LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIKA
DASAR
“PENETAPAN ROTASI JENIS
(POLARIMETER)
”
O
L
E
H
NAMA : FATMA ZAHRA
NO
BP. : 1404045
KELAS
: A
SEKOLAH
TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN
PERINTIS
PADANG
2014
PENETAPAN ROTASI JENIS
(POLARIMETER)
I.
TUJUAN
a.
Memahami prinsip alat polarimeter
b.
Menetapkan rotasi jenis dan rotasi
optic senyawa aktif
II.
TEORI
DASAR
Polarimeter
merupakan instrument scientific yang digunakan untuk mengukur penyebab sudut
rotasi, menggunakan cahaya polarisasi secara terus menerus pada subtansi optik
aktif.
Pada polarimeter
terdapat polarisator dan analisator, dimana polarimeter adalah Polaroid yang
dapat mempolarisasikan cahaya, sedangkan analiastor adalah Polaroid yang dapat
menganalisa atau mempolarisasikan cahaya.
Polarisasi adalah proses dimana
getaran-getaran suatu gerak gelombang dibatasi menurut pola tertentu. Sedangkan
Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dpat memutar bidang polarisasi,
Jenis-Jenis Polarimeter:
a. Polarimeter Manual
Polarimeter paling awal, yang tanggal
kembali ke tahun 1830-an, yang dibutuhkan pengguna secara fisik memutar
analyzer, dan detektor itu mata pengguna menilai saat yang paling bersinar
cahaya melalui. Sudut ditandai pada
skala yang mengelilingi analyzer tersebut. Desain dasar masih digunakan dalam
polarimeter sederhana.
b. Polarimeter Semi
Otomatis
Ada juga polarimeter semi-otomatis, yang
membutuhkan deteksi visual tetapi push menggunakan tombol untuk memutar analisa
dan menawarkan tampilan digital.
c.
Polarimeter Otomatis
Merupakan polarimeter yang paling modern
yang sepenuhnya otomatis dan hanya memerlukan
user untuk menekan tombol dan menunggu pembacaan digital.
Bagian-Bagian Polarimeter
1.
Sumber Cahaya
Alat
polarimeter terdiri dari beberapa bagian. Bagian yang pertama ialah sumber
cahaya. Sumber cahaya terdiri dari dua jenis, yaitu sumber cahaya filament dan
sumber cahaya natrium.s
Sumber
cahaya filament digunakan untuk alat model lama, sedangkan sumber cahaya
natrium digunakan untuk alat model baru. Filter dari sumber cahaya natrium
ialah filter orange dengan panjang gelombang 589 nm. Sumber cahaya ditutup agar
cahayanya focus dan tidak ada udara.
2.
Prisma Nicole
Bagian lain dari
polarimeter ialah prisma Nicole. Bagian ini disebut polarisator yang berfungsi
mengubah cahaya monokromatis menjadi lebih terpolarisasi.
3.
Tabung Sampel
Bagian berikutnya ialah tabung sampel. Tabung sampel terbuat dari kaca yang memiliki dua pengaman,
yaitu karet dan skrup. Pemasangan pengaman harus dilakukan secara berurutan
jika tidak akan merusak lensa. Urutan pemasangan ialah lensa, karet, setelah
itu baru skrup.
Tabung sampel terdiri
dari bermacam-macam ukuran tergantung jumlah sampel yang diuji. Pada saat memasukkan sampel lebih baik yang
dibuka ialah bagian bawahnya supaya tidak ada gelembung udara pada tabung.
Pengisian sampel jangan sampai ada gelembung udara karena dapat menyebabkan
pembiasan cahaya. Bagian gondok pada tabung dirancang untuk menjebak udara
dalam tabung.
4.
Prisma Analisator
Prisma analisator merupakan bagian lain dari alat ini. Fungsi
prisma ini ialah untuk mensejajarkan sudut yang dihasilkan dari senyawa aktif
optik. Bagian lain dari polarimeter ialah mikroskop dan skala. Mikroskop
berguna untuk menentukkan cahaya yang sudah sejajar sehingga sudut hitung
rotasinya dapat dilihat dari skala. Bagian yang diatur pada alat polarimeter
ini ialah lensa analisator. Sudut putar adalah sudut yang ditunjukkan oleh
analisator setelah sinar melewati larutan dan membentuk cahaya yang redup.
Apabila bidang polarisasi berputar kea rah kiri (levo) dilihat dari pihak pengamat, peristiwa ini disebut polarisasi
putar kiri. Demikian juga untuk peristiwa sebaliknya (dextro).
5.
Skala Lingkar
Skala lingkar merupakan akala yang bentuknya melingkar dan
pembiasan skalanya dilakukan jika telah didapatkan pengamatan tepat baur-baur.
6.
Detektor
Detektor pada polarimeter manual yang digunakan sebagai detector adalah
mata, sedangkan polarimeter lain dapat digunakan detector fotoelektrik.
Jenis-jenis
polarisasi :
a.
Polarisasi dengan
absorpsi selektif:
Yaitu
dengan menggunakan bahan yang akan melewatkan (meneruskan) gelombang yang
vektor medan listriknya sejajar dengan arah tertentu dan menyerap hampir semua
arah polarisasi yang lain
b.
Polarisasi akibat pemantulan :
Yaitu
jika berkas cahaya tak terpolarisasi dipantulkan oleh suatu permukaan, berkas
cahya terpanyul dapat berupa cahaya tak terpolarisasi, terpolarisasi sebagian,
atau bahkan terpolarisasi sempurna.
c.
Polarisasi akibat pembiasan ganda:
Yaitu
dimana cahaya yang melintasi medium isotropik (misalnya air). Mempunyai
kecepatan rambat sama kesegala arah. Sifat bahan isotropik yang demikian
dinyatakan oleh indeks biasnya yang berharga tunggal untuk panjang gelombang
tertentu. Pada kristal – kristal
tertentu misalnya kalsit dan kuartz, kecepatan cahaya didalamnya tidak sama
kesegala arah. Bahan yang demikian disebut bahan anisotropik ( tidak
isotropik). Sifat anisotropik ini dinyatakan dengan indeks bias ganda untuk
panjang gelombang tertentu. Sehingga bahan anisotropik juga disebut bahan
pembias ganda.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetit yang terdiri dari
getaran medan listrik dan getaran medan magnit yang saling tegak lurus. Bidang
getar kedua medan ini tegak lurus terhadap arah rambatnya. Sinar biasa secara
umum dapat dikatakan gelombang elektromagnit yang vektor-vektor medan listrik
dan medan magnitnya bergetar kesemua arah pada bidang tegak lurus arah
rambatnya dan disebut sinar tak terpolarisasi. Apabila sinar ini melalui suatu
polarisator maka sinar yang diteruskan mempunyai getaran listrik yang terletak
pada satu bidang saja dan dikatakan sinar terpolarisasi bidang (linear). Bila
arah transmisi polarisator sejajar dengan arah transmisi analisator, maka sinar
yang mempunyai arah getaran yang sama dengan arah polarisator diteruskan
seluruhnya. Tetapi apabila arah transmisi polarisator tegak lurus terhadap arah
analisator maka tak ada sinar yang diteruskan. Dan bila arahnya membentuk suatu
sudut maka sinar yang diteruskan hanya sebagian. Sinar terpolarisasi linear
yang melalui suatu larutan optik aktif akan mengalami pemutaran bidang
polarisasi. Apabila bidang polarisasi tersebut terputar kearah kiri (levo)
dilihat dari pihak pengamat, peristiwa ini kita sebut polarisasi putar kiri.
Demikian juga untuk peristiwa sebaliknya (dextro). Untuk mengetahui besarnya
polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif, maka besarnya perputaran itu
bergantung pada beberapa faktor yakni
a.
struktur molekul
b.
temperatur,
c.
panjang gelombang
d.
banyaknya molekul pada jalan cahaya,
e.
jenis zat,
f.
ketebalan,
g.
konsentrasi dan juga pelarut.
Menurut
Farmakope Edisi III Rotasi optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi
yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui cairan. Kecuali
dinyatakan lain,pengukuran dilakukan menggunakan sinar natrium pada lapisan
cairan setebal 1 dm pada suhu 20°.
Rotasi jenis adalah
besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar tepolarisasi
dilewatkan melalui cairan setebal 1 dm yang mengandung 1 g zat per ml. Kecuali
dinyatakan lain, ukur rotasi optik larutan yang dibuat menurut cara yang
tertera pada masing-masing monografi pada suhu 20°
menggunakan sinar natrium dengan panjang gelombang 589,3 nm dalam tabung 1 dm.
Rotasi jenis
dihitung dengan rumus:
(α) = 100 x a/pxC
Dimana:
α= rotasi jenis
a= rotasi optic
p= panjang tabung
(dm)
C= konsentrasi zat
Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penggunaan polarimeter yaitu:
1. Larutan sampel harus
jernih dan tidak mengandung partikel yang tersuspensi didalamnya
2. Tidak terdapat
gelembung udara pada tabung saat sampel diisikan larutan
3. Selalu dimulai
dengan menentukan keadaan nol untuk mengkoreksi pembacaan
4. Pembacaan rotasi
optic dilakukan beberapa kali sampai didapat data yang dihitung rata-ratanya.
III.
ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. Seperangkat alat
polarimeter
2. Timbangan digital
3. Kaca arloji
4. Cawan penguap
5. Becker glass 500 ml
6. Labu ukur 100 ml
7. Pipet tetes
b. Bahan
1. Glukosa
2. Maltose
3. Madu lebah
4. aquadest
IV.
CARA KERJA
1. Panaskan semua bahan
dalam oven dengan suhu 105 o C selama 1- 2 jam, kemudian dinginkan
dalam desikator
2. Timbang semua bahan
sebanyak 5 gram, kemudian masukkan dengan hati-hati kedalam masing-masing labu
ukur dan larutan dengan sedikit air suling. Setelah semuanya larut tambahkan
air suling sampai tanda batas labu ukur (harus pas)
3. Isi tabung sampel
dengan air suling sepenuh mungkin sampai tidak ada gelembung udara dalam tabung
, kemudian masukkan kedalam polarimeter.
4. Putar prisma
analisator sampai terlihat bidang gelap sebelah kiri kemudian cari gelap
sebelah kanan. Yang diukur adalah bidang antara kiri dan kanan (lakukan 5 kali
pembacaan lalu rata-ratakan). Kemudian catat sebagai bacaan nol zaro point.
5. Ganti isi tabung
dengan masing-msing sampel
6. Lakukan kembali
seperti point 4
7. Hitung rotasi optic
larutan masing-masing sampel dari nperbedaan rata-rata rotasi larutan sampel
zero point.
V.
MONOGRAFI
1. Glukosa
Pemerian glukosa yaitu hablur tidak
bewarna, serbuk hablur atau serbuk granul, putih, tidak berbau, rasa manis,.
Kelaruartnnya mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
sukar larut dalam etanol. Rotasi jenis antara +52,6 dan +53,2 , dihitung
terhadap zat anhidrat yang dilakukan pada larutan.
2. Maltose
Maltose adalah suatu disakarida dan
merupakan hasil elektrolisis amilum. Maltose tersusun dari molekul –d- glukosa
dan –d- glukosa, 1 molekul g maltose terhidrolisis menjadi dua molekul glukosa.
Maltose digunakan sebagai pemanis, ditambahkan pada es krim. Rumus kimia C12H22O11.
Bentuk powder atau Kristal. Densitas 1,54 g/cm. masa molar 342,3 g/mol.
3. Laktosa
Pemerian serbuk halus bewarna putih
sampai putih kekuningan, serbuk atau masa hablur, keras, putih atau krim, tidak
berbau dan rasa sedikit manis. Kelarutan 1 gram. Larut dalam 4,83 air. Praktis
tidak larut dalam pelarut kloroform, etanol dan eter. Kegunaan dalam bidang farmasi
sebagai pengikat, diluent pada serbuk, inhaler kering, pengikat tablet, diluert
tablet dan kapsul.
4. Aquadest
Pemerian cairan jernih, tidak
bewarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, penyimpanan dalam wadah tertutup
baik. Rumus H2O. kegunaan sebagai bahan tambahan pelarut.
VI.
ANALIS DATA DAN
PEMBAHASAN
a. Analisis data
1. Sampel Glukosa
m = 5,000 gram
percobaan 1 (-): su= 4,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=4,5+0,025=4,525
percobaan 2 (-): su= 4,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=4,5+0,025=4,525
percobaan 3 (-): su= 4,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=4,5+0,025=4,525
percobaan 4 (-): su= 4,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=4,5+0,025=4,525
percobaan 5 (-): su= 4,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=4,5+0,025=4,525
2. Sampel maltose
m= 5,0042 g
percobaan 1 (-): su= 13,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=13,5+0,025=13,525
percobaan 2 (-): su= 13
sn= 9x0,05=0,45
su+sn=13+0,45=13,45
percobaan 3 (-): su= 13,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=13,5+0,025=13,525
percobaan 4 (-): su= 13,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=13,5+0,025=13,525
percobaan 1 (-): su= 13,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=13,5+0,025=13,525
3. Sampel madu lebah
Berat= 5,0059 g
percobaan 1 (-): su= 3
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=3+0,025=3,025
percobaan 2 (-): su= 1
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=1+0,025=1,025
percobaan 3 (-): su= 2,5
sn= 9x0,05=0,45
su+sn=2,5+0,45=2,95
percobaan 4 (-): su= 3
sn= 8x0,05= 0,4
su+sn=3+0,4=3,4
percobaan 5 (-): su= 1
sn= 8,5x0,05=0,425
su+sn=1+0,425=1,425
4. Sampel aquadest
percobaan 1 (-): su= 1
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=1+0,025=1,025
percobaan 2 (-): su= 1,5
sn= 1x0,05=0,05
su+sn=1,5+0,05=1,55
percobaan 3 (-): su= 0,5
sn= 0,5x0,05=0,025
su+sn=0,5+0,025=0,525
percobaan 4 (-): su= 1
sn= 1x0,05=0,05
su+sn=1+0,05=1,05
percobaan 4 (-): su= 1
sn= 1x0,05=0,05
su+sn=1+0,05=1,05
hasil diatas dibuatkan tabel sebagai
berikut:
percobaan
|
glukosa
|
maltosa
|
Madu lebah
|
Aquadest
|
I
|
4,525
|
13,525
|
3,025
|
0,025
|
II
|
4,525
|
13,45
|
1,025
|
1,55
|
III
|
4,525
|
13,525
|
2,95
|
1,525
|
IV
|
4,525
|
13,525
|
3,4
|
1,05
|
V
|
4,525
|
13,525
|
1,425
|
1,05
|
Rata-rata
|
4,525
|
13,51
|
2,365
|
0,84
|
Selanjutnya
rotasi jenis dihitung dengan rumus:
(α) = 100 x a/pxC
1. maltose (α) =
13,51+0,84=14,35
(α)= 100x14,35/1x5,0042=286,76
2. glukosa (α)=
4,525+0,84= 5,365
(α)= 100x5,365/1x5,000=107,3
3. madu (α)=2,365
+0,84=3,205
(α)= 100x3,205/1x5,0059=64,02
Hasil rotasi jenis
ditabelkan sebagai berikut:
No
|
Nama zat
|
(α)
|
1
|
Maltose
|
286,76
|
2
|
Glukosa
|
107,3
|
3
|
Madu
|
64,02
|
b. Pembahasan
Pada percobaan ini menggunakan sampel
glukosa, maltose, laktosa dan madu. Masing-masing mendapatkan nilai rotasi
jenis yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan jenis larutan yang
akan mempengaruhi sudut putar. Pada saat konsentrasi gula yang semakin tinggi ,
maka cahay yang tertahan analisator menjadi lebih redup sehingga rotasi
jenisnya pun semakin besar. Hal ini menandakan bahwa gula dapat membelokkan
arah getar cahaya.
Dari percobaan yang telah kami lakukan,
kami mendapatkan bahwa semua senyawa bersifat levo rotary, karena senyawa
tersebut memutar kearah kiri.
Dari percobaan tersebut kami mendapatkan
rotasi jenis maltose adalah 286,76, glukosa 107,3 dan madu 64,02. Hasil
tersebut didapat dari rumus penentuan rotasi jenis yaitu:
(α) = 100 x a/pxC
Dan setelah kami bandingkan dengan teori
yang ada, ternyata hasil yang kami dapat berbeda, glukosa dan maltose bersifat
dextro ratory, sedangkan kami mendapatinya bersifat levo retory, Hal ini
dipengaruhi oleh struktur molekul, konsentrasi, zat yang digunakan dan juga
ketidaktelitian kami dalam menggunakan alat polarimeter.
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
a.
Kesimpulan
1.
Prinsip kerja dari polarimeter adalah melewatkan sinar yang
datang melalui prisma terpolarisasi kemudian diteruskan kesel yang berisi
larutan, dan akhirnya menuju ke prisma terpolarisasi kedua.
2.
Dari hasil percobaan didapatkan rotasi jenis maltose adalah
286,76, glukosa 107,3 dan madu 64,02, hasil yang didapat bersifat levo retory
dan berlawanan dengan teori yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh struktur
molekul, konsentrasi, zat yang digunakan dan juga ketidaktelitian kami dalam
menggunakan alat polarimeter.
b., Saran
1. lebih hati-hati
dalam pengamatan, karena pengamatan yang terburu-buru akan mendapatkan hasil
yang jauh dari keakuratan.
2. dibutuhkan
ketelitian serta kejelian dalam penggunaan alat, terlebih dalam pengamatan
skala pada polarimeter.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen
POM .1945. Farmakope Indonesia Edisi III.
Depkes RI
Khopkar,
sm . 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Jakarta: UI Press
Matajah.
1990. Kimia Analitik Instrument.
Semarang: IKIP Semarang
Suekarjo.
2004. Kimia fisika. Jakarta: Erlangga