Saturday, 13 June 2020

RESUME KOMPRE APOTEKER BAGIAN INDUSTRI

1.      Pendahuluan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/SK/X/2010, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

Untuk memastikan agar mutu yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya, maka dalam pembuatan obat berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

Salah satu aspek personalia dalam CPOB adalah Apoteker. Apoteker dalam Industri Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan Apoteker dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Karena kedudukannya, seorang Apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di Industri Farmasi.

 

2.      Profil PT. Nusantara Beta Farma

PT. Nusantara Beta Farma didirikan oleh bapak  Drs. H. Yusri Umar, Apt dalam bentuk Industri Farmasi terbatas pada tahun 1979, dengan nama Beta Farma Indonesia. Industri ini berlokasi di Jl. Sawahan Dalam V No 1 Padang. Pada tanggal 9 Oktober 1979, industri mengajukan perubahan nama menjadi PT. Nusantara Beta Farma dan diresmikan tanggal 5 November 1979. Industri Farmasi PT. Nusantara Beta Farma resmi berdiri dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2661/A/SK/PAB/1981 untuk memproduksi obat-obatan golongan obat bebas.

Setelah 6 tahun beroperasi dan mulai berkembang, PT. Nusantara Beta Farma membutuhkan tempat yang lebih luas untuk kegiatan produksi dan administrasi perusahaan, pada tanggal 24 Januari 1985 PT. Nusantara Beta Farma mengajukan permohonan pindah dari Jl. Sawahan Dalam V No. 1 ke Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang, kemudian resmi pindah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.503273/ER/1985 pada tanggal 1 Oktober 1985.

Dalam upaya meningkatkan mutu obat Indonesia, Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 mengenai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada industri-industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya keputusan ini, PT.Nusantara Beta Farma mulai membangun sarana dan prasarana yang lebih baik dan memenuhi syarat CPOB, dimana izin pembangunan untuk pabrik yang baru dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 1992, kemudian industri farmasi yang baru mulai dibangun pada tahun 1993 yang berlokasi di Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km 25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.

Pada tanggal 9 Februari 1995, pabrik yang memenuhi persyaratan CPOB dan telah diberikan sertifikat CPOB mulai beroperasi dan kegiatan produksi pindah dari Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang ke Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km.25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman secara bertahap. Pada awal Juni 1995 seluruh kegiatan produksi dari pabrik lama telah pindah seluruhnya ke lokasi baru sampai dengan sekarang. Sejak tahun 2002 kepemimpinan mulai dipegang oleh Ibu Hj. Diana Agustin, S.Si, M.Si,  MM., Apt.

Visi PT. Nusantara Beta Farma:

“Menjadi Industri Farmasi yang terkemuka di pulau Sumatera”

Misi PT. Nusantara Beta Farma:

Memproduksi obat yang bermutu tinggi sesuai dengan persyaratan cGMP guna mendapatkan  kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai”


3.      Jadwal PKPA

PKPA Di PT. Nusantara Beta Farma dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Agustus 2019 sampai dengan 30 Agustus 2019.


4.      Aspek Di Industri Yang Menjadi Tanggung Jawab Apoteker

a.       Produksi

Kepala Bagian Produksi  dipimpin oleh seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang  pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksana-kan  tugas secara profesional. Apoteker bagian industri hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam produksi obat, termasuk:

-   Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

-    Memberikan persetujuan kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.

-     Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

-          Memeriksa pemeliharaan  bangunan fasilitas  serta peralatan dibagian produksi.

-          Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

-          Memastikan bahwa pelatihan awal  dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

b.      Quality Control (QC)

Kepala Bagian Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker yang berkualifikasi dan telah memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:

-      Menyetujui atau menolak bahan  awal, bahan pengemasan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.

-         Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.

-       Memberikan persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.

-        Memberi persetujuan dan memantau semua analisi berdasarkan kontrak.

-       Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian Pengawasan Mutu.

-       Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

-      Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil  di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

c.       Quality Assurance (QA)

Kepala Bagian Manjemen Mutu (Pemastian Mutu) dipimpin oleh seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian pemastian mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu atau pemastian mutu, termasuk:

-          Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.

-          Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.

-          Memprakarsai dan  mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.

-          Melakukan  pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasaan Mutu.

