Wednesday, 11 November 2015

MAKALAH MIKROBIOLOGI PEMBIAKAN PADA VIRUS "Dengan Hewan Percobaan (In Vivo), Kultur Jaringan ( In Vitro) Dan Dalam Telur Berembrio (In Ovo).

MAKALAH MIKROBIOLOGI

PEMBIAKAN PADA VIRUS

OLEH: 
   FATMA ZAHRA

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA (STIFI)
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2015

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pembiakan Pada Virus”
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu, tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatannya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca untuk memberi saran dan kritik kepada  sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah yang berjudul “Pembiakan Pada Virus” dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.
Padang,  November 2015


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                 ii
DAFTAR ISI                                                                                                iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG                                                                                   1
B.     RUMUSAN MASALAH                                                                              2
C.     TUJUAN PENULISAN                                                                                2
D.    MANFAAT PENULISAN                                                                            2
BAB II : ISI
A.    VIRUS                                                                                                            3
B.     PEMBIAKAN VIRUS                                                                                  4
BAB III : PENUTUP
A.    KESIMPULAN                                                                                              13
B.     SARAN                                                                                                          13
DAFTAR PUSTAKA                                                                                   14


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.(wikipedia)
Pembiakan virus ada 3, yaitu pembiakan virus dengan hewan percobaan (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan ( in vitro) dan pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo).
Pembiakan virus dengan hewan percobaan digunakan untuk isolasi primer tertentu, untuk penelitian- penelitian pathogenesis virus dan onkogenesis virus. Pada pembiakan ini, jumlah hewan percobaan, umur, jenis kelamin serta cara penyuntikan berbeda tergantung jenis virus. Pada in vivo, biakan yang digunkan adalah biakan primer  dan biakan sel yang dapat hidup[ terus meneus.  Biakan sel primer adalah biakan yag diambil dalam keadaan segar  dari binatang biakan yang berasal dari dari embrio ayam yang berasal dari sel jenis fibrolast.
Pada pembiakan in ovo, Telur dijadikan tempat perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang tumbuh di dalamnya tidak mebentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering digunakan dalam laboratorium.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka sebagai mahasiswa perlu mempelajari bagaimana cara  pembiakan virus melalui hewan percobaan, kultur jaringan dan dalam telur berembrio. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai cara pembiakan pada virus.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
1.      Apa itu virus?
2.      Bagaimana pembiakan dari virus?

C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pembiakan virus secara in vitro, in vivo dan in ovo.

D.    MANFAAT PENULISAN
             Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Bagi Penulis  mengetahui lebih dalam tentang  pembiakan virus secara in vitro, in vivo dan in ovo.
2.      Bagi mahasiswa umunya adalah sebagai materi tambahan dalam perkuliahan serta penerapannya terutama dalam bidang penelitian.
  
BAB II
ISI
A.    VIRUS
Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas proteinlipidglikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.(Wikipedia)
Susunan kimia pada virus:
1.      Protein Virus Protein yang membentuk capsid sebuah virus berfungsi untuk : perlindungan, alat penempelan virus dan penentu sifat antigenik. Secara khusus protein ini fungsinya berbeda-beda pada masingmasing virus.
2.      Asam Nukleat Virus Virus hanya mengandung satu jenis asam nukleat ( RNA atau DNA saja ). Familia virus RNA binatang kebanyakan memiliki genom RNA rantai tunggal. Sebaliknya familia virus DNA binatang memiliki genom DNA rantai ganda. Jenis asam nukleat dapat ditentukan dengan cara pemeriksaan dibawah mikroskop fluoresensi dengan pewarnaan.
3.      Lipida Virus Ada sejumlah virus yang mengandung lipid pada struktur pembungkusnya (walaupun sebagian besar pembungkus terdiri dari protein). Virus yang memiliki struktur lipid pada pembungkusnya ini peka terhadap eter 2
4.      Karbohidrat Virus Pembungkus virus ada yang mengandung sejumlah karbohidrat yang berarti, biasanya glikoprotein. Glikoprotein ini merupakan antigen yang penting, karena posisinya pada permukaan luar dari virus. Glikoprotein ini sering merupakan protein yang terlibat dalam interaksi virus dengan antibodi yang menetralkannya.

