Thursday, 7 November 2019

Case Report: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Identitas Pasien
Nama                                              : Ny. D
No MR                                           : 01.29.XX
Jenis Kelamin                                 :Perempuan
Umur                                              : 44 Tahun
Berat Badan                                   : 39 Kg
Tinggi Badan                                  : 150cm
Ruangan                                         : IRNA C, Lantai 3
Agama                                            : Islam
Masuk Rumah Sakit                       : 19 November 2018
Keluar Rumah Sakit                       : 24 November 2018
Ilustrasi Kasus
Seorang pasien perempuan berumur 44 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi melalui IGD pada tanggal 19 November 2016 dengan keluhan sesak nafas sejak 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit,batuk berdahak sejak tadi pagi , tidak demam, tidak pilek, ada reaksi alergi.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami batuk berdahak sejak pagi, tidak ada demam, tidak ada pilek, BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
       Alergi debu dan udara
Data pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Umum
a.       Kesadaran                   : compos mentis
b.      Keadaan Umum          : sakit sedang
c.       GCS                            : E 4, M 6, V 5
d.      Suhu                            : 36,50C
e.       Nafas                           : 34 x/menit
f.       Nadi                            : 120 x/menit
g.      Tekanan darah             : 150/100 mmHg
h.      Thorax                         : Rh (-), Wh (+)
i.        Abdomen                    : Supel, Bising usus (+)
j.        Ektermitas                   : Akral (hangat)
Data Pemeriksaan Penunjang
a.      Pemeriksaan Laboratorium ( 20 Mei 2018)
            Tabel 6. Pemeriksaan Laboratorium
No
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Keterangan
1
Klorida
105 mmol/L
97 – 111 mmol/L
normal
2
GDR
99 mg/Dl
< 200 mg/dL
normal
3
Ureum
20 mg/dL
10-50 mg/dL
normal
4
Kreatinin serum
0,9 mg/dL
0,6-1,1 mg/dL
Normal
5
Natrium
143 mmol/L
236-145 mmol/L
Normal
6
Kalium
3,4 mmol/L
3,5 – 5,1 mmol/L
Rendah

Tabel data klinis
Tanggal
Tekanan Darah
Laju Pernafasan
Suhu
Nadi
19-11-2018
150/100 mmHg
34x/menit
36,50 C
120 x/menit
20-11-2018
130/90 mmHg
28x/menit
36,5 0C
100 x/menit
21-11-2018
120/90 mmHg
28x/menit
37,5 0C
94 x/menit
22-11-2018
120/90 mmHg
-
36 0C
-
23-11-2018
120/80 mmHg
26x/menit
35,3 0C
86 x/menit

Diagnosa
Berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, diagnosa penyakit pasien adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi Pasien di IGD (19 November 2018)
- Nebulizer ventolin 1 ampul inhalasi
- O2 2 Liter/menit
- Pasang infus RL + aminofilin 1 ampul/12 jam/ IV
- Injeksi Ranitidin 2 x 1 ampul ( IV )
- Ambroxol tablet 3 x 30 mg PO
- Injeksi Ceftriaxon 2x1g (IV)
- Injeksi Methyl prednisolon 2x125 mg ( IV )

Daftar pemberian Obat
Tabel 9. Daftar pemberian Obat
No
Nama obat
Frekuensi/ rute
20 NOVEMBER
21 NOVEMBER
22 NOVEMBER
23 NOVEMBER
P
S
S
M
P
S
S
M
P
S
S
M
P
S
S
M
1
Ambroxol syr
3x1 oral
8
12
18

