Friday, 13 November 2020

LAPORAN PKPA APOTEK ASSABIL FARMA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

                   Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan menyebabkan makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Oleh karena itu mutu pelayanan kesehatan perlu terus diupayakan. Pelayanan kefarmasian kepada masyarakat dapat berlangsung, salah satunya di Apotek. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat dan menjadi tempat pengabdian profesi apoteker dalam mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PP RI NO.51 Tahun 2009). Sifat   kewenangan   yang   berlandaskan   ilmu   pengetahuan memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas, membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien (ISFI, 2004). Untuk dapat mengelola apotek seorang apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki kemampuan memahami manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan sarana keuangan dan pengelolaan sumber daya manusia.

Profesi apoteker merupakan salah satu profesi di bidang kesehatan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui penyediaan obat dan alat kesehatan lain secara merata dan terjangkau serta mampu memberikan pelayanan yang membantu masyarakat untuk menggunakan obat dan alat kesehatan tersebut dengan benar. Apoteker dituntut memiliki kemampuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan kefarmasian, memiliki pengetahuan peraturan perundang-undangan di bidang farmasi, serta menguasai manajemen perapotekan dalam rangka pengembangan apotek. Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pekerjaaan kefarmasian khususnya pelayanan kefarmasian.

Menyadari pentingnya tugas dan tanggung jawab dari seorang apoteker, maka calon apoteker wajib mengikuti Praktek Kerja Profesi di Apotek (PKPA) agar para calon apoteker dapat menjadi tenaga profesi yang berkualitas dan siap pakai ketika terjun ke masyarakat. Praktek kerja tersebut bertujuan untuk mempersiapkan dan melatih diri, serta menambah wawasan mengenai peran dan fungsi apoteker. Selain itu dengan adanya PKPA di apotek, calon apoteker secara langsung dapat mengamati kegiatan di apotek, berlatih memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memahami aktivitas yang dilakukan di apotek sehingga dapat mengatasi permasalahan yang timbul dalam mengelola apotek dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat dari kegiatan perkuliahan serta dapat melakukan tugas dan fungsi sebagai Apoteker Pengelola Apotek secara profesional.

Berdasarkan hal tersebut, maka diadakan kerjasama antara Program Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang dengan Apotek Assabil Farma untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek bagi calon apoteker.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia bekerja sama dengan Apotek Assabil Farma adalah :

1.   Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.

2.      Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.

3.   Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di apotek.

4.  Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional.

5.      Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di apotek.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi para mahasiswa program profesi apoteker adalah :

1.      Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam mengelola apotek.

2.      Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di apotek.

3.      Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di apotek.

4.      Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang profesional.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama 6 minggu, mulai dari tanggal 9 September 2019 - 18 Oktober 2019 di Apotek Assabil Farma. Praktek di jadwalkan dari hari Senin – Jum`at, shift pagi mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB dan shift sore mulai dari 14.00 21.00 WIB.


BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK 

2.1  Definisi Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek didefinisikan sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.

2.2  Landasan Hukum tentang Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:

a.       Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek.

b.   Permenkes No. 31 Tahun 2016 Terkait perubahan Registrtasi, Izin Praktek dan Kerja Tenaga Kefarmasian.

c.       Undang-undang No. 36 Tahun 2016 tentang tenaga Kesehatan.

d.      Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Standar pelayanan Kefarmasian di Apotek. 

e.       Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

f.       Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

g.      Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

h.      Undang-undang No. 2 Tahun 2017 tentang perubahan penggolongan Narkotika.

i.        Undang-undang No. 3 Tahun 2017 tentang perubahan penggolongan Psikotropika.

j.        Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor.

k.    Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

l.    Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MenKes/SK/ VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek.

m. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 924/MenKes/ Per/X/1993 tentang Obat Wajib Apotek NO 2

n.   Keputusan Mentri Kesehatan  Republik Indonesia No. 1176/MenKes/SK/ X/1999 tentang Obat Wajib Apotek NO 3.

2.3  Tugas dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009, tugas dan fungsi apotek, adalah sebagai berikut :

a.       Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

b.  Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya kegiatan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

c.       Sebagai sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

d.      Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya, dan mutu obat.

Menurut Permenkes RI No. 73 tahun 2016, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di indonesia sebagai apoteker.

2.4  Persyaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek adalah surat izin yang di berikan oleh Dinas Kesehatan kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek pada suatu tempat tertentu.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek, pada pasal 3 dijelaskan bahwa:

1.    Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.

2.  Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek, pendirian apotek harus memenuhi persyaratan, yaitu:

a.       Lokasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.

b.      Bangunan

Syarat dari bangunan apotek adalah:

1.  Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anakanak, dan orang lanjut usia.

2.   Bangunan Apotek harus bersifat permanen, dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

c.       Sarana, Prasarana, dan Peralatan

Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

1.      penerimaan Resep;

2.      pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);

3.      penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;

4.      konseling;

5.      penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;dan

6.      arsip

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:

1.      instalasi air bersih;

2.      instalasi listrik;

3.      sistem tata udara;dan

4.      sistem proteksi kebakaran

Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Formulir catatan pengobatan pasien  merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.

Sarana, prasarana, dan peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.

d.      Ketenagaan

            Ketenagaan di apotek menurut permenkes ini, yaitu:

1.   Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.

2.  Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

2.5  Permohonan Izin Apotek

Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota).Selanjutnya Kepala Dinkes Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencarian izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan wajib melaporkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 9 Tahun 2017 pasal 13 tentang tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:

a.    Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan menggunakan formulir 1

b.Permohonan harus ditandatangani oleh apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi :

a.       fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;

b.      fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

c.       fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;

d.      fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan

e.       daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

c.       Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejakmenerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif sebagaimana dimaksud, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untukmelakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek dengan menggunakan

d.     Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud harus melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas :

a.       Tenaga kefarmasian

b.      Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana

e.    Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksaan ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksan setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir 3.

f.     Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota menerima laporan sebagai Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jendral, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesahatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.

g.Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud masih belum memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 hari kerja dengan menggunakan contoh formulir 5.

h.Terhadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan sebagimana yang dimaksud, pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (bulan) sejak surat penundaan diterima.

i.  Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota mengeluarkan surat Penolakan dengan menggunakan Formulir 6.

j. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud, pemohon dapat melengkapi persyaratan sebagaimana yang dimaksud, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan dengan menggunakan Formulir 6.

k.  Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud, apoteker dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.

