MAKALAH BIOLOGI SEL
"KANKER SERVIKS"
Oleh :
Nama : FATMA ZAHRA
No. BP :
1404045
Kelas : A
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA (STIFI)
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Kanker Serviks” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Putri Ramadheni,M.Farm,Apt selaku dosen mata kuliah Biologi Sel
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
bahaya dari kanker serviks, dan juga bagaimana cara kita mengantisipasinya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah
disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Padang, 09 Juni 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak kasus
kematian yang dialami oleh rakyat Indonesia yang disebabkan karena suatu
penyakit, baik dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang cukup berat dan
mematikan. Penyakit yang mematikan yang sedang dihadapi oleh Indonesia cukup
beragam, diantaranya adalah kanker.
Kanker adalah tumbuhnya sel-sel yang tidak normal
(abnormal) pada jaringan atau organ tertentu yang terus menerus dan tidak
terkendali. Sel kanker ini bersifat ganas dan dapat menyebabkan kematian pada
penderitanya. .[1] Sel kanker tidak menanggapi secara normal mekanisme
pengontrolan tubuh. Sel itu membelah secara berlebihan dan menyerang jaringan
lain. [2] Sel kanker dapat berasal dari setiap jenis sel yang terdapat dalam
tubuh manusia.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang salah satu dari beberapa penyakit yang menyerang kaum
wanita yaitu “kanker serviks”. Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para wanita agar lebih menjaga diri
dari penyakit tersebut.
Sekilas tentang kanker serviks. Kanker serviks atau
kanker leher rahim (sering juga disebut kanker mulut rahim) merupakan salah
satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi bagi kaum wanita. Kanker ini
disebabkan oleh virus yang dikenal dengan nama HVP (Human Papillioma Virus). Di
Indonesia hampir setiap satu jam, satu
wanita meninggal karena kanker serviks atau kanker leher rahim ini.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa itu kanker serviks?
2.
Bagaimana mekanisme virus penyebab kanker serviks?
3.
Apa faktor penyebab kanker serviks?
4. Apa faktor penghambat kanker serviks?
5.
Bagaimana cara penyembuhan kanker serviks?
1.3. Tujuan
1.
Mengetahui tentang kanker serviks
2.
Mengetahui mekanisme virus penyebab
kanker serviks
3.
Mengatahui faktor penyebab kanker
serviks
4.
Mengetahui faktor penghambat kanker
serviks
5.
Mengetahui cara penyembuhan kanker
serviks
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.
Bagi Penulis
mengetahui lebih dalam mengenai kanker serviks serta sebagai bahan dalam
melengkapi tugas kuliah.
2.
Bagi mahasiswa dan masyarakat umumnya sebagai
bahan bacaan dan untuk dijadikan penelitian yang lebih lanjut mengenai kanker serviks
BAB II
STUDI LITERATUR
Human papilloma virus (HPV) merupakan penyebab infeksi
menular seksual (IMS) yang paling banyak ditemukan di Amerika Serikat. Salah
satu penyakit yang disebabkannya adalah kanker serviks. Diperkirakan bahwa 20
juta penduduk Amerika, telah terinfeksi HPV dan setiap tahunnya ditemukan 5,5
juta kasus baru (Cates, 1999).
Suatu penelitian epidemiologi menyatakan bahwa 75%
dari kelompok populasi yang aktif secara seksual akan terinfeksi HPV pada
beberapa waktu selama periode kehidupannya. Saat ini pria dan wanita, yang
termasuk dalam kelompok seksual aktif, mempunyai resiko yang sama untuk
kemungkinan tertular infeksi HPV dan berkembang menjadi penyakit. Penyakit
menular seksual di kalangan remaja merupakan topik bahasan yang membutuhkan
perhatian besar karena 50% dari kelompok remaja yang aktif secara seksual,
mengalami infeksi menular seksual dan 82% dari infeksi tersebut disebabkan oleh
HPV. (Brown et al, 2005; Weinstock et al, 2004)
Dari suatu penelitian pada remaja, di Amerika,
diperoleh hasil bahwa mereka yang awalnya diketahui tidak terinfeksi HPV, 55 %
diantaranya diketahui positif terinfeksi HPV dalam waktu 3 tahun kemudian
(Moscicki et al, 2001).
Pada penelitian terhadap mahasiswa yang semula tidak
terinfeksi HPV dan tidak melakukan kontak seksual selama masa perkuliahan,
sekitar 30% diantaranya ditemukan terinfeksi HPV dalam waktu 12 bulan sejak pertama
kali melakukan kontak seksual dan berkembang menjadi 50% dalam waktu 4 tahun
(Winer et al, 2003).
Besarnya angka ini menunjukkan betapa mudahnya
penularan HPV, melalui kontak seksual di kalangan remaja dan wanita dewasa
muda. Angka kejadian infeksi HPV pada pria belum dapat dipastikan, kemungkinan
karena kesulitan dalam mencari sampel untuk pemeriksaan DNA HPV. Perkiraan secara
umum, infeksi HPV pada pria berkisar antara 16 - 45%, atau kurang lebih sama
seperti pada wanita. Seperti juga pada wanita, umumnya infeksi HPV pada pria
bersifat asimtomatik (tanpa gejala). Yang perlu diingat bahwa, infeksi HPV pada
pria dapat berkembang bersama beberapa infeksi menular seksual lainnya seperti
kutil kelamin (genital warts), kanker penis atau anus yang bersifat invasif
(Schiffman, 2003).
HPV ditularkan
melalui kulit (skin to skin contact). Untuk dapat menyebabkan infeksi fulminan,
HPV harus mencapai sel basal melalui mikro abrasi atau melalui sekret atau
cairan pada permukaan epitel skuamos atau mukosa epitelium yang dihasilkan
selama aktivitas seksual (Schiffman, 2003).
Secara umum, infeksi HPV dianggap hanya dapat
ditularkan melalui hubungan seksual, namun HPV dapat juga menginfeksi daerah
anogenital (daerah sekitar anus dan genital). Perlu diingat bahwa HPV dapat
ditularkan melalui kontak kulit (skin to skin contact), melalui jari-jari, pada
waktu melakukan masturbasi dan onani ataupun melalui alat bantu seksual (sex
toys). Bukti lain menyatakan bahwa HPV juga ditemukan pada wanita yang
diketahui tidak mempunyai riwayat melakukan kontak seksual dengan pria,
sehingga meperkuat dugaan adanya cara penularan lain selain melalui kontak
seksual. Lagipula, remaja yang mempunyai riwayat tidak melakukan kontak seksual
namun tetap melakukan kebiasaan seksual, seperti tersebut di atas, tetap
mempunyai resiko tertular HPV, dan pada remaja yang menggunakan kondom pada
waktu melakukan kontak seksual tetap terinfeksi HPV pada daerah epitel kulit
yang tidak terlindungi oleh kondom (Winer et al, 2003).
Suatu penelitian epidemiologi yang dilakukan dalam
jangka waktu yang cukup lama melaporkan adanya hubungan antara aktivitas
seksual dengan penularan HPV. Semakin banyak pasangan seksual yang dimiliki
oleh seseorang maka semakin besar pula kemungkinan terinfeksi HPV, meskipun
hanya mempunyai satu pasangan seksual juga tidak menjamin terbebas dari
kemungkinan terinfeksi HPV. Penelitian terhadap para mahasiswi yang mengunjungi
pusat pelayanan kesehatan di suatu universitas menunjukkan bahwa 20% dari
mahasiswi yang mempunyai satu pasangan seksual dipastikan telah terinfeksi HPV
sedangkan 69% dari mahasiswa yang mempunyai pasangan seksual lebih dari satu
telah terinfeksi HPV (Ley et al, 1991).
Penelitian yang melibatkan remaja dan wanita usia
dewasa muda menyatakan bahwa mempunyai pasangan seksual yang baru akan
meningkatkan resiko 10 kali lipat untuk kemungkinan terinfeksi HPV. Faktor
resiko lainnya untuk terjadinya infeksi HPV adalah adanya riwayat infeksi
herpes simpleks virus (HSV) atau kutil genital (genital warts) sebelumnya. Hal
ini tidak mengherankan karena HSV menyebabkan terjadinya peradangan dan merusak
lapisan epitel, sehingga memudahkan HPV untuk mencapai sel epitel basal
(Moscicki et al, 2001).
Usia juga merupakan faktor yang penting, karena
infeksi HPV banyak ditemukan pada kelompok wanita yang seksual aktif namun
berusia di bawah 25 tahun (Weinstock et al, 2004).
Secara umum, meskipun penularan HPV terjadi melalui
hubungan seksual, proses perkembangan dan kesembuhan infeksi dipengaruhi oleh
respon imun seseorang (Scott et al, 2001).
Telah diketahui bahwa HPV dapat menyebabkan terjadinya
kutil kelamin (genital warts), juga lesi pre-kanker dan kanker serviks.
