BABI I
PENDAHULUAN
1.1
Farmakoekonomi
Farmakoekonomi
adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan
pengunaan obat dalam perawatan kesehatan. Analisis farmakoekonomi menggambarkan
dan menganalisa biaya obat untuk sistem perawatan kesehatan. Studi
farmakoekonomi dirancang untuk menjamin bahwa bahan-bahan perawatan kesehatan
digunakan paling efisien dan ekonomis (Vogenberg, 2001).
Farmakoekonomi
di defenisikan juga sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam
suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian
tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan
keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu
alternatif terbaik. Evaluasi farmakoekonomi memperkirakan harga dari produk atau
pelayanan berdasarkan satu atau lebih sudut pandang (Vogenberg, 2001).
Farmakoekonomi
(pharmacoeconomics) adalah suatu metode baru untuk mendapakan pengobatan dengan
biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat
pendertita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best
clinical outcome).
Biaya
yang dimaksud efisien dan serendah mungkin maksudnya adalah biaya yang
dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh (cost)
dan bukan hanya dilihat dari biaya per item obat yang dikonsumsi pasien
(price). Atau dengan kata lain, metode ini tidak hanya berhubungan dengan upaya
mendapatkan biaya obat yang murah, tetapi juga berhubungan dengan efisiensi
obat, efisiensi peralatan, penyediaan dan monitoring obat ataupun proses yang
berhubungan dengan pemberian obat-obatan.
1.2
Ruang
Lingkup Farmakoekonomi
Ruang lingkup farmakoekonomi tidak hanya
untuk para pembuat kebijakan di bidang kesehatan saja, tetapi juga bagi tenaga
kesehatan, industri farmasi, perusahaan asuransi dan bahkan pasien, dengan
kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Bagi pemerintah, farmakoekonomi sangat
berguna dalam memutuskan apakah suatu obat layak dimasukkan ke dalam daftar
obat yang disubsidi, serta membuat kebijakan-kebijakan strategis lain yang
terkait dengan pelayanan kesehatan. Contoh kebijakan terkait farmakoekonomi
yang relatif baru diterapkan di Indonesia adalah penerapan kebijakan INA-DRG
(Indonesia-Diagnosis Related Group) yang menyetarakan standar pelayanan kesehatan
di rumah sakit pemerintah.
Hasil studi farmakoekonomi dapat berguna untuk industri farmasi dalam hal, antara lain penelitian dan pengembangan obat, strategi penetapan harga obat, serta strategi promosi dan pemasaran obat. Selain itu, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk memutuskan obat mana saja yang dapat dimasukkan atau dihapuskan dalam formularium rumah sakit, yang biasanya disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit.
Hasil studi farmakoekonomi dapat berguna untuk industri farmasi dalam hal, antara lain penelitian dan pengembangan obat, strategi penetapan harga obat, serta strategi promosi dan pemasaran obat. Selain itu, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk memutuskan obat mana saja yang dapat dimasukkan atau dihapuskan dalam formularium rumah sakit, yang biasanya disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit.
Farmakoekonomi juga dapat digunakan
sebagai dasar penyusunan pedoman terapi obat. Bagi tenaga kesehatan,
farmakoekonomi berperan mewujudkan penggunaan obat yang rasional dengan
membantu pengambilan keputusan klinik, mengingat penggunaan obat yang rasional
tidak hanya mempertimbangkan aspek keamanan, khasiat, dan mutu saja, tetapi
juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi. Dengan memahami peranan
farmakoekonomi dalam mengendalikan biaya pengobatan, sudah selayaknya
farmakoekonomi dimanfaatkan dalam proses pengambilan kebijakan pelayanan
kesehatan sehingga dapat tercapai hasil yang efisien dan ekonomis. Kesadaran
akan terbatasnya sumber daya dalam upaya pelayanan kesehatan membuat kebutuhan
akan farmakoekonomi menjadi semakin mendesak.
1.3
Tujuan
Farmakoekonomi ((Vogenberg, 2001).
Tujuan dari
farmakoekonomi diantaranya membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat
membandingkan pengobatan (treatment) yang berbeda untuk kondisi yang berbeda). Adapun
prinsip farmakoekonomi yaitu, menetapkan masalah, identifikasi alternatif intervensi,
menentukan hubungan antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan
yang tepat, identifikasi dan mengukur outcome dari alternatif intervensi,
menilai biaya dan efektifias, dan langkah terakhir adalah interpretasi dan
mengambil kesimpulan.