2.6  Pencabutan Surat Izin Apotek

Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin apotek apabila:

a.  Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai apoteker pengelola apotek.

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten.

c.    Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus.

d.  Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai narkotika, obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

e.    Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut

f.     Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat.

g.    Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

Pelaksanaan pencabutan izin apotek dapat dilaksanakan setelah dikeluarkannya:

a.    Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan

b.    Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek

Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Hal ini dilakukan setelah Kepala Balai POM setempat melakukan pemeriksaan.

Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan atau Kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT-15, tembusan kepada Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

a.  Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek.

b.    Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci .

c.    Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas.

2.7  Pengalihan dan Perubahan Surat Izin Apotek

Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen POM No. 9 tahun 2017, perubahan Surat Izin Apotek (SIA) dilakukan apabila:

a.   Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris Apoteker wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

b.      Pemerintah Daerah kabupaten/kota menunjuk Apoteker lain untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.

c.    Apoteker lain wajib melaporkan secara tertulis terjadinya pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan Formulir 7.

d.   Pengalihan tanggung jawab disertai penyerahan dokumen Resep Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci penyimpanan narkotika dan psikotropika.

2.8  Standar Pelayanan kefarmasian di Apotek

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 meliputi; pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; serta pelayanan farmasi klinik.

2.8.1.      Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

a.       Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

b.      Pengadaan

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.       Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d.      Penyimpanan

1.    Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

2.      Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

3.  Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi

4.    Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis

5.    Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)

e.       Pemusnahan

1.  Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.

2.  Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

3.    Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.  Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.

5.     Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

f.       Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g.      Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

2.8.2.      Pelayanan Farmasi Klinik

a.      Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:

1.      nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

2.      nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf

3.      tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1.      bentuk dan kekuatan sediaan

2.      stabilitas

3.      kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

1.      ketepatan indikasi dan dosis Obat

2.      aturan, cara dan lama penggunaan Obat

3.      duplikasi dan/atau polifarmasi

4.      reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain)

5.      kontra indikasi

6.      interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

b.      Dispensing

 Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:

1.      Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:

a.       menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep

b.   mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.

2.      Melakukan peracikan Obat bila diperlukan

3.      Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

a.       warna putih untuk Obat dalam/oral

b.      warna biru untuk Obat luar dan suntik

c.       menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

4.      Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:

1.  Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep

2.        Memanggil nama dan nomor tunggu pasien

3.        Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

4.        Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat

5.        Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain

6.       Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil

7.        Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya

8.  Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan)

9.        Menyimpan Resep pada tempatnya

10.    Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.

Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai

c.       Pelayanan Informasi Obat (PIO)

 Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

1.      menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan

2.      membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)

3.      memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

4.   memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi

5.      melakukan penelitian penggunaan Obat;

6.      membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah

7.      melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :

1.      Topik Pertanyaan

2.      Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan

3.      Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)

4.    Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium)

5.      Uraian pertanyaan

6.      Jawaban pertanyaan

7.      Referensi

8.  Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

d.      Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

1.   Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

2.      Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).

3.    Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

4.      Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).

5.      Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.

6.      Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling:

1.      Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

2.      Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu:

a.       Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

b.      Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?

c.    Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat

4.      Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat

5.      Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling.

e.       Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :

1.      Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan

2.      Identifikasi kepatuhan pasien

3.      Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin

4.      Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

5.  Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien

6.      Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah

f.       Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

1.      Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

2.      Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

3.      Adanya multidiagnosis.

4.      Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

5.      Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

6.      Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.

Kegiatan:

1.      Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

2.      Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain

3.      Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat

4.     Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi

5.      Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

6.      Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

7.      Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat

g.      Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

1.  Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat.

2.     Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

3.     Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

Faktor yang perlu diperhatikan:

1.      Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

2.      Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.9.       Pelanggaran Apotek

Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di apotek dapat dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk pelaggaran berat di apotek meliputi :

a.    Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi

b.    Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap

c.    Menjual narkotika tanpa resep dokter

Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi :

a.    Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek (apotek yang buka 24 jam)

b.    Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada

c.    Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker

d.   Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain

e.    Resep narkotika tidak dipisahkan

f.     Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Permenkes No 922/MENKES/PER/X/1993 adalah :

a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan lagsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.

c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.

2.10.   Tenaga Kefarmasian

Menurut Peraturan Pemerintah RI No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam mengelola apotek, seorang apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan / atau tenaga teknis kefarmasian.Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja disamping Apoteker Pengelola Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332, tahun 2002).Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Apoteker yang telah diregistrasi akan diberikan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) sebagai bukti tertulis yang dikeluarkan oleh menteri yang berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun apabila memenuhi syarat, Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) adalah surat yang diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada apotek atau instalasi farmasi rumah sakit. Untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus memiliki Surat Izin Kerja (SIKA).

Persyaratan untuk memperoleh STRA :

a.    Memiliki ijazah apoteker

b.    Memiliki sertifikat kompetensi profesi

c.    Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker

d.  Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek, dan

e.    Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus berada di apotek selama apotek beroperasi karena ia bertanggung jawab terhadap segala hal yang terjadi di apotek. Jika APA berhalangan hadir pada waktu tertentu, maka tugasnya dapat digantikan oleh Apoteker Pendamping.Jika APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melaksanakan tugasnya, maka harus ditunjuk Apoteker Pengganti untuk menggantikannya sebagai penanggung jawab apotek. Apoteker Pengganti harus telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.

2.11.   Peranan Apoteker di Apotek

Terdapat tiga peranan yang harus dijalankan oleh apoteker di apotek yaitu :

1. Sebagai profesional di bidang kefarmasian (penanggung jawab teknis kefarmasian) sesuai dengan keilmuan tentang pekerjaan kefarmasian. Apoteker harus memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap masalah kesehatan yang sedang dihadapi oleh pasien (caring), kompeten di bidang kefarmasian (competent), dan memiliki komitmen (commited). Selain itu apoteker berkewajiban untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin kepada masyarakat.

