MAKALAH
GOUT DAN HIPERURISEMIA
FATMA ZAHRA
1404045
SEKOLAH TINGGI FARMASI
INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “GOUT”.
Adapun
makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu,
tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatannya.
Namun
tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik
dari segi penyusun bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca untuk
memberi saran dan kritik kepada sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya
penyusun mengharapkan semoga makalah yang berjudul “GOUT” dapat diambil hikmah
dan manfaatnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Padang,
Agustus 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………..………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang………………………………………………………………………. 1
1.2.Rumusan
Masalah ……………………………………………………………………. 2
1.3.Tujuan
Penulisan……………………………………………………………………... 2
1.4.Manfaat
Penulisan……………………………………………………………………. 2
BAB II: ISI
2.1.Definisi
Gout…………………………………………………………………………. 3
2.2.Faktor
Resiko Gout…………………………………………………………………… 3
2.3.Patofisiologi…………………………………………………………………………… 4
2.4.Ciri
Klinik……………………………………………………………………………... 7
2.5.Diagnosis……………………………………………………………………………… 7
2.6.Hasil
Yang Dinginkan ………………………………………………………………… 8
2.7.Perawatan
Gout ……………………………………………………………………… 8
2.7.1. Terapi
Non Farmakologi………………………………………………… 8
2.7.2. Terapi
Farmakologi………………………………………………………. 8
2.8.Terapi Pencegahan…………………………………………………………………… 11
2.8.1. Prinsip
Umum……………………………………………………………….. 11
2.8.2. Kolkisin……………………………………………………………………… 11
2.8.3. Terapi
Penurunan Asam Urat…………………………………………………. 12
2.8.4. Obat-Obatan
Urikosurik……………………………………………………… 12
2.8.5. Inhibitor
Xanthine Oksidase………………………………………………….. 13
2.9.Evaluasi
Hasil Terapi…………………………………………………………………. 14
BAB III: PENUTUP
3.1.
Kesimpulan………………………………………………………………………….. 15
3.2.
Saran………………………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………..…………………………………… 16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Penyakit gout merupakan masalah
kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kesakitan tertinggi di Indonesia. Gout
merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan metabolisme purin di dalam
tubuh. Dimana akan terjadi peningkatan produksi asam urat dan penurunan
ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan penumpukan kadar asam urat
di sendi dan saluran ginjal (Brunner & Suddarth, 2002).
Di
dunia prevalensi penyakit gout mengalami kenaikan jumlah penderita hingga dua
kali lipat antara tahun 1990-2010. Pada orang dewasa di Amerika Serikat
penyakit gout mengalami peningkatan dan mempengaruhi 8.3 juta (4%) orang
Amerika. Sedangkan prevalensi hiperurisemia juga meningkat dan mempengaruhi
43.300.000 (21%) orang dewasa di Amerika Serikat (Zhu dkk, 2011 dalam Sun,
2014).
Berkaitan
dengan hal diatas, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap penyakit gout
secara berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut, maka pada makalah ini akan
dibahas mengenai penyakit gout serta penatalaksanaannya.
1.2.Rumusan
Masalah
Apa itu gout dan bagaimana penatalaksanaanya?
1.3.Tujuan
Penulisan
Mengetahui tentang gout dan penatalaksanaanya.
1.4.Manfaat
Penulisan
1.
Bagi penulis mengetahui lebih dalam
mengenai penyakit gout dan penalaksanaannya.
2.
Bagi mahasisa dan masyarakat umum
sebagai bahan bacaan dan penambah informasi mengenai penyakit gout dan
penalaksanaannya.
BAB
II
ISI
2.1.Definisi
Gout
Gout merupakan suatu keadaan dimana
terjadi gangguan metabolisme purin di dalam tubuh. Dimana akan terjadi
peningkatan produksi asam urat dan penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal
sehingga menyebabkan penumpukan kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal
Terminologi
Gout menjelaskan lingkupan (spektrum) penyakit termasuk hiperurisemia, serangan
berulang artritis akut yang terkait dengan kristal mononatrium urate pada
leukosit yang terdapat pada cairan sinovial, deposit kristal mononatrium urate
pada jaringan (tophi), penyakit ginjal interstitial, dan nefrolitiasis karena
asam urat.
Hiperurisemia
bisa berupa kondisi asimptomatik, dengan peningkatan konsentrasi asam urat
sebagai tanda kelainan. Konsentrasi urate >7,0 mg/dL adalah abnormal dan
dihubungkan dengan peningkatan resiko untuk gout.
