikanrencanapengelolaanlingkungan
hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup rinci
4. kepemilikan
izin lingkungan bagi Perusahaan Industri yang lokasi Industrinya berada di luar
Kawasan Industri
ii. pengumpulan
dan evaluasi data/informasi terhadap pemenuhan komitmen teknis setelah
Perizinan Berusaha Industri diberikan bagi Perusahaan Industri dengan bidang
usaha Industri yang ditetapkan memiliki tingkat risiko usaha dengan kategori
risiko rendah, menengah rendah, dan menengah tinggi
b.
Verfikais teknis
· Pemeriksaan
dokumenè
berkaitan dengan pemenuhan komitmen teknis
· Pemeriksaan
lapangan
wajib
dilakukan sebelum Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Industri dengan
tingkat risiko usaha dengan kategori risiko tinggi. Verifikasi teknis
dikecualikan untuk industry kecil.
c.
Pemeriksaan lapangan
wajib dilakukan sebelum Perizinan Berusaha untuk
kegiatan usaha Kawasan Industri diberikan bagi Perusahaan Kawasan Industri.
d.
Inspeksi
dilaksanakan
untuk memastikan kesinambungan pemenuhan komitmen teknis Perizinan Berusaha
untuk kegiatan usaha Industri dengan bidang usaha Industri dengan risiko tinggi
serta komitmen teknis Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri
dan Perizinan Berusaha untuk perluasan kegiatan usaha Kawasan Industri, setelah
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri mulai beroperasi secara
komersial.
120.
Laporan hasil pengawasan:
a. Waktu
dan Lokasi pengawasan
b. Identitas
Perusahaan
c. Uraian
perizinan berusaha
d. Rekomendasi
hasil pengawasan
121.
Perusahaan
Industri dengan bidang usaha Industri yang memiliki tingkat risiko usaha dengan
kategori risiko tinggi yang melakukan kegiatan usaha Industri tanpa memiliki
Perizinan Berusaha untuk kegiataan usaha Industri atau belum memenuhi seluruh
komitmen teknis Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Industri serta
Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan kegiatan usaha Kawasan Industri
tanpa memiliki Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri atau
belum memenuhi seluruh komitmen teknis Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha
Kawasan Industri serta tidak memenuhi komitmen perbaikan paling lama 7 hari
setelah laporan hasil pengawasan diterima dikenai sanksi administrative, berupa
peringatan tertulis, denda administrative, penutupan sementara.
PENGENDALIAN PERIZINAN BERUSAHA UNTUK KEGIATAN USAHA INDUSTRI
DAN PERIZINAN BERUSAHA UNTUK KEGIATAN USAHA KAWASAN INDUSTRI
122. Menteri
melaksanakan:
a. fasilitasi notifikasi pemenuhan komitmen teknis melaui
SIINas
b. fasilitasi pemenuhan komitmen teknis Perizinan Berusaha untuk
kegiatan usaha Industri, Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan
Industri, dan/atau Perizinan Berusaha untuk perluasan kegiatan usaha Kawasan
Industri;
c.
fasilitasi dalam penerbitan
Perizinan Berusaha
d. pembinaan bagi Perusahaan Industri dengan
bidang usaha Industri yang ditetapkan memiliki tingkat risiko usaha dengan kategori risiko menengah rendah dan menengah tinggi dalam
menjalankan kesinambungan pemenuhan komitmen teknis Perizinan Berusaha untuk
kegiatan usaha Industri setelah mulai beroperasi secara komersial;
e. pembinaan bagi Perusahaan Kawasan Industri dalam menjalankan kesinambungan pemenuhan komitmen teknis
Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri dan Perizinan
Berusaha untuk perluasan kegiatan usaha Kawasan Industri setelah mulai
beroperasi secara komersial;
f. pembinaan kepada Perusahaan Kawasan Industri yang
telah memiliki Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri dalam rangka pelaksanaan:
i. penerapan
kepatuhan terhadap standar Kawasan Industri
ii. penyampaian
informasi ketersediaan lahan dalam Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan
Industri yang telah memiliki Perizinan Berusaha Kawasan Industri
iii. kesesuaian
pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Kawasan Industri dengan rencana induk
Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Perizinan
Berusaha untuk kegiatan usaha Kawasan Industri.
PENGAWASAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN ALAT, PROSES, HASIL
PRODUKSI,
DAN PENYIMPANAN DAN PENGANGKUTAN
123. wajib
bagi perusaahn industry dengan bidang industry yang memiliki resiko menengah
dan tinggi.
124.
Pengawasan dilakukan terhadap aspek:
a. keamanan
dan keselamatan alat;
kriteria:
Ø pemenuhan
dokumen/ SOP pemeliharaan alat industry
Ø Pelaksanaan
kalibrasi secara berkala
b. keamanan
dan keselamatan proses produksi;
kriteria:
Ø pemenuhan
sistem manajemen mutu
Ø pemenuhan
antisipasi penyimpangan dari standar proses produksi
Ø pemenuhan
pemantauan selama proses Industri berjalan
Ø pemenuhan
evaluasi hasil produksi sebagai umpan balik perbaikan proses
c. keamanan
dan keselamatan hasil produksi
kriteria:
dilakukan berdasarkan kriteria keselamatan mutu
d. keamanan
dan keselamatan penyimpanan dan pengangkutan.