2.  Sebagai manajer yang harus mampu mengelola apotek dengan baik sehingga semua kegiatan yang berjalan di apotek berlangsung secara efektif dan efisien. Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.

3.   Retailer, bahwa seorang apoteker harus mempunyai kemampuan dalam menyusun suatu rencana mengenai pemasaran obat sehingga obat yang diterima ataupun yang dikeluarkan ke pasaran berada dalam jumlah yang tepat.

2.12.   Fungsi Apoteker di Apotek

Fungsi apoteker secara umum yang digariskan oleh WHO yang semula dikenal dengan Seven Stars of Pharmacist, kini telah lebih disempurnakan dengan menambahkan fungsi researcher  dan entrepreneur sehingga menjadi Nine Stars of Pharmacist, meliputi :

1.   Care giver, pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, dan sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada system pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.

2. Decision maker, pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di apotek.

3.  Communicator, mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut meliputi komunikasi lisan dan tulisan.

4. Leader, memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, memiliki keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

5.  Manager, kemampuan mengelola sumber daya dan informasi secara efektf. Tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.

6.    Long life learner, belajar terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan.

7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan apotek.

8.    Researcher, berperan serta dalam berbagai penelitian guna menegmbangkan ilmu kefarmasian.

9.    Enterpreneur, apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterahkan masyarakat dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetika, makanan, minuman, alkes baik secara kecil maupun besar.

2.13.   Tugas Apoteker di Apotek

1.        Melakukan pengelolaan sumber daya, meliputi:

a.         Pengelolaan sumber daya manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan :

1.      Menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik

2.      Mengambil keputusan yang tepat

3.      Kemampuan berkomunikasi antar profesi

4.      Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner

5.      Kemampuan mengelola SDM secara efektif

b.         Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya

Apoteker berperan dalam pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya untuk menjamin agar pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.

2.        Melakukan pelayanan di apotek

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari drug oriented menjadi patient oriented. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pelayanan resep, pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan kefarmasian. Oleh karena itu, apoteker harus berupaya mencegah dan meminimalkan masalah terkait obat (drug related problem) dengan membuat keputusan profesional untuk tercapainya pengobatan yang rasional.

2.14.   Penggolongan Obat

Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatankeamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yangterdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras,psikotropika dan narkotika yang diatur dalam Peraturan Menteri KesehatanRI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000.

Berdasarkan peraturan tersebut, obat digolongkan dalam (5) golongan, yaitu:

2.14.1.  Obat Bebas

            Obat bebas sering juga disebut OTC (Over The Counter) adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Kementerian Kesehatan, 2006).

2.15.1.  Obat Bebas Terbatas

Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).

2.15.2.  Obat Wajib Apotek (OWA)

OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada persyaratan yang harus dilakuakan dalam penyerahan OWA. Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat yang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain : obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokortison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM) obat KB hormonal yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

2.15.3.  Obat Keras

Obat keras yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SKA/III/1986 penanda obat keras dengan lingkar bulat berwarna merah dan garis terpi berwarna hitam serta huruf K yang menyentuh garis tepi. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin,penisilin, dan sebagainya) serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang dan lainnya). Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan kematian.

2.15.4.  Obat Narkotika dan Psikotropika

            Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.16.   Pengelolaan Narkotika Psikotropika, Dan Precursor Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan precursor farmasi, narkotika dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, sedangkan Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat

Narkotika sangatlah bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan serta pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang dapat merugikan pemakai apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu perlu diadakan pengawasan terhadap penggunaan narkotika yang meliputi pembelian, penyimpanan, penjualan, administrasi serta penyampaian laporannya.Dalam rangka mempermudah pengawasan penggunaan Narkotika di wilayah Indonesia maka Pemerintah menetapkan PT. Kimia Farma sebagai satu-satunya perusahaan yang diizinkan untuk memproduksi, mengimpor dan mendistribusikan narkotika di Indonesia. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan:

1.    Pemesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab. Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek.

2.    Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan precursor farmasi, Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi diapotek dapat berupa lemari khusus. Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika.Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Psikotropika.Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku.

Syarat dari Lemari khusus adalah:

1.      terbuat dari bahan yang kuat

2.      tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda

3.      harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah

4.      diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum

5.      kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan

3.    Pelayanan resep mengandung narkotika

Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter dengan ketentuan berdasarkan surat edaran balai POM No. 336/EE/SE/1977 antara lain dinyatakan:

a.    Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali

b.    Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya

c.    Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika

4.    Pelaporan Narkotika dan psikotropik dan Prekursor Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 apotek wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat. Pelaporan tersebut paling sedikit terdiri atas:

a.       nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi

b.      jumlah persediaan awal dan akhir bulan

c.       jumlah yang diterima

d.      jumlah yang diserahkan.

Dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan data pelaporan tersebut Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menggunakan Sistem Pelaporan dalam bentuk software aplikasi yaitu Sistem Pelaporan narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang dapat dilakukan secara online. SIPNAP terdiri dari software tingkat Unit Pelayanan (Apotek, Puskesmas dan Rumah sakit); Software Tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Pelaporan ke Provinsi dan Pusat dilakukan melalui system Pelaporan Online melalui Jaringan Internet.

5.    Pemusnahan Narkotika dan psikotropik dan Prekursor Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam hal:

a.   diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali

b.      telah kadaluarsa

c.  tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan

d.      dibatalkan izin edarnya

e.      berhubungan dengan tindak pidana

 Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus dilakukan dengan:

a.       tidak mencemari lingkungan

b.      tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

Saat pemusnahan harus dibuat berita acara pemusnahan, meliputi;

a.       hari tanggal bulan dan tahun pemusnahan

b.      tempat pemusnahan

c.       nama penanggung jawab fasilitas

d.      nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut

e.       nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dimusnahkan

f.       cara pemusnahan

g.       tanda tangan penanggung jawab fasilitas dan saksi.

