Saturday, 13 June 2020

RESUME KOMPRE APOTEKER BAGIAN INDUSTRI

1.      Pendahuluan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/SK/X/2010, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

Untuk memastikan agar mutu yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya, maka dalam pembuatan obat berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

Salah satu aspek personalia dalam CPOB adalah Apoteker. Apoteker dalam Industri Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan Apoteker dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Karena kedudukannya, seorang Apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di Industri Farmasi.

 

2.      Profil PT. Nusantara Beta Farma

PT. Nusantara Beta Farma didirikan oleh bapak  Drs. H. Yusri Umar, Apt dalam bentuk Industri Farmasi terbatas pada tahun 1979, dengan nama Beta Farma Indonesia. Industri ini berlokasi di Jl. Sawahan Dalam V No 1 Padang. Pada tanggal 9 Oktober 1979, industri mengajukan perubahan nama menjadi PT. Nusantara Beta Farma dan diresmikan tanggal 5 November 1979. Industri Farmasi PT. Nusantara Beta Farma resmi berdiri dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2661/A/SK/PAB/1981 untuk memproduksi obat-obatan golongan obat bebas.

Setelah 6 tahun beroperasi dan mulai berkembang, PT. Nusantara Beta Farma membutuhkan tempat yang lebih luas untuk kegiatan produksi dan administrasi perusahaan, pada tanggal 24 Januari 1985 PT. Nusantara Beta Farma mengajukan permohonan pindah dari Jl. Sawahan Dalam V No. 1 ke Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang, kemudian resmi pindah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.503273/ER/1985 pada tanggal 1 Oktober 1985.

Dalam upaya meningkatkan mutu obat Indonesia, Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 mengenai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada industri-industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya keputusan ini, PT.Nusantara Beta Farma mulai membangun sarana dan prasarana yang lebih baik dan memenuhi syarat CPOB, dimana izin pembangunan untuk pabrik yang baru dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 1992, kemudian industri farmasi yang baru mulai dibangun pada tahun 1993 yang berlokasi di Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km 25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.

Pada tanggal 9 Februari 1995, pabrik yang memenuhi persyaratan CPOB dan telah diberikan sertifikat CPOB mulai beroperasi dan kegiatan produksi pindah dari Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang ke Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km.25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman secara bertahap. Pada awal Juni 1995 seluruh kegiatan produksi dari pabrik lama telah pindah seluruhnya ke lokasi baru sampai dengan sekarang. Sejak tahun 2002 kepemimpinan mulai dipegang oleh Ibu Hj. Diana Agustin, S.Si, M.Si,  MM., Apt.

Visi PT. Nusantara Beta Farma:

“Menjadi Industri Farmasi yang terkemuka di pulau Sumatera”

Misi PT. Nusantara Beta Farma:

Memproduksi obat yang bermutu tinggi sesuai dengan persyaratan cGMP guna mendapatkan  kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai”


3.      Jadwal PKPA

PKPA Di PT. Nusantara Beta Farma dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Agustus 2019 sampai dengan 30 Agustus 2019.


4.      Aspek Di Industri Yang Menjadi Tanggung Jawab Apoteker

a.       Produksi

Kepala Bagian Produksi  dipimpin oleh seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang  pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksana-kan  tugas secara profesional. Apoteker bagian industri hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam produksi obat, termasuk:

-   Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

-    Memberikan persetujuan kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.

-     Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

-          Memeriksa pemeliharaan  bangunan fasilitas  serta peralatan dibagian produksi.

-          Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

-          Memastikan bahwa pelatihan awal  dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

b.      Quality Control (QC)

Kepala Bagian Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker yang berkualifikasi dan telah memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:

-      Menyetujui atau menolak bahan  awal, bahan pengemasan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.

-         Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.

-       Memberikan persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.

-        Memberi persetujuan dan memantau semua analisi berdasarkan kontrak.

-       Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian Pengawasan Mutu.

-       Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

-      Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil  di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

c.       Quality Assurance (QA)

Kepala Bagian Manjemen Mutu (Pemastian Mutu) dipimpin oleh seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian pemastian mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu atau pemastian mutu, termasuk:

-          Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.

-          Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.

-          Memprakarsai dan  mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.

-          Melakukan  pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasaan Mutu.

-   Memprakarsai dan berpartisipasi dalam  pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok).

-          Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.

-   Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM yang berkaitan dengan mutu produk jadi.

-        Mengevaluasi /mengkaji catatan bets.

-       Meluluskan atau menolak produk jadi  untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.


5.      Pembahasan

 PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik. PT. Nusantara Beta Farma telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan obat dalam non betalaktam, cairan obat luar non betalaktam dan sediaan semisolid non betalaktam. Secara umum PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB baik dari segi aspek manajemen mutu sampai kualifikasi dan validasi. Selain itu juga PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).

PT. Nusantara Beta Farma memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk Industri Farmasi yang sesuai dengan CPOB yaitu APJ Quality Control (QC), APJ Quality Assurance (QA) dan APJ Produksi sedangkan pada bagian kosmetika juga memiliki penanggung jawab seorang Apoteker. Industri Kosmetika yang dimiliki oleh PT. Nusantara Beta Farma  termasuk golongan A. Dimana syarat industri kosmetik golongan A yaitu memiliki penanggung jawab seorang Apoteker, mempunyai laboratorium dan dapat memproduksi seluruh bentuk sediaan kosmetika.

Aset penting bagi perusahaan adalah bidang personalia. Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control) dan Kepala Bagian Pemastian Mutu (Quality Assurance) yang dipimpin oleh Apoteker dimasing-masing bidang, dan Industri Nusantara Beta Farma sudah memenuhi itu.

Apoteker penanggung jawab produksi diberi kewenangan  dan tanggung  jawab penuh dalam produksi obat yang bertugas dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa petunjuk kerja dapat diterapkan secara tepat.

Dilihat dari segi pengontrolan produk PT. Nusantara Beta Farma melalui bagian pengawasan mutu (Quality Control), telah melakukan pengawasan dan pengujian dengan baik dalam menjaga secara konsisten mutu produk, mulai dari bahan awal sampai produk akhir agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh QC di Nusantara Beta Farma yaitu melakukan pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, lalu dilakukan pengujian. Untuk bahan awal meliputi pemerian, identifikasi, kemurnian dan penetapan kadar zat aktif. Untuk bahan pengemas seperti botol yang diuji adalah bobot botol, ukuran  dan volume, untuk etiket berupa ukuran, warna, kesesuaian tulisan, dan untuk kemasan sekunder berupa bobot, ukuran dan warna. Untuk pengujian produk ruahan dan antara bisa berupa pemerian, identifikasi, kadar zat aktif, bobot jenis, homogenitas, PH, dan viskositas tergantung bentuk sediaan. Sedangkan untuk pemeriksaan produk jadi bisa berupa pemerian, kesesuaian nomor bets, etiket dan capseal, label, kebocoran, keadaan pengemas, serta kesesuaian jumlah produk per dus atau per box.  QC tidak hanya melakukan kegiatan laboratorium saja tetapi juga harus terlibat dengan mutu produk. QC juga bertanggung jawab dalam mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal dari bahan. Selain itu pengawasan mutu (Quality Assurance) juga bertugas dalam menentukan masa edar produk jadi yang dapat dilihat dari uji stabilitas produk. Semua kegiatan yang dilakukan oleh QC dilakukan pencatatan.

Pemastian Mutu (Quality Assurance) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Selain itu juga bertanggungjawab terhadap mutu suatu produk yang konsisten, serta bertanggungjawab terhadap khasiat dan keamanan produk, mulai dari proses input samapai output produk jadi.

6.      Kesimpulan

a.       PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik.

b.      PT. Nusantara Beta Farma mempunyai 3 sertifikat CPOB dan 3 sertifikat CPKB

c.  Peran Apoteker di Industri Farmasi yaitu Penanggung Jawab Quality Assurance (QA), Penanggung Jawab  Produksi dan Penanggung Jawab Quality Control (QC).

d.      PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB dengan baik.

7.      Saran

a.       Untuk meningkatkan penjualan sebaiknya perusahaan mengiklankan produknya tidak hanya di surat kabar dan radio tapi juga televisi agar lebih dikenal masyarakat diiringi dengan peningkatan kinerja salesman yang ada.

b.   Penambahan jumlah mesin di PT. Nusantara Beta Farma untuk mempercepat proses produksi.

c.       PT. Nusantara Beta Farma hendaknya memperluas dan memperbanyak unit penjualan setiap daerah sehingga daerah atau kota yang ada di propinsi lainnya dapat menggunakan produk dari PT. Nusantara Beta Farma


LAMPIRAN


Tabel Kegiatan PKPA di PT. Nusantara Beta Farma

 

Minggu

Jenis Kegiatan

Minggu I

1.    Orientasi Industri Nusantara Beta Farma

2.    Pengenalan tentang proses produksi

3.    Pengenalan tentang proses pengemasan  dan membantu pengemasan produk

Minggu II

1.    Melihat proses produksi kosmetik dan kuasi

2.    Membantu pengemasan produk

3.    Diskusi tentang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran Bahan awal/pengemas

4.    Diskusi tentang PPIC

5.    Mengikuti pengujian laboratorium produk

6.    Diskusi tentang Research and Development dan pengenalan produk

Minggu III

1.     Melihat proses produksi obat dan PKRT

2.     Diskusi tentang CPOB

3.     Diskusi tentang CPKB

4.     Diskusi tentang Quality Control

5.     Diskusi tentang registrasi (obat, obat quasi, kosmetik, PKRT)

6.     Membantu pengemasan produk

Minggu IV

1.     Melihat proses produksi kosmetik

2.     Diskusi tentang Quality Assurance

3.     Diskusi tentang Sistem Pengolahan Air (SPA)

4.     Diskusi tentang pemastian mutu dan limbah

5.     Diskusi tentang Air Handling Unit (AHU)

6.     Persentasi laporan

7.     Penutupan PKPA dan koreksi laporan akhir



DAFTAR PUSTAKA

1.  Badan POM RI, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik Jilid 1, Nomor HK.03.1.33.12.12.8195, Jakarta.

2. Kemenkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Menkes RI: Jakarta


l


No comments: