Sunday 7 June 2020

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Puskesmas Lubuk Buaya Padang

Versi lengkap bisa teman-teman lihat pada link dibawah ini:

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Undang-undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan pembangunan kesehatan  yaitu membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). 

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan memiliki peran yaitu menyediakan data dan informasi obat dan Pengelolaan obat (kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, dan evaluasi). (Departemen Kesehatan RI, 2010).

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (PERMENKES RI, 2016).

Di Indonesia, standar pelayanan kefarmasian di puskesmas tercatum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI) No. 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, dan telah diubah dengan peraturan Permenkes RI No. 36 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, karena masih belum memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat, sehingga dilakukan perubahan lagi dan menghasilkan PERMENKES RI No. 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi yang dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. 

Pelayanan Kefarmasian meliputi, pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai,  pelayanan resep berupa peracikan obat, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian berada di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota (PERMENKES RI, 2016)

Dalam mempersiapkan calon apoteker yang berkualitas, maka Program Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang bekerja sama dengan Puskesmas  Lubuk Buaya Padang yang merupakan salah satu apotek yang diberi wewenang untuk membantu pelatihan kerja profesi apoteker. Dari kerjasama tersebut diharapkan dapat menjembatani para calon apoteker untuk menerapkan aspek teoritis yang diperoleh di bangku kuliah dengan aspek praktisi yang ada di Apotek tempat dilaksanakannya latihan kerja profesi. Hal ini penting mengingat peran apoteker di apotek cukup besar, sehingga calon apoteker dapat membekali diri dan siap terjun kedunia kerja ditengah-tengah masyarakat, sesuai dengan tuntutan dan kode etik profesi apoteker. Adapun waktu untuk pelaksanaannya adalah dari tanggal 3 Juli sampai dengan 13 Juli 2019.

1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Puskesmas
Adapun tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas antara lain :
1. Mampu merencanakan pengadaan, penyimpanan, distribusi, invetarisasi, dokumentasi, dan pelaporan sediaaan obat dan perbekalan farmasi di Dinkes, Gudang Farmasi dan Puskesmas.
2. Mampu melaksanakan pengadaan, penyimpanan, distribusi, invetarisasi, dokumentasi, dan pelaporan sediaaan obat dan perbekalan farmasi di Dinkes, Gudang Farmasi dan Puskesmas.
3. Mampu melaksanakan fungsi pengendalian kualitas obat dan perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
4. Mampu melaksanakan fungsi farmasi klinik yang akan mencakup fungsi-fungsi partisipasi dalam pengambilan keputusan pemberian obat kepada penderita, pemilihan obat yang tepat, penetapan regimen dosis yang tepat, penyediaan dan pemberian obat kepada penderita, pemantauan efek obat dan pendidikan penderita.
5. Mampu merancang, melaksanakan, evaluasi dan mengembangkan system informasi.
6. Mampu memberikan informasi, konsultasi, dan monitoring penggunaan obat di pusat kesehatan masyarakat.
7. Mampu memberikan informasi dan pelayanan yang berkaitan dengan program BPJS kesehatan dengan optimum berorientasi kepada kepentingan pasien.

1.3. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Puskesmas
Adapun tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di puskesmas   antara lain :
1. Mahasiswa mampu membuat keputusan profesi pada pekerjaan kefarmasian di Puskesmas berdasarkan ilmu pengetahuan, standar praktek kefarmasian, perundang-undangan yang berlaku dan etika profesi farmasi.
2. Mahasiswa mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan yang lain dan tenaga kerja di bidang lain
3. Mahasiswa mampu menyusun rencana pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan serta pengembangan sumber daya manusia.
4. Mahasiswa mampu menyusun rencana pengembangan praktek kefarmasian di Puskesmas yang berorientasi pada pelayanan kefarmasian di pemerintahan  (dinas kesehatan kota, gudang farmasi & puskesmas).
5. Mahasiswa memahami peraturan perundang-undangan tentang izin praktek, izin-izin yang lain yang dibawah tugas dan wewenang kefarmasian di pemerintahan (Dinas Kesehatan Kota, Gudang Farmasi, dan Puskesmas).

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1. Definisi Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 tahun 2016, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Puskesmas langsung berada dalam pengawasan administratif maupun teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai darajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelayanan yang diberikan  di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang meliputi :
1. Pelayanan pengobatan (Kuratif) yaitu merupakan suatu rangkaian dari pengelolaan obat yang merupakan tahapan akhir dari suatu pelayanan kesehatan yang akan ikut menentukan efektifitas upaya pengobatan oleh tenaga medis kepada pasien.
2. Upaya pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) yaitu merupakan suatu kegiatan dalam upaya pemulihan kesehatan.
3. Upaya pencegahan (Preventif) yaitu merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pencegahan suatu penyakit dengan memelihara kesehatan lingkungan maupun perorangan.

2.2. Ruang Lingkup Puskesmas
Beberapa jaringan pelayanan puskesmas adalah sebagai berikut :
a. Puskesmas
Umumnya ada satu buah di setiap kecamatan. Jenis puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi dua kelompok yakni :
1. Puskesmas perawatan, pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap.
2. Puskesmas non perawatan, hanya pelayanan kesehatan rawat jalan.

Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi:
1. Puskesmas induk / puskesmas kecamatan.
2. Puskesmas satelit / puskesmas kelurahan.
b. Puskesmas pembantu (pustu)
Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan tempat pelayanan pengobatan dibawah Puskesmas induk yang pelayanannya dilakukan oleh seorang perawat yang bertempat disuatu desa jauh dari Puskesmas Induk. Biasanya ada satu di setiap desa/kelurahan. Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai jadwal kunjungan dokter.
c. Puskesmas keliling (puskeskel)
Puskesmas Keliling (Pusling) kegiatannya dilakukan sama seperti didalam Puskesmas, hanya saja Puskesmas Keliling dilakukan oleh seorang Dokter, Bidan, Perawat, Gizi, dan Tenaga Teknis Kefarmasian atau apoteker.
d. Pos pelayanan terpadu (posyandu)
Lumrahnya selalu ada satu atau lebih di setiap RW/desa/kelurahan. Hal ini sangat tergantung kepada peran serta aktif para RT, RW, lurah, tokoh masyarakat setempat, bersama para kader kesehatan yang telah dibentuk dan ditunjuk.
Dari segi sasaran pelayanan jenis posyandu, dibagi menjadi :
a. Posyandu bayi – balita.
b. Posyandu lansia/manula.

2.3. Wilayah Kerja Puskesmas
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis dan keadaan hanya merupakan bahan  pertimbangan  dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu  kecamatan.  Namun apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas bertanggungjawab secara operasional  kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal diwilayah kerja. Program kesehatan yang diselenggarakan suatu puskesmas merupakan suatu program pokok yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk melindungi penduduk, termasuk dalam program untuk masyarakat miskin.

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh dimana meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (Pencegahan), promotif (promosi) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan yang diberikan puskesmas dutujukan kepada semua penduduk tanpa membedakan jenis kelamin, umur.