Farmakoekonomi
diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada RS pemerintah
dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan
obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang
tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter,
Farmasis, Perawat) dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang
pasien adalah biaya yang seminimal mungkin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Isilah-istilah yang Digunakan pada
Farmakoekonomi
1. Analisis
Biaya (AB–cost analysis, CA) adalah metode atau cara untuk menghitung besarnya
pengorbanan (biaya,cost) dalam unit moneter (rupiah), baik uang langsung
(direct cost) maupun tidak (in direct cost, untuk mencapai tujuan,
2. Analysis
(kajian) biaya rumah sakit (ABS cost of illness evaluation, COI) dimaksudkan
untuk memperkirakan biaya yang disebabkan oleh suatu penyakit pada sebuah
pupolasi.
3. Analysis
effectivitas biaya (AEB cost effectiviness analysis, CEA) adalah teknik analisis
ekonomi untuk membandingkan biaya dan hasil (outcomes) relatif dari dua atau
lebih intervensi kesehatan. Pada EAB, hasil diukur dalam unit non-moneter,
seperti jumlah kematian yang dicegah atau penurunan mmHg tekanan darah diastol.
4. Analysis
manfaat-biaya (AMB-cost-benefit analysis, CBA) adalah teknik untuk menghitung
rasio antara biaya intervensi kesehatan dan manfaat (benefit) yang diperoleh,
dimana outcome (manfaat) diukur dengan unit moneter (rupiah)
5. Analysis
minimalisasi-biaya (AmiB-cost-minimization analysis, CMA) adalah teknik
analysis ekonomi untuk membandingkan dua pilihan, intervensi atau lebih yang
memberikan hasil (outcome) kesehatan setara untuk mengidentifikasi pilihan yang
menawarkan biaya lebih rendah.
6. Analisis
sensitivitas (sensitivity analysis) adalah teknik analisis yang digunakan untuk
mengukur ketidakpastian (uncertainty) dari berbagai data yang digunakan maupun
dihasilkan dalam kajian farmakoekonomi.
7. Analisis
utilitas-biaya (AUB—cost-utility analysis, CUA) adalah teknik analisis ekonomi
untuk menilai “utilitas (daya guna)” atau kepuasan atas kualitas hidup yang
diperoleh dari suatu intervensi kesehatan. Kegunaan diukur dalam jumlah tahun
dalam keadaan sehat sempurna, bebas dari kecacatan, yang dapat dinikmati
umumnya diekspresikan dalam qualityadjusted life years (QALY), atau ‘jumlah
tahun berkualitas yang disesuaikan’.
8. Didominasi
(dominated) adalah suatu obat (atau pelayanan kesehatan) yang menawarkan
efektivitas (effectiveness) lebih rendah dan biayanya lebih tinggi sehingga
secara signifikan memberikan efektivitas-biaya yang rendah.
9. Dominan
(dominant) adalah obat (atau pelayanan kesehatan) yang menawarkan efektivitas
(effectiveness) lebih tinggi dengan biaya lebih rendah sehingga secara
signifikan memberikan efektivitas-biaya yang tinggi.
10. Efektivitas
(effectiveness) mengacu pada kemampuan suatu intervensi kesehatan dari praktek
klinis rutin dalam mencapai perbaikan kesehatan. Suatu intervensi kesehatan
dikatakan efektif bila memberikan hasil yang diharapkan (expected outcomes).
11. Efikasi
(efficacy, kemanjuran) mengacu pada kemampuan suatu intervensi kesehatan,
umumnya obat, di bawah kondisi optimal dalam menghasilkan perubahan yang
menguntungkan atau efek terapetika yang diinginkan.
12. Efisien
(efficient) mengacu pada kecilnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
13. Formularium
adalah daftar obat dalam nama generik berdasarkan kelas terapi. Formularium
disusun dengan memasukkan rentang obat yang mencukupi, yang memungkinkan
dokter, dokter gigi, dan, kalau diizinkan oleh peraturan perundangundangan,
praktisi lain untuk meresepkan obat yang sesuai dengan kondisi penyakit.
14. Hasil
(outcomes) pengobatan adalah hasil yang diperoleh dari suatu intervensi
kesehatan sebaliknya, tidak dilakukannya intervensi kesehatan yang secara
langsung mempengaruhi panjang usia (mortalitas) atau kualitas hidup seseorang,
sekelompok orang, atau sebuah populasi.
15. Intervensi
kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan (misalnya, melalui
pemberian obat atau perawatan kesehatan) dan perilaku kesehatan yang baik
seperti olahraga atau menghindari perilaku kesehatan yang buruk antara lain
merokok, menggunakan obat-obatan terlarang, mengkonsumsi alkohol secara
berlebihan.
16. Jumlah
tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKDquality- adjusted life years,
QALY) adalah suatu hasil yang diharapkan dari suatu intervensi kesehatan yang
terkait erat dengan besaran kualitas hidup. QALY dapat dikatakan sebagai jumlah
tahun pertambahan usia dikalikan dengan kualitas hidup yang dapat dinikmati. Atau
dengan kata lain, pertambahan usia (dalam tahun) sebagai hasil intervensi
disesuaikan nilainya dengan kualitas hidup yang diperoleh.
17. Kemauan
untuk membayar (Willingness to pay, WTP), adalah suatu teknik untuk mengukur
nilai manfaat kesehatan dengan secara langsung menunjukkan preferensi
individual yang diwakili oleh populasi sampel dari masyarakat umum yang diminta
menjawab pertanyaan berapa banyak mereka bersedia membayar untuk memperoleh
manfaat atau menghindari halhal tertentu.
18. Pengambilan
kebijakan (decision-making) adalah prosespengambilan keputusan yang selektif
secara intelektual ketika dihadapkan pada beberapa alternatif kompleks yang
memiliki sejumlah variabel, dan biasanya menentukan arah tindakan atau ide.
19. Penilaian
teknologi kesehatan (PTK—health technology assessment, HTA) adalah metode
kajian multidisipliner yang sistematik, transparan, tidak bias, dan berdasarkan
bukti ilmiah kuat guna memberikan masukan (input) tentang implikasi medis,
ekonomi, sosial, dan etis dari hal-hal yang terkait dengan pengembangan,
difusi, dan penerapan teknologi kesehatan biasanya obat, alat kesehatan, atau
prosedur klinis/ pembedahan. Bagi pembuat keputusan, PTK dimaksudkan untuk
memberikan informasi objektif yang dapat digunakan dalam formulasi kebijakan
kesehatan yang aman, efektif, terfokus pada pasien, dan memberikan nilai
terbaik (best value for money).
20. Penyesuaian
nilai (discounting) adalah metode yang digunakan untuk menyesuaikan biaya dan
manfaat di masa depan dengan nilai saat ini.
21. Rasio
inkremental efektivitas-biaya (RIEB—incremental costeffectiveness ratio, ICER)
adalah suatu ukuran biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit
efektivitas-biaya.
22. Tukaran
(trade-off) adalah kondisi dimana perlunya dilakukan pemilihan antara
intervensi/strategi yang tersedia, karena masing – masing intervensi/strategi
memiliki biaya dan hasil pengobatan (outcome) yang sebanding.
23. Utilitas
(daya guna – utility), adalah tingkat kepuasan yang diperoleh pasien setelah
mendapatkan suatu intervensi kesehatan, misalnya setelah mendapatkan pengobatan
kanker atau penyakit jantung. Unit utilitas yang digunakan biasanya adalah QALY (Quality-adjusted life years),
atau JTKD.
2.2 Perspektif Penilaian
Perspektif penilaian
merupakan hal penting dalam Kajian Farmakoekonomi, karena perspektif yang
dipilih menentukan komponen biaya yang harus disertakan. Seperti yang telah
disampaikan, penilaian dalam kajian ini dapat dilakukan dari tiga perspektif
yang berbeda, yaitu:
1. Perspektif
masyarakat (societal).
Sebagai contoh Kajian Farmakoekonomi yang
mengambil perspektif masyarakat luas adalah penghitungan biaya intervensi
kesehatan, seperti program penurunan konsumsi rokok, untuk memperkirakan
potensi peningkatan produktivitas ekonomi (PDB, produk domestik bruto) atau
penghematan biaya pelayanan kesehatan secara nasional dari intervensi kesehatan
tersebut.
2. Perspektif
kelembagaan (institutional).
Contoh kajian farmakoekonomi yang terkait
kelembagaan antara lain penghitungan efektivitas-biaya pengobatan untuk
penyusunan Formularium Rumah Sakit. Contoh lain, di tingkat pusat, penghitungan
AEB untuk penyusunan DOEN dan Formularium Nasional.
3. Perspektif
individu (individual perspective).
Salah satu contoh kajian farmakoekonomi dari
perspektif individu adalah penghitungan biaya perawatan kesehatan untuk mencapai
kualitas hidup tertentu sehingga pasien dapat menilai suatu intervensi
kesehatan cukup bernilai atau tidak dibanding kebutuhan lainnya (termasuk
hiburan).
2.3 Biaya Pelayanan Kesehatan
Biaya pelayanan kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu:
a.