-   Memprakarsai dan berpartisipasi dalam  pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok).

-          Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.

-   Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM yang berkaitan dengan mutu produk jadi.

-        Mengevaluasi /mengkaji catatan bets.

-       Meluluskan atau menolak produk jadi  untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.


5.      Pembahasan

 PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik. PT. Nusantara Beta Farma telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan obat dalam non betalaktam, cairan obat luar non betalaktam dan sediaan semisolid non betalaktam. Secara umum PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB baik dari segi aspek manajemen mutu sampai kualifikasi dan validasi. Selain itu juga PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).

PT. Nusantara Beta Farma memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk Industri Farmasi yang sesuai dengan CPOB yaitu APJ Quality Control (QC), APJ Quality Assurance (QA) dan APJ Produksi sedangkan pada bagian kosmetika juga memiliki penanggung jawab seorang Apoteker. Industri Kosmetika yang dimiliki oleh PT. Nusantara Beta Farma  termasuk golongan A. Dimana syarat industri kosmetik golongan A yaitu memiliki penanggung jawab seorang Apoteker, mempunyai laboratorium dan dapat memproduksi seluruh bentuk sediaan kosmetika.

Aset penting bagi perusahaan adalah bidang personalia. Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control) dan Kepala Bagian Pemastian Mutu (Quality Assurance) yang dipimpin oleh Apoteker dimasing-masing bidang, dan Industri Nusantara Beta Farma sudah memenuhi itu.

Apoteker penanggung jawab produksi diberi kewenangan  dan tanggung  jawab penuh dalam produksi obat yang bertugas dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa petunjuk kerja dapat diterapkan secara tepat.

Dilihat dari segi pengontrolan produk PT. Nusantara Beta Farma melalui bagian pengawasan mutu (Quality Control), telah melakukan pengawasan dan pengujian dengan baik dalam menjaga secara konsisten mutu produk, mulai dari bahan awal sampai produk akhir agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh QC di Nusantara Beta Farma yaitu melakukan pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, lalu dilakukan pengujian. Untuk bahan awal meliputi pemerian, identifikasi, kemurnian dan penetapan kadar zat aktif. Untuk bahan pengemas seperti botol yang diuji adalah bobot botol, ukuran  dan volume, untuk etiket berupa ukuran, warna, kesesuaian tulisan, dan untuk kemasan sekunder berupa bobot, ukuran dan warna. Untuk pengujian produk ruahan dan antara bisa berupa pemerian, identifikasi, kadar zat aktif, bobot jenis, homogenitas, PH, dan viskositas tergantung bentuk sediaan. Sedangkan untuk pemeriksaan produk jadi bisa berupa pemerian, kesesuaian nomor bets, etiket dan capseal, label, kebocoran, keadaan pengemas, serta kesesuaian jumlah produk per dus atau per box.  QC tidak hanya melakukan kegiatan laboratorium saja tetapi juga harus terlibat dengan mutu produk. QC juga bertanggung jawab dalam mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal dari bahan. Selain itu pengawasan mutu (Quality Assurance) juga bertugas dalam menentukan masa edar produk jadi yang dapat dilihat dari uji stabilitas produk. Semua kegiatan yang dilakukan oleh QC dilakukan pencatatan.

Pemastian Mutu (Quality Assurance) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Selain itu juga bertanggungjawab terhadap mutu suatu produk yang konsisten, serta bertanggungjawab terhadap khasiat dan keamanan produk, mulai dari proses input samapai output produk jadi.

6.      Kesimpulan

a.       PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik.

b.      PT. Nusantara Beta Farma mempunyai 3 sertifikat CPOB dan 3 sertifikat CPKB

c.  Peran Apoteker di Industri Farmasi yaitu Penanggung Jawab Quality Assurance (QA), Penanggung Jawab  Produksi dan Penanggung Jawab Quality Control (QC).

d.      PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB dengan baik.