2.2.Faktor
Resiko Gout
Secara
garis besar, terdapat dua factor resiko yang dapat membuat seseorang lebih
mudah terkena gout, yaitu factor yang dapat dimodifikasi dan factor yang tidak
dapat dimodifikasi.faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia dan
jenis kelamin. sedangkan fakfactorsiko yang dapat dimodifikasi adalah
pekerjaan, glomerular filtration rate (GFR), kadar asam urat, dan
penyakit-penyakit penyerta lain seperti diabetes mellitus, hipertensi dan
disipidemia (festy, 2009).
2.3.Patofisiologi
·
Pada manusia, asam urat adalah produk
akhir dari degradasi purin. Fungsi fisiologisnya tidak diketahui sehingga
dianggap sebagai sampah. Cadangan urate meningkat beberapa kali pada individu
yang mengalami gout. Akumulasi berlebih ini bisa muncul baik dari overproduksi
atau sekresi yang kurang.
·
Purin yang merupakan sumber asam urat
berasal dari tiga sumber: purine dari makanan, perubahan asam nukleat jaringan
menjadi nukleotida purine, dan sintesis de nouvo basa purine.
·
Abnormalitas pada sistem enzim yang
mengatur metabolisme purine bisa berakibat pada overproduksi asam urat.
Peningkatan aktivitas phosphoribosyl pyrophosphate (PRPP) synthetase berakibat
peningkatan konsentrasi PRPP, penentu pada sintesis purine. Defisiensi
hypoxanthine-guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT) bisa berakibat pada
overproduksi asam urat.. HGPRT bertanggung jawab untuk konversi guanine menjadi
asam guanilat dan hypoxanthine menjadi asam inosinat. Kedua konversi ini
membutuhkan PRPP sebagai co-substrate dan merupakan reaksi penting pada
sintesis asam nukleat. Defisiensi pada enzim HGPRT berakibat peningkatan
metabolisme guanine dan hypoxanthine menjadi asam urat dan lebih banyak PRPP
untuk berinteraksi dengan glutamine pada langkah pertama jalur sintesis purine.
Ketiadaan total HGPRT berakibat sindrom Lesch-Nyhan pada masa anak-anak, yang
dicirikan dengan athetosis, spasticity, keterbelakangan mental, dan produksi
berlebihan asam urat.
·
Asam urat juga bisa overproduksi sebagai
konsekuensi dari peningkatan penghancuran asam nukleat jaringan, seperti pada
myeloproliferasi dan kelainan limfoproliferasi.
·
Purine dari makanan memegang peranan
penting pada pembentukan hiperurisemia pada
absennya gangguan pada metabolisme dan ekskresi purine.
·
Sekitar dua per tiga asam urat yang
diproduksi tiap hari diekskresikan di urine. Sisanya dieliminasi melalui
saluran cerna setelah degradasi enzimatik oleh bakteri kolon. Penurunan
ekskresi asam urat di urine di bawah tingkat produksi mengakibatkan
hperurisemia dan peningkatan cadangan natrium urate.
·
Obat yang menurunkan kliren asam urat
oleh ginjal melalui modifikasi filtrasi atau salah satu proses pada transpor
tubular termasuk duretik, salisilat (<2 g/hari), pirazinamide, etambutol,
asam nikotinat, etanol, levodopa, siklosporin dan obat sitotoksik.
·
Individu normal memproduksi 600-800 mg
asam urat tiap hari dan mengekskresikan kurang dari 600 mg di urine. Individu
yang mengekskresikan lebih dari 600 mg pada diet bebas purine dianggap
memproduksi terlalu banyak. Individu hiperurisemia yang mengekskresikan kurang
dari 600 mg asam urat per 24 jam pada diet bebas purine dianggap memproduksi di
bawah normal. Pada diet normal, ekskresi >1000 mg per 24 jam mencerminkan
overproduksi; kurang dari itu mungkin normal.
·
Penyimpanan asam urat pada cairan
sinovial mengakibatkan inflamasi yang melibatkan mediator kimia yang
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan aktivitas
kemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear. Fagositosis kristal urat oleh
leukosit berakibat lisis sel dengan cepat dan pelepasan enzim proteolitik ke
sitoplasma. Reaksi inflamasi yang muncul dihubungkan dengan sakit persendian
yang hebat, erythema, panas dan membengkak.