2.4 Persyaratan Puskesmas
Persyaratan berdirinya suatu puskesmas  (Permenkes No 75 Tahun 2014) yaitu:  Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan, dalam kondisi tertentu pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) puskesmas, kondisi tertentu dapat ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesbilitas, 
Pendirian puskesmas harus memenuhi persyaratan yaitu :
a. Lokasi pendirian puskesmas harus memenuhi persyaratan yaitu geografis, aksesibilitas untuk jalur transportasi, tanah, fasilitas parker, pengelolaan kesehatan lingkungan dan kondisi lainnya
b. Bangunan puskesmas harus memenuhi persyaratan yang meliputi: persyaratan adminstratif, persyaratan keselematan dan kesehatan kerja, serta  persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lainnya dan menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam member pelayanan bagi semua orang termasuk yang kebutuhan khusus, anak-anak dan lanjut usia. 
c. Prasana yang dimiliki puskesmas terdiri atas sistem ventilasi,  sistem pencahayaan,  sistem kelistrikan,  sistem komunikasi, sistem gas medic dan kendaraan ambulans
d. Peralatan kesehatan di puskesmas  harus memenuhi persyaratan standart mutu, keamanan, keselamatan.
- Memiliki izin edar  sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Diuji dan dikalibarasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.
e. Ketenagaan
Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan pertimbangan jumlah pelayanan yang  diselenggarakan,  jumlah  penduduk dan luas wilayah kerja. Jenis tenaga kesehatan terdiri atas  dokter pelayanan primer, dokter gigi, perawat, Bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga laboratorium,tenaga gizi dan tenaga kefarmasian.Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, adminstrasi keuangan, system informasi dan kegiatan operasional lain di puskesmas.
f. Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian di puskesmas harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
g. Laboratorium 
Pelayanan laboratorium di puskesmas harus memenuhi kriteria ketenagaan, sarana, prasarana, perlengkapan dan peralatan.

2.5. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Berdasarakan Permenkes No 75 Tahun 2014 tentang prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi:
1. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarha, kelompok dan masyarakat.
2. Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya
3. Kemandirian masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
4. Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakan  pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat  diwilayah kerjanya secara  adil  tanpa membedakan status sosial, ekonomi. agama,  budaya dan kepercayaan.
5. Teknologi tepat guna.
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan
6. Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengkordinasikan  penyelenggaraan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) lintas  program dan lintas sektor serta melaksanakan system rujukan yang didukung  dengan  manajemen puskesmas

2.6. Tujuan Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan untuk menwujudkan: 
1. Masyarakat yang memilki perilaku sehat  yang meliputi  kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.
2. Masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
3. Masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat
4. Masyarakat yang memilki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat  (Permenkes No 75 Tahun 2014).

2.7. Fungsi Puskesmas
Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas menurut Permenkes No 75 Tahun 2014  yaitu 

1. Penyelenggaran Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)  tingkat  pertama diwilayah kerjanya maka puskesmas berwenang untuk:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sector lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas. 
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Melaksanakan  pencatatan,  pelaporan dan evaluasi terhadap akses, mutu dan cakupan pelayanan kesehatan: dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat termasuk dukungan terhadap system kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.  

2. Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat  pertama diwilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kessehatan yang mengutamakan upaya  promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerjasama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama diwilayah kerjanya.
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan  sistem rujukan.

2.8. Sarana dan Prasarana 
Sarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan kegiatan kefarmasian, Sedangkan Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung mendukung pelayanan. Sarana dan prasarana yang perlu dimiliki oleh Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut :
1) Papan Nama “ Apotek ” yang terlihat jelas oleh pasien.
2) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
3) Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan milligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat dan lain – lain.
4) Tersedia alat dan tempat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet, booklet dan majalah kesehatan.
5) Tersedia sumber informasi dan literatur obat memadai untuk pelayanan informasi obat, antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi Spesialis Obat Indonesia ( ISO ) dan Informasi Obat Nasional Indonesia ( IONI ).
6) Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai.
7) Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk suppositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan Narkotika sesuai dengan peraturan perundang – undang yang berlaku.
8) Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat untuk pemasukan dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, agar dapat dipantau dengan baik.
9) Tempat penyerahan obat, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan informasi obat ( Anonim, 2006 ).

2.9. Program Puskesmas
Program Puskesmas dilaksanakan dalam bentuk upaya kesehatan yang meliputi:
1. Kesehatan Ibu dan anak (KIA)
2. Pencegahan  Penyakit  Menular  (P2M)
3. Kesling  (Kesehatan Lingkungan)
4. Gizi
5. Pengobatan
6. Promkes

2.10. Ruang Lingkup Manajemen Pengelolaan Obat
Menurut Permenkes no. 74 tahun 2016,  ruang  lingkup manajemen obat di puskesmas secara keseluruhan mencakup perencanaan, permintaan obat, penerimaan obat, penyimpanan, distribusi serta  pencatatan dan pelaporan.

2.10.1. Perencanaan Kebutuhan Obat 
Proses  perencanaan  adalah  cara  atau  langkah-langkah yang harus dilalui atau proses dalam membuat suatu rencana untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola obat. Dalam  proses perencanaan  kebutuhan  obat  puskesmas  diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan  Lembaran Permintaan Obat (LPLPO) dan puskesmas juga harus berpedoman kepada Formularium, Nasional (Fornas). Tujuan dari perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan  jenis dan jumlah obat dan bahan habis pakai yang mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat secara rasional, meningkatkan efisiensi penggunaan obat.(Depkes,2010)
Ada enam langkah utama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan obat:
1. Menetapkan tim perencanaan obat.
2. Menetapkan tujuan perencanaan obat.
3. Menetapkan  prioritas.
4. Menggambarkan keadaan setempat dan ketersediaan sumber daya.
5. Mengidentifikasi kelemahan dalam proses.
6. Membuat rancangan perbaikan.

Data yang diperlukan untuk mendukung proses perencanaan obat antara lain yaitu:
1. Data populasi total disuatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun.
2. Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada pasien dewasa dan anak-anak.
3. Data yang berkaitan dengan obat.
Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan (Permenkes No 74 Tahun 2016):
a. Perkiraan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Meningkatkan efesiensi penggunaan obat.
c. Meningkatkan penggunaan obat secara  rasional.
d. Menghindari terjadinya  kekosongan obat.
Perencanaan  kebutuhan  obat  merupakan kegiatan utama dalam melakukan proses pengadaan obat. 

Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat antara lain:
1. Tahap Pemilihan 
Fungsi  pemelihan/seleksi obat  adalah untuk memilih obat-obat yang dibutuhkan  dalam pelayanan kepada masyarakat.  Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi dan prevalensi penyakit.  Dasar seleksi obat yaitu:
a. Obat yang dipilih berdasakan seleksi ilmiah yang mana memberikan efek terapijauh lebih baik dibandingkan dengan resiko efek samping yang ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.  Apabila  jenis  obat dengan indikasi sama dalam jumlah banyak maka kita memilih berdasarkan daripenyakit yang  prevalensinya tinggi.
c. Jika  memilih  obat baru harus ada bukti yang menunjukkan keunggulan.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi.
e. Kartu stok menunjukkan jenis obat yang memang diperlukan.
Beberapa hal  yang  perlu diperhatikan dalam langkah pemilihan obat antara lain;
a. Obat yang  dipilih  sesuai dengan standar mutu yang terjamin.
b. Dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi.
c. Obat mudah didistribusikan.
d. Obat mudah didapat/diperoleh.
e. Obat mudah disimpan.
f. Biaya pengadaan obat terjangkau.

Seleksi pemilihan obat dipuskesmas berdasarkan pada Obat Generik terutama yang terdaftar pada Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) yang berlaku dengan patokan harga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Harga Obat. Beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat:
a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.
b. Obat memilki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah.
c. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditunjau dari segi stabilitas maupun biovabilitasnya  (ketersediaan hayati).
d. Biaya  pengobatan  memunyai  rasio antar manfaat dan biaya yang baik.
e. Bila  pemilihan lebih dari satu,  dipilih  yang paling baik, paling lengkap  data  ilmiahnya dan farmakokinetiknya paling menguntungkan.
f. Mudah diperoleh dan terjangkau.
g. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.