B.     PEMBIAKAN VIRUS
Virus adalah parasit obligat intrasel, karenanya virus tidak dapat berkembang biak di dalam medium mati. Ada tiga cara mengembangbiakan virus, yaitu pembiakan virus dengan hewan percobaan (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan ( in vitro) dan pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo).
a.      Pembiakan Virus dengan Hewan Percobaan ( In Vivo)
Merupakan salah satu cara tertua untuk membiakkan virus. Hewan percobaan Pada biakan ini menggunakan hewan percobaan sebagai media untuk menanam virus. Jenis hewan percobaan, umur, jenis kelamin, serta cara penyuntikan tergantung dari jenis virus yang akan dibiakan. Misal, :
1.      Virus Polio Hewan yang digunakan adalah kera, cara penyuntikan intra cerebral/intra spinal/intra nasal/ intra muskular. Dalam waktu 2 minggu setelah penyuntikan maka kera akan lumpuh. Berarti didalam tubuh kera ada dan berkembang virus polio dan didalam tinja kera dapat ditemukan virus polio.
2.      Virus Rabies Hewan yang digunakan tikus putih dewasa yang disuntik secara intra cerebral. 1 – 2 minggu kemudian tikus akan sakit, bulunya rontok dan mati c. Virus Dengue Digunakan hewan percobaan bayi tikus putih umur 1 – 3 hari, disuntikan secara intra cerebral. Setelah 7 – 10 hari tikus akan mengalami kejang-kejang atau lemas lalu mati. Maka darah tikus tadi mengandung virus 2. Telur berembrio Telor yang dapat dipergunakan adalah telor ayam negri, ayam kampung tau telur bebek, yang semuanya harus berembrio. Jika akan digunakan telur tersebut tidak boleh dicuci, sebab pada bagian luar telur terdapat zat seperti lilin yang berfungsi melindungi agar kuman tidak dapat menembus cangkang telur. Sebelum digunakan telur harus berada dalam incubator
3.      Virus cacar dapat digoreskan pada kulit atau cornea kelinci. Jaringan otak anjing rabies yang disuntikkan intraserebral pada mencit atau kelinci akan menyebabkan terjadinya ensefalitis.
Pada pembiakan dengan hewan percobaan ini, pertumbuhan virus pada binatang dapat diketahui dengan melihat gejala-gejala penyakit, adanya kelainan-kelainan yang tampak dan kematian binatang tersebut. Kadang-kadang adanya kekebalan pada binatang per­cobaan mengganggu pertumbuhan virus yang disuntikkan. Pada binatang percobaan dapat pula dtselidiki patogenesis, respons kekebalan dan epidemiologi penyakit virus.