Biaya
langsung medis (direct medical cost)
Biaya langsung medis adalah biaya
yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayanan medis, yang
digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan
pasien, obat-obat yang diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya
langsung medis antara lain pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping,
pelayanan pencegahan dan penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).
b.
Biaya
langsung nonmedis (direct nonmedical cost)
Biaya langsung nonmedis adalah
biaya yang dikeluarkan pasien tidak terkait langsung dengan pelayanan medis,
seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya
yang diberikan pihak rumah sakit (Vogenberg, 2001).
c.
Biaya
tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya
yang dapat mengurangi produktivitas pasien, atau biaya yang hilang akibat waktu
produktif yang hilang. Sebagai contoh pasien kehilangan pendapatan karena sakit
yang berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah pada keluarganya,
pendapatan berkurang karena kematian yang cepat (Vogenberg, 2001).
d.
Biaya
tak terduga (Intangible cost)
Biaya tak terduga merupakan biaya
yang dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat diukur dalam mata
uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan,
efek samping. Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang
(Vogenberg, 2001).
2.4 Metoda Farmakoekonomi
Ada
empat jenis metode farmakoekonomi yang telah dikenal yaitu: (Ahmad et al 2005).
Metoda farmakoekonomi
|
Kriteria
|
Kekurangan
|
Kelebihan
|
Cost
Effectiveness Analysis (CEA)
|
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter
(rupiah). Efek dari salah satu pengobatan atau program kesehatan lebih tinggi
dibandingkan dengan pengobatan atau program kesehatan lainnya. Efek
pengobatan dinyatakan dalam unit ilmiah atau indikator kesehatan lainnya
|
- Pengobatan atau program kesehatan
yang dibandingkan harus memiliki hasil yang sama atau berkaitan
- Pengobatan atau program kesehatan yang
dibandingkan dapat diukur dengan unit kesehatan yang sama
|
Efek pengobatan tidah dinyatakan dalam
nilai moneter
|
Cost Minimization
Analysis (CMA)
|
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter
(rupiah), efek dari pengobatan atau program kesehatan yang dibandingkan sama
atau dianggap sama
|
- Jika Outcome yang diasumsikan sama
ternyata memiliki outcome yang berbeda dapat menyebabkan hasil analisis yg
tidak akurat dan tidak bernila
- Kenaikan harga obat, penurunan daya beli
pasien dan diskon tidak diperhitungkan
|
Metode farmakoekonomi paling sederhana
|
Cost Utility
Analysis (CUA)
|
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter
(rupiah). Efek dari salah satu pengobatan atau program kesehatan lebih tinggi
dibandingkan dengan pengobatan atau program kesehatan lainnya. Efek
pengobatan dinyatakan dalam quality adjusted life years (QALY
|
Tidak adanya standarisasi, memicu
inkonsistensian pada penyajian data
|
Satu-satunya metode farmakoekonomi
yang memperhatikan kualitas hidup dalam metode analisisnya
|
Cost Benefit
Analysis
|
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter
(rupiah). Efek dari salah satu pengobatan atau program kesehatan lebih tinggi
dibandingkan dengan pengobatan atau program kesehatan lainnya. Efek
pengobatan dinyatakan dalam rupiah
|
- Sulitnya mengkonversi manfaat dari
suatu pengobatan dalam nilai moneter
·
- Sulitnya kenguantifikasi nilai kesehatan dan
hidup manusia maka metode ini memicu kontroversi sehingga metode ini jarang
dilakukan
|
Dapat digunakan untuk pembandingkan
pengobatan yang tidak saling berhubungan dan outcome berbeda
|
Cost-Effectiveness Analysis
Istilah analisis Cost-Effectiveness
mengacu kepada jenis evaluasi tertentu yang dimana manfaat (benefit) dari suatu
pengobatan dapat diukur dalam bentuk unit ‘natural’ dan segala biaya (cost)
yang dikeluarkan dapat diperhitungkan. Analisis Cost-Effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan
menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda dengan
tujuan yang sama. Aplikasi dari CEA misalnya dua obat atau lebih digunakan
untuk mengobati suatu indikasi yang sama tetapi cost dan efikasi berbeda Contoh
analisis Cost-Effectiveness dalam
mengurangi gejala nyeri pada penderita reflux esofagitis yang parah, kita
membandingkan biaya yang dikeluarkan antara penggunaan Proton Pump Inhibitor (PPI) dan H2
receptor blocker. Analisis jenis ini adalah analisis yang paling sering
digunakan dalam analisis ekonomi, tetapi tidak dapat digunakan bila ingin
membandingkan 2 jenis obat yang sangat berbeda dengan hasil yang diharapkan
juga berbeda. Analisis cost-effectiveness
mengkonversi cost dan benefit (efikasi) ke dalam rasio pada
obat yang dibandingkan.
Cost-Minimization
Analysis
Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang
menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh
sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan
dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Suatu kekurangan
yang nyata dari analisis cost-minimization yang mendasari sebuah analisis
adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak
benar dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai.
Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil
pengobatan yang sama.
Contoh dari analisis cost-minimization adalah terapi
dengan antibiotika generik dengan paten, outcome klinik (efek samping dan
efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya. Maka pemilihan obat
difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah.
Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat
farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan
toleransinya terhadap satu pasien. Ekivalen terapeutik harus direferensikan
oleh peneliti dalam melaksanakan studi ini, yang mana harus dilampirkan sebelum
cost minimisasi itu diterapkan. Oleh karena efikasi dan toleransi adalah sama,
maka tidak diperlukan efikasi umum sebagai titik tolak pertimbangan (yang mana
biasa sering dipakai dalam studi cost effectiveness). Peneliti disini boleh
mengesampingkan harga/kesembuhan ataupun harga/tahun karena hal ini tidak
begitu berpengaruh. Yang penting dalam studi cost minimisasi ini adalah
menghitung semua harga termasuk penelitian dan penelusuran yang berhubungan
dalam pengantaran intervensi terapeutik itu. Dan yang terpenting yang berelevan
dengan sisi pandang farmakoekonomi.
Cost-Utility Analysis
Analisis Cost-Utility adalah
tipe analisis yang mengukur manfaat dalam utility-beban lama hidup; menghitung
biaya per utility; mengukur ratio untuk membandingkan diantara beberapa
program. Analisis cost-utility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk
pilihan setiap individu atau masyarakat. Seperti analisis cost-effectiveness,
cost-utility analysis membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang
diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan
kesehatan. Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam
bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan
hasilnya ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas
dan kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika
pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1
(satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas
hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat
kesehatan pasien
Cost utility adalah bentuk dari analisa
ekonomi yang digunakan untuk membimbing keputusan sebelum tindakan penyembuhan.
Cost utility ini diperkirakan antara rasio dari harga yang menyangkut
intervensi kesehatan dan keuntungan yang dihasilkan dalam bagian itu yang
dihitung dari jumlah orang yang hidup dengan kesehatan penuh sebagai hasil dari
penyembuhannya. Hal ini menyebabkan cost utility dan cost effectiveness saling
berhubungan dan timbal balik.
Cost-Benefit
Analysis
Pendekatan analisis dengan metode ini
merupakan analisis yang paling sulit untuk diterapkan. Dimana pada sistem
analisis ini menghendaki adanya perhitungan secara ekonomi terhadap benefit yang diperoleh dari suatu
intervensi pengobatan, karenanya antara cost dan benefit dari suatu pengobatan
harus ekuivalen dalam ukuran nilai uang. Analisis ini sangat bermanfaat
pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah.
Kekurangan dari analisis ini adalah pada
analisis ini hal-hal yang termasuk dalam manfaat (benefit) yang tidak dapat dihitung dalam bentuk angka rupiah
menjadi diabaikan, sementara hal-hal tersebut sering kali menjadi hal yang
paling penting untuk pasien, contohnya berkuranganya kecemasan setelah terapi
yang diberikan.
Meskipun sulit dalam penerapannya,
tetapi sistem analisis ini memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan untuk
membandingkan cost dan benefit pada kondisi-kondisi yang
berbeda. Cost benefit ini adalah perangkat
ekonomi yang digunakan untuk menentukan keinginan atau preferensi akan dua
jenis pilihan obat. Hal ini adalah menghitung kerelaan masyarakat dalalm
membayar sejumlah uang demi mendapatkan efek atau keuntungan dari suatu
intervensi.
2.5 Terminologi dalam Farmakoekonomi
Dalam bidang
farmakoekonomi terdapat beberapa terminologi yang penting untuk kita ketahui
antara lain biaya (cost) dan harga (price). Biaya (Cost) adalah biaya
yang dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh.
Sedangkan harga (Price) yaitu biaya per item obat yang dikonsumsi
pasien.
Selain
itu tedapat terminologi yang berkaitan dengan kegiatan dan evaluasi yang
dilakukan dalam farmakoekonomi. Kegiatan dalam farmakoekonomi meliputi survei
berdasarkan farmakoepidemologi, studi dan analisa, penggambaran trend/
prediksi/ model, kebijakan dan regulasi, pelaksanaan kebijakan dan regulasi,
evaluasi, dan pengulangan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Action).
2.6 Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi
Manfaat
dan Kekurangan Farmakoekonomi
Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan
farmakoekonomi antara lain:
- Memberikan
pelayanan maksimal dengan biaya yang terjangkau.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan
dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan
terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini
untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk
menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut.
Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak pilihan obat yang
dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun, banyaknya pilihan
terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli
karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam
menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien sangat diperlukan, misalnya
dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232
jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga
yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya.
- Angka
kesembuhan meningkat. Angka kesehatan meningkat dan angka kematian
menurun.
Terapi yang
diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh terhadap pengobatan
penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal maka pasien
tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi obatnya. Dan
sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat mengkonsumsi
obatnya dan mengalami kesembuhan.
Selain itu
ketepatan dokter dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau
berdasarkan Evidense Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter
hanya memberikan obat yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja
penyakit pasien tidak sembuh dan harus kembali berobat dan biaya yang
dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar.
- Menghindari
tuntutan dar pihak pasien dan asuransi terhadap dokter dan rumah sakit
karena pengobatan yang mahal.
Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana
jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan
paradigma ini mengubah hubungan antara pasien, dokter, dan lembaga pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit. Seorang pasien menjadi semakin kritis dan ingin
tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan atau terapi
serta pemeriksaan yang dilakukan. Apabila ada kesan kelalaian dokter dan pihak
rumah sakit, pasien berhak mengajukan tuntutan ke pengadilan.
Apabila dokter telah memberikan obat-obat generik dengan harga yang
murah dengan syarat memang tepat indikasi untuk penyakit pasien, dan rumah
sakit selalu menyediakannya, maka dokter dan rumah sakit akan terhindar dari
tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya pengobatan yang mahal.
Sedangkan
kekurangan atau kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapan farmakoekonomi
antara lain:
1. Untuk
mendapatkan manfaat dari farmakoekonomi secara maksimal maka diperlukan edukasi
yang baik bagi praktisi medik termasuk dokter maupun masyarakat. Dokter harus
memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidence Based
Medicine dari penyakit pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan harus
ditingkatkan melalui pendidikan formal maupun informal, dan menghilangkan
pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal itu pasti bagus. Hal ini belum tentu
karena obat yang rasional adalah obat yang murah tapi tepat untuk penyakitnya.
2. Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi
obat-obat generik yang bermutu untuk digunakan alam pelayanan kesehatan baik
tingkat pusat sampai kecamatan dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat
non generik yang harganya jauh lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada
pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit
berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein jenis albumin
dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
BAB III
ANALISIS
3.1 Tahap
Analisis
Dalam tahap pelaksanaan penerapan Kajian Farmakoekonomi, beberapa
langkah pokok harus diambil.
Langkah-langkah dalam kajian ekonomi untuk program intervensi kesehatan atau
pemilihan dan penggunaan obat tersebut adalah:
1.
Identifikasi masalah dan menentukan tujuan
Pada tahap ini harus
ditentukan masalah apa yang akan diatasi.
2.
Identifikasi alternatif pemecahan masalah
Pada tahap ini ditentukan
alternatif pengobatan apa yang akan digunakan. Untuk menentukan alternatif ini
beberapa faktor yang harus diperhatikan termasuk jenis, dosis, formulasi, dan
rute pemberian obat.
3.
Identifikasi besarnya efektivitas pilihan pengobatan
Tim mendapatkan informasi
tentang efektivitas dari literature uji klinik. Setiap jenis penyakit dan
pengobatan dapat memiliki tingkat efektivitas yang berbeda. Salah satu cara
untuk mendapatkan data/literatur tentang efektivitas obat tersebut adalah
melalui produsen dari obat yang akan dikaji. Cara yang umum adalah dengan
melakukan penelusuran literatur atau jurnal ilmiah melalui situs internet resmi
yang ada.
4.
Identifikasi biaya
Identifikasi biaya yang
dikeluarkan untuk setiap pilihan pengobatan, termasuk biaya langsung dan tidak
langsung serta biaya medis dan non-medis.
a. Biaya
langsung,
Yaitu biaya yang dikeluarkan
atau terkait langsung dengan hasil pengobatan yang dinikmati oleh pasien,
antara lain terdiri dari:
- Biaya perawatan (cost of
treatment).
Berdasarkan clinical pathway,
biaya perawatan adalah biaya medis yang dikeluarkan selama dirawat-inap sesuai
pola penyakit berdasarkan diagnosis-related group (DRG), misalnya biaya
operasi, biaya obat, biaya kamar, dan biaya dokter.
- Di rumah sakit dan
puskesmas, data tentang biaya ini dapat diambil dari tagihan yang dibayar oleh
pasien atau penjamin/asuransi.
b. Biaya
tidak langsung,
Yaitu biaya yang dikeluarkan
pasien dalam tahapan pengobatan suatu penyakit atau terkait langsung dengan
hasil pengobatan yang dinikmati pasien. Termasuk dalam komponen biaya ini
adalah biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya tunggu, hilangnya
produktivitas.
c. Biaya
total akibat sakit (cost of illness, COI),
Yaitu biaya keseluruhan yang
dikeluarkan oleh pasien, meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
5.
Melakukan analisis minimalisasi-biaya (AMiB)
Yaitu jika obat (atau, lebih
luas lagi, intervensi kesehatan) yang akan dibandingkan memberikan hasil yang
sama, serupa, atau setara - atau dapat diasumsikan setara. Contoh perhitungan
AMiB dapat dilihat pada Tabel.
6.
Melakukan analisis efektivitas-biaya (AEB)
Contoh dapat dilihat pada
Tabel 3.2. Sebelum melakukan AEB, beberapa tahap penghitungan harus dilakukan,
yaitu:
a.
Penghitungan rasio efektivitas-biaya rerata pengobatan (REB—average
cost-effectiveness ratios, ACER)
b.
Menetapkan posisi alternatif pengobatan dalam Tabel Efektivitas-Biaya atau
Diagram Efektivitas-Biaya.
c. Melakukan perhitungan RIEB
sesuai dengan posisi yang telah ditentukan.
7.
Interpretasi Hasil
Obat
yang didominasi oleh obat lain bukan merupakan alternative yang layak dipilih.
Untuk alternatif obat yang memerlukan perhitungan RIEB, hasil perhitungan yang
diperoleh merupakan gambaran besarnya biaya lebih yang harus dikeluarkan jika
dilakukan pemindahan dari obat standar ke alternatif. Di sini, pemegang
kebijakan harus mempertimbangkan apakah biaya lebih yang dikeluarkan sebanding
dengan efektivitas yang diperoleh. Jika cukup sebanding, maka alternatif
tersebut layak untuk dipertimbangkan. Sebaliknya, jika tidak, maka alternative
pengganti tidak dipertimbangkan, dan yang akan dipilih tetap merupakan obat
yang sudah standar.
Contoh Penerapan Kajian Farmakoekonomi
Untuk memudahkan dalam melakukan penerapan Kajian Farmakoekonomi,
berikut ini disajikan beberapa contoh berdasarkan perspektif pasien.
-
Analisis
Minimalisasi Biaya
Dapat dilihat contoh perhitungan AMiB di sebuah rumah sakit.
Dibandingkan 2 (dua) jenis intervensi, yaitu pemberian onkoplatin inj IV dengan dosis terbagi, dan onkoplatin inj IV
dosis lengkap + antimual, memberikan efek yang sama.
Contoh perhitungan AMiB yang diberikan pada Tabel 3.1. sangat
disederhanakan, tidak mengikutsertakan langkah-langkah awal. Pada contoh ini,
langkah 1 sampai 4 dianggap telah cukup jelas sehingga tidak diuraikan. Contoh
yang lebih terinci, langkah demi langkah, diberikan pada perhitungan AEB (Tabel
3.2.) dan perhitungan AUB (Tabel 3.3.).
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa pemberian onkoplatin
inj IV dosis lengkap + antimual membutuhkan biaya yang lebih sedikit
dibandingkan onkoplatin inj IV dengan dosis terbagi, sehingga intervensi ini
yang dipilih untuk digunakan dalam pelayanan.
Contoh Perhitungan Analisis Minimalisasi-Biaya
(AMiB)
Skenario: Onkoplatin adalah agen
kemoterapi yang relatif baru, diberikan secara intravena di suatu rumah sakit. Karena efek mual yang timbul pada kemoterapi ini, onkoplatin kerap
diberikan menurut dua pilihan cara:
1.
Pemberian dosis yang mestinya setiap bulan, dapat dibagi menjadi setiap 15 hari
(2 x sebulan)
2. Pemberian dosis setiap
bulan, tetapi dengan penambahan obat antimual
Efektivitas
kedua cara pemberian adalah sama.
Untuk mengetahui biaya pengobatan
yang paling minimal di antara kedua cara pemberian tersebut, dilakukan analisis
minimalisasi-biaya (AMiB).Dari analisis struktur biaya didapatkan hasil
berikut:
Dari struktur
biaya terlihat, biaya rerata onkoplatin relatif sama untuk kedua cara
pemberian. Tetapi, pada kelompok onkoplatin dosis terbagi, tidak ada biaya
antimual karena tidak diberikan antimual. Sebaliknya, pada pemberian dosis
terbagi, biaya untuk jasa pemberian onkoplatin IV menjadi dua kali lipat dari
pemberian dosis lengkap. Begitu pula biaya untuk jasa klinik dan kunjungan
dokter, menjadi dua kali lipat. Dengan demikian, biaya total pemberian dosis
lengkap dengan tambahan antimual lebih murah Rp880.000, atau 2,71%, dibanding
pemberian onkoplatin dosis terbagi.
- Analisis
Efektivitas-Biaya
Berikut dapat dilihat contoh perhitungan AEB yang diambil dari
kasus rawat jalan yang diadaptasi dari Rascati et al. Dibandingkan 3 (tiga)
jenis intervensi dalam terapi asma, yaitu pemberian inhalasi kortikosteroid
tunggal, pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid dengan obat A dan
pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid dan obat B.
Contoh Perhitungan Analisis Efektivitas-Biaya
(AEB)
Skenario:
Asma
merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh bronkokonstriksi (penyempitan saluran nafas). Inhalasi
kortikosteroid telah menjadi cara pengobatan
rutin. Tetapi, pengobatan inhalasi kortikosteroid tunggal kadang tidak cukup efektif untuk mengontrol gejala asma. Dua
pengobatan baru digunakan sebagai
terapi penunjang, yaitu BreatheAgain® dan
AsthmaBeGone®. Pada kasus ini
akan dibandingkan efektivitas-biaya pengobatan dari:
1.
Pemberian inhalasi kortikosteroid tunggal
2.
Pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid + BreatheAgain®
3.
Pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid + AsthmaBeGone®
-
Analisis
Utilitas-Biaya
Berikut dapat dilihat contoh perhitungan AUB yang diambil dari
kasus pengobatan kanker malignant melanoma stadium II di suatu Rumah Sakit.
Dibandingkan 2 (dua) jenis intervensi, yaitu program A yang dilakukan tanpa uji
skrining dan tanpa pemberian interferon, dengan program B yang dilakukan dengan
uji skrining dan pemberian interferon. Contoh yang digunakan di sini pada
prinsipnya hampir sama dengan contoh AEB, karena pada dasarnya AUB juga
termasuk AEB, dimana hasil pengobatan (outcome) yang diperhitungkan adalah
dalam bentuk QALY. Sehingga langkah analisis dan perhitungan yang dilakukan
sama dengan langkah dan perhitungan yang dilakukan dalam AEB.
Contoh Perhitungan Analisis Utilitas-Biaya
(AUB)
Skenario:
Guna
mengendalikan biaya pelayanan kesehatan, coba dikembangkan program skrining
dengan uji Sentinel lymph-node biopsy (SLN). Mereka yang ditemukan positif
mikrometastase (terkena malignant melanoma stadium II) diberi pengobatan
interferon.
Pada
kasus ini akan dibandingkan utilitas-biaya dari:
1.
Program A: Tanpa uji, tanpa interferon
2.
Program B: Uji SLN, interferon untuk mereka yang positif
Lakukan
analisis utilitas-biaya (AUB).
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Farmakoekonomi (pharmacoeconomics)
adalah suatu metoda baru untuk mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih
efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk
mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome).
2.
Farmakoekonomi diperlukan karena adanya
sumber daya terbatas misalnya pada Rumah Sakit pemerintah dengan dana terbatas
dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan
dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien,
kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat)
dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang
seminal mungkin.
3.
Manfaat
utama yang dapat diperoleh dengan menerapkan farmakoekonomi dalam setiap
pengobatan yang dilakukan adalah meminimalkan biaya pengobatan serendah mungkin
dari mulai terapi sampai sembuh dan terhindar dari tuntutan pihak asuransi
karena pengobatan yang mahal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A, Patel I,
Parimilakrishnan S, Mohanta GP. The Role of Pharmacoeconomics in Current Indian Healthcare System. J Res Pharm
Pr. 2013;2(1):3–9.
Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2013.
Pedoman Penerapan
Farmakoekonomi.2013.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta
Tjandrawinata RR. Peran
Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebjakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan. MEDICINUS. 2016;29(1):46–52.
Vogenberg FR., 2001,
Introduction to Applied Pharmacoeconomics, McGraw-Hill, USA