Faktor yang
paling penting dalam proses perkembangan kanker serviks adalah adanya infeksi
HPV tipe resiko tinggi yang bersifat menetap. Lagipula, remaja dengan imunitas
seluler yang rendah mempunyai angka insiden infeksi HPV yang tinggi dan
membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Faktor resiko lainnya, untuk kanker
serviks invasif, adalah merokok, mengkonsumsi alkohol, mempunyai pasangan
seksual (pria) yang tidak disunat (uncircumcised), paritas tinggi (melahirkan
lebih dari 3 kali), ada riwayat penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu
lama, dan adanya infeksi HSV atau C. Trachomatis (Ley et al, 1991; Smith et al,
2004).
Menariknya,
beberapa penelitian terakhir menunjukkan pentingnya penggunaan kondom untuk
mencegah infeksi yang menetap. Berdasarkan meta-analisis dari 20 penelitian,
resiko perkembangan gejala sisa (sequelae) infeksi HPV dapat diturunkan dengan
penggunaan kondom. Penjelasan mengenai mekanisme, secara molekuler, bagaimana
kondom dapat mencegah perkembangan infeksi masih belum diketahui secara pasti,
namun diperkirakan bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi jumlah virus yang
ditransmisikan. Pada akhirnya, dengan menurunkan jumlah virus yang ditularkan,
kondom dapat menurunkan kemungkinan perkembangan infeksi HPV dan membantu
mempercepat pemulihan (Hogewoning et al, 2003).
Penggunaan kondom memang tidak mampu untuk mencegah
penularan semua infeksi menular seksual, namun dapat digunakan untuk mencegah
infeksi HPV yang menetap dan membantu mempercepat pemulihan infeksi HPV.
Kanker serviks merupakan tipe keganasan kedua
terbanyak yang terjadi pada wanita di seluruh dunia, dengan lebih dari 500.000
kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. The American Cancer Society menyatakan
bahwa di Amerika, pada tahun 2005, telah terdiagnosis 10.000 kasus baru kanker
serviks yang invasif. Karena HPV telah teridentifikasi pada 99,7% kasus kanker
serviks, infeksi HPV tipe resiko tinggi (high risk) yang bersifat menetap
merupakan tahap awal untuk perkembangan kanker serviks (Stewart, 2003).
Perkembangan Kanker Serviks Meskipun lebih dari 90%
infeksi HPV dapat sembuh secara spontan dengan bantuan respon imun, beberapa
infeksi dapat menyebabkan LSIL, HSIL dan, berkembang menjadi kanker serviks.
LSIL terjadi tidak lama setelah terinfeksi HPV, sedangkan HSIL akan terjadi
bila ada infeksi HPV yang menetap. Kurang dari 40% HSIL yang akan mengalami
penyembuhan sehingga HSIL dianggap bertanggung jawab sebagai pra-kanker. Dengan
demikian, apabila diagnosa HSIL telah ditegakkan, maka terapi harus segera
diberikan (Hogewoning et al, 2003)
HPV tipe 16 merupakan tipe yang paling banyak
ditemukan dan dianggap sebagai penyebab 40 – 60% kanker invasif di seluruh
dunia. Diperkirakan, pada infeksi HPV tipe multiple yang bersifat menetap dan
wanita muda yang diketahui terinfeksi HPV 2 tipe atau lebih, kurang dari 82%
diantaranya yang rahayu, Inveksi Human Papilloma Virus 85 mengalami kesembuhan
dari LSIL. Secara umum diperkirakan bahwa masa inkubasi, sejak virus pertama
kali masuk ke dalam tubuh sampai dengan terjadinya carcinoma in situ,
membutuhkan waktu antara 7 sampai 12 tahun. Karena itu, pemeriksaan untuk
mendeteksi lesi pre-invasif harus dilakukan secara rutin untuk mencegah agar
tidak berkembang menjadi kanker serviks (Harper, 2004).
Pemeriksaan dan
pencegahan Pada tahun 2003, American Cancer Society menyarankan sebaiknya
seorang wanita segera melakukan pemeriksaan serviks dalam waktu 3 tahun sejak
pertama kali melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun
dengan tes sitologi Papanicolaou test atau, lebih dikenal dengan, Pap smear.
Apabila selama 3 tahun berturut-turut, pemeriksaan Pap smear memberikan hasil
normal maka pemeriksaan rutin selanjutnya dilakukan setiap 2 tahun. Pada usia
30 tahun, pemeriksaan serviks dapat dilakukan setiap 2 – 3 tahun sekali dengan
catatan tidak mempunyai faktor resiko (misalnya imunosupresi) atau adanya
riwayat abnormal pada hasil pemeriksaan Pap smear sebelumnya. Selain Pap smear,
pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan metode sitologi, DNA HPV dan colposcopy
(Saslow et al, 2002).