·
Nefrolitiasis asam urat terjadi pada
10-25% pasien dengan gout. Faktor yang membuat individu rentan terhadap
nefrolitiasis asam urat termasuk ekskresi berlebihan asam urat melalui urin,
urin yang asam, dan urin yang pekat.
·
Pada nefropati asam urat akut, gagal
ginjal akut terjadi sebagai hasil dari penghalangan aliran urine sekunder
sehingga terjadi presipitasi kristal asam urat yang masif pada tubulus pengumpul
dan ureter. Sindrome ini sering terjadi pada pasien dengan myeloproliferasi
atau kelainan limfoproliferasi dan hasil dari keganasan yang masif, terutama
ketika memulai kemoterapi. Nefropati urat kronik disebabkan penyimpanan jangka
panjang kristal urat pada parenkim ginjal.
·
Tophi (deposit urat) jarang pada subjek
gout dan merupakan komplikasi akhir dari hiperurisemia. Tempat paling umum
untuk deposit tophaceous pada pasien dengan gout artritis berulang adalah pada
dasar jempol kaki, sisi luar telinga, olelacranon bursae, tendon Achiles,
lutut, pergelangan tangan dan tangan.
2.4.Ciri
Klinik
Serangan akut
gout artritis dicirikan oleh rasa sakit yang hebat, bengkak, dan inflamasi.
Serangan awalnya pada daerah terbatas, terutama pada persendian
metatarsophalangeal pertama (podagra), dan lalu, menurut tingkat keseringan,
daerah pertemuan telapak kaki dan pergelangan kaki, pergelangan kaki, tumit,
lutut, pinggang, jari dan siku. Serangan biasanya terjadi malam hari ketika
pasien terbangun dari tidur dengan sakit yang hebat. Persendian yang terkena
membengkak, terasa hangat dan memerah. Demam dan leukositosis adalah biasa.
Serangan yang tidak diobati berlangsung selama 3-14 hari sebelum terjadi
penyembuhan secara spontan.
Meski serangan
akut gout artritis bisa terjadi tanpa sebab yang jelas, serangan bisa dipicu
oleh stress, trauma, menghirup alkohol, infeksi, operasi, penurunan serum asam
urat secara cepat dengan penggunaan agen penurun asam urat, dan menggunakan
obat yang diketahui menaikkan konsentrasi serum asam urat.
2.5.Diagnosis
Diagnosis
definitif dicapai dengan aspirasi cairan sinovial dari persendian yang terkena kristal
intraselular dari mononatrium urat monohidrat pada leukosit cairan sinovial.
Ketika aspirasi
persendian bukan merupakan pilihan, diagnosis awal dari gout artritis akut bisa
dibuat dengan dasar kehadiran gejala dan simtom serta respon terhadap
perawatan.
2.6.Hasil
Yang Dinginkan
Tujuan dari
pengobatan gout adalah menghilangkan serangan akut, mencegah serangan berulang
gout artritis, dan mencegah komplikasi terkait deposit kristal urat pada
jaringan.
2.7.Perawatan
Gout
2.7.1.
Terapi
non Farmakologi
Pasien
dinasihati untuk mengurangi asupan makanan kaya purine (seperti jeroan),
menghindari alkohol, dan mengurangi berat jika kegemukan.
2.7.2.
Terapi
Farmakologi
1.
Indometasin
Indometasin sama efektif dengan
kolkisin pada perawatan gout artritis akut dan lebih disukai karena toksisitas
saluran cerna akut lebih jarang terjadi dari pada kolkisin (Gambar 1-1). Mulai
perawatan dengan dosis relatif besar untuk 24-48 jam pertama dan lalu kurangi
bertahap selama 3-4 hari untuk meminimalisir resiko serangan berulang. Sebagai
contoh, 75 mg indometasin bisa diberikan awalnya, diikuti 50 mg tiap 6 jam
selama 2 hari, lalu 50 mg tiap 8 jam selama 1 atau 2 hari.
Efek samping khusus indometasin
termasuk sakit kepala dan pusing. Semua NSAID telah dihubungkan menyebabkan
ulserasi dan perdarahan lambung, tapi ini mungkin tidak terjadi untuk terapi
singkat.
2. NSAID
lain
NSAID lain (naproxen, fenoprofen,
ibuprofen dan piroxicam). juga efektif
untuk mengurangi inflamasi gout akut. NSAID sebaiknya digunakan dengan
hati-hati pada individu dengan riwayat penyakit peptik ulser, gagal jantung,
gagal ginjal kronik, atau penyakit arteri koroner.