Permohonan saksi oleh apotek kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat. Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada Kepala Balai POM.


BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK ASSABIL FARMA

3.1  Sejarah Apotek Assabil Farma

Apotek Assabil Farma didirikan pada  tahun 2001 oleh Bapak Irwan Firdaus, ST. Apotek Assabil Farma berada  di Jalan KH. Ahmad Dahlan No.117 Solok. Apoteker Pengelola Apotek hingga saat ini adalah Ibuk Dra. Dessy Syafril, Apt, MPH, dengan SIPA Apoteker 503/20/SIPASEMENTARA/DPM-PTSP/VII/2019 dan SIA 503/08/SIPA/DKES/2015.

3.2  Lokasi dan Fasilitas Penunjang

Apotek Assabil Farma memiliki lokasi yang mudah diakses oleh masyarakat  yaitu di Jalan KH. Ahmad Dahlan No.117 Solok. Dilokasi yang sama dengan Apotek Assabil juga terdapat klinik, dengan dokter praktek sebagai berikut:

No

Nama Dokter

Bidang

1

 dr. HJ. Refliniza Nawawi, MM

Dokter umum

2

 dr. IGM Afridoni, SP. A

Dokter Spesialis anak

3

 dr. Elda desvita, SP, P

Dokter Spesialis paru dan asma

4

 dr. H. Noverial, SP. OT

Dokter spesialis orthopedi dan traumatologi

5

 dr. Boy Hutaperi, SP. PD

Spesialis penyakit dalam

6

 dr. Mayasari Nasrul SP. M

Spesialis Mata

7

 dr. Rikho Ade Putra SP. JP

Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah

8

 dr. Azila Balqis

Dokter umum

9

 drg. Elly Suryani

Dokter Gigi

10

dr. Sri Lanera Febrisa

Dokter Umum

 Apotek Assabil Farma terdiri dari beberapa ruangan, yaitu ruang tunggu resep, ruang tunggu praktek dokter, kasir, ruang peracikan, tempat sholat, kamar mandi dan lemari obat. Apotek Assabil Farma  juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti listrik, air, telepon, tv, air conditioner (ac), kulkas dan tempat parkir. Apotek Assabil Farma melayani resep umum, maupun resep dari dokter praktek di apotek maupun luar apotek.

3.3  Kondisi Apotek Assabil  Farma

Apotek Assabil Farma merupakan apotek non pemerintah yang dikelola oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bernama Ibuk Dra. Dessy Syafril, Apt, MPH dan dibantu oleh seorang Apoteker Pendamping (APING) yang bernama Ibuk Nella Widya, S. Farm, Apt. Selain itu, juga memiliki 4 orang Tenaga Teknis Kefarmasian. Apotek Assabil Farma melakukan kegiatan kefarmasian dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai 21.00 WIB atau sampai habis pasien, dari hari Senin sampai Minggu. Pembagian kerja dibagi dalam dua shift, yaitu shift pagi mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB dan shift siang mulai pukul 15.00 WIB – 21.00 WIB atau sampai habis pasien.

3.4. Tugas dan Tanggung Jawab Personalia Apotek

Pelayanan yang berorientasi kepada pasien dapat dilaksanakan apabila apotek mempunyai sistem menajemen yang baik, hal ini berarti adanya pembagian tugas, fungsi dan tanggung jawab kerja yang jelas dan diketahui oleh setiap karyawan  apotek. Dengan adanya pembagian tugas yang jelas ini, tidak ada satu karyawan pun yang akan dirugikan ataupun diuntungkan, semua karyawan akan mendapatkan tugas secara adil dan sesuai dengan fungsinya masing-masing.

3.4.1.      Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker pengelola apotek sebagai apoteker yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan kefarmasian di apotek mempunyai kewajiban melaksanakan segala pekerjaan demi kelangsungan jalannya apotek, yang meliputi:

a.  Memimpin seluruh kegiatan apotek dan bertanggung jawab terhadap pengembangan serta kelangsungan hidup apotek.

b.        Secara umum bertanggungjawab terhadap semua kegiatan yang menyangkut kefarmasian.

c.       Mengawasi mutu dan kualitas obat.

d.  Mengelola, melaksanakan, dan mengawasi administrasi yang meliputi administrasi umum, kefarmasian, keuangan, dan personalia.

e.      Membuat laporan-laporan penggunaan obat seperti laporan pemakaian obat narkotika dan obat psikoropika, laporan  pemusnahan obat dan resep.

f.        Melayani resep

g.      Memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien.

h.      Mengontrol dan mengkoordinasi kerja asisten apoteker serta karyawan lain.

3.4.2.      Asisten Apoteker

Asisten apoteker melaksanakan tugas teknis di apotek.Oleh karena itu, asisten apoteker harus memiliki keahlian, keterampilan, dan pengetahuan kefarmasian. Adapun tugas asisten apoteker adalah:

a.         Pembuatan, peracikan, dan pengubahan bentuk obat atau bahan obat.

b.        Pemesanan dan pembelian obat setelah disetujui oleh apoteker pengelola apotek.

c.         Menyusun obat-obatan, mencatat dan memeriksa alur masuknya obat dengan menggunakan kartu stok.

d.        Mencatat dan merinci jumlah keluar masuknya obat narkotika, obat keras dan obat generik untuk dibuat laporan pemakaiannya oleh APA.

e.         Melayani penjualan obat bebas dan merangkap sebagai penerima resep dan penyerahan obat ke pasien.

3.4.3.      Administrasi

Bagian administrasi bertugas membuat laporan harian, laporan bulanan, laporan mengenai pajak-pajak yang dibebankan dan membuat laporan tahunan tutup buku (perhitungan rugi laba) serta mengurus pembayaran hutang kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF), pembayaran rekening listrik, air dan telepon. Bagian ini menerima uang dari kasir yang berasal dari penjualan tunai setiap hari dan bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan apotek secara keseluruhan

3.4.4.      Bagian Perlengkapan

Bagian perlengkapan bertanggung jawab atas segala perlengkapan apotek, kebersihan, keindahan dan keamanan apotek. Bagian ini juga merangkap sebagai pegawai urusan distribusi obat kepada pasien yang meminta obat diantarkan ke alamat, dinas luar serta menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan apotek dan asisten apoteker.