2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat.
Kompilasi pemakaianan obat bertujuan untuk mengetahui pemakaian bulanan dari masing-masing item obat selama setahun pada unit pelayanan kesehatan   (Puskesmas/Puskesmas Pembantu/Poskeskel).   Dari hasil rekapitulasi akan diperoleh tentang:
a. Jumlah pemakaian tiap item obat di setiap unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
b. Persentase pemakaian tiap  item  obat  terhadap total  pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata tiap item.
Menurut informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat diantaranya adalah sumber data dalam menghitung kebutuhan obat unuk pemakaian tahun mendatang dan menghitung stok persediaan dalam rangka penyusuanan rencana distribusi.

3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat yang senatiasa dihadapi oleh apoteker dan tenaga farmasi yang bekerja di tingkat pelayanan kesehatan dasar.  Baik  kekosongan  maupun kelebihan jenis obat tertentu dapat terjadi apabila perhitingan tidak teroritis. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui beberapa tahapan. Diharapkan obat yang direncanakan dapat ditinjau dari jenis, jumlah maupun waktu. 

 Untuk menentukan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan pendekatan perhitungan melalui  metode konsumsi dan epidemiologi yaitu (Depkes, 2008):
1. Metode secara epidemiologi  (morbiditas) yaitu  perhitungan tingkat kebutuhan berdasarkan pola penyakit. Faktor yang diperlukan diperhatikanadalah perkembangan pola penyakit  dan lead  time  (waktu tunggu).  
Langkah-langkah yang ditempuh  dalam metode ini  adalah :
a. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
b. Menentukan jumlah kunjungan berdasarkan  frekwensi penyakit
c. Menyiapkan standar pengobatan yang diperlukan 
d. Menghitung perkiraan kebutuhan obat.

Data yang perlukan dipersiapkan untuk perhitungan metode morbilitas (epidemiologi)  adalah:
a. Perkiraan jumlah populasi penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur antara 0-4  tahun, 5-14  tahun, 15-44 tahun dan diatas 45 tahun.
b. Menentapkan pola moratbilitas penyakit berdasarkan kelompok umur.
c. Kejadian  masing-masing  penyakit  pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
d. Menghitung  perkiraan  jenis  dan jumlah obat untuk setiap diagnose yang sesuai dengan pedoman pengobatan.
e. Frekuensi  kejadian  masing-masing peryakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
f. Menghitung perkiraan obat untuk setiap diagnose yang dibandingkan dengan standar pengobatan.
g. Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat dapat digunakan pedoman pengobatan yang ada.
h. Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan dating dengan memperhitungkan  factor  perkembangan  pola  kunjungan, lead time dan stok pengaman.
i. Menghitung  jumlah  yang harus diadakan tahun anggaran yang akan datang.

Untuk  melengkapi  data  rencana  pengadaan  obat  maka  perlu sepuluh (10)  penyakit  dari  masing-masing unit.  Data  ini bermanfat  untuk  menentukan skala  prioritas  dalam  penyusunan  rencanaan  pengadaan  obat dengan dana yang tersedia. 
1. Metode secara konsumsi  yaitu pendekatan dengan menggunakan pemakaian obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan  dengan  metode ini maka  perlu  diperhatikan beberapa hal yaitu:
a. Pengumpulan dan pengolahan data yang  diambil dari pencatatan dan pelaporan baik dari kartu stok, buku penerimaan dan pengeluaran serta catatan harian penggunaan obat maupunsumber data obat kadaluarsa. 
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi yaitu  untuk melihat penggunaan obat yang dapat dilakukan dengan menganalisa data konsumsi  tahun sebelumnya.
c. Perhitungan  perkiraan kebutuhan obat yaitu pemakaian rata-rata pertahun,  pemakaian  rata-rata   perbulan,  kekurangan jumlah  obat dan menghitung kebutuhan obat yang akan datang.  
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
Untuk  memperoleh  kebutuhan  obat  yang mendekati tepat, perlu dilakukan  analisa  pemakaian 3 tahun atau lebih sebelumnya.  Untuk data ini maka perlu dipersiapkan yaitu:
b. Daftar obat
c. Stok awal
d. Penerimaan obat
e. Pengeluaran obat
f. Sisa stok
g. Obat rusak/kadaluarsa
h. Kekosongan obat
i. Pemakaian rata-rata pertahun
j. Lead time (waktu tunggu)
k. Stok pengaman
l. Perkembangan kunjungan
Setiap  pendekatan  ini  memilki  keunggulan dan kelemahan.  Keunggulan pendekatan konsumsi adalah catatan nyata tentang jumlah obat dan jenis yang digunakan  tahun sebelumnya.  Data yang dihasilkan akurat, mudah dilakukan, tidak memerlukan data  penyakit  serta  pengobatan dan kekurangan atau kelebihan obat kecil. Sedangkan kelemahan dari pendekatan metode konsumsi adalah tidak dapat menggambarkan morbiditas.
Keunggulan  pendekatan  epidemiologi  adalah  lebih  tepat dan mendorong rasionalitas penggunaan obat sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tenaga dan SDM yang terampil, pengumpulan data sulit.

2.10.2. Pengadaan Obat 
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat dimasing-masing puskesmas/unit yang diajukan oleh Kepala puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan  permintaan dari sub unit diajukan kepada Kepala Puskesmas dengan menggunakan LPLPO Sub Unit.

Berdasarkan pertimbangan  efesiensi  dan ketepatan waktu penyerahan obat kepada puskesmas maka kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupten dapat menyusun  petunjuk  lebih  lanjut  penyerahan obat secara langsung dari Instalasi farmasi Kota/Kabupaten.  Kegiatan permintaan obat terdiri dari :
a. Permintaan rutin 
Dilakukan sesuai jadwal yang disusn oleh Dinas kesehatan Kota/Kabupaten untuk masing-masing puskesmas
b. Permintaan khusus 
Dilakukan diluar jadwal rutin apabila terjadi meningkat kebutuhan, terjadi kekosongan dan adanya kejadian luar biasa  (KLB/bencana)

Dalam menentukan jumlah permintaan obat maka diperlukan data-data seperti  :
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya.
b. jumlah kunjungan resep seta data penyakit.
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kota/ Kabupaten
d. Sisa stok
Cara  menghitung  kebutuhan obat yaitu dengan perkiraan jumlah kebutuhan  untuk  periode yang akan datang sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya.

2.10.3. Penerimaan Obat
Penerimaan  obat  adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola dibawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi  kuasa oleh kepala puskesmas.  Setiap penyerahan obat  GudangFarmasi Kota/Kabupaten,  kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.

Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan, mencakup jumlah, jenis dan bentuk sediaan obat yang sesuai dengan  isi  dokumen (LPLPO) dan ditandatangani oleh petugas penerima dan diketahui Kepala Puskesmas.
Petugas penerima obat dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan dan kartu stok.

2.10.4. Penyimpanan Obat
Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar  aman/terhindar dari  kerusakan fisik maupun kerusakan kimia dan mutunya tetap terjamin.  Dalam  kegiatan  penyimpanan obat maka harus diperhatikan yaitu:

1. Persyaratan gudang
a. Luas minimal 3x4 m ² dan atau sesuai dengan jumlah obat yang disimpan.
b. Ruangan kering dan tidak lembab.
c. Memilki ventilasi yang cukup.
d. Memilki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindari adanya cahaya langsung dan berteralis.
e. Lantai dibuat dari semen/keramik/papan,  harus diberi papan/palet.
f. Dinding dibuat licin dan dicat.
g. Gudang digunakan khusus untuk menyimpan obat.
h. Mempunyai pintu  yang dilengkspi kunci ganda.
i. Tersedia lemari/laci khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika yang selalu dikunci dan terjamin keamanannya.
j. Harus ada pengatur suhu.
Tata ruang gudang  meliputi :
a. Penata ruangan sesuai dengan pengelompokan barang yang akan disimpan.
b. Penata ruangan memberikan kemudahan bergerak bagi petugas.
c. Pintu barang masuk dan barang keluar harus berbeda.
Sarana penunjang dari Gudang yaitu:
a. Rak
b. Palet
c. Troli
d. Lemari khusus
e. Alat pendingin  (AC/ Kipas angin)
f. Alat Pengatur suhu

2. Pengaturan Penyimpanan obat yaitu
a. Obat disusun secara alphabet untuk setiap bentuk sediaan.
b. Disusun sesuai dengan prinsip First Expired First Out  (FIFO)  dan First In First Out (FEFO).
c. Tidak bersentuhan dengan lantai.
d. Tumpukan dus harus sebaiknya harus sesuai petunjuk.
e. Sediaan obat cair dipisahkan dari sediaan padat.
f. Vaksin dan supositoria disimpan dalam kulkas.
g. Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya. 
h. Obat yang rusak dan kadaluarsa disimpan terpisah.
Untuk menjaga mutu obat maka perlu diperhatikan kondisi penyimpanan yaitu:
a. Kelembaban
b. Sinar matahari
c. Temperatur
d. Kerusakan fisik
e. Kontaminasi
f. Pengotoran

3. Tata Cara Penyusunan Obat
a. Bentuk sediaan dan alphabet.
b. Disusun sesuai dengan prinsip First Expired First Out  (FIFO)  dan First In First Out (FEFO).
c. Tidak bersentuhan dengan lantai.
d. Obat yang rusak dan kadaluarsa disimpan terpisah.

Adminstrasi yang diperlu gudang obat yaitu:
a. Kartu stok
b. Buku penerima dan pengeluaran
c. Surat Bukti Barang keluar  (SBBK)
d. Sarana Adminstrasi seperti computer, ATK

2.10.5. Distribusi Obat
Distribusi obat adalah suatu kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain puskesmas pembantu, puskesmas keliling.  

Tujuan  dari  distribusi  obat  adalah  untuk memenuhi kebutuhan obat di sub unit  pelayanan  kesehatan  yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat serta mutu terjamin.
Kegiatan  distribusi obat di  Kabupaten/Kota terdiri dari distribusi rutin dan  distribusi khusus. Distribusi  rutin  melaksanakan  pendistribusian obat ke unit pelayanan kesehatan diwilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan.

2.10.6. Pencatatan dan Pelaporan Obat 
1) Pencatatan Obat di Kabupaten/ Kota
Pencatatan  obat di Kabupaten/Kota  merupakan kegiatan yang dilakukan oleh  pengelolaan  obat di Kabupaten/Kota dalam hal ini adalah gudang farmasi. Pencatatan obat dilakukan terhadap:
1. Penerimaan obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran pengadaan obat, baik dari APBN, APBD, Askes dan lain-lain.
2. Pencatatan nama obat, jenis obat, masa kadaluarsa.
3. Pencatatan harga obat sesuai dengan SK Menkes.
4. Penyimpanan di gudang obat.
5. Penyerahan/distribusi obat kepada puskesmas atas permintaan yang diajukan melalui LPLPO  (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat).
6. Perencanaan kebutuhan obat di Kabupaten/Kota.

2) Pencatatan Obat di Puskesmas
Pencatatan  obat  di Puskesmas dilakukan oleh pengeloaan obat Puskesmas. Pencatatan obat dilakukan terhadap:
1. Permintaan obat yang diajukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
2. Penerimaan obat dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
3. Penyimpanan di gudang obat puskesmas.
4. Pendistribusian/penyerahan obat kepada sub unit puskesmas atas permintaan yang  diajukan oleh sub unit.
5. Pemakaian  obat/penggunaan obat kepada pasien

3) Pencatatan Obat di Sub Unit Puskesmas
Pencatatan obat dilakukan oleh pengelola obat sub unit puskesmas. Pencatatan dilakukan terhadap:
1. Permintaan obat kepada puskesmas
2. Penyerahan/penerimaan obat dari puskesmas
3. Penyimpanan obat di gudang sub unit
4. Pemakaian/penggunaan obat kepada pasien
4) Pelaporan Obat
Pelaporan obat  adalah  proses kegiatan membuat dan mengirimkan laporan mengenai penyelenggaraan pengelolaan obat yaitu tentang penerimaan dan pemakaiannya (Depkes, 2010). Pengelola obat baik di tingkat Kota/Kabupaten, puskesmas maupun sub unit puskesmas wajib membuat pelaporan obat.

Puskesmas  membuat laporan pengelolaan obat dalam Laporan Pemakaian  dan  Lembar Permintaan  obat (LPLPO). Sub unit puskesmas membuat laporan pengelolaan obat berupa laporan bulanan. Laporan ini dipergunakan sebagai pertanggungjawaban  atas  pengelolaan obat dan sebagai sarana pengendalian dan distribusi obat. Alur pelaporan (Kepmenkes No 059/Menkes/SK/I/2011):

1. Tingkat Sub Unit Puskesmas
Sub unit puskesmas wajib menyerahkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) sub unit puskesmas kepada puskesmas induk setiap  bulan  selambat-lambatnya  tanggal 25 dari  bulan laporan. Data yang dilaporkan dari sub unit puskesmas  adalah  pemakaian dan penerimaan obat hasil kegiatan pengobatan pada sub unit puskesmas. 

2. Tingkat Puskesmas
Data dikumpulkan dari pemakaian puskesmas dan rekap pemakaian sub unit puskesmas yang direkapitulasi dalam  Laporan  Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat puskesmas dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten  setiap bulan,  selambat-lambatnya tanggal 5 setiap  bulan pelaporan.  

3. Tingkat Kota/Kabupaten
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten membuat laporan bulanan yang dinamakan laporan bulanan yang dibuat oleh gudang farmasi.  Pelaporan bulanan paling lambat tanggal 10 setiap bulan pelaporan.

2.11. Pelayanan Farmasi Klinik 
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
 
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk: 
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di Puskesmas. 
2. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai. 
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian. 
4. Melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional. 

Pelayanan farmasi klinik meliputi: 
a. Pengkajian dan pelayanan resep 
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. 
Persyaratan administrasi meliputi: 
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. 
2. Nama, dan paraf dokter. 
3. Tanggal resep. 
4. Ruangan/unit asal resep. 
Persyaratan farmasetik meliputi: 
1. Bentuk dan kekuatan sediaan. 
2. Dosis dan jumlah obat. 
3. Stabilitas dan ketersediaan. 
4. Aturan dan cara penggunaan. 
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat). 
Persyaratan klinis meliputi: 
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat. 
2. Duplikasi pengobatan. 
3. Alergi, interaksi dan efek samping obat. 
4. Kontra indikasi. 
5. Efek adiktif. 

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai 

Pendokumentasian
Tujuan: 
1) Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan. 
2) Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan. 

b. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. 
Tujuan: 
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat. 
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai). 
3. Menunjang penggunaan obat yang rasional. 
Kegiatan: 
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif. 
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. 
3. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat. 
5. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai. 
6. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian. 
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: 
1) Sumber informasi obat. 
2) Tempat. 
3) Tenaga. 
4) Perlengkapan. 

c. Konseling 
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. 
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat. 
Kegiatan: 
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien. 
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain. 
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. 
Faktor yang perlu diperhatikan: 
1. Kriteria pasien: 
a. Pasien rujukan dokter. 
b. Pasien dengan penyakit kronis. 
c. Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi. 
d. Pasien geriatrik. 
e. Pasien pediatrik. 
f. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas. 
2. Sarana dan prasarana: 
a. Ruangan khusus. 
b. Kartu pasien/catatan konseling. 
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat. 

d. Ronde/Visite Pasien 
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain. 
Tujuan: 
1. Memeriksa obat pasien. 
2. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien. 
3. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat. 
4. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi pasien. 
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan rekomendasi. 
Kegiatan visite mandiri: 
1) Untuk Pasien Baru 
a. Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan. 
b. Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal pemberian obat. 
c. Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien. 
d. Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait obat yang mungkin terjadi. 
2) Untuk pasien lama dengan instruksi baru 
a. Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru. 
b. Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat. 
3) Untuk semua pasien 
a. Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien. 
b. Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan. 
Kegiatan visite bersama tim: 
1. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang. 
2. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau keluarga pasien terutama tentang obat. 
3. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat. 
4. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti obat yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain- lain. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan: 
1. Memahami cara berkomunikasi yang efektif. 
2. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim. 
3. Memahami teknik edukasi. 
4. Mencatat perkembangan pasien. 
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat sehingga tercapai keberhasilan terapi obat. 

e. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan: 
1. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang. 
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan. 
Kegiatan: 
1. Menganalisis laporan efek samping obat. 
2. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat. 
3. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO). 
4. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional. 
Faktor yang perlu diperhatikan: 
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain. 
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat. 

F. Pemantauan Terapi Obat (PTO) 
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. 
Tujuan: 
1. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat. 
2. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat. 
Kriteria pasien: 
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. 
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis. 
3. Adanya multidiagnosis. 
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. 
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit. 
6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan. 
Kegiatan: 
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. 
2. Membuat catatan awal. 
3. Memperkenalkan diri pada pasien. 
4. Memberikan penjelasan pada pasien. 
5. Mengambil data yang dibutuhkan. 
6. Melakukan evaluasi. 
7. Memberikan rekomendasi. 
f. Evaluasi Penggunaan Obat 
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional). 
Tujuan: 
1. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu. 
2. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu. 
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Operasional Prosedur (SOP) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SOP tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat. 
 
BAB III
PROFIL PUSKESMAS LUBUK BUAYA

3.1. Sejarah Puskesmas Lubuk Buaya
Puskesmas Lubuk Buaya adalah puskesmas induk yang terletak di Jl.Adinegoro km.15 Kecematan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat. Puskesmas Lubuk Buaya didirikan pada tahun 1976 dan pada waktu berdirinya puskesmas Lubuk Buaya adalah berupa puskesmas rawat jalan dengan wilayah kerja 13 kelurahan dan pada waktu itu puskesmas pembantu berjumlah 6 masih merupakan bagian dari wilayah Puskesmas Lubuk Buaya. 

Seiring perkembangan kota padang, pada tahun 1980 , puskesmas Lubuk Buaya ditingkatkan statusnya menjadi puskesmas induk dengan wilayah kerja: Kelurahan Lubuk Buaya, Batang Kebun Ganting, Pasia Nan Tigo, Parupuak Tabing, Dadok Tanggul Hitam dan Padang Sarai.

Dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai puskesmas induk, puskesmas lubuk buaya mempunyai 7 puskesmas pembantu (pustu) yaitu pustu Gantiang (1986), pustu Bungo Pasang (2003), pustu Pasia Nan Tigo (1992), pustu Tabing (1998), pustu Tunggul Hitam (2007), pustu Pasir Putih (2008) dan pustu Padang Sarai (1991).

Namun, pada tahun 2012, terjadi lagi pemekaran wilayah kota padang, dan Puskesmas Lubuk Buaya juga terkena imbas dari pemekaran wilayah tersebut sehingga wilayah kerja puskesmas lubuk buaya hingga saat ini adalah kelurahan Lubuk Buaya, Batang Kebun Ganting, Pasia Nan Tigo, Parupuak Tabing, Dadok Tanggul Hitam dan masih memiliki 4 puskesmas pembantu. 

Dalam menjalankan manajemen di Puskesmas Lubuk Buaya, telah beberapa kali berganti pemimpin, adapun pemimpin tersebut adalah:
1. Dr. Sosialisman (1976-1982)
2. Dr. Sumiati (1982-1986)
3. Dr. Nuraini Naeljidun (1986-1990)
4. Dr.Raflir Rasul ( 1990-1994)
5. Dr.Chandra Adilla (1994-1995)
6. Dr.Syamsul Hayati (1995-1999)
7. Drg. Darius (1999-2005)
8. Dr.Azizi Bustari (2005-2011)
9. Dr. Sri Kurnia Yati (2011-2016)
10. Dr. Dessy M Siddiq (2016-sekarang)

3.2. Visi dan Misi Puskesmas Lubuk Buaya
3.2.1. Visi
Dengan semangat kebersamaan, prima dalam pelayanan kesehatan menuju masyarakat yang berperilaku hidup bersih, sehat dan mendapat pelayanan yang adil dan merata.

3.2.2. Misi
a. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan seluruh lapisan masyarakat diwilayah kerjanya.
c. Meningkatkan kualitas sarana, prasarana dan profesionalisme SDM puskesmas.
d. Meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor diwilayah kerja.
e. Menjadikan Puskesmas Lubuk Buaya sebagai pusat pendidikan.

3.3. Sarana Dan Prasarana Puskesmas Lubuk Buaya 
Untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas Lubuk Buaya memiliki sarana antara lain, dapat dilihat pada tabel. (FKG UNBRAH, 2016)
No Sarana Jumlah
1 Puskesmas Induk 1
2 Pustu 6
3 Poskeskel 6
4 Poskestren 2
5 Dokter Praktek Swasta 17
6 Posyandu Balita 68
7 Posyandu Lansia 10
8 BPS 47
9 Apotik/Rumah Obat 5
10 Dokter Spesialis 2
11 BATRA 84
12 UKK 10
13 TOGA 430
14 SBH 2
15 Kendaraan roda 2 8
16 Kendaraan roda 4 2
17 TK 30
18 SD 26
19 SLTP/SMP/SEDERAJAT 6
20 PESANTREN 2
21 SMA 2
22 PERGURUAN TINGGI 3

3.4. Kegiatan Pokok Puskesmas Lubuk Buaya
1. Balai pengobatan umum dan alkes
2. Balai pengobatan gigi
3. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
4. Kesehatan usia lanjut
5. Keluarga berencana
6. Konsultasi gizi
7. Kesehatan Lingkungan (Kesling)
8. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P)
9. Pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan
10. Penyuluhan kesehatan masyarakat
11. Pelayanan kesehatan masyarakat
12. Perawatan kesehatan masyarakat
13. Labolatorium sederhana
14. Pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan
15. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
16. Pelayanan obat (Apotek)

3.5. Prosedur Pelayanan Obat di Puskesmas Lubuk Buaya
Puskesmas Lubuk Buaya Padang beroperasi hari Senin- Kamis pukul 07.30 WIB sampai pukul 14.30 WIB, pada hari jum`at pukul 07.30 sampui pukul 13.30 wib, dan hari sabtu pukul 07.30 sampai pukul 13.00 wib. Khusus untuk bagian IGD dan persalinan, pelayanan Puskesmas Lubuk Buaya berlangsung selama 24 jam. 
Prosedur pelayanan pasien yang datang ke Puskesmas Lubuk Buaya adalah sebagai berikut:
1. Pasien dengan keluhan tertentu datang ke puskesmas dan langsung diarahkan keruang registrasi. Pasien akan mendapatkan nomor antrian kemudian siap dilayani berdasarkan ketentuan umum dan BPJS/ASKES.JKN.
2. Setelah itu, pasien akan menunggu giliran untuk mendapatkan pemeriksaan dari dokter sesuai dengan keluhannya. Ada beberapa bagian dari Puskesmas Lubuk Buaya yaitu bagian Umum, Poli, Gigi, Imunisasi, KIA, KB, Lansia/Prolanis. Setelah keluhan pasien dicatat dan rekam medik, datanya disusun berdasarkan nomor antrian dan siap mendapat pelayanan dari dokter. Untuk pemeriksaan Imunisasi, KIA, KB langsung kebagian kebidanan tanpa harus masuk keruang dokter.
3. Kemudian setelah didiagnosa oleh dokter atau bidan dan mendapatkan resep, pasien membawa resep tersebut kebagian apotek. Jika untuk pasien yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan lanjut (uji lanolatorium) harus memiliki surat rujukan tertulis dari dokter yang memeriksanya. 
4. Dari loket apotek, resep diletakkan pada tempat yang sudah disiapkan oleh bagian apotek. Resep yang ada diambil dan petugas farmasi akan menyiapkan obat sesuai resep. Sebelumnya dilakukan skrining resep oleh petugas farmasi, kemudiaan obat disiapkan dan dilakukan pengecekan kembali kesesuaian obat yang dilakukan oleh Asisten Apoteker (AA) serta di cek kembali oleh apoteker untuk memastikan kesinkronan obat dengan dosis yang diberikan, setelah itu obat diberikan kepada pasien disertai dengan menjelaskan cara pakai dan aturan pakai obat tersebut.

3.6. Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis
Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis yang dilakukan di apotek Puskesmas Lubuk Buaya:
1. Pengkajian resep, penyerahan obat dan PIO (Pemberian Informasi Obat)
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis, baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan secara tatap muka.
c. Melakukan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan masyarakat.

3.7. Kegiatan Manajemen Kefarmasian
3.7.1. Perencananaan
Tujuan perencanaan:
a. Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan.
b. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Perencanaan perbekalan farmasi di Puskesmas Lubuk Buaya dilakukan 3 bulan sekali. Metode perencanaan yang digunakan Puskesmas Lubuk Buaya adalah metode komsumsi. Data yang diperlukan yaitu:
a. Pemakaian perbekalan farmasi 3 bulan yang lalu
b. Pemakaian rata-rata perbulan.
c. Sisa stoke perbekalan farmasi
d. Lead time (waktu tunggu)
e. Stok  penggunaan

3.7.2. Pengadaan atau permintaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Tujuan permintaan perbekalan farmasi adalah memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi di puskesmas sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada:
a. Dinas Kesehatan Kota (Instalasi Farmasi Kota/ IFK)
Permintaan perbekalan farmasi di IFK dilakukan dengan menggunakan LPLPO (Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat) yang telah direncanakan. LPLPO dibuat sesuai kondisi gudang farmasi puskesmas.
Permintaan di IFK ada 2:
1. Permintaan rutin
 Merupakan permintaan rutin yang dilakukan sekali 3 bulan (amprah)
2. Permintaan khusus
Merupakan permintaan perbekalan farmasi yang dilakukan diluar permintaan rutin. Seperti obat-obat program, vaksin jika terjadi kekosongan diantara 3 bulan.
Perbekalan farmasi yang disediakan pada IFK hanya perbekalan farmasi yang termasuk daftar e-katalog.
b. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah  (SKPD) atau unit kerja pada SKPD dilingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Untuk pengadaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan dipuskesmas, tetapi tidak termasuk daftar e-katalog.

3.7.3. Penerimaan 
Tujuannya adalah agar sediaan farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan bedasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas, dan memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu.
LPLPO yang telah kita serahkan dikembalikan lagi oleh petugas IFK dengan perbekalan farmasi yang kita rencanakan dan diisi pada kolom yang telah disediakan jumlah obat yang dikirim ke puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap perbekalan farmasi yang diterima meliputi, pencocokan jumlah perbekalan farmasi yang diterima dengan LPLPO yang telah disetujui dan keadaan perbekalan farmasi. Setelah selesai pemeriksaan LPLPO ditanda tangani oleh petugas penerima (apoteker/penanggungjawab gudang).

3.7.4. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi yang diterima agar tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 

3.7.5. Pendistribusian 
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada diwilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. 
Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan oleh gudang farmasi Puskesmas Lubuk Buaya ke UGD, pustu-pustu ( Qatar, Ganting, Tabing, Pasie Nan Tigo), apotek, P3K dan unit-unit (Labolatorium, Gigi, KB, Imunisasi, dll). Pendistribusian ini dilakukan dalan sekali sebulan.

3.7.6. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan untuk obat-obat yang telah lewat masa kaladuarsanya dan obat-obat rusak. obat-obat ini dipisahkan dan dicatat (nama sediaan, bentuk, jumlah, tanggal kaladuarsa, alasan obat rusak). dokumen obat-obatan ini diserahkan ke IFK untuk dimusnahkan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

3.7.7. Pelaporan dan pencatatan
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
1. Bukti bahwa pengelolaan sedian farmasi dan bahan medis habis pakai telah dilkukan.
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
3. Sumber data untuk pembuatan laporan.
Laporan-laporan yang ada digudang dan apotek:
1. Laporan kunjungan pasien 
Untuk melihat persentase kenaikan atau penurunan kunjungan pasien. Laporan ini dibuat tiap bulan.
2. Laporan persentase pemakaian obat berdasarkan fornas.
Laporan ini untuk melihat persentase pemakaian perbekalan farmasi yang sesuai dengan fornas . Laporan ini dibuat tiap bulan dan diserahkan ke IFK.
3. Laporan pemakaian 10 obat terbanyak
Pemakaian obat terbanyak ini dapat dilihat setelah laporan LPLPO sudah selesai dibuat. Laporan ini dibuat tiap bulan dan diserahkan ke IFK.
4. Laporan indikator ketersediaan obat dan vaksin
Untuk melihat ketersediaan obat dan vaksin yang wajib ada dipuskesmas.
5. Laporan  pemantauan pemakaian obat generik
Untuk melihat persentase peresepan atai pemakaian obat generik di puskesmas.
6. Laporan pemakaian sediaan narkotika dan psikotropika
Laporan ini dibuat tiap bulan dan diserahkan ke Dinas Kesehatan Kota Padang.
7. Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Laporan pemakaian obat perbulan ini merupakan total pemakaian obat di apotik, pustu, IGD, P3K, dan unit. Laporan ini dibuat tiap bulan dan diserahkan ke IFK.

3.7.8. Penyusunan Obat Di Apotek Puskesmas Lubuk Buaya
Penyusunan obat di apotek Puskesmas Lubuk Buaya berupa:
1. Berdasarkan alfabetis
Untuk penyusunan berdasarkan alfabetis lebih memudahkan pencarian obat.  Kelemahannya dapat terjadi kesalahan pengambilan obat yang fatal, jadi perlu perhatian untuk penyimpanan obat yang nama dan rupa ucapannya mirip atau biasa disebut dengan LASA (Look Alike Sound Alike). Obat LASA adalah obat yang nampak mirip dalam bentuk , tulisan , warna dan pengucapan. Tujuannya adalah untuk meniadakan atau meminimalkan kesalahan pengambilan dan pemberian obat kepada pasien. Untuk obat LASA perlu diberi logo “LASA” dan pemyimpanannya tidak diletakkan berdampingan.
2. Berdasarkan farmakologi
Penyusunan berdasarkan farmakologi dapat mencegah akibat fatal yang disebabkan salah ambil obat. Pengelompokkan obat berdasarkan farmakologi dapat dipisahkan dengan memberi warna wadah penyimpanan atau ditempeli stiker warna yang berbeda untuk tiap kelompok efek farmakologinya. Kelemahan penyusunan berdasarkan efek farmakologi adalah menyulitkan pencarian obat yang cepat, terutama jika petugasnya baru dan belum mengenal dengan baik kalasifikasi obat berdasarkan efek farmakologinya. 
3. FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out)
FEFO merupakan penyimpanan obat yang memiliki tanggal kaladuarsa lebih cepat makan dikeluarkan lebih dulu. FIFO merupakan penyimpanan obat yang terakhir masuk dikeluarkan terlebih dahulu.
4. Berdasarkan bentuk sediaan
Seperti sediaan cair, bahan medis habis pakai, tablet, diletakkan terpisah sesuai bentuk sediannya.