Kriteria:
Ø pemenuhan
kondisi ruangan, ventilasi, dan suhu penyimpanan
Ø pemenuhan
standar penyimpanan dan pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun sesuai
dengan ketentuan per-UU
125.
Untuk pengawasan ditugaskan pejabat
pengawas. Jika belum ada, ditugaskan ASN/PPPK unit teknis industry untuk
pengawasan dengan ruang lingkup pengawasan tertentu
126. Bentuk pengawasan
a.
Audit
Dilaksanakan
dengan:
i. dokumen
dan/atau standar operasional prosedur pemeliharaan alat industri secara
berkala;
ii. sistem
manajemen mutu
iii. antisipasi
penyimpangan dari standar proses produksi dan evaluasi hasil produksi sebagai
umpan baiik perbaikan proses
iv. standar
penyimpanan dan pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun
v. standar
mutu.
b.
Inspeksi
Dilaksanakan
dengan:
i. kalibrasi
secara berkala
ii. pemantauan
selama proses Industri berjalan
iii. pemeriksaan
kondisi ruangan, ventilasi, dan suhu penyimpanan
127.
laporan hasil pengawasan
a. Waktu
dan Lokasi pengawasan
b. Identitas
Perusahaan
c. Rekomendasi
hasil pengawasan
d. Rencana
tindak lanjut rekomendassi hasil pengawasan
128. Perusahaan
Industri yang tidak menjamin keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil
produksi, dan penyimpanan dan pengangkutan, ditemukan adanya ketidaksesuaian
terhadap kriteria pemenuhan keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil
produksi, dan penyimpanan dan pengangkutan serta tidak melaksanakan komitmen
rekomendasi hasil pengawasan paling lama 7 hari setelah laporan hasil diterima
dikenai sanksi administrative, berupa peringatan tertulis, denda
administrative, penutupan sementara, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan
perizinan berusaha.
PENGENDALIAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN ALAT, PROSES, HASIL
PRODUKSI, DAN PENYIMPANAN DAN PENGANGKUTAN
129. Menteri
melakukan:
a. pendidikan
dan pelatihan, sosialisasi, bimbingan teknis, dialog, serta memberikan layanan
kemudahan
b. fasilitasi
penerapan pemenuhan keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil produksi, dan
penyimpanan dan pengangkutans
130.
Pembiayaan pengawasan dan pengendalian
yang dilakukan Menteri dibebankan ke APBN.
131.
Pembiayaan pengawasan dan pengendalian
yang dilakukan Perangkat daerah yang menyelenggarakan urursan bidang
Perindustrian: dibebankan ke APBD
132.
Pembiayaan pengawasan terhadap pemenuhan
dan kepatuhan peraturan perundang-undangan oleh lembaga terakreditasi
dibebankan pada APBN. Bisa juga ke Perusahaan industry/Kawasan industry.
133.
Contoh Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong dari hasil
produk sampingè Fly Ash, Bottom Ash, Slag, Nickel Slag,
Molases, Bentonite, Ggpsum, Bleaching Earth dalam rangka Ciranlar Economy
134.
Contoh Bahan Baku
dan/atau Bahan Penolong dari hasil daur ulang è botol
plastik, pecahan kaca, potongan kain/benang, scrap baja, kertas, ban, dan
sebagainya dalam rangka Circular Economg.
135.
pembangunan Industri
hulu dan Industri antara berbasis sumber daya alamè pembangunan
Industri hulu dan Industri antara berbasis sumber daya alam untuk menciptakan
Industri berbasis manufaktur sebagai penghasil Bahan Baku dan/atau Bahan
Penolong yang akan digunakan oleh Industri hilir
136.
Neraca komoditasè data dan informasi yang memuat antara lain
situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan
keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku
secara nasional.
137.
sistem informasi terintegrasi sistem
Indonesia National Single Windott; yang terintegrasi dengan SIINas, INATRADE,
dan sistem informasi dari kementerian / lembaga terkait
138.
koordinasi pengawasanè adalah
Menteri secara bersama-sama antara
dengan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait dengan
tugas dan fungsinya
139.
sumber daya alam
strategisè meliputi
sumber daya alam yang terbarukan dan tidak terbarukan, hayati dan nonhayati,
keberadaannya terbatas, nilai ekonomi tinggi, sebagai sumber daya alam
alternatif, memiliki potensi sebagai Bahan Baku alternatif, mineral langka,
dibutuhkan untuk memenuhi Industri hilirnya.
140. fasilitas fiscal berupa: pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas Impor barang, pembebasan PPN, atau tidak dipungut PPN, atau dibebaskan dari PPh
SUMBER:
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERINDUSTRIAN
No comments:
Post a Comment