7.      Saran

a.       Untuk meningkatkan penjualan sebaiknya perusahaan mengiklankan produknya tidak hanya di surat kabar dan radio tapi juga televisi agar lebih dikenal masyarakat diiringi dengan peningkatan kinerja salesman yang ada.

b.   Penambahan jumlah mesin di PT. Nusantara Beta Farma untuk mempercepat proses produksi.

c.       PT. Nusantara Beta Farma hendaknya memperluas dan memperbanyak unit penjualan setiap daerah sehingga daerah atau kota yang ada di propinsi lainnya dapat menggunakan produk dari PT. Nusantara Beta Farma


LAMPIRAN


Tabel Kegiatan PKPA di PT. Nusantara Beta Farma

 

Minggu

Jenis Kegiatan

Minggu I

1.    Orientasi Industri Nusantara Beta Farma

2.    Pengenalan tentang proses produksi

3.    Pengenalan tentang proses pengemasan  dan membantu pengemasan produk

Minggu II

1.    Melihat proses produksi kosmetik dan kuasi

2.    Membantu pengemasan produk

3.    Diskusi tentang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran Bahan awal/pengemas

4.    Diskusi tentang PPIC

5.    Mengikuti pengujian laboratorium produk

6.    Diskusi tentang Research and Development dan pengenalan produk

Minggu III

1.     Melihat proses produksi obat dan PKRT

2.     Diskusi tentang CPOB

3.     Diskusi tentang CPKB

4.     Diskusi tentang Quality Control

5.     Diskusi tentang registrasi (obat, obat quasi, kosmetik, PKRT)

6.     Membantu pengemasan produk

Minggu IV

1.     Melihat proses produksi kosmetik

2.     Diskusi tentang Quality Assurance

3.     Diskusi tentang Sistem Pengolahan Air (SPA)

4.     Diskusi tentang pemastian mutu dan limbah

5.     Diskusi tentang Air Handling Unit (AHU)

6.     Persentasi laporan

7.     Penutupan PKPA dan koreksi laporan akhir



DAFTAR PUSTAKA

1.  Badan POM RI, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik Jilid 1, Nomor HK.03.1.33.12.12.8195, Jakarta.

2. Kemenkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Menkes RI: Jakarta


l


RESUME KOMPRE APOTEKER Bagian CS (Clinical Sains) Rumah Sakit, Puskesmas, dan Apotek

RUMAH SAKIT

1.      Pendahuluan

Menurut Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 satandar kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik.


2.      Profil Rumah Sakit Stroke Nasional  (RSSN) Bukittinggi

Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi berasal dari Rumah Sakit Umum Pusat Bukittinggi yang secara historis berasal dari Rumah Sakit Immanuel yang dikelola oleh Yayasan Baptis Indonesia sejak tahun 1978. Pada tahun 1982 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tahun 2002 dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 21/Men.Kes/SK/I/2002 RSUP Bukittinggi ditetapkan sebagai “Pusat Pengelo-laan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi”. Selanjutnya pada tanggal 5 April 2005 PS3N RSUP Bukittinggi berdasarkan surat keputusan menteri kesehatan RI No.495/MenKes/SK/IV/2005 ditingkatkan kelemba- gaannya menjadi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Pada tahun 2009 dengan SK NO:1002/MENKES/SK/11/2009 Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi menerapkan pola PPK-BLU. RSSN merupakan tipe rumah sakit khusus kelas B dengan akreditasi paripurna.

3.      Jadwal Kegiatan PKPA di Rumah Sakit Stroke Nasional  (RSSN) Bukittinggi

Hari/ Tanggal

Jenis Kegiatan

Senin, 22 April 2019

-     Pembukaan

-     Pengenalan rumah sakit dan pembagian kelompok

Selasa, 23 April  s/d 3 Mei 2019

-     Pengecekan obat yang telah disiapkan dalam unit dose di bangsal neuro,

-     Menyerahkan obat pada pasien,

-     Melakukan rekonsiliasi obat

-     Berlatih membaca rekam medik

-     Memantau dan mengevaluasi terapi yang diberikan kepada pasien dan visite dokter

-     Menyiapkan obat pulang pasien

-     Melakukan konseling pada keluarga pasien.

-     Diskusi Tugas Case

Senin, 6 s/d 17 Mei 2019

-     Penyiapan obat untuk pasien

-     Kegiatan sterilisasi

-     Pembuatan kapsul campur (cap camp),

-     Mengamati penyimpanan barang di gudang.

-     Diskusi dengan perseptor I dan Perseptor II

-     Case Report

Senin, 20 s/d 31Mei 2019

-     Menyiapkan dan pengecekan obat di b.interne

-     Menyerahkan obat pada pasien

-     Melakukan rekonsiliasi obat

-     Memantau dan mengevaluasi terapi yang di berikan kepada pasien dan mengikuti visite dokter

-     Menyiapkan obat pulang pasien

-     Melakukan konseling pada keluarga pasien.

-     Diskusi dengan perseptor I dan Perseptor II

-     Case Report

Senin, 10  s/d 22 Juni 2019

-     Melakukan pengecekan obat bangsal anak

-     Melakukan rekonsiliasi obat

-     Memantau dan mengevaluasi terapi yang diberikan kepada anak dan mengikuti visite dokter

-     Memberikan obat per-oral kepada pasien anak

-     Menimbang berat badan anak

-     Menyiapkan obat pulang pasien

-     Melakukan konseling pada keluarga pasien.

-     Diskusi dengan perseptor I dan Perseptor II

-     Case Report


4.      Fungsi Apoteker di Bidang Klinis

a.      Bersifat Teknis

1.      Pelayanan obat pasien rawat jalan dan rawat inap

Sebelum pelayanan obat, dilakukan terlebih dahulu pengkajian resep, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemberian etiket/kemasan, pemeriksaan, penyerahan dan pemberian informasi/ konseling.

Pada pelayanan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, dikenal 4 sistem pendistribusian:

-      Individual Prescription: pendistribusikan berdasarkan resep dokter. Untuk pasien rawat jalan.

-      Total Floor Stock : pendistribusian berdasarkan kebutuhan untuk 1 ruangan. Untuk obat-obat emergency dan kamar operasi

-     Unit Dispensing Dose (UDD): obat dikemas dalam 1 dosis untuk 1x pemakaian untu pasien rawat inap

-      Kombinasi system  Individual Prescription dan Total Floor Stock: untuk pasien-pasien yang akan dioperasi, dan siap operasi langsung pulang.

2.      Total Nutrisi Parenteral (TPN)

Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi (lemak, protein/asam amino, karbohidrat, mikronutrien dan immunonutrien)  yang diberikan langsung melalui pembuluh darah  tanpa melalui saluran cerna. Disini, apoteker bertanggungjawab untuk memastikan bahwa pencampuran sediaan steril di Rumah Sakit sesuai dengan praktek penyiapan obat yang baik (Good Preparation Practice) sehingga terjamin stabilitas, kelarutan dan kestabilannya. Bila terjadi ketidaktepatan dalam pencampuran intravena, baik dari segi prosedur aseptis, teknik pencampuran, pelarutan dan penyimpanannya dapat menyebabkan pengendapan obat yang beresiko menimbulkan penyumbatan pada alat injeksi dan membahayakan pasien.

3.      Turut serta dalam pelaksanakan pendidikan dan pelatihan dilingku-ngan Rumah Sakit.


4.      Penaganan sediaan sitostatika

Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Disini perhitungan dosis harus akurat dan pelarutan dengan pelarut yang sesuai dan sesuai dengan protokol pengobatan.

5.      Pelayanan perbekalan farmasi penunjang


b.      Bersifat Klinik

1.      Penelurusuran riwayat penggunaan obat

Merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara/data rekam medik penggunaan Obat pasien.

2.      Rekonsialiasi obat

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

3.      Pelayanan Informasi Obat (PIO)

   Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. Kegiatan PIO meliputi: menjawab pertanyaan; menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter; menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit, serta mengadakan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

4.      Konseling

Merupakan suatu aktivitas pemberian nasehat/saran terkait terapi obat dari apoteker kepada pasien/keluarganya. Tujuan konseling untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan resiko obat yang tidak dikehendaki, dan meningkatkan cost-effestiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien.

5.      Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

6.      Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Tujuannya untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien, juga untuk meningkatkan efektivitas terapi serta meminimalkan resiko obat yang tidak dikehendaki

7.      Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.

8.      Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Tujuannya untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat

9.      Konsultasi terapi obat dengan tenaga kesehatan

Biasanya berkaitan dengan Drug Related Problems (DRPs). Kajian mengenai DRP pasien rawat inap di lakukan oleh Apoteker melalui tabel dafar penggunaan obat pasien.


c.       Bersifat Spesialitik

1.      IGD

Pelayanan kefarmasian pasien IGD yaitu menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan, memastikan ketepatan dalam penyiapan obat, memberikan informasi obat. Pelayanan kefarmasian pasien IGD di RSSN penyiapan obat pasien, Apoteker dibantu oleh Asisten Apoteker dan yang memberikan informasi obat dilakukan oleh Apoteker.