Vaksinasi HPV
Telah diketahui bahwa pemeriksaan awal terhadap kanker serviks dapat menurunkan
angka kematian secara signifikan di negara berkembang, namun tidak semua wanita
di negara-negara tersebut mampu menjangkau layanan kesehatan yang ada. Oleh
karena itu, akan lebih baik jika mampu melakukan pencegahan sebelum terjadi
infeksi HPV. Saat ini, ada harapan pencegahan dengan pemberian vaksin
(imunisasi) (Stanley, 2006).
Vaksin HPV sudah mulai dapat diperoleh di pasaran,
meskipun vaksin tersebut belum masuk pada Program Imunisasi Nasional di
Indonesia. Saat ini, dua jenis vaksin HPV, kuadrivalen dan bivalen, telah
dipasarkan. Keduanya dikembangkan dari partikel serupa-virus-noninfeksius yang
diciptakan melalui teknik DNA rekombinan. Vaksin kuadrivalen mengandung
partikel serupa-virus-non-infeksius untuk HPV tipe 6, 11, 16 dan 18, sedangkan
vaksin bivalen memiliki target eksklusif yaitu HPV tipe 16 dan 18. Tiga dosis
vaksin intramuskuler direkomendasikan selama periode 6 bulan; sedangkan
kemungkinan kebutuhan untuk dosis booster belum ditetapkan (WHO, 2009).
Vaksin-vaksin
tersebut aman dan keduanya telah terbukti mampu memberikan proteksi dan hampir
lengkap terhadap terhadap lesi-lesi prakanker dan patologi anogenital lain yang
disebabkan oleh tipe-tipe HPV terkait selama 5-6 tahun observasi. Konsistensi
observasi-observasi ini memberikan harapan bahwa vaksin tersebut juga dapat
memberikan proteksi tinggi terhadap kanker serviks (WHO, 2009).
Para remaja yang saat ini telah memiliki kesempatan
untuk memperoleh vaksin HPV, diharapkan akan terbebas dari kanker serviks
dikemudian hari. Secara teoritis, pengaruh vaksin pada penurunan resiko
terjadinya kanker serviks dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
cakupan vaksinasi, jenis HPV yang dapat diproteksi dengan vaksin, dan lamanya
pengaruh perlindungan vaksin (WHO, 2009).
Seperti juga vaksinasi yang umumnya diberikan pada
bayi dan anak, vaksin HPV berperan sebagai profilaksis dan harus diberikan
sebelum terpapar virus HPV agar imunitas yang dihasilkan dapat efektif. Program
imunisasi HPV sebaiknya diprioritaskan pada populasi target wanita berumur 9 –
10 sampai 13 tahun. Programprogram tersebut harus menjadi bagian strategi
terkoordinasi yang mencakup pendidikan mengenai perilaku-perilaku beresiko
terinfeksi HPV (WHO, 2009).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi
pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan
liang senggama wanita (vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim,
apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ
lain di seluruh tubuh penderita.
Kanker serviks atau kanker leher rahim terjadi di
bagian organ reproduksi seorang wanita. Leher rahim adalah bagian yang sempit
di sebelah bawah antara vagina dan rahim seorang wanita. Di bagian inilah
tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks.
3.2 Cara HPV Menyebabkan
Kanker
Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human
Papilloma Virus) atau virus papiloma manusia.
Infeksi HPV dapat
mengakibatkan kanker serviks karena Apoptosis. Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan
apoptosis (misalnya karena mutasi), atau bila
inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus),
sel yang rusak dapat terus membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker. Salah satu hal yang dilakukan oleh
virus papilloma manusia (HPV) saat melakukan pembajakan sistem genetik sel
adalah menggunakan gen E6 yang mendegradasi protein p53. Padahal protein
p53 berperan sangat penting pada mekanisme apoptosis. Oleh karena itu HPV dapat
menyebabkan kanker serviks. Berikut ini adalah penjelasan lengkap bagaimana HPV
menyerang gen E6.
HPV
dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan. HPV tipe resiko
rendah cenderung untuk menyebabkan tumor jinak sedangkan HPV tipe resiko tinggi
cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan
onkogenik atau resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan
kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59,
66, 68 dan 82. Tipe low-risk menyebabkan tumor jinak meskipun
kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6,
11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81. HPV tipe 16 paling sering
dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31,
33, 52 dan 58.Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering
menyebabkan kanker serviks.
Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian
dapat berkembang menjadi kanker.
Genom HPV berbentuk sirkuler dan
panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi
menjadi gene early (E) dan late (L) . Gen E mengsintesis 6 protein E1, E2, E4,
E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen.
Gen L mengsintesis protein L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. E1
dan E2 terkait dengan replikasi virus. Pada umumnya gene E1, E2 dan E6
diekspresikan dalam bentuk beberapa poliprotein dan E4, E5 dan E7 dalam bentuk
polipeptida tunggal. Kedua, disebut early region yang mengandung ORF’s
E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang terkait dalam replikasi virus. Ketiga adalah
late region L1 dan L2.
E6 dan E7 diekspresikan sebagai poliprotein
dengan panjang asam amino E5 151 dan E7 98 asam amino. E6 terletak di matriks
nukleus dan membran non nuklear yang bersama-sama E7 dapat menyebabkan
imortalisasi keratinosit manusia. E6 dan E7 berperan penting dalam transformasi
keganasan sel serviks (gambar 1).
Gambar 1 Ikatan E6 dengan p53.
Fungsi Onkogen E6 :
Onkoprotein
E6 baik high-risk maupun low-risk diperkirakan
terdiri dari 150 asam amino dan mengandung 2 domain zinc-binding dengan
motif Cys-X-X-Cys. Protein E6 dapat mengikat lebih dari 12 protein dan
didistribusikan baik pada nukleus maupun sitoplasma. Ekspresi
E6 sendiri dapat menyebabkan transformasi sel epitel imortal namun demikian
transformasi yang efisien membutuhkan ekspresi kedua protein E6 dan E7.
E6 mempunyai kemampuan yang
khas mampu berikatan dengan p53 (gambar 2). p53 yaitu protein yang termasuk
supresor tumor yang meregulasi siklus sel baik pada G1/S maupun G2/M. Pada
saat terjadi kerusakan DNA, p53 teraktifasi dan meningkatkan ekspresi p21,
menghasilkan cell arrest atau apoptosis. Proses apoptosis ini
juga merupakan cara pertahanan sel untuk mencegah penularan virus pada
sel-sel didekatnya. Kebanyakan virus tumor menghalangi induksi apoptosis. E6
membentuk susunan kompleks dengan regulator p53 seluler ubiquitin ligase /
E6AP yang meningkatkan degradasi p53. E6 juga menurunkan aktifitas
p53 melalui CBP/p300, koaktifator p53. Inaktifasi p53 menghilangkan kontrol siklus sel, arrest dan
apoptosis. Penurunan p53 menghalangi proses proapoptotik, sehingga terjadi
peningkatan proliferasi.
|
E6 mempunyai fungsi lain yang penting yaitu
mengaktifasi telomerase pada sel yang terinfeksi HPV. Pada
keadaan normal replikasi DNA akan memperpendek telomere, namun bila ada E6,
telomer akan tetap diperpanjang melalui aktifitas katalitik sub unit
telomerase, human reverse transcriptase (hTERT). E6 membuat komplek
dengan Myc/Mac protein dan Sp-1 yang akan mengikat ensim hTERT di regio
promoter dan menyebabkan peningkatan aktifitas telomerase sel. Sel
tidak lagi senescence tetapi terus berproliferasi atau imortalisasi.
Gambar 2.
E6 dependent modulation of cell
cycle
|
Fungsi E7 onkoprotein: Protein E7 merupakan HPV onkoprotein kedua yang
berperan penting dalam patogenesis selain E6. Protein E7 baik dari HPV high-risk
maupun low-risk mempunyai ukuran sekitar 100 asam amino dan terdapat terutama
di nukleus. E7 berbeda dengan E6 yang tidak hanya dapat menyebabkan lesi
displasia yang low-grade tetapi juga high-grade. Protein E7 mampu berikatan dengan famili Rb. Ikatan
pRb dengan E7 pada high-risk lebih kuat afinitasnya dibanding low-risk,
disebabkan oleh perbedaan susunan asam amino pada domain CR2 yang memediasi
ikatan terhadap Rb. Protein Rb famili berfungsi untuk mencegah perkembangan
siklus sel yang berlebihan sampai sel siap membelah diri dengan baik. pRb yang tidak berfungsi menyebabkan proliferasi
sel. pRb terikat dengan factor transkripsi E2F-DP. Protein Rb terdiri dari 3
protein Rb, p107 dan p120, dimana Rb diekspresikan sepanjang siklus sel, p107
disintesis terutama selama fase S, sedangkan p130 terutama saat G0. pRb
yang tidak difosforilasi membentuk kompleks dengan faktor transkripsi E2F/DP
yang terikat dengan promoter gen yang terlibat dalam proses fase S yang
mengakibatkan represi transkripsi. pRb yang berikatan dengan E7 melepaskan
ikatannya dengan E2F-DP dan menyebabkan replikasi pada sel suprabasal. Ikatan
pRb dengan E7 disertai dengan ekspresi cyclin D dan E serta cyclin-dependent
kinase (cdk). E7 mengikat cyclin A dan E secara tidak langsung melalui
p107.