b.      Pembiakan Virus dengan Kultur Jaringan ( In Vitro)
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan sel yang terinfeksi virus secara invitro. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan/sel yang berasal atau yang didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam tabung kaca).
Kultur sel yang didapat dari jaringan secara langsung disebut kultur sel primer, sedangkan kultur sel yang telah mengalami penanaman berulang-kali (passage) disebut kultur cell line atau sel strain.
In vitro pada sel yang ditumbuhkan dalam bentuk potongan organ (biakan organ), potongan kecil jaringan (biakan jaringan), sel-sel yang telah dilepaskan dari pengikatnya (biakan sel). Biakan organ dan biakan jaringan hanya dapat bertahan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu saja. Sedangkan biakan sel dapat bertahan beberapa hari sampai beberapa waktu yang tak terbatas, tergantung pada jenis biakan. 
Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah peremajaannya.
Virus stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel.
Tanda-tanda virus dapat tumbuh dalam media jaringan dapat diketahui dengan melihat adanya :
 a. Adanya CPE
b. Adanya penghambatan dalam metabolisme sel
 c. Pembentukan antigen dalam jaringan
d. Terjadinya hemadsorbsi
e. Adanya interferensi Dalam biakan jaringan virus akan dipengaruhi oleh Suhu, PH , cara menyimpan biakan dan jenis biakan
Biakan sel pada kultur jaringan  terbagi atas:
1.      Biakan sel primer
Sel diambil dalam keadaan segar dari binatang. Sel demikian mampu secara terbatas membelah dan selanjutnya mati, misalnya biakan primer berasal dari ginjal monyet, embrio ayam, dll. Proses pembuatan biakan sel dimulai dengan pelepasan sel-sel dari alat-alat tubuh dengan mengocok sepotong jaringan dengan larutan tripsin. Sel-sel yang didapatkan dalam suspensi ini kemudian dibiakan dalam larutan pembenihan tertentu. Sel-sel akan tumbuh melekat pada dinding tabung sampai mebentuk selapis jaringan yang siap digunakan untuk pembiakan virus. Sel-sel ini dapat dipindahbiakan dengan membuat suspensi baru dan disebarkan dalam tabung-tabung lain sehingga didapat biakan sekunder. Tergantung pada asal sel, di dalam biakan jaringan akan didapatkan sel-sel jenis tertentu. Misalnya biakan sel-sel jaringan yang berasal dari ginjal monyet akan menghasilkan sel-sel jenis epitel. Biakan yang berasal dari embrio ayam akan menghasilkan sel jenis fibroblas. Jenis sel tertentu diperlukan untuk pembiakan virus-virus tertentu.
Virus yang dibiakan di dalam sel biakan jaringan dapat menimbulkan ESP (Efek Sitopatogenik), seperti perubahan bentuk sel menjadi lebih bulat, perubahan pada inti sel, kemungkinan pembentukkan jisim atau sel sinsitia dan juga sel-sel akan melepas dari dinding tabung.infeksi selanjutnya akan menyerang sel-sel disekitarnya dan bila pada tepat itu sudah ada banyak sel yang terlepas, maka akan tampak sebagai tempat yang berlubang dan tempat ini disebut plaque. Tiap virion infektif dalam biakan sel dapat membentuk plaque dan ini dapat dipakai untuk titrasi virus, sama halnya dengan pembentukkan koloni oleh kuman pada permukaan perbenihan padat.
2.      Biakan sel haploid
Yaitu kumpulan satu jenis sel yang mampu membelah kira-kira 100 kali sebelum mati.
3.      Biakan sel letusan (continous cell lines culture)
Yaitu sel yang mampu membelah tak terbatas. Kromosomnya sudah bersifat poliploid atau aneuploid. Dapat berasal dari sel tumor ganas ataupun sel diploid yang telah mengalami transformasi. Diantaranya adalah sel Hela, Hep-2, KB yang berasal dari manusia, BHK-21 yang berasal dari binatang hamster, sel LLC-MK dari ginjal monyet, J-III dari leukemia manusia dan sebagainya.
Cara pembiakan in vitro  bermanfaat untuk:
1.      Isolasi primer virus dari bahan klinis. Untuk itu, dipilih sel yang mempunyai kepekaan tinggi, mudah dan cepat menimbulkan ESP
2.      Pembuatan vaksin. Untuk itu, dipilih sel yang mampu menghasilkan virus dalam jumlah besar
3.      Penyelidikan biokimiawi, biasanya dipilih biakan sel terusan dalam bentuk suspensi
Kelebihan biakan in vitro menurut menurut Bedetti & Cantafora (1990) adalah:
1.      Pengambilan kesimpulan relatif lebih mudah dengan menggunakan populasi sel yang homogen.
2.      Kultur sel primer tetap memiliki integritas morfologi dan biokimiawi dalam jangka waktu lama, dengan demikian memungkinkan melakukan penelitian ulang (reproducible) dan terkontrol.
3.      Kultur sel tidak terdapat pengaruh sistemik.
Sedangkan kekurangan dari biakan in vitro adalah:
1.      Dalam kasus kultur sel telah mengalami perubahan sifat aslinya, maka hasil pengamatan yang diperoleh akan menyimpang.
2.      Tidak ada pengaruh sistemik dan kerjasama antar-sel yang berbeda dalam suatu jaringan yang kemungkinan memegang peran penting dalam aktivitas fisiologis.

c.       Pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo).
Telur merupakan perbenihan virus yang sudah steril dan embrio telur yang tumbuh di dalamnya tidak mebentuk zat anti yang dapat mengganggu pertumbuhan virus. Karena telur merupakan sumber sel hidup yang relatif murah untuk isolasi virus, maka cara in ovo ini sering digunakan dalam laboratorium. Embrio berada dalam kantung amnion yang berisi cairan amnion yang berwarna putih jernih. Telur berembrio yang biasa digunakan adalah telur ayam negeri, telur ayam kampung, atau telur bebek. Umur dari telur, cara penyuntikan, suhu pengeraman dan lamanya pengeraman tergantung dari jenis virus yang akan disuntikan.
Pembiakan dalam telur berembrio ini lebih baik dari penyuntikan pada binatang percobaan karena:
1.      Telur bertunas bersih dan steril, bebas dari bakteri.
2.      Tidak memiliki mekanisme kekebalan seperti pada binatang per­cobaan yang dapat menghalangi perkembangbiakan virus.
3.      Tidak memerlukan pemberian makanan dan sangkar.
Cara pembiakan virus pada telur berembrio adalah:
a.       Cara pertama: dengan mempergunakan lapisan luar (lapisan ektoderm) selaput korioalantois telur berembrio 10 hari. Cara penanaman ini berguna untuk isolasi virus yang menyebabkan kelainan pada kulit yang dulu digolongkan sebagai virus dermatotrofik seperti virus variola, virus vaccinia, dan virus herpes. Tiap virion yang infektif akan meyerang sel-sel di sekitarnya dan menibulkan reaksi inflamasi yang dapat dilihat sebagai bercak putih yang disebut pockPock ini berlainan ukurannya dan bersifat bergantung pada virus yang menyebabkannya. Cara penanaman pada selaput korioalantois juga berguna untuk titrasi virus dan titrasi antibodi terhadap virus dengan teknik menghitung jumlah pock.
b.      Cara kedua: dengan menyuntikkan bahan ke dalam ruang anion terlur berembrio yang berumur 10-15 hari. Cara ini terutama untuk isolasi virus influenza dan virus parotitis karena virus ini tumbuh di dalam sel epitel paru-paru embrio yang sedang berkembang. Adanya perkembangan virus dikenal dengan adanya reaksi hemaglutinasi.
c.       Cara ketiga, menyuntikkan virus pada kantung kuning telur berembrio 9-12 hari . teknik penanaman ini menggunakan penyuntikan langsung melalui lubang kecil pada kulit telur kedalam kantung telur.
Beberapa contoh penggunaan telur berembrio untuk membiakan virus adalah :
a.       Virus Variola Digunakan telur berembrio umur 10 – 13 hari disuntikan virus dengan meneteskan pada bagian CAM ( Chorio Alantois Membrane), kemudian dieramkan pada sushu 35 – 36 derajat selama 3 x 24 jam, kemudian diperiksa.
b.      Virus Influenza Digunakan telur berembrio umur 10 – 14 hari disuntikan intra amnion, dieramkan pada suhu 37 derajat selama 2-3 hari, kemudian cairan amnion yang penuh virus diambil.
c.       Virus Herpes Simpleks Umur telur 12 hari, disuntikan dengan meneteskan pada CAM, eramkan pada suhu 37 derajat selama 5 hari kemudian periksa
Cara penetesan dan penyuntikan pada CAM
Caranya adalah ambil telur berembrio, lalu periksa dikamar gelap. Lihat ruang udaranya lalu diberi tanda, kemudian lihat bagian yang gelap, ini adalah embrio, lihat pula pembuluh darah besar maupun kecil. Pilihlah tempat  yang tidak ada pembuluh darahnya.Selanjutnya  di tempat yang telah ditandai tadi, dibersihkan dengan kapas dan        alcohol. Pada bagian ruang udara tusuklah dengan alat bor yang steril sampai menusuk selaput kulit telur. Jika ada pecahan kulit telur, bersihkan tapi jangan ditiup untuk menghindarkan komintaminasi.
Pada tanda yang tidak ada pembuluh darahnya, ditusuk lagi tapi jangan sampai menusuk selaput kulit telur. Kemudian teteskan buffer steril dengan pengisap karet. Bila tetesan buffer terus masuk, ini menandakan CAM telur turun. Kemudian ambil pena steril, tusukkan tegak lurus kemudian miringkan diantara selaput lendir telur dan kulit telur. Jika ada perdarahan berati CAM tertusuk.
Pada lubang ruang udara masukkan pengisap karet, isaplah semua udara yang ada sampai  habis, sehingga akan didapatkan ruang udara  buatan. Setelah diperiksa lagi dikamar gelap dan CAM telah berhasil diturunkan, lalu ambil virus yang akan diperiksa dengan spuit steril sebanyak 0,1-0,2 mL, lalu tusukkan pada lubang bagian CAM. Setelah Itu lubang-lubang ditutup dengan solatip. Telur harus selalu dala keadaan terbaring, lalu digoyangkan perlahan-lahan, kemudian dieramkan pada suhu 37°C selama 2-3 x 24 jam. Setelah itu baru diperiksa.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inokulasi pada telur ayam adalah:
a.       Umur  dan status imun.
b.      Embrio yang berumur sekitar 7-9 hari mempunyai bagian organ yang sempurna dan mempunyai sistem imun yang baik, sehingga saat infeksi virus akan mudah diamati.
c.       Dosis virus yang diinokulasikan
Semakin banyak volume virus yang diinokulasikan, maka semakin banyak sel yang terinfeksi sehingga makin cepat proses kematiannaya.
d.      Jarak dan waktu inkubasi
e.       Faktor insternal, yaitu temperature, rute pemberian terhadap bagian telur, kemampuan penyerapan bahan oleh embrio, dan struktur farmakologi dari bahan itu sendiri.
Kelemahan pembiakan pada cara ini adalah:
1.               Telur dapat tercemar mikoplasma dan virus unggas laten yang dapat mengganggupertumbuhan virus lain.
2.               Embrio ayam hanya peka terhadap beberapa jenis virus saja.
3.               Pencemaran sedikit saja pada bahan pemeriksaan akan mematikan embrio.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis
2.      Pembiakan dari virus terbagi atas 3, yaitu pembiakan virus dengan hewan percobaan (in vivo), pembiakan virus dengan kultur jaringan ( in vitro) dan pembiakan virus dalam telur berembrio (in ovo).

B.     SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik karena kurangnya buku pegangan yang kami miliki maupun keterbatasan kemampuan kami dalam memahami materi yang berkaitan dengan materi ini. Oleh kerena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami butuhkan demi penulisan yang lebih baik untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, P 2011. Biologi Virus. Yudistira : Jakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Virus diakses tanggal 10 november 2015
Pelezar, M.J And Chan.1986.  Dasar-Dasar Mikrobiologi :UI Press
Pratiwi, DA . dkk .2007. Biologi Untuk SMA Kelas X Semester 1. Jakarta : Erlangga
Syamsuri . 2007 Biologi Untuk Sma Kelas X Semester 1 Jakarta : Erlangga

Wednesday, 7 October 2015

"Reseptor serta Cara Kerja Panca Indra"


1.      MATA (INDRA PENGLIHATAN)
Reseptor pada mata adalah:
a.       Sel-sel batang
b.      Sel-sel kerucut
Kedua reseptor ini akan mengubah energy cahaya  menjadi impuls saraf.
Cara kerja mata:
a.       Cahaya yang dipantulkan oleh benda di tangkap oleh mata, menembus kornea dan diteruskan melalui pupil
b.       Intensitas cahaya yang telah diatur oleh pupil diteruskan menembus lensa mata
c.       Daya akomodasi pada lensa mata mengatur cahaya supaya jatuh tepat di bintik kuning.
d.       Pada bintik kuning, cahaya diterima oleh sel kerucut dan sel batang, kemudian disampaikan ke otak.
e.       Cahaya yang disampaikan ke otak akan diterjemahkan oleh otak sehinga kita bisa mengetahui apa yang kita lihat.

2.      TELINGA (INDRA PENDENGARAN)
Reseptor pada telinga berupa  sel-sel  berbentuk rambut.
Cara kerja indra pendengaran adalah:
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran Reissmer dan menggetarkan cairan
limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput
basiler, yang akan menggerakkan sel-sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran.

3.      HIDUNG ( INDRA PENCIUMAN)
Reseptor pada hidung: Sel Olfaktori
Proses  penciuman adalah:
Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara inspirasi mencapai reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung, sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori). Saraf otak ke I ini menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.

4.      LIDAH  (INDRA PENGECAP)
Reseptor pada lidah berupa kuncup-kuncup pengecap (teste buds)
Cara kerja indra tunas pengecap (papila) adalah:
Rambut-rambut sensor menyembul dari sel-sel ke pori-pori sentral tunas pengecap. Pada bagian ini rambut-rambut sensori terendam dalam zat kimia yang terlarut dalam air ludah manusia. Zat-zat yang terlarut dalam ludah itu akan di deteksi oleh sensor ini sehinggga dapat dibedakan baik itu manis, asam, asin dan pahit.
a.       Rasa manis dapat di rasakan oleh indra pengecap yang terletak di bagian depan lidah
b.      Rasa Asin dirasakan pada sepanjang bagian isi depan lidah
c.       Rasa asam di rasakan di sepanjang sisi bagian belakang lidah
d.      Rasa pahit di kecap pada bagian belakang lidah

5.      KULIT (INDRA PERABA)
Macam-macam reseptor pada kulit adalah sebagai berikut.
a.       Korpuskula Paccini, merupakan ujung saraf perasa tekanan kuat.
b.      Ujung saraf sekeliling rambut, merupakan ujung saraf peraba.
c.       Korpuskula Ruffini, merupakan ujung saraf perasa panas.
d.      Ujung saraf Krause, merupakan ujung saraf perasa dingin.
e.       Korpuskula meissner, merupakan ujung saraf peraba
f.       Lempeng merkel, merupakan ujung saraf perasa sentuhan dan tekanan ringan
g.       Ujung saraf tanpa selaput (telanjang), merupakan perasa sakit.
Cara kerja kulit adalah:
Rangsang yang dapat diterima kulit berupa sentuhan panas, dingin, tekanan, dan nyeri. Ketika kulit menerima rangsang, rangsang tersebut diterima oleh sel-sel reseptor. Selanjutnya, rangsang akan diteruskan ke otak melalui urat saraf. Oleh otak, rangsang akan diolah. Akibatnya, kita merasakan adanya suatu rangsang. Otak pun memerintahkan tubuh untuk menanggapi rangsang tersebut.
           
            Sumber:
           Anonim, 2013. Alat indera pada manusia 9.1. http://www.crayonpedia.org/mw/Alat_Indra_Pada_Manusia_9.1, (online), diakses tanggal 8 oktober 2015.
Anonim, 2013. Bagian-bagian mata. http://articles.myhardisk.com/2009/08/bagian-bagian-mata.html, (online), diakses tanggal 8 oktober 2015.
Anonim, 2013. Biologi kelas 2 indera pengelihat.
Brooker. 1992. Human Struktur and Function. London: Mosby.
Carola JP dan Noback CR. 1992. Human Anatomi and Physiology.
             http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-                                               Pendamping/Praweda/Biologi/0087%20Bio%202-10a.htm, (online), diakses tanggal 8 oktober 2015

Saturday, 12 September 2015

Artikel Penelitian "Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Solubilisasi Metronidazol dengan Menggunakan Brij 35"



 
 Solubilisasi adalah proses melarutnya suatu substansi atau bahan padat, cair atau gas melalui perantaraan misel yang dibentuk oleh surfaktan dalam pelarut (Rosen, 1978). Solubilisasi dikatakan juga sebagai suatu proses perbaikan kelarutan dimana suatu surfaktan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan suatu larutan yang jernih yang mengandung sejumlah zat-zat yang secara biasa tidak larut atau agak sukar larut dalam air (Voigt, 1994, Halim et al., 1997).
            Salah satu penelitian yang berkaitan dengan ini adalah pengaruh ukuran partikel metronidazol terhadap proses solubilisasi menggunakan brij 35.
            Pada penelitian yang telah dilakukan, untuk memperoleh hasil dan data dari solubilisasi metronidazol dalam air dilakukan dengan menghitung konsentrasi metronidazol yang tersolubilisasi dengan menggunakan Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel. Di penelitian ini, metronidazol digerus masing-masing selama 1 jam, 6 jam dan 12 jam dengan berat yang sama.
            Distribusi ukuran partikel pada penelitian ini ditentukan dengan mikroskop yang dilengkapi oculomikrometer. Mikrometer sebelum digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Sejumlah kecil metronidazol disuspensikan dalam paraffin cair, kemudian diteteskan pada objek glass, tutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop sebanyak seribu partikel. Partikel dikelompokkan pada ukuran-ukuran tertentu, kemudian masing-masing kelompok ditentukan jumlahnya. hal ini dilakukan pada Metronidazol yang digerus selama 1 jam, 6 jam, 12 jam dan tanpa penggerusan.
            Selanjutnya, penentuan harga CMC larutan brij-35 dilakukan dengan 2 metoda, yaitu:
1.      Metoda tegangan permukaan
Pada metoda ini tegangan permukaan surfaktan ditentukan dengan menggunakan alat Torsion Balance tipe “OS” pada suhu kamar. Dibuat larutan Brij-35 dengan konsentrasi 0,01 mg/ml, 0,02 mg/ml, 0,03 mg/ml, 0,04 mg/ml, 0,05 mg/ml, 0,06 mg/ml, 0,07 mg/ml, 0,08 mg/ml, 0,09 mg/ml, 0,1 mg/ml. Lalu diukur tegangan permukaan larutan.
2.      Metoda Indeks Bias
Pada metoda ini, larutan surfaktan dibuat dengan konsentrasi 0,01 mg/ml, 0,02 mg/ml, 0,03 mg/ml, 0,04 mg/ml, 0,05 mg/ml, 0,06 mg/ml, 0,07 mg/ml, 0,08 mg/ml, 0,09 mg/ml, 0,1 mg/ml pada suhu kamar. Larutan surfaktan yang akan diperiksa ini diteteskan ke dalam lubang tepi prisma alat refraktometer. Mikrometer diputar perlahan-lahan sampai pada medan penglihatan di teleskop, batas antara gelap terang berada pada titik potong kedua garis halus yang bersilangan. Kemudian dibaca skala yang tertera pada alat
.           Selanjutnya pada penentuan daya pensolubilisasi brij-35 terhadap solubilisasi metronidazol pada CMC, diatas CMC dan di bawah CMC Dibuat larutan brij-35 dengan konsentrasi 0,02 mg/ml, 0,03 mg/ml, 0,04 mg/ml, 0,05 mg/ml, 0,06 mg/ml. Dua gram metronidazol ditambahkan ke dalam 100 ml larutan surfaktan. Aduk dengan magnetik stirrer. Saring dengan kertas saring Whatman No 42. Pipet larutan ini sebanyak 1 ml dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Larutan ini dipipet lagi sebanyak 5 ml dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum (319,5 nm). Hal yang sama dilakukan pada metronidazol yang telah digerus selama 1 jam, 6 jam, 12 jam.
            Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat hasil bahwa diameter rata-rata partikel metronidazol tanpa penggerusan. Penggerusan 1 jam, 6 jam dan 12 jam dengan menggunakan ball mill adalah berturut-turut 44,54 m, 30,75 m, 19,51 m, 7,40 m. Konsentrasi metronidazol tanpa penggerusan, penggerusan 1 jam, 6 jam, 12 jam yang tersolubilisasi adalah berturut-turut 10,0890 mg/ml, 11,0888 mg/ml, 10,647 mg/ml, 10,4431 mg/ml. Penggerusan metronidazol 1 jam solubilisasinya lebih baik dibandingkan dengan metronidazol tanpa penggerusan selanjutnya makin lama penggerusan, metronidazol tersolubilisasi makin sedikit.

Sumber: Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013
Ditulis oleh: Febriyenti1, Auzal Halim1, Nelvianti2
1Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang, Indonesia
2Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis, Padang, Indonesia