3. Kolkisin
Kolkisine biasanya diberikan oral 1
mg awalnya, diikuti 0,5 mg tiap 2 jam sampai simtom pada sendi berkurang,
pasien mengalami diare atau rasa tidak nyaman pada abdominal, atau total dosis
8 mg telah diberikan. Sekitar 75-90% pasien dengan gout artritis akut merespon
baik terhadap kolkisin ketika perawatan dimulai dalam 24-48 jam onset simtom
pada sendi. Masalah utama sehubungan dengan kolkisin oral adalah toksisitas
saluran cerna pada 50-80% pasien.
Tingginya insiden saluran cerna ini
bisa diatasi dengan memberikan kolkisin secara intravena. Dosis awal iv adalah
2 mg. Jika serangan tidak berkurang, dosis tambahan 1 mg bisa diberikan pada
jam ke-6 dan 12 sehingga total dosis 4 mg untuk serangan spesifik. Kolkisin
sebaiknya dilarutkan dalam 20 ml normal saline sebelum pemberian untuk mengurangi
sklerosis vena. Ekstravasasi lokal dari kolkisin iv bisa menyebabkan inflamasi
dan nekrosis dari jaringan di sekitarnya. Kontraindikasi termasuk kelainan
ginjal dan vena kecil yang sulit diinjeksi. Kolkisin iv tidak boleh digunakan
pada individu yang netropenik, mempunyai kelainan ginjal yang parah (kliren
kreatin <10 ml/menit), atau mengalami insufisiensi hati dan ginjal.
Kolkisin harus dihentikan dalam 7
hari setelah terapi oral atau iv untuk mengurangi resiko toksisitas sumsum
tulang. Dosis sebaiknya dikurangi 50% pada pasien dengan kliren kreatin antara
10-50 ml/menit dan dibatasi sebanyak 2 mg pada mereka yang menerima dosis pemeliharan kolkisin.
4. Glukokortikoid
Glukortikoid bisa digunakan untuk
mengobati serangan akut gout artritis tapi
terbatas hanya untuk kasus resistensi atau untuk pasien dengn
kontraindikasi untuk terapi kolkisin dan
NSAID.
Prednisone, oral 30-60 mg per hari,
bisa digunakan pada pasien dengan serangan pada banyak sendi. Karena serangan
bisa terjadi selama penarikan steroid, dosis harus diturunkan bertahap dengan
interval 5 mg selama 10-14 hari.
Gel Adrenocorticoid Hormone (ACTH),
40-80 USP unit, bisa diberikan intramuskular tiap 6-8 jam selama 2-3 hari dan
dikurangi secara bertahap dan dihentikan.
Triamcolone hexacetodine, 20-40 mg
diberikan intra-articulary, bisa berguna untuk gout akut pada sendi tunggal.
2.8.Terapi Pencegahan
2.8.1.
Prinsip
umum
Jika serangan pertama gout artritis
akut ringan dan segera merespon terhadap perawatan, konsentrasi serum urat
pasien hanya naik sedikit, dan ekskresi asam urat melalui urine tidak
berlebihan (<1000 mg/24 jam pada diet normal), maka perawatan profilaksis
bisa ditunda.
Jika pasien mendapat serangan gout
artritis yang parah, terjadi komplikasi litiasis asam urat, serum asam urat naik (>10 mg/dl),
atau ekskresi asam urat melalui urin selama 24 jam > 1000 mg, maka perawatan
profilaksis harus segera dilakukan setelah serangan akut. Terapi profilaksis
juga sesuai untuk pasien dengan serangan gout artritis yang sering (yaitu lebih
dari dua atau tiga per tahun) bahkan jika konsentrasi serum asam urat normal
atau sedikit naik.
2.8.2.
Kolkisin
Kolkisin yang diberikan 0,55-0,6
dua kali sehari bisa efektif untuk
mencegah artritis berulang pada pasien yang tidak terlihat memiliki
tophi dan konsentrasi serum urat-nya sedikit naik. Pasien yang merasakan onset
serangan akut harus meningkatkan dosis menjadi 1mg tiap 2 jam; umumnya serangan
akan hilang setalah 1 atau 2 mg.
2.8.3.
Terapi
Penurunan Asam Urat
·
Pasien dengan riwayat gout artritis
berulang dan konsentrasi serum asam urat yang naik signifikan mungkin paling
baik dirawat dengan terapi penurun asam urat.
·
Kolkisin, 0,5 mg dua kali sehari, harus
diberikan selama 6-12 bulan pertama terapi antihiperurisemi untuk mengurangi
resiko serangan akut yang bisa terjadi selama awal terapi penurunan asam urat.
·
Tujuan terapetik dari terapi
antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi serum urat di bawah 6 mg/dl.
2.8.4.
Obat-obatan
Urikosurik.
·
Probenesid dan sulfinpirazone
meningkatkan kliren ginjal untuk asam urat dengan menginhibit reabsorpsi
tubular dari asam urat. Terapi dengan urikosurik harus dimulai pada dosis kecil
untuk menghindari uriksuria dan kemungkinan pembentukan batu. Menjaga aliran
urin yang cukup dan alkalisasi urine dengan natrium bikarbonat atau larutan
Shohl selama beberapa hari pertama terapi urikosurik akan mengurnagi
kemungkinan pembentukan batu asam urat.
·
Probenesid diberikan awal sebesar 250 mg
dua kali sehari selama 1-2 minggu, lalu 500 mg dua kali sehari selama 2 minggu.
Lalu, dosis harian ditingkatkan 500 mg tiap 1-2 minggu sampai hasil yang
diinginkan tercapai atau dosis total 2 g/hari telah tercapai.
·
Dosis awal sulfinpirazone adalah 50 mg
dua kali sehari untuk 3-4 hari, lalu 100 mg dua kali sehari, tingkatkan dosis
harian 100 mg tiap minggu sampai tercapai dosis 800 mg/hari.
·
Efek samping utama adalah iritasi
saluran cerna, kulit kemerahan dan hipersensitivitas, serangan gout artritis
akut, dan pembentukan batu. Obat-obat ini kontraindikasi pada pasien dengan
kelainan fungsi ginjal (kliren kreatin <50 ml.menit).
2.8.5.
Inhibitor
Xanthine Oksidase
·
Allupurinol dan metabolit utamanya,
oxypurinol, adalah inhbitor xanthine dan menghambat perubahan hypoxanthine
menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam urat. Allupurinol juga menurunkan
konsentrasi PRPP intraseluler. Karena waktu paruh metabolitnya yang panjang,
allupurinol bisa diberikan sekali sehari. Dosis oral harian 300 mg biasanya
cukup. Terkadang, 600-800 mg/hari bisa diberikan.
·
Allupurinol adalah obat hiperurisemic
bagi pasien dengan riwayat batu saluran kemih atau kelainan fungsi ginjal, pada
pasien yang mempunyai myeloproliferasi atau kelainan limfoproliferasi dan
membutuhkan perawatan awal dengan inhibitor xanthine oxidase sebelum memulai
terapi sitotosik untuk melindungi terhadap nefropati asam urat akut, dan pada
pasien dengan gout karena overproduksi asam urat.
·
Efek samping utama allupurinol adalah
kulit kemerahan, leukopenia, toksisitas saluran cerna, dan peningkatan
frekuensi serangan gout akut dengan dimulainya terapi.
2.9.Evaluasi
Hasil Terapi
Pasien
harus dimonitor untuk berkurangnya sakit pada sendi dan juga efek samping dan
interaksi obat sehubungan dengan terapi. Rasa sakit yang hebat pada serangan
gout artritis seharusnya mulai berkurang dalam sekitar 8 jam sejak perawatan
dimulai. Hilangnya sakit, erythema, dan inflamasi biasanya terjadi dalam 48-72
jam
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gout
merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan produksi asam urat dan
penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan penumpukan kadar
asam urat di sendi dan saluran ginjal. untuk
terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan mengurangi asupan makanan kaya
purine (seperti jeroan), menghindari alkohol, dan mengurangi berat bedan.
Sedangkan untuk farmakologi dapat digunakan obat-obatan seperti Indometasin,
NSAID, kolkisin, glukokortikoid, obat-obatan urikosurik, inhibitor xanthine
oksidase\
3.2. Saran
Penulis
menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi penulisan yang
lebih baik dimasa yang akan datang.
SUMBER:
Brunner and Suddarth. (2002).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi. 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Dipiro.,JT.,
2009, Pharmacotheraphy Handbook 7th Edition, Mc.Graw Hill, New York.
Festy P, Rosyiatul AH, Aris A. 2009
Hubungan Antara Pola
Makan Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Wanita
Postmenopause Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Dr.
Soetomo Surabaya. FIK UM : Surabaya
No comments:
Post a Comment