E7
selain berikatan dengan pRb juga dapat berikatan dengan p27 dan p21 sehingga
meningkatkan proliferasi sel. p21 dan p27 adalah cdk-inhibitor (cdk-I),
maka bila berikatan dengan E2 dapat menghambat cdk-I dan meningkatkan aktifitas
cdk. Kelompok ketiga yang dapat berikatan dengan E7 adalah histone
dacetylases (HDACs). E7 dapat mengikat HDACs yang juga diikat
oleh Rb, sehingga secara tidak langsung Rb terikat dengan E7 dan terjadi sel
imortal. HDACs yang terikat dengan E7 juga dapat menyebabkan deasetilasi faktor
transkripsi E2F sehingga menyebabkan relokasi faktor tersebut diluar nukleus.
Kombinasi mekanisme tersebut diatas mendorong transformasi malignansi sel
serviks.
Selain disebabkan oleh virus
HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi
atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.
Ada beberapa faktor penyebab kanker SERVIKS, yaitu:
- Berhubungan seksual di usia muda kurang dari 20
tahun.
- Sering berganti pasangan seksual.
- Kehamilan berulang kali (sering melahirkan).
- Infeksi virus dan bakteri virus herpes simpleks
dan human papilloma virus (HPV). [13] Virus HPV akan menyerang selaput di dalam mulut
dan kerongkongan, serviks, serta anus. Virus HPV terbagi menjadi 2 yaitu
virus HPV berisiko rendah yang
menyebabkan kutil kelamin, dan virus HPV berisiko tinggi yang dapat
mengubah permukaan sel-sel vagina. Virus yang termasuk berisiko tinggi
adalah virus HPV tipe 16, 18, 31, 33, dan 45. [14]
- Riwayat keluarga, seseorang yang memiliki riwayat
kanker serviks memiliki risiko terkena kanker 2-3x lipat.
- Perokok aktif maupun pasif, karena kandungan nikotin dan zat-zat
lainnya yang terdapat dalam rokok dapat menganggu sel-sel epitel serviks. [15]
3.3 Tingkatan
Stadium Kanker Serviks
Stadium
|
Keterangan
|
0
|
Kanker
serviks stadium 0 biasa disebut karsinoma in situ. Sel abnormal haya
ditemukan di dalam lapisan serviks.
|
I
|
Kanker
hanya ditemukan pada leher rahim.
|
II
|
Kanker
yang telah menyebar di luar leher rahim, tetapi tidak menyebar ke dinding
pelvis atau sepertiga bagian bawah vagina.
|
III
|
Kanker
telah menyebar hingga sepertiga bagian bawah vagina. Mungkin telah menyebar
ke dinding panggul dan atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi.
|
IV
|
Kanker
telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian tubuh lain seperti
paru-paru, tulang dan hati.
|
3.4 Mendeteksi Penyakit Kanker
Serviks
Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan
pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama
Pap smear atau Papanicolaou smear yang diambil dari nama dokter Yunani yang
menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou. Namun, ada juga berbagai
metode lainnya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV dan kanker serviks
seperti berikut :
·
IVA
IVA yaitu singkatan dari
Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks
atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan
seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas
dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika
terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut
harus dilakukan.
·
Pap smear
Metode tes Pap smear yang
umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit
sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan
dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur
melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
·
Thin prep
Metode Thin prep lebih
akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari
sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh
bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan
tepat.
·
Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada
metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur
kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa
pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan
apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim.
Jika ada yang tidak normal, biopsi — pengambilan sejumlah kecil jaringan dari
tubuh — dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.
3.5 Penularan Kanker
Serviks
Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan
seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan
virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke
organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya,
penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh
mencegah penularan virus HPV. Sebab tidak
hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan
kulit.