8
12
18

8
12
18

8
12
18

2
Salbutamol 2 mg
3x1 oral
8
12
18

8
12
18

8
12
18

8
12
18

3
Cetrizin 10 mg
1x1 oral


18



18



18



18

4
Parcetamol 500 mg
3x1 oral




8
12
18

8
12
18





5
Levofloxacin 200 mg
1x1 oral






18



18



18

6
Aminophylin
2x1 oral






18

8

18

8



7
Infus RL + drip aminophylin 1 amp/12 jam











8
Injeksi ranitidin
2x1 iv
8


20
8


20
8


20
8



9
Injeksi ceftriaxone
2x1g iv



20
8


20
8


20
8



10
Injeksi metil prednison
2x125 mg iv



20
8


20
8


20
8



11
Ventolin nebuizer
Kapan perlu










Pembahasan
           Berdasarkan analisa permasalahan terapi/DRP pada kasus ini, ditemukan adanya DRP. Yaitu adanya interaksi antara Interaksi obat antara methylprednisolon dengan aminophyllin yaitu dapat menyebabkan hipokalemia.
Interraksi antara aminophyllin dan levofloxacin dapat menyebabkan radang tendon Maka pemberian obatnya di jarakkan dan memberikan edukasi kepada pasien sebelum pulang berupa kepatuhan minum obat terutama obat golongan antibiotik agar tidak terjadi resistensi serta memberitahu pasien agar menghindari faktor resiko PPOK.
Pengobatan pertama kali di IGD yang diterima oleh ny.D saat berada di ruang IGD adalah pemberian O2 2 liter per menit, nebu ventolin, RL dengan aminophilin 1 ampul setiap 12 jam berfungsi untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, penambahan aminoflin pada infus sebagai bronkodilator. Aminopillin injeksi merupakan campuran dari teofillin dengan  ethylenediamine dimana kelarutan nya lebih tinggi 20 kali dibandingkan dengan teofillin saja. Efek samping yang mungkin terjadi adalah takikardia, palpitasi, nausea, gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, gangguan CNS, insomnia, konfulsi dan arritmia (BNF, 2009). Setelah itu terapi pemeliharaan dapat diberikan melalui infus volume besar untuk mencapai jumlah obat yang diinginkan pada setiap jam. Terapi oral dapat langsung diberikan sebagai pengganti terapi intravena, segera setelah tercapai kemajuan kesehatan yang berarti (Depkes RI, 2007).  Sedangkan Nebulizer ventolin yang mengandung salbutamol  untuk mengatasi serangan sesak nafas yang dialami pasien. Pasien mendapatkan nebulizer ventolin pada saat serangan asma ketika masuk IGD pertama kali. Efek samping yang mungkin terjadi dari pemakaian obat golongan ini adalah tremor kecil, ketegangan pada saraf, sakit kepala, keram otot, dan palpitasi. Pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan  hypokalemia (BNF, 2009). Selanjutnya, setelah pemberian nebulizer ventolin, terapi akan dilanjutkan dengan pemberian salbutamol tablet  2 mg 3 x 1 secara oral, tujuan dari pemerian salbutamol oral yaitu untuk mencegah serangan berulang.
Selain mendapatkan obat sewaktu di IGD, pasien juga mendapatan pengobatan lain selama pasien di rawat di rumah sakit. Dimana pengobatan yang didapatkan yaitu ambroxol sirup yang digunakan untuk pembersihan mukus berlebihan yang menghambat saluran nafas, salbutamol 2 mg, cetirizine 10 mg untuk mengatasi alergi. Efek samping yang bisa terjadi adalah palpitasi, takikardia, hipertensi, gagal jantung dan gangguan saraf., paracetamol 500 mg untuk meredakan demam yang merupakan salah satu keluhan utama pasien saat datang ke rumah sakit.Kemudian levofloxacin 500 mg merupakan golongan antibiotic yang digunakan untuk menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi, levofloxacin merupakan golongan antibiotik yang digunakan pada penyakit bronkitis. Ranitidin injeksi yang digunakan untuk mengatasi kelebihan asam lambung yang dapat mengakibatkan mual dan muntah. Obat ini diberikan kepada pasien untuk mengatasi nyeri lambung yang dikeluhkan pasien karena pasien mengalami gangguan saluran cerna.Ranitidin bekerja dengan cara menghambat reseptor H2 di saluran gastrointestinal dan menghambat sekresi asam di saluran GI. Selanjutknya injeksi ceftriaxone yang merupakan antibiotik yang tepat diberikan karena pengobatan berdasarkan pada adanya tanda sesak pada pasien (dyspnea) dan juga kekentalan dahak, dan injeksi metilprednisolon yang dimaksudkan untuk mengurangi radang dan bengkak yang akan menghambat saluran pernafasan.
Pengobatan yang diberikan kepada pasien pada saat penanganan awal di IGD dan terapi lanjutkan selama di rawat inap sudah tepat sesuai dengan indikasi nya, namun ada beberapa obat yang dapat ber interaksi dan harus di monitoring dengan seksama dan lebih lanjut yaitu pada saat pemberian obat injeksi metil prednisolone secara intravena dalam dosis besar dapat meningkatkan resiko gagal kardiovaskuler, serta dilakukan pemantauan bila penggunaan metal prednisolon lebih dari 2 minggu untuk menghindari gejala penekanan hypothalamic-pituitary-adrenalaxis. Selain itu terdapat interaksi obat antara aminophilin dengan methyl prednisolon, yaitu terjadinya hipokalemia. Hipokalemia adalah kondisi ketika kadar kalium dalam aliran darah berada di bwah batas normal. Sedangkan interaksi antara aminophyllin dengan levofloxacin menyebabkan radang tendon. Tendon adalah jaringan yang menghubungkan otot ke tulang yang membantu dalam pergerakan. Jadi radang tendon adalah radang yang terjadi saat otot di gerakkan akan terasa nyeri sehingga mengganggu gerakan otot.
Untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan obat, pasien diberikan konseling dan edukasi tentang penggunaan obat yang baik serta waktu penggunaan obat. Berikan edukasi kepada pasien sebelum pulang berupa kepatuhan minum obat terutama obat golongan antibiotik agar tidak terjadi resistensi serta memberitahu pasien agar menghindari faktor resiko PPOK.
Kesimpulan
      Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),  hal ini  dapat dilihat dari gejala, keluhan yang dialami pasien dan didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien. Untuk terapi yang diberikan sudah efektif dan sesuai dengan penyakit yang ada pada pasien. Hal ini terlihat dari keadaan pasien yang semakin membaik selama perawatan.

Drug Related Problem

Drug Therapy Problem
Chck List
Rekomendasi
1
Terapi obat yang tidak diperlukan

pasien mendapat terapi sesuai indikasi dan tidak terdapat duplikasi terapi.



Terdapat terapi tanpa indikasi medis

Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukan
-
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non farmakologi
-
Terdapat duplikasi terapi
-
Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping yang seharusnya dapat dicegah
-
2
Kesalahan obat

Pasien mendapat obat yang tepat, tidak ditemukan kontra indikasi pada terapi, dan pasien mengalami perbaikan dengan pemberian terapi. Semua obat diindikasi untuk penyakit yang diderita pasien.

Bentuk sediaan tidak tepat
-

Terdapat kontra indikasi
-

Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obat
-

Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien
-

Terdapat obat lain yang lebih efektif
-
3
Dosis tidak tepat

Dosis pemberian obat yang digunakan sudah tepat. Frekuensi dan administrasi obat sudah tepat. Penyimpanan obat telah tepat sesuai dengan suhu penyimpanan

Dosis terlalu rendah
-

Dosis terlalu tinggi
-

Frekuensi penggunaan tidak tepat
-

Penyimpanan tidak tepat
-

Administrasi obat tidak tepat
-

Terdapat interaksi obat
-
4
Reaksi yang tidak diinginkan

Terjadi interaksi obat antara aminophllyn dan levofloxacin dapat menyebabkan radang tendon. Solusi nya agar waktu pemberian obat di jarakkan.

Obat tidak aman untuk pasien
-

Terjadi reaksi alergi
-

Terjadi interaksi obat
-

Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat
-

Muncul efek yang tidak diinginkan
-

Administrasi obat yang tidak tepat
-
5
Ketidak sesuaian kepatuhan pasien

Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang dibutuhkan pasien telah tersedia diapotik. Pada penggunaan obat pasien dapat menelan obat dengan baik,. Pemberian obat pada pasien didampingi oleh keluarga pasien.

Obat tidak tersedia
-

Pasien tidak mampu menyediakan obat
-

Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat
-

Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat
-

Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan obat
-
6
Pasien membutuhkan terapi tambahan

pasien sudah mendapatkan terapi sesuai indikasi dan pasien telah menerima pengobatan profilaksis terhadap kondisinya.

Terdapat kondisi yang tidak diterapi
-

Pasien membutuhkan obat lain yang sinergis
-