3.5. Arus Barang

3.5.1.      Pengadaan Barang

Dalam hal pengadaan barang, Apotek Assabil Farma melakukan pemesanan berdasarkan pada kebutuhan atau dapat disebut dengan metode konsumsi. Barang dipesan berdasarkan kepada jenis barang yang sudah habis atau persediaan barang di ruang peracikan tinggal sedikit berdasarkan stok obat yang terdapat pada kartu stok maupun dalam lemari stok. Banyaknya jumlah barang yang dipesan tergantung pada metode epidemiologi, pola penyakit maupun penggunaan obat pada masa lalu.

3.5.2.      Pengecekkan barang

Pengecekan barang dilakukan setiap hari baik obat narkotika, psikotropika, prekusor maupun obat bebas dan bebas terbatas yang terpakai dengan cara menyesuaikan antara barang yang ada dengan kartu stok obat. Biasanya obat yang masuk maupun keluar selalu di catat di kartu stok dan buku  besar. Jika barang mulai menipis biasanya dilakukan pemesanan kepada PBF tertentu sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan dicatat ke buku pesanan obat.

3.5.3.      Pemesanan

Pemesanan barang dilakukan dengan menggunakan surat pemesanan kepada PBF. Semua pemesanan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SIPA apoteker. Untuk keperluan mendadak dalam jumlah yang sedikit dapat melakukan pemesanan atau langsung membeli ke Apotek lain untuk memenuhi permintaan konsumen. Pembelian ini dilakukan secara tunai.

 Cara pemesanan dapat dilakukan dengan menyerahkan surat pesanan tersebut langsung kepada Medical Representative (Med.Rep.). Pemesanan obat juga dapat dilakukan melalui telepon yang diikuti dengan surat pemesanan barang jika barang yang dipesan telah datang.

Untuk pemesanan psikotropika dalam satu lembar surat pesanan diperbolehkan memesan lebih dari satu item obat, dan pembayarannya bisa dengan kredit. Surat pesanan psikotropika  ini dibuat rangkap 2 , yaitu 1 lembar untuk apotek sebagai arsip dan 1 lembar untuk PBF. Sedangkan untuk pemesanan narkotika maka dengan cara menelpon langsung medical representativ (Med.Rep) untuk menjemput surat pesanan narkotik (N-9) dan pembayarannya cash (tunai) saat menyerahkan surat pesanan tersebut, surat pesanan (SP) narkotika hanya untuk 1 jenis narkotik yang terdiri dari 4 rangkap. Yakni 3 lembar untuk PBF Kimia Farma dan 1 lembar untuk Arsip Apotek.

Pemesanan obat prekusor farmasi dapat dilakukan melalui PBF dengan surat pesanan tersendiri. Surat pesanan terdiri dari beberapa item obat. Surat pesanan prekusor dibuat dalam rangkap dua (2), dimana satu (1) lembar untuk arsip apotek dan satu (1) lembar lagi diberikan untuk PBF.

3.5.4.      Penerimaan barang

Barang yang dipesan diterima oleh petugas apotek atau apoteker secara langsung. Penerimaan barang harus disertai faktur pembelian serta surat pesanan obat dari apotek. Pada saat penerimaan barang harus dilakukan pengecekan mulai dari nama, jenis, harga, jumlah dan satuan obat, kondisi fisik, tanggal kadaluarsa, PPN dan total seluruh harga maka faktur kemudian ditandatangani oleh apoteker atau AA disertai nama terang, jam penerimaan barang dan cap apotek, Faktur yang telah ditanda tangani dikembalikan kepada pengirim barang dan apotek mendapat satu lembar salinannya untuk arsip. Data-data yang ada pada faktur kemudian dicatat ke dalam buku penerimaan obat dan kartu stok barang, selanjutnya disimpan dalam kartu penyimpanan.

3.5.5.      Penyimpanan

Barang disimpan dengan baik, benar dan sesuai dengan alfabetis untuk mempermudah dalam pencarian, pengambilan, pengawasan dan terlindung dari kerusakan. Barang maupun obat disimpan ditempat yang aman, bersih dan tidak terkena cahaya matahari langsung serta tidak lembab. Barang juga disusun berdasarkan bentuk sediaan, jenis obat (generik dan non generik) dan sesuai abjad.

       Obat psikotropika dan narkotika masing-masing disimpan dalam lemari tersendiri, berbahan kayu, menggantung dan menempel didinding, serta dikunci, kunci tersebut dipegang oleh Apoteker Pengelola Apotek. Obat generik disimpan pada rak yang berbeda dengan obat merek dagang, masing-masing disusun menurut abjad. Selain itu, untuk memudahkan petugas dalam pencarian dan pengambilan, obat-obatan disusun dalam kotak bewarna, diantaranya, biru untuk obat paten, hijau untuk obat generik, kuning untuk vitamin, dan merah untuk psikotropik, narkotik dan obat-obat tertentu. Untuk sediaan setengah padat disimpan berdasarkan farmakologi, sedangkan sediaan cair disimpan ditempat yang terpisah dan disusun berdasarkan abjad. Untuk sediaan yang tidak stabil pada suhu ruang seperti vaksin, insulin dan suppos disimpan dalam kulkas. Untuk obat herbal dan bebas, suplemen makanan  serta beberapa Bahan Medis Habis Pakai seperti masker, handscoon, kasa steril disimpan di etalase bagian depan apotek.

Untuk setiap item obat paten dan generik dilengkapi dengan kartu stok yang diletakkan disamping obat tersebut serta dicatat barang yang masuk dan keluar setiap harinya.