2.      ICU

pelayanan kefarmasian pasien ICU di RSSN alur pelayanannya sama dengan pelayanan di rawat inap biasa, yaitu pelayanannya mulai dari visite dan penulisan CPPT.


 

PUSKESMAS

1.      Pendahuluan

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyelu-ruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian di puskesmas, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Puskesmas, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016, standar kefarmasian di puskesmas meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik.


2.      Profil Puskesmas Lubuk Buaya

Puskesmas Lubuk Buaya adalah puskesmas induk yang terletak di Jl.Adinegoro Km.15 Kecematan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat. Puskesmas Lubuk Buaya didirikan pada tahun 1976 dengan pemimpin pertama DR.Sosialisman (1976-1982), dan telah beberapa kali berganti pemimpin Untuk saat ini dipimpin oleh DR Dessy M Siddiq (2016-sekarang). Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya hingga saat ini adalah kelurahan Lubuk Buaya, Batang Kebun Ganting, Pasia Nan Tigo, Parupuak Tabing, Dadok Tanggul Hitam dan memiliki 4 puskesmas pembantu. Visi Puskesmas Lubuk Buaya Dengan semangat kebersamaan, prima dalam pelayanan kesehatan menuju masyarakat yang berperilaku hidup bersih, sehat dan mendapat pelayanan yang adil dan merata. Misi Puskesmas Lubuk Buaya adalah Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; Menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan seluruh lapisan masyarakat diwilayah kerjanya.; Meningkatkan kualitas sarana, prasarana dan profesionalisme SDM puskesmas; Meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor diwilayah kerja; Menjadikan Puskesmas Lubuk Buaya sebagai pusat pendidikan.


3.      Jadwal Kegiatan PKPA di Puskesmas Lubuk Buaya

Waktu

Kegiatan

Minggu ke-1

(1-2 Juli 2019)

-    Pengenalan IFK

-    Managemen pengelolaan obat di IFK

(perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, Pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, pengendalian, monitoring dan evaluasi serta pemusnahan,)

-    Jenis izin edar yang dikeluarkan Dinkes

-    SIPNAP

Minggu ke 1

(3-6 Juli 2019)

-   Pengenalan puskesmas dan apotek

-   Membaca resep

-   Pelayanan dan pengkajian resep

-   Peracikan obat

-   Mempelajari prosedur pelayanan di puskesmas

-   Mempelajari pelayanan resep

-   Diskusi terkait manajemen obat (perencanaaan, pengadaaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian)

Minggu ke-2

(8-13 Juni 2019)

-   Membaca resep

-   Pelayanan dan pengkajian resep

-   Peracikan obat

-   Pemberian informasi obat

-   Diskusi terkait manajemen obat (pelaporan dan pemusnahan)

-   Pengenalan gudang farmasi

-   Pengenalan tentang obat-obat PRB

-   Diskusi obat PRB hipertensi, diabetes melitus, asma, kejang, obat-obat jiwa, jantung dan stroke pada prolanis

 

4.      Fungsi Apoteker di Bidang Klinis

a.      Bersifat Teknis

1.      Pengkajian dan pelayanan resep

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Kegiatan penyerahan (dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian.

b.      Bersifat Klinik

1.      Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan berupa: memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif; menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan; membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding; penyuluhan; pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai

2.      Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien seperti tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat. Kriteria pasien yang diberi konseling: :pasien rujukan dokter, penyakit kronis, obat yang berindeks terapetik sempit, polifarmasi, geriatrik dan  pediatrik.

3.      Visite Pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.

4.      Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

5.      Pemantauan Terapi Obat (PTO)

     Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping

6.      Evaluasi Penggunaan Obat

     Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).


c.       Bersifat Spesialitik

Di Puskesmas Lubuk Buaya pelayanan kefarmasian di IGD dilakukan oleh Apoteker dimulai dari penyediaan obat-obatan life saving, Bahan Medis Habis Pakai, penyiapan gas medis, serta memonitoring obat demi terpenuhinya patient safety.