3.6 Gejala Kanker Serviks
Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala
yang mudah diamati. Itu sebabnya, Anda yang sudah aktif secara seksual amat
dianjurkan untuk melakukan tes pap smear setiap dua tahun sekali. Gejala fisik
serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker
stadium lanjut.
Gejala kanker serviks tingkat lanjut :
ü Munculnya rasa sakit dan
perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
ü Keputihan yang berlebihan
dan tidak normal.
ü Pendarahan di luar siklus
menstruasi.
ü Penurunan berat badan
drastis.
ü
Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan
menderita keluhan
nyeri punggung.
ü Juga hambatan dalam
berkemih, serta pembesaran ginjal.
3.7 Mencegah Kanker Serviks
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai
jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan
satu-satunya jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya
pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara :
ü Tidak berhubungan intim
dengan pasangan yang berganti-ganti.
ü Rajin melakukan pap smear
setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual.
ü Melakukan vaksinasi HPV bagi
yang belum pernah melakukan kontak secara seksual dan tentunya memelihara
kesehatan tubuh.
Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin
pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks.
Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus
sebelum memasuki sel-sel serviks.
Selain membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini
juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang
menyebabkan kutil kelamin. Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru
efektif apabila diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26 tahun yang belum
aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu
tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga
75%.
3.8 Masa Pertumbuhan Kanker Serviks
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum
menjadi keganasan) penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang
berhasil mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk
mengatasinya.
Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal
yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan
waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga
positif menjadi kanker serviks.
3.9 Bisakah kanker serviks disembuhkan?
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita
kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai
stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai
stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung
kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup
membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih
harus mendapatkan terapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah
tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
3.10 Mengobati Kanker Serviks
Saat ini tersedia berbagai cara pengobatan yang dapat
mengendalikan infeksi HPV. Beberapa pengobatan bertujuan mematikan sel-sel yang
mengandung virus HPV. Cara lainnya adalah dengan menyingkirkan bagian yang
rusak atau terinfeksi dengan pembedahan listrik, pembedahan laser, atau
cryosurgery (membuang jaringan abnormal dengan pembekuan).
Jika kanker serviks sudah sampai ke stadium lanjut,
maka akan dilakukan terapi kemoterapi. Pada beberapa kasus yang parah mungkin
juga dilakukan histerektomi yaitu operasi pengangkatan rahim atau kandungan
secara total. Tujuannya untuk membuang sel-sel kanker serviks yang sudah berkembang
pada tubuh.
Tindakan pengobatan akan dilakukan sesuai dengan
stadium penderita kanker serviks saat didiagnosis. Ada beberapa pengobatan
untuk kanker serviks, yaitu: tindakan bedah (operasi), radioterapi, kemoterapi.
Berdasarkan stadiumnya, pengobatan yag dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Stadium prakanker (stadium 0 dan I)
Stadium prakanker hingga stadium I awal biasanya
diobati dengan histerektomi (pengangkatan rahim). Apabila pasien masih ingin
memiliki anak biasanya dilakukan metode LEEP atau cone biopsy.
2. Stadium awal (stadium I dan II)
Apabila ukuran kanker kurang dari 4 cm biasanya
dilakukan pengangkatan seluruh rahim atau radioterapi dengan atau tanpa
kemoterapi.
Apabila ukuran kanker lebih dari 4 cm biasanya
dilakukan radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, pengangkatan seluruh
rahim.
3. Stadium lanjut (stadium
II akhir-IV awal)
Dapat diobati dngan radioterapi dan kemoterapi
berbasis cisplatin. Pada stadium IV akhir dokter dapat mempertimbangkan
kemoterapi dengan kombinasi obat misalnya hycamtin dan cisplatin. [21]
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker adalah tumbuhnya sel-sel yang tidak normal
(abnormal) pada jaringan atau organ tertentu yang terus menerus dan tidak
terkendali. Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papillioma Virus).
Sel kanker ini bersifat ganas dan menyebabkan kematian. Kanker serviks
merupakan kanker yang menyerang bagian serviks atau leher rahim.
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan jenis
penyakit kanker paling umum kedua di seluruh dunia yang biasa diderita wanita
diatas umur 15 tahun. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal
karena kanker serviks. Di Asia Pasifik, setiap 4 menit seorang wanita meninggal
karena kanker ini. Perempuan yang aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi
kanker serviks atau tahap awal penyakit ini tanpa memandang usia atau gaya
hidup.