3.5.6.      Penjualan Barang di Apotek

a.      Penjualan Obat dengan Resep Dokter

Prosedur penerimaan resep dengan penjualan tunai adalah:

1.      Melakukan skrining kelengkapan resep yaitu nama, SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, umur, dan alamat pasien, nama obat, potensi, dosis dan jumlah obat yang diminta, cara pembuatan, cara pemakaian yang jelas dan informasi.

2.      Pemberian nomor pada resep dan di hitung total harga obat yang terdapat dalam resep. Dalam suatu kondisi, pasien terkadang terlebih dahulu menanyakan harga dan bila disetujui baru diberikan nomor resep.

3.  Untuk resep racikan dilakukan perhitungan, pengambilan obat yang diperlukan, kemudian diracik sesuai permintaan dokter yang terdapat dalam resep.

4.   Obat yang telah diracik, dikemas dan diberi etiket yang sesuai, kemudian diperiksa kembali oleh tenaga teknis kefarmasian mengenai nama pasien, nomor resep, nama dan jumlah obat serta aturan pakai sesuai petunjuk dokter.

5.  Obat diserahkan kepada Apoteker dan dilakukan pemeriksaan ulang. Setelah itu, obat diserahkan kepada pasien dengan memanggil dan meminta nomor yang ada pada pasien. Jika dalam resep dokter terdapat obat narkotik, maka tenaga teknis kefarmasian meminta kepada pasien alamat lengkap dan nomor telpon pasien yang diperlukan.

6.      Dalam menyerahkan obat kepada pasien diberikan informasi yang diperlukan mengenai obat.

7.    Obat yang tidak diambil seluruhnya oleh pasien atau resep yang di ulang (iter) dibuat salinan resepnya dan diserahkan bersama obat. Salinan resep juga dapat dibuat jika diminta oleh pasien.

Setiap hari resep obat yang masuk akan dikumpulkan. Untuk obat narkotika dan psikotropika dibundel terpisah dari resep lainnya serta dicantumkan tanggal. Setiap bulan resep ini dibundel dan disimpan pada penyimpanan resep. Selain itu untuk resep umum, BPJS, dan PRB juga dilakukan pembundelan terpisah untuk memudahkan pencarian jika sewaktu-waktu diperlukan. Setiap hari  resep yang masuk akan ditulis kembali kebuku resep.

b.      Penjualan Obat Bebas, Obat Herbal dan Suplemen Makanan

Penjualan obat bebas, obat herbal dan suplemen makanan lebih sederhana dibandingkan dengan pelayanan resep doker. Petugas dapat langsung mengambilkan obat yang diminta konsumen, kemudian langsung dibayar dikasir.

c.    Penjualan Obat Bebas Terbatas dan Keras

            Penjualan obat yang dimaksud disini adalah obat yang dibeli tanpa resep dokter tetapi masuk kedalam stok gudang apotek seperti ponstan, salep bioplasenton dan termasuk pembelian obat-obat generik (allopurinol, mebendazol, sucralfate dan lain-lain). Penjualan obat dalam ini dicatat kedalam buku penjualan obat.

d. Penjualan obat golongan narkotika dan psikotropika

          Penjualan obat narkotika dan psikotropika di apotek Assabil Farma ini dibeli harus dengan menggunakan resep dari dokter. Penjualan obat narkotika dan psikotropika ini dicatat kedalam buku penggunaan narkotika dan psikotropika.

3.6.  Pemberian Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi:

1.      memberikan informasi tentang khasiat obat tersebut

2.      memberikan informasi cara penggunaan obat tersebut

3.      meberikan informasi tentang dosis dan lama penggunaan obat tersebut

4.      memberikan informasi tentang efek samping obat tersebut

5.      memberikan informasi tentang cara penyimpanan obat

3.7. Pembukuan dan Pelaporan

3.7.1.      Pembukuan

Pembukuan merupakan bagian dari administrasi yang diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan apotek. Ada beberapa jenis pembukuan yang dapat ditemukan di apotek Assabil Farma meliputi :

a.       Buku penjualan obat

b.      Buku penerimaan barang

c.       Buku resep

d.      Buku pesanan barang

e.       Buku daftar harga

f.       Buku pemakaian obat golongan narkotika

g.      Buku pemakaian obat golongan psikotropika

h.      Buku copy resep

i.        Blanko pesanan narkotika

j.        Blanko pesanan psikotropika

k.      Kartu stok barang

l.        Blanko surat pemesanan

m.    Blanko kwitansi

n.      Buku pemakaian obat

3.7.2.      Pelaporan

Apotek Assabil Farma membuat laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mengisi blanko yang tersedia. Laporan ini dibuat empat (4) rangkap. Satu (1) rangkap untuk Dinas Kesehatan Kota Padang dan tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Kota Padang, Badan POM dan untuk arsip apotek.

3.8. Pemusnahan Resep

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi  pemusnahan dilakukan jika diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali, telah kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan, dibatalkan izin edarnya atau berhubungan dengan tindak pidana.

Untuk pemusnahan obat yang mengandung narkotik dan psikotropik di apotek dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab dan disaksikan oleh Dinas Kabupaten atau Kota dan atau Balai besar/Balai POM Makanan setempat. Resep narkotik disimpan selama 3 tahun baru bisa dimusnahkan, sedangkan untuk obat selain narkotik disimpan selama 5 tahun.

BAB IV

PEMBAHASAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) telah berlangsung dari tanggal 9 September 2019 sampai tanggal 18 Oktober 2019, bertempat di Apotek Assabil Farma Padang. Ditinjau dari lokasi dan tata letak Apotek assabil Farma di jalan KH. Ahmad Dahlan Nomor 117 Solok sangat strategis karena terletak dipusat kota yang mudah dijangkau dari berbagai daerah. Ini terlihat dari lokasinya yang berada didekat jalan raya, dimana jalur lalu lintas kendaraan umum maupun pribadi juga cukup ramai sehingga memudahkan transportasi bagi pasien. Apotek Assabil Farma merupakan apotek yang sebagian besar yang melayani resep dokter baik dari dokter berpraktek disana maupun dari dokter berpraktek diluar dan juga melayani resep dari rumah sakit  dan puskesmas serta penjualan obat-obat bebas dan alat kesehatan.

Apotek Assabil Farma ini bekerja sama dengan praktek Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Paru Dan Asma, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata, Dokter Spesialis Jantung Dan Pembuluh Darah, Dan Dokter Spesialis Orthopedi Dan Traumatologi. Selain bekerjasama dengan dokter, apotek Assabil Farma juga bekerjasama dengan BPJS, PT. Asuransi (In-health) dan PT. BA.

Dilihat dari sarana dan prasarana Apotek Assabil Farma mempunyai fasilitas baik dari segi tata ruangan maupun sarana penunjang lainnya. Apotek Assabil Farma memiliki ruangan yang dibagi atas beberapa bagian yaitu ruang tunggu yang dilengkapi dengan beberapa kursi, ruang pelayanan, ruang peracikan, ruang sholat, toilet, dan ruang praktek dokter.

Pengorganisasian tugas dan wewenang di Apotek Assabil Farma saat ini sudah berjalan dengan baik. Pembagian tugas telah jelas, sehingga tiap karyawan bertanggung jawab penuh terhadap tugasnya masing-masing, walaupun begitu sistem kerja sama yang bersifat dinamis tetap berjalan sehingga pekerjaan tidak menumpuk hanya pada satu orang saja. Hal ini dapat terlihat dari sistem kerja yang dilakukan di ruang peracikan, pekerjaan membuat etiket, petugas yang menyiapkan obat, petugas yang menghitung harga obat, serta petugas yang memeriksa kembali hasil akhir obat yang telah disiapkan dapat dilakukan dengan cekatan oleh semua karyawan.

Perencanaan atau Pemesanan barang di Apotek Assabil Farma dipesan berdasarkan kepada jenis barang yang sudah habis pada hari sebelumnya atau persediaan barang diruang peracikan tinggal sedikit. Banyaknya jumlah barang yang dipesan tergantung pada tingkat pemakaian oleh konsumen. Pemesanan barang dilakukan melalui PBF dengan menggunakan surat pemesanan yang dibuat oleh Asisten Apoteker dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan No Surat Izin Praktek Apoteker. Surat pemesanan dibuat rangkap tiga yang terdiri dari warna putih (PBF) dan warna merah muda dan biru untuk arsip apotek. Pemesanan obat juga dapat dilakukan melalui telepon dan diikuti dengan surat pemesanan barang yang dipesan telah datang. Untuk jenis-jenis obat bebas pemesanan hanya dilakukan oleh karyawan biasa.

Untuk obat golongan Psikotropika oleh Apotek dengan menggunakan surat pemesanan khusus Psikotropika yang dibuat dan ditandatangani oleh APA dan pemesanan hanya dilakukan ole Apoteker. Surat pemesanan ini dibuat rangkap 2 (Lembaran yang asli untuk PBF, sedangkan lembaran yang keduanya untuk apotek ).

 Untuk obat golongan Narkotika oleh Apotek dengan menggunakan surat pemesanan khusus Narkotika yang dibuat dan ditandatangani oleh APA. Surat pemesanan ini dibuat rangkap 4 (1 lembar untuk apotek dan 3 lembar lainnya untuk PBF) yang diberi wewenang mengadakan penjualan obat Narkotika yaitu PBF Kimia Farma. Khusus untuk pemesanan Narkotika satu surat pesanan untuk satu item obat narkotika.

Penerimaan barang/obat di Apotek Assabil Farma ini dilakukan oleh petugas apotek dengan memeriksa kondisi obat, kesesuaian jumlah, no batch serta expired date. Setelah dirasa cocok maka petugas penerima akan memberi stempel dan tanda tangan pada faktur tersebut. Barang/obat yang datang diberi harga dan dicatat kedalam kartu stock obat.  Biasanya dalam kartu stok obat saat penerimaan barang di catat nama PBF yang mengirim obat serta expire date obat tersebut sehingga mempermudah mengingat saat membuka kartu stok bahwa obat dalam masa expire date yang dekat.

Setelah barang diterima oleh petugas apotek, petugas akan menyimpan obat tersebut. Pelayanan yang cepat merupakan salah satu pertimbangan pengunjung dalam memilih apotek untuk menebus resepnya. Maka untuk mempercepat pelayanan ini, susunan atau penyimpanan obat dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan pengambilan dan pengontrolan. Dalam hal penyusunan dan penyimpanan obat, Apotek Assabil Farma telah melakukan dengan baik. Sistem penyimpanan persediaan perbekalan farmasi diapotek ini yaitu dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan, farmakologi, jenis obat (generic atau paten) dan kemudian disusun berdasarkan abjad. Sistem penyimpanan berdasarkan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari kayu terkunci yang menggantung dan menempel di dinding. Obat-obat yang hampir kadaluarsa segera didistribusikan sehingga tidak menumpuk dan tidak merugikan penjualan apotek.

Pembukuan dan pelaporan di Apotek Assabil Farma telah memiliki sistem pembukuan dan pelaporan yang terstruktur. Pembukuan tersebut mencakup penjualan obat bebas, penjualan obat melalui resep, penerimaan barang, pesanan barang, daftar harga, pemakaian obat golongan psikotropika, narkotika, dan prekursor, kartu stok, blanko surat pesanan obat, blanko salinan resep dan kwitansi. Untuk pelaporan obat psikotropika dan narkotika dilakukan sekali dalam sebulan dengan lampiran 3 lembar yang di sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Besar POM, dan arsip apotek.

Di Apotek Assabil Farma ini ada 2 jenis pelayanan yaitu pelayanan resep dan pelayanan non resep. Pelayanan resep pada Apotek Assabil Farma dilakukan terlebih dahulu skrinning resep yang terdiri dari skrinning administrasi, skrinning farmasetika, serta skrinning farmakologi. Skrinning administrasi meliputi kelengkapan resep seperti nama dokter, nomor surat izin praktek dokter, alamat dokter, tanggal pembuatan resep, tanda R/ beserta nama obat yang diresepkan, nama pasien, usia pasien, dan tanda tangan dokter. Untuk skrinning farmasetika dilihat obat-obat yang diresepkan apakah dosis yang diberikan sudah sesuai. Sementara skrinning farmakologi melihat apakah obat-obat yang diberikan tidak saling memberikan kontraindikasi satu sama lain.