APOTEK

1.      Pendahuluan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat dan menjadi tempat pengabdian profesi apoteker dalam mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PP RI No.51 Tahun 2009). Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas, membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien (ISFI, 2004). Untuk dapat mengelola apotek, seorang Apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki kemampuan memahami manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan sarana keuangan dan pengelolaan sumber daya manusia.


2.      Profil Apotek Assabil Farma

Apotek Assabil Farma didirikan pada  tahun 2001 oleh Bapak Irwan Firdaus, ST. Apotek Assabil Farma berada  di Jalan KH. Ahmad Dahlan No.117 Solok. Apoteker Pengelola Apotek Assabil Farma hingga saat ini adalah Ibuk Dra. Dessy Syafril, Apt, MPH dengan SIPA Apoteker 503/20/-SIPASEMENTARA/DPM-PTSP/VII/2019 dan SIA 503/08/SIPA/DKES/-2015. Dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh 1 APA dan 4 orang TTK. Disini, kegiatan kefarmasian dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai 21.00 WIB atau sampai habis pasien, dari hari Senin sampai Minggu. Apotik Assabil Farma selain  bekerjasama dengan dokter, juga dengan BPJS, PT.BA dan Asuransi. Apotek Assabil Farma melayani resep umum, maupun resep dari dokter praktek di apotek maupun luar apotek


3.      Jadwal Kegiatan PKPA di Apotek Assabil Farma

Waktu

Jenis Kegiatan

Minggu I

(9–13 September 2019)

-   Pengenalan Apotek

-   Mengamati sarana dan prasarana Apotek

-   Mengamati sumber daya manusia (SDM)

-   Mempelajari Izin Pendirian Apotek

Minggu II

(16–20 September 2019)

-   Mempelajari perencanaan perbekalan farmasi di Apotek

-   Mempelajari cara pengadaan perbekalan farmasi di Apotek

-   Mempelajari macam-macam surat pesanan

-   Mempelajari cara penerimaan barang

-   Mengetahui cara penyimpanan barang

Minggu III

(23-27 September 2019)

 

-   Mempelajarai pengendalian perbekalan farmasi di Apotek

-   Mengisi kartu stock

-   Mempelajari cara pencatatan dan pelaporan

Minggu IV

(30 September

– 4 Oktober 2019)

-   Mempelajari alur pelayanan obat dengan resep

-   Mempelajari alur pelayanan obat tanpa resep 

-   Mempelajari tentang resep

-   Membaca resep

-   Skrining resep

-   Mempelajari cara penyiapan dan peracikan obat

Minggu V

(7– 11 Oktober 2019)

-   Dispensing obat

-   Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien

-   Mempelajari tentang copy resep

Minggu VI

 (14-18 Oktober  2019)

-   Mempelajari tentang pemusnahan obat

-   Mempelajari tentang pemusnahan resep

-   Melakukan stock opname


4.      Fungsi Apoteker di Bidang Klinis

a.      Bersifat Teknis

1.      Pengkajian dan pelayanan resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

2.      Turut serta dalam pelaksanaan Pendidikan dan pelatihan di lingkungan Apotek

Keberadaan Apoteker di Apotek tidak hanya terkait dengan permasalahan obat, namun Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat menjalankan profesi secara professional dan berinteraksi langsung dengan pasien.


b.      Bersifat Klinis

1.      Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.

2.      Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

3.      Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis lainnya.

4.      Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

5.      Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

 


DAFTAR PUSTAKA 

1.      ISFI. 2003. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia : Jakarta.

2.      Menkes RI. 2016. Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Menkes RI: Jakarta

3.      Permenkes RI. 2017. Permenkes RI Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek. Menkes RI: Jakarta

4.      Menkes RI. 2014. Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Republik Indonesia. Jakarta:Menkes RI

5.      Menkes RI. 2016. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Menkes RI

6.      Menkes RI. 2016. Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Menkes RI

7.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Menteri Kesehatan RI

8.      Menkes RI. 2015. Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahandan Pelaporan Narkotik, Psikotropik Dan Prekursor Farmasi. Menkes RI: Jakarta

9.      Menkes RI. 2014. Permenkes RI Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit. Menkes RI: Jakarta

10.  Menkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor  9 Tahun 2017 tentang Apotek. Menkes RI: Jakarta