Kanker serviks bisa dicegah dan bisa diobati. Deteksi
sejak dini dan rutin melakukan Pap smear akan memperkecil risiko terkena kanker
serviks. Ubah gaya hidup Anda dan juga pola makan Anda agar terhindar dari
penyakit yang membunuh banyak wanita di dunia ini. Dengan demikian, maka
kesehatan serviks atau leher rahim lebih terjamin. Dengan penanganan yang
tepat, kanker serviks bukanlah sesuatu yang menakutkan.
4.2 Saran
Kita dapat melakukan banyak tindakan pencegahan
sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara
praktis yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
·
Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan
sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai
karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena
kanker leher rahim.
·
Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau
dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
·
Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau
belasan tahun.
·
Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif
untuk mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
·
Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
·
Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini
tes Pap smear bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga
terjangkau.
·
Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang
lebih murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
·
Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi
HPV.
·
Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah
vagina toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan
dokter ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell dan Jane B. Reece. 2002. Biology, fifth
edition. Terj. Rahayu Lestari, et al. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Heffner, Linda J. dan Danny J. Schust. 2008. The
Reproductive System at a Glance Secon Edition. Terj. Vidhia Umami. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Nurwijaya, Hartati, dkk., 2010. Cegah dan deteksi
kanker serviks. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk
Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Atasi Kanker dengan
Tanaman Obat. Jakarta: Puspa Swara.
Departemen Kesehatan RI, Gerakan Perempuan Melawan
Kanker Serviks,
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1668-gerakan-perempuan-melawan-kanker-serviks-.html
(Diakses 23 April 2013 pukul 07.50 AM).
Departemen Kesehatan RI, Vaksin HPV Untuk Perangi
Kanker Serviks, http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/873-vaksin-hpv-untuk-perangi-kanker-serviks.html
(Diakses 23 April 2013 pukul 07.43 AM).
Departemen Kesehatan RI. 2009. Buku Saku Pencegahan
Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. E-book:
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf (Diakses
Diakses 23 April 2013 pukul 07.47 AM).
http://www.ingateros.com/2010/04/kanker-serviks-penyebab-tanda-tanda-cara-mencegah-dan-mengobati-kanker-serviks.html
(Diakses 23 April 2013 pukul 07.41 AM).
[1]
Departemen Kesehatan RI, Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker
Payudara, E-book: 2009, hlm.5,
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf
(Diakses 23 April 2013 pukul 07.47 AM).
[2] Campbell dan Jane B. Reece, Biology, fifth
edition, terj. Rahayu Lestari et al. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm.
235.
[3] Hartati Nurwijaya, dkk., Cegah dan deteksi
kanker serviks, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), hlm. 2.
[4] Syaifuddin, Anatomi Tubuh Manusia untuk
Mahasiswa Keperawatan Edisi 2, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), hlm. 315.
[5] Linda J. Heffner dan Danny J. Schust, The
Reproductive System at a Glance Secon Edition,terj. Vidhia Umami, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2008), hlm. 31.
[6]
http://www.ingateros.com/2010/04/kanker-serviks-penyebab-tanda-tanda-cara-mencegah-dan-mengobati-kanker-serviks.html
(Diakses 23 April 2013 pukul 07.41 AM).
[7] Campbell dan Jane B. Reece, Biology, fifth
edition, terj. Rahayu Lestari et al. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hlm.
235.
[8] Departemen Kesehatan RI, Gerakan Perempuan
Melawan Kanker Serviks,
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1668-gerakan-perempuan-melawan-kanker-serviks-.html
(Diakses 23 April 2013 pukul 07.50 AM).
[9] Hembing Wijayakusuma, Atasi Kanker dengan
Tanaman Obat. (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 7.
[10] Hembing Wijayakusuma, Atasi Kanker dengan
Tanaman Obat. (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 8.
[11]
www.kankerserviks.org/info/penyebab-kanker-serviks.html (Diakses 25 Mei 2013
pukul 13.06 PM ).
[13] Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker
dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), hlm. 8.
[14]
Tim CancerHelps, Stop Kanker, (Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2010), hlm. 52.
[15]
Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara,
2008), hlm. 8.
[16]
Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara,
2008), hlm. 8.
[17]
Hembing Wijayakususma, Atasi Kanker dengan Tanaman Obat, (Jakarta: Puspa Swara,
2008), hlm.7.
[18]
Departemen Kesehatan RI, Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker
Payudara, E-book: 2009, hlm. 5,
LAMPIRAN
Gambar Stadium Kanker Serviks
Gambar Vagina Yang Terinfeksi HPV