Kelengkapan resep ini diperlukan untuk dokumentasi serta bukti bahwa Apoteker mengerjakan dan menyerahkan resep sesuai dengan yang diberikan pada dokter. Sehingga ketika ada kesalahan  dapat ditelusuri letak kesalahannya. Dalam skrinning resep seringkali dijumpai beberapa hal yang tidak dituliskan oleh dokter atau tulisan dokter kurang jelas.Ketika hal ini terjadi Apoteker/ Asisten Apoteker harus menanyakan kembali kepada pasien maupun dokter untuk memastikan kebenaran resep.

Setelah dilakukan skrinning resep, Asisten Apoteker kemudian menghitung harga pada tiap obat yang akan diberikan. Setelah itu, Asisten apoteker menanyakan kesediaan pasien apakah obat ingin langsung ditebus semua atau tidak. Setelah pasien menyetujui dan membayar resep, Asisten apoteker  langsung mengerjakan resep, memberikan etiket serta memberikan informasi penggunaan obat dan informasi lainnya yang harus diketahui pasien ketika mengkonsumsi obat tersebut.

Dalam pemberian informasi kepada pasien, sesuai dengan fungsi apotek sebagai pusat informasi, maka petugas harus dapat memberikan informasi yang benar dan jelas kepada pasien sehingga obat dapat dipakai secara baik dan rasional. Disini dituntut peran apoteker supaya lebih meningkatkan perannya dalam pelayanan informasi mengenai obat sebagaimana telah digariskan oleh menteri kesehatan RI dalam Permenkes no 922/Menkes/X/1993 dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang oiptimal.

Setelah pemberian informasi dilakukan pembayaran langsung ke kasir. Untuk resep pasien BPJS, PT.BA dan Asuransi tidak dilakukan secara langsung melainkan diklaim keperusahaan tersebut, lalu perusahaan akan membayar kepada apotek.

Pelayanan non resep di Apotek  Assabil Farma  dapat berupa pembelian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat herbal, suplemen makanan maupun perbekalan farmasi seperti kassa, plester, dan lain-lain. Pelayanan non resep di Apotek Assabil Farma sudah berjalan dengan baik dan tetap sesuai dengan aturan yang berlaku. Pasien diberikan informasi mengenai cara penggunaan obat serta informasi lainnya yang harus diketahui pasien saat mengkonsumsi obat tersebut, terlebih lagi jika obat tersebut berupa obat keras atau berupa obat yang harus dikonsumsi hingga habis. Obat-obatan yang dianggap dapat disalahgunakan pada pasien tidak diberikan kecuali pasien menyerahkan resep dari dokter. Pembelian obat-obatan maupun perbekalan farmasi di Apotek Assabil Farma dicatat sehingga dapat mempermudah pemeriksaan pemasukan serta dapat memantau obat-obat yang perputarannya cepat.

Resep-resep selain narkotik dan psikotropik yang diterima, dikumpulkan, dibundel, dan disimpan selama 5 tahun. sedangkan untuk narkotik dan psikotropik disimpan selama 3 tahun. Resep yang telah disimpan melewati batas tersebut dapat dimusnahkan dengan cara dibakar. Waktu pemusnahan resep dibuat berita acara pemusnahan, yang memuat hari, tanggal pemusnahan, berat resep yang dimusnahkan, tempat pemusnahan, tanggal resep dimusnahkan, orang yang melakukan pemusnahan serta saksi yang menyaksikan pemusnahan.

Secara keseluruhan, Apotek Assabil Farma sudah menjalankan fungsinya sebagai sarana pelayanan obat dan informasi obat yang baik sesuai dengan peraturan kefarmasian dan tuntutan perkembangan masyarakat saat ini yang membutuhkan pelayanan yang bermutu dan bersahabat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1              Kesimpulan

Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di apotek ASSABIL Farma periode 9 September18 Oktober 2019 dapat diambil kesimpulan bahwa secara keseluruhan Apotek Assabil Farma sudah sangat baik, hal itu terlihat dari fasilitas yang memadai, tenaga kerja yang kompeten, pelayanan yang cepat dan tepat terhadap pasien serta manajemen obat yang baik.

1.2              Saran

1.   Diperlukan ruang khusus konseling agar dapat meningkatkan pelayanan farmasi klinik di Apotek, hal ini dapat menjadi nilai lebih dari Apotek Assabil Farma.

2. Semua obat atau produk yang berada di Apotek Assabil Farma sebaiknya diinput menggunakan pencatatan elektronik untuk mempermudah dalam pengendalian dan penanganan.

3.    Sebaiknya obat yang berada digudang dilengkapi dengan palet untuk meminimalisir kerusakan selama penyimpanan.

4.   Ruangan apotek sebaiknya dilengkapi dengan alat pengukur suhu supaya obat tetap berada pada suhu kamar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Pedoman Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Depkes RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Kepmenkes R.I. Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemeberian Izin Apotik, Kemenkes R.I., Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2016 tentang Kesehatan: Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1997. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/Sk/X/2002, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.992/Menkes/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 287/Menkes/Sk/V/1981 tentang persyaratan luas apotek. Jakarta.

 

ISFI. 2003. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia : Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 31 Tahun 2016 tentang “Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 73 Tahun 2016 tentang “Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek”.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor  9 Tahun 2017 tentang “Apotek”.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 889 Tahun 2011 tentang “Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

Peraturan Menteri Kesehatan RI (Permenkes RI) No. 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

Peraturan Menteri Kesehatan RI (Permenkes RI) No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Golongan Obat Narkotika. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI (Permenkes RI) No. 3 Tahun 2017 tentang Perubahan Golongan Obat Psikotropika. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makananan Republik Indonesia  Nomor 40 tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi.