1.
Pendahuluan
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/SK/X/2010, Industri
Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat. Pembuatan obat adalah
seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan
awal dan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu
sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Untuk memastikan
agar mutu yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya,
maka dalam pembuatan obat berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari
manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan
hygiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu,
dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan
kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
kualifikasi dan validasi.
Salah
satu aspek personalia dalam CPOB adalah Apoteker. Apoteker dalam Industri
Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.
Kedudukan Apoteker dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi,
pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Karena kedudukannya, seorang Apoteker
dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis
yang memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada di Industri Farmasi.
2.
Profil
PT. Nusantara Beta Farma
PT. Nusantara
Beta Farma didirikan oleh bapak Drs. H.
Yusri Umar, Apt dalam bentuk Industri Farmasi terbatas pada tahun 1979, dengan
nama Beta Farma Indonesia. Industri ini berlokasi di Jl. Sawahan Dalam V No 1
Padang. Pada tanggal 9 Oktober 1979, industri mengajukan perubahan nama menjadi
PT. Nusantara Beta Farma dan diresmikan tanggal 5 November 1979. Industri
Farmasi PT. Nusantara Beta Farma resmi berdiri dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 2661/A/SK/PAB/1981 untuk memproduksi obat-obatan golongan obat
bebas.
Setelah 6 tahun
beroperasi dan mulai berkembang, PT. Nusantara Beta Farma membutuhkan tempat
yang lebih luas untuk kegiatan produksi dan administrasi perusahaan, pada tanggal
24 Januari 1985 PT. Nusantara Beta Farma mengajukan permohonan pindah dari Jl.
Sawahan Dalam V No. 1 ke Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang, kemudian resmi
pindah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.503273/ER/1985
pada tanggal 1 Oktober 1985.
Dalam upaya
meningkatkan mutu obat Indonesia, Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 mengenai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) kepada industri-industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya
keputusan ini, PT.Nusantara Beta Farma mulai membangun sarana dan prasarana
yang lebih baik dan memenuhi syarat CPOB, dimana izin pembangunan untuk pabrik
yang baru dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 1992, kemudian industri farmasi
yang baru mulai dibangun pada tahun 1993 yang berlokasi di Jalan Raya Padang–
Bukittinggi Km 25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang
Pariaman.
Pada tanggal 9
Februari 1995, pabrik yang memenuhi persyaratan CPOB dan telah diberikan
sertifikat CPOB mulai beroperasi dan kegiatan produksi pindah dari Jl. Sawahan
Dalam IV No. 20 Padang ke Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km.25 Desa Pasar
Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman secara bertahap. Pada
awal Juni 1995 seluruh kegiatan produksi dari pabrik lama telah pindah
seluruhnya ke lokasi baru sampai dengan sekarang. Sejak tahun 2002 kepemimpinan
mulai dipegang oleh Ibu Hj. Diana Agustin, S.Si, M.Si, MM., Apt.
Visi PT.
Nusantara Beta Farma:
“Menjadi Industri Farmasi yang terkemuka
di pulau Sumatera”
Misi PT. Nusantara Beta Farma:
“Memproduksi obat yang bermutu tinggi sesuai
dengan persyaratan cGMP guna mendapatkan
kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai”
3.
Jadwal
PKPA
PKPA Di PT.
Nusantara Beta Farma dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Agustus 2019 sampai
dengan 30 Agustus 2019.
4.
Aspek Di
Industri Yang Menjadi Tanggung Jawab Apoteker
a. Produksi
Kepala Bagian Produksi dipimpin oleh seorang Apoteker
yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksana-kan tugas
secara profesional. Apoteker bagian industri hendaklah diberi kewenangan
dan tanggungjawab penuh dalam produksi obat, termasuk:
- Memastikan
bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan.
- Memberikan
persetujuan kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk
kerja diterapkan secara tepat.
- Memastikan
bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh Kepala Bagian
Produksi sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu).
-
Memeriksa
pemeliharaan bangunan fasilitas serta peralatan dibagian produksi.
-
Memastikan
bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
-
Memastikan
bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya
dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
b. Quality
Control (QC)
Kepala Bagian Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker
yang berkualifikasi dan telah memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian
pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam
pengawasan mutu, termasuk:
- Menyetujui
atau menolak bahan awal, bahan pengemasan, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi.
- Memastikan
bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.
- Memberikan
persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode
pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
- Memberi
persetujuan dan memantau semua analisi berdasarkan kontrak.
- Memeriksa
pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian Pengawasan Mutu.
- Memastikan
bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
- Memastikan
bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya
dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
c. Quality
Assurance (QA)
Kepala Bagian Manjemen Mutu (Pemastian Mutu) dipimpin oleh
seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan
sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker
bagian pemastian mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh untuk
melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu atau pemastian mutu,
termasuk:
-
Memastikan
penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.
-
Ikut
serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.
-
Memprakarsai
dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.
-
Melakukan
pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasaan Mutu.
- Memprakarsai
dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap
pemasok).
-
Memprakarsai
dan berpartisipasi dalam program validasi.
- Memastikan
pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM yang berkaitan dengan mutu produk jadi.
- Mengevaluasi
/mengkaji catatan bets.
- Meluluskan
atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua
faktor terkait.
5.
Pembahasan
PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah
satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri
Kosmetik. PT. Nusantara Beta Farma telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan obat dalam non betalaktam, cairan
obat luar non betalaktam dan sediaan semisolid non betalaktam. Secara umum PT.
Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB baik dari segi aspek
manajemen mutu sampai kualifikasi dan validasi. Selain itu juga PT. Nusantara Beta
Farma telah menerapkan aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).
PT. Nusantara
Beta Farma memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk Industri Farmasi yang
sesuai dengan CPOB yaitu APJ Quality
Control (QC), APJ Quality Assurance
(QA) dan APJ Produksi sedangkan pada bagian kosmetika juga memiliki penanggung
jawab seorang Apoteker. Industri Kosmetika yang dimiliki oleh PT. Nusantara
Beta Farma termasuk golongan A. Dimana
syarat industri kosmetik golongan A yaitu memiliki penanggung jawab seorang
Apoteker, mempunyai laboratorium dan dapat memproduksi seluruh bentuk sediaan
kosmetika.
Aset penting bagi perusahaan adalah bidang personalia. Industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala
Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control)
dan Kepala Bagian Pemastian Mutu (Quality
Assurance) yang dipimpin oleh Apoteker dimasing-masing bidang, dan Industri
Nusantara Beta Farma sudah memenuhi itu.
Apoteker penanggung jawab produksi diberi
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat yang bertugas dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai
prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa
petunjuk kerja dapat diterapkan secara tepat.
Dilihat dari segi pengontrolan produk PT. Nusantara Beta Farma melalui
bagian pengawasan mutu (Quality Control),
telah melakukan pengawasan dan pengujian dengan baik dalam menjaga
secara konsisten mutu produk, mulai dari bahan awal sampai produk akhir agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh QC di
Nusantara Beta Farma yaitu melakukan pengambilan sampel bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, lalu dilakukan
pengujian. Untuk bahan awal meliputi pemerian, identifikasi, kemurnian dan penetapan
kadar zat aktif. Untuk bahan pengemas seperti botol yang diuji adalah bobot
botol, ukuran dan volume, untuk etiket
berupa ukuran, warna, kesesuaian tulisan, dan untuk kemasan sekunder berupa
bobot, ukuran dan warna. Untuk pengujian produk ruahan dan antara bisa berupa
pemerian, identifikasi, kadar zat aktif, bobot jenis, homogenitas, PH, dan
viskositas tergantung bentuk sediaan. Sedangkan untuk pemeriksaan produk jadi
bisa berupa pemerian, kesesuaian nomor bets, etiket dan capseal, label,
kebocoran, keadaan pengemas, serta kesesuaian jumlah produk per dus atau per
box. QC tidak hanya melakukan kegiatan
laboratorium saja tetapi juga harus terlibat dengan mutu produk. QC juga
bertanggung jawab dalam mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau
sampel pertinggal dari bahan. Selain itu pengawasan
mutu (Quality Assurance) juga
bertugas dalam menentukan masa edar produk jadi yang dapat dilihat dari uji
stabilitas produk. Semua kegiatan yang dilakukan oleh QC dilakukan
pencatatan.
Pemastian Mutu (Quality Assurance) bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaian. Selain itu juga bertanggungjawab terhadap mutu suatu produk yang
konsisten, serta bertanggungjawab terhadap khasiat dan keamanan produk, mulai dari
proses input samapai output produk jadi.
6. Kesimpulan
a. PT.
Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat
yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik.
b. PT.
Nusantara Beta Farma mempunyai 3 sertifikat CPOB dan 3 sertifikat CPKB
c. Peran
Apoteker di Industri Farmasi yaitu Penanggung Jawab Quality Assurance (QA), Penanggung Jawab Produksi dan Penanggung Jawab Quality Control (QC).
d. PT.
Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB dengan baik.
7. Saran
a. Untuk
meningkatkan penjualan sebaiknya perusahaan mengiklankan produknya tidak hanya
di surat kabar dan radio tapi juga televisi agar lebih dikenal masyarakat
diiringi dengan peningkatan kinerja salesman yang ada.
b. Penambahan
jumlah mesin di PT. Nusantara Beta Farma untuk mempercepat proses produksi.
c. PT. Nusantara Beta Farma hendaknya memperluas dan memperbanyak unit penjualan setiap daerah sehingga daerah atau kota yang ada di propinsi lainnya dapat menggunakan produk dari PT. Nusantara Beta Farma
LAMPIRAN
Tabel Kegiatan
PKPA di PT. Nusantara Beta
Farma
Minggu |
Jenis Kegiatan |
Minggu I |
1.
Orientasi Industri Nusantara Beta Farma 2.
Pengenalan
tentang proses produksi 3.
Pengenalan
tentang proses pengemasan dan membantu
pengemasan produk |
Minggu II |
1.
Melihat
proses produksi kosmetik dan kuasi 2.
Membantu
pengemasan produk 3.
Diskusi
tentang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran Bahan awal/pengemas 4.
Diskusi
tentang PPIC 5.
Mengikuti
pengujian laboratorium produk 6.
Diskusi
tentang Research and Development dan pengenalan produk |
Minggu III |
1.
Melihat
proses produksi obat dan PKRT 2.
Diskusi
tentang CPOB 3.
Diskusi
tentang CPKB 4.
Diskusi
tentang Quality Control 5.
Diskusi
tentang registrasi (obat, obat quasi,
kosmetik, PKRT) 6.
Membantu
pengemasan produk |
Minggu IV |
1.
Melihat
proses produksi kosmetik 2. Diskusi tentang Quality Assurance 3.
Diskusi
tentang Sistem Pengolahan Air (SPA) 4.
Diskusi
tentang pemastian mutu dan limbah 5.
Diskusi
tentang Air Handling Unit (AHU) 6. Persentasi
laporan 7. Penutupan
PKPA dan koreksi laporan akhir |
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan
POM RI, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik Jilid 1, Nomor HK.03.1.33.12.12.8195, Jakarta.
2. Kemenkes
RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/per/XII/2010
tentang Industri Farmasi. Menkes RI: Jakarta
l