BAB IV
PEMBAHASAN

Puskesmas Lubuk Buaya adalah puskesmas induk yang terletak di Jl.Adinegoro km.15 Kecematan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat. Jika ditinjau dari lokasi tempatnya, Puskesmas Lubuk Buaya terletak disekitar perumahan warga dan dekat dengan sekolah sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar serta memudahkan masyarakat dalam melakukan pengobatan. 

Puskesmas Lubuk Buaya sekarang dipimpin oleh Dr. Dessy M Siddiq dengan wilayah kerja saat ini adalah kelurahan Lubuk Buaya, Batang Kebun Ganting, Pasia Nan Tigo, Parupuak Tabing, dan Dadok Tanggul Hitam.
Apotek Puskemas Lubuk Buaya dikelola oleh seorang apoteker dengan nama Yusmafauzar, S.Farm, Apt. Selain itu, apotek puskesmas lubuk buaya juga dibantu oleh 3 orang tenaga teknis kefarmasian untuk menjalankan kegiatan pelayanan kefarmasian seperti menerima resep, menyiapkan obat, meracik obat, pengelolaan obat, penyerahan obat dan Pemberian Informasi Obat (PIO) dan konseling. PIO dan konseling yang diberikan kepada pasien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, sehingga informasi dapat dengan mudah dimengerti oleh pasien. 

Apoteker di Puskesmas Lubuk Buaya selain menjalakan pengelolaan perbekalan farmasi, bahas medis habis pakai dan pelayanan kefarmasi klinik, juga turut membantu pelayan kefarmasian baik di Puskesmas Lubuk Buaya maupun diluar puskesmas (pusling, pusbindu, imunisasi dan posyandu lansia). Semua tugas Apoteker baik dari menerima resep hingga menyerahkan obat kepada pasien, melakukan pencatatan hingga membantu kegiatan diluar puskesmas dilakukan dengan baik. Selain itu, sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Lubuk Buaya sudah cukup lengkap ditambah dengan adanya ruang rawat inap.

 Apotek Puskesmas Lubuk Buaya telah memiliki penanda yang jelas terlihat dari ruang tunggu di Puskesmas Lubuk Buaya. Di Apotek Puskesmas Lubuk Buaya ini tempat penerimaan resep serta penyerahan obat dilakukan pada tempat yang sama, tapi antara resep dengan obat yang sudah diambil diletakkan pada tempat yang terpisah, sehingga alur penerimaan resep serta penyerahan obat dapat berjalan dengan teratur. Selain itu, Puskesmas Lubuk Buaya sudah memiliki tempat/meja meracik obat, hanya saja penggunaannya kurang tepat karena masih ada barang selain peralatan meracik obat, tapi walaupun begitu, tempatnya cukup efektif dan efisien. Puskesmas Lubuk Buaya juga mempunyai ruang konseling obat, sehingga pasien bisa mendapatkan pelayanan informasi obat dan konseling oleh apoteker.

Penyimpanan dan penyusunan obat – obat di Apotek telah dikelola dengan baik. Obat – obat yang akan digunakan disusun didalam kotak obat yang telah disediakan, sedangkan obat-obat stok apotek di simpan didalam lemari-lemari yang telah disediakan. Untuk obat Psikotropika dan OTT (Obat-obat tertentu) disimpan dalam lemari khusus yang cukup kokoh, dimana lemari tersebut terdiri dari dua lapis pintu. Setiap pintu masing-masing memiliki kuci yang berbeda. Begitu juga dengan obat sediaan cair dan obat PRB (Pasien Rujuk Balik) disimpan didalam lemari tersendiri. Penyusunan obat-obat di apotek Puskesmas Lubuk Buaya di susun berdasarkan Alfabetis, bentuk sediaan dan penggunaannya.

Pada gudang obat di Puskesmas Lubuk Buaya, obat disimpan juga didalam rak-rak yang tidak bersentuhan langsung dengan lantai. Selain itu, obat-obat juga disimpan didalam kulkas untuk tidak tahan terhadap panas. Di gudang terdapat alat pengatur suhu sehingga bisa mengontrol kestabilan obat selama penyimpanan.

Pengelolaan sediaan farmasi di apotek puskesmas Lubuk Buaya meliputi perencanaan, permintaan obat, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, dan pelaporan yang akan dibahas sebagai berikut :

a. Perencanaan
Perencanaan di Puskesmas Lubuk Buaya melalui e-katalog, dilakukan setiap setahun sekali oleh apoteker. Perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas Lubuk Buaya ditentukan dengan dua pola yakni pola konsumsi dengan mempertimbangkan jumlah pemakaian dan sisa stok pada bulan sebelumnya dan pola epidemiologi yakni berdasakarkan penyakit seperti penyakit TBC. Jumlah hasil perencanaan ini kemudian dicantumkan dalam LPLPO (laporan pemakaian dan lembar permintaan obat).
Perencanaan sediaan farmasi di Puskesmas Lubuk Buaya dilakukan dengan mengisi lembar perencanaan (LPLPO) yang formatnya telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk mengetahui pemakaian obat perbulan dapat dilihat dari buku laporan pemakaian obat harian. LPLPO terdiri dari jumlah obat yang tersedia, jumlah obat yang keluar, sisa obat yang tersedia dan jumlah permintaan obat untuk bulan berikutnya.

b. Pengadaan Obat
Pengadaan obat di Puskesmas Lubuk Buaya bisa melalui e-katalog ataupun non e-katalog. E-katalog adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi, dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang atau jasa pemerintah. Tatacara pembelian ini dilakukan dengan e-purchesing. Permintaan obat dan alat kesehatan dari Puskesmas Lubuk Buaya melalui e-katalog diajukan ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) menggunakan LPLPO setiap 3 bulan sekali. Permintaan dari Puskesmas Lubuk Buaya dilakukan dengan memperhitungkan pemakaian obat dan jumlah sisa stok. Obat rutin juga di dapat dari Gudang Farmasi Kota (GFK) setiap 3 bulan sekali. Keberadaan obat rutin disesuaikan dengan kondisi gudang. Jika ada obat yang tida terpenuhi di gudang farmasi, berlaku SBPK 
Pada obat-obat yang tidak tersedia pada e-katalog, bisa digunakan non e-katalog. Pada non e-katalog ini berlaku surat pesanan apoteker. Disini, apoteker harus mencari distributor yang menyediakan obat yang dibutuhkan terlebih dahulu seperti Enseval dan Rajawali.

c. Penyimpanan
Proses penyimpanan obat digudang farmasi Puskesmas Lubuk Buaya dilakukan dengan sistem Alfabetis, FIFO dan FEFO, efek farmakologi, serta bentuk sediaan.
Untuk penyusunan berdasarkan alfabetis lebih memudahkan pencarian obat.  Kelemahannya dapat terjadi kesalahan pengambilan obat yang fatal, jadi perlu perhatian untuk penyimpanan obat yang nama dan rupa ucapannya mirip atau biasa disebut dengan LASA (Look Alike Sound Alike). Obat LASA adalah obat yang nampak mirip dalam bentuk , tulisan , warna dan pengucapan. Tujuannya adalah untuk meniadakan atau meminimalkan kesalahan pengambilan dan pemberian obat kepada pasien. Untuk obat LASA perlu diberi logo “LASA” dan pemyimpanannya tidak diletakkan berdampingan.
Penyusunan berdasarkan farmakologi dapat mencegah akibat fatal yang disebabkan salah ambil obat. Pengelompokkan obat berdasarkan farmakologi dapat dipisahkan dengan memberi warna wadah penyimpanan atau ditempeli stiker warna yang berbeda untuk tiap kelompok efek farmakologinya. Kelemahan penyusunan berdasarkan efek farmakologi adalah menyulitkan pencarian obat yang cepat, terutama jika petugasnya baru dan belum mengenal dengan baik kalasifikasi obat berdasarkan efek farmakologinya. 
FEFO merupakan penyimpanan obat yang memiliki tanggal kaladuarsa lebih cepat makan dikeluarkan lebih dulu. FIFO merupakan penyimpanan obat yang terakhir masuk dikeluarkan terlebih dahulu. Penggunaan system FIFO dan FEFO ini bertujuan untuk menghindari adanya obat yang mengalami expired date dan terbuang sia-sia sebelum diserahkan kepada pasien. 
Selain itu obat juga disusun berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan cair, bahan medis habis pakai, tablet, diletakkan terpisah sesuai bentuk sediannya.
Obat-obat dan bahan medis di Puskesmas Lubuk Buaya diletakan didalam rak, hal ini membuat obat tidak bersentuhan langsung dengan lantai maupun dinding ruangan. Untuk obat-obat narkotik dan psikotropik diletakkan dilemari terpisah dengan obat-obat yang lainnya. Untuk vaksin-vaksin diletakkan didalam kulkas. Selain itu dalam penyimpanannya juga dilengkapi dengan alat pengontrol suhu, sehingga suhu penyimpanan dapat dapat terkontrol sesuai dengan kestabilan masing-masing obat. 

d. Pendistribusian
Pendistribusian obat di Puskesmas Lubuk Buaya dilakukan ke unit-unit pelayanan kesehatan seperti : Apotek (Labor, BP umum, BP Lansia, BP Indera, Poli Gigi, Imunisasi, gizi, KIA ibu, KIA ibu, KIA Anak dan Poli Paru), IGD, dan Pustu ( Ganting, Tabing, Pasia Nan Tigo, Katar)

e. Pengedalian
Pengendalian obat dilakukan dengan pengamatan langsung obat digudang serta pencocokan kartu stoknya.

f. Pelaporan
Pelaporan obat narkotik dan obat psikotropik dilaporkan setiap satu bulan sekali dan untuk mengetahui pemakaian obat perbulan dapat dilihat dari dari buku laporan pemakaian obat harian. Pencatatan pemakaian obat narkotik dan psikotropik dilakukan setiap hari. Format pencatatannya sama seperti obat golongan lainnya, hanya saja dicatat dalam buku yang berbeda
Di Apotek puskesmas Lubuk Buaya ada beberapa jenis laporan yang dilakukan setiap bulannya yaitu :
1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permuntaan Obat (LPLPO)
2. 10 Pemakaian obat terbanyak
3. Ketersediaan obat yang wajib ada
4. Laporan formularium nasional
5. Laporan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
6. Laporan Konseling
7. Obat psikotropika dan narkotika
8. Jumlah kunjungan pasien per bulan
g. Pemusnahan obat
Pengontrolan obat rusak dan kadarluarsa di apotek puskesmas Lubuk Buaya dilakukan perbulan. Obat kadarluarsa dipisahkan dari obat lainnya. Tiga bulan mendekati kadarluarsa maka obat itu dikembalikan ke instalasi farmasi dan dibuat berita acara serah terimanya.
Obat rusak dan kadarluarsa dimusnahkan dan disaksikan kepala Dinas Kesehatan Kota, kepala Gudang, tenaga kesehatan puskesmas. Laporan dibuat dua rangkap yang terdiri dari lembar satu dikirim ke Dinas kesehatan Kota melalui Instalasi Farmasi, lembar duanya sebagai arsip puskesmas. 

Pelayanan Kesehatan yang ada di puskesmas Lubuk Buaya meliputi :
1. Pelayanan Pasien 
Pelayanan pasies dipuskesmas ada dua bentuk yakni rawat inap dan rawat jalan. Dan dipuskesmas Lubuk Buaya telah melayani pasien rawat inap dan rawat jalan, karena puskesmas Lubuk Buaya termasuk pada puskesmas Induk yang melayani rawat inap

2. Penerimaan Resep
Resep yang dilayani di Apotek dipuskesmas Lubuk Buaya merupakan resep yang berasal dari pasien umum dan JKN. Pasien umum terdiri dari pasien umum tidak bayar. Pasien JKN adalah pasien yang terdaftar sebagai anggota BPJS. Kebanyakan dari mereka Pegawai Negeri.
Ketika menerima resep dari Dokter maka pasien akan menyerahkan resep ke Apotek kepada Apoteker. Apoteker akan melakukan skrinning resep. Setelah resep dinyatakan lengkap, maka asisten apoteker akan memeriksa ketersediaan obat, jika obat itu tidak tersedia, maka apoteker akan berkonsultasi kepada dokter untuk mengganti obat yang indikasi dan zat khasiat yang sama dalam resep tersebut.
Menurut teori resep untuk puskesmas, rumah sakit dan sebagainya seharusnya menggunakan resep yang lengkap yaitu harus memuat :
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter (dokter gigi atau dokter umum).
b. Tanggal penulis resep (inscription). 
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep, Nama setiap obat atau komposisi obat (invication).
d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
e. Tanda tangan atau parah dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. 

Kelengkapan resep sangat di anjurkan karena untuk mencegah dan menghindari terjadinya masalah-masalah yang tidak di inginkan di puskesmas.
Waktu penggunaan obat (misal :3x sehari obat tersebut digunakan setiap 8 jam sekali, atau 1 jam sebelum dan sesudah makan, ataupun hanya digunakan pagi / malam saja). Untuk obat jamur sebaiknya dikonsumsi saat makan sebab pada umumnya obat jamur adalah larut lemak,seperti griseofulvin yang ada dipuskesmas.
Lama penggunaan obat (misal : sirup antibiotic yang telah diberiair harus dihabiskan dan tidak boleh disimpan lebih dari 7 hari.
Cara penggunaan obat (misal: obat antasida tablet cara penggunaannya adalah dikunyah terlebih dahulu setengah jam sebelum makan, untuk sediaan kriim atau salep digunkan untuk pemakaian luar misal dioleskan pada bagian yang sakit dan terlebih dahulu di bersihkan dan di lap sampai kering lalu oleskan  salep atau krimnya)

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi yang dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. 
2. Pelayanan Kefarmasian meliputi, pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai,  pelayanan resep berupa peracikan obat, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat serta konseling.
3. Secara keseluruhan, Penilaian Apotek pada Puskesmas Lubuk Buaya  sangat baik karena mampu memberikan pelayanan yang maksimal untuk pasien walau dengan jumlah personel yang sedikit. 

5.2. Saran 
1. Untuk selanjutnya diharapkan penyediaan ruangan konseling Apoteker berdampingan dengan Apotek agar memudahkan pelayanan obat ke pasien.
2. Diharapkan bagi tenaga kesehatan baik dokter, perawat, Apoteker, dan ahli kesehatan lainnya di puskesmas maupun di layanan kesehatan lain agar memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien sesuai dengan kode etik yang berlaku demi meningkatkan kualitas pelayanan.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2006.Pedoman Pelayanan Farmasi di Puskesmas.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2008, PedomanPelayananKefarmasian di Puskesmas. Jakarta: DirjenBinaKefarmasiandanAlatKesehatan, Depkes RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Bekerjasamadengan Japan International Coorperation Agency (JICA), 2010.Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Depkes RI. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Republik Indonesia.Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 059/Menkes/SK/I/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Obatdan Perbekalan Kesehatan pada Penanggulangan Bencana, Jakarta