Untuk laporan lengkap, teman-teman bisa akses pada link
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya
kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini
menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk
rumah sakit.
Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat (Permenkes RI, 2016).
Standar Pelayanan
Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian
adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2016).
Pelayanan kefarmasian tidak dapat dipisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan di rumah
sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik, melalui instalasi farmasi
rumah sakit.
Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup
pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,
rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite,
pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan
steril dan pemantauan kadar obat
dalam darah (PKOD) (Permenkes RI No.72 tahun 2016).
Perencanaan Sumber daya
manusia adalah suatu proses sistematis yang digunakan untuk memprediksi
permintaan dan penyediaan SDM di masa datang. Melalui program perencanaan SDM
yang sistematis dapat diperkirakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang
dibutuhkan pada setiap periode tertentu sehingga dapat membantu bagian SDM
dalam perencanaan rekrutmen, seleksi, serta pendidikan dan pelatihan
(Rachmawati, 2008).
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instalasi
Farmasi (Permenkes RI No 72 Tahun 2016)
Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Tugas
Instalasi Farmasi, meliputi:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional
serta sesuai prosedur dan etik profesi;
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan
efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE)
serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta
pengembangan Pelayanan Kefarmasian.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.
Fungsi
Instalasi Farmasi, meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
2. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
3. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;
4. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku;
5. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit;
6. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;
7. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
8. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;
9. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
10. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari;
11. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan);
12. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
13. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan;
14. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
15. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
16. Pelayanan farmasi klinik
17. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau
permintaan Obat;
18. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;
19. Melaksanakan rekonsiliasi Obat;
20. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik
berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien;
21. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
22. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga
kesehatan lain;
23. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
24. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) :
a. Pemantauan efek terapi Obat;
b. Pemantauan efek samping Obat;
c. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
25. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
26. Melaksanakan dispensing sediaan steril :
a. Melakukan pencampuran Obat suntik
b. Menyiapkan nutrisi parenteral
c. Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
d. Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang
tidak stabil
27. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada
tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah
Sakit;
28. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Instalasi Farmasi Rumah sakit (IFRS) adalah
satu-satunya bagian di rumah sakit yang bertanggung jawab penuh atas
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga seluruh
peredaran obat berada dibawah kendali dari Intalasi Farmasi di Rumah sakit
melalui sistem satu pintu. Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
dapat dibentuk satelit farmasi sesuai dengan kebutuhan yang merupakan bagian dari
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu,
Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian,
sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
5. Pemantauan terapi Obat;
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
8. Peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai
2.2 Pelayanan
Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b. Menjamin
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit meliputi standar:
1. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi :
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
2. Pelayanan
farmasi klinik meliputi :
a. pengkajian
dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
j. Dispensing sediaan steril
k. Pemantauan Kadar Obat di dalam Darah
(PKOD)
2.3 Alur
Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
Pelayanan sediaan farmasi di rumah sakit terdiri atas apotek rawat
inap dan apotek rawat
jalan.
1.
Apotek rawat inap
Pelayanan
apotek rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien
masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan
untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik,dan atau
pelayanan medik lainnya. Apotek rawat inap merupakan sub unit Instalasi Farmasi
yang melaksanakan pelayanan penunjang. Apotek rawat inap khusus menangani
pendistribusian obat pada pasien rawat
inap, baik pasien umum maupun pasien BPJS.
Sistem distribusi pelayanan obat untuk pasien rawat
inap dapat dilakukan dengan cara:
a.
Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan
(floor stock)
Pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan
di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat inap harus
dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. Dalam kondisi sementara dimana
tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka
pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. Setiap hari
dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas
farmasi dari penanggung jawab ruangan. Apoteker harus menyediakan informasi,
peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang
disediakan di floor stock.
b.
Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
Keuntungan individual dose
dispensing adalah :
1. Semua
resep dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan informasi kepada
pasien secara langsung.
2. Memberi kesempatan
interaksi personal antara dokter, apoteker, perawat, dan pasien.
3. Memungkinkan pengendalian
yang lebih dekat.
4. Mempermudah
penagihan biaya bagi pasien.
Kerugiannya adalah :
1. Memerlukan
waktu yang lebih lama.
2. Pasien
membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan.
c.
Sistem Unit Dosis
Pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep
perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan
satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat
inap. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk
pasien rawat inap mengingat dengan
sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang
dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang
mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau
oleh pasien dengan mempertimbangkan:
1. Efisiensi
dan efektifitas sumber daya yang ada
2. Metode
sentralisasi atau desentralisasi.
Sistem
dosis unit dapat dilaksanakan dengan salah satu dari tiga metode yang ada
dibawah ini, tergantung dari masing-masing rumah sakit :
1.
Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Terpusat.
Semua obat diserahkan dan disalurkan dari
farmasi pusat.
2.
Sistem Distribusi Obat Dosis Unit yang Didesentralisasi
Farmasi didesentralisasikan ke
farmasi-farmasi cabang, masing-masing melayani satu atau lebih pos perawatan.
Masing-masing cabang menyediakan dan menyalurkan persediaan obatnya sendiri.
3. Gabungan
dari Sistem Distribusi Obat Dosis unit terpusat dan desentralisasi
Farmasi
mempunyai Farmasi cabang seperti pada nomor 2, tetapi hanya dosis obat untuk
pertolongan pertama dan untuk kasus darurat saja yang diberikan di cabang
farmasi. Dosis berikutnya diberikan Difarmasi pusat. Semua pelaksanaan lain
yang terpusat seperti pengemasan, dan pengolahan bahan-bahan iv juga dari
farmasi pusat.
d. One
day disspenssing (ODD)
ODD merupakan sistem distribusi perbekalan farmasi untuk
kebutuhan sehari-hari.
e.
Sistem Kombinasi
Sistem
pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a +
c.
Pasien yang berada di rawat inap, terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1. Pasien
BPJS
Sistem
distribusi adalah unit dose dispensing yang dikombinasikan dengan one day dose
dispensing yaitu ada pasien yang mendapatkan obat langsung untuk sekali pakai,
dan dikombinasikan dengan obat-obat yang bisa dipakai untuk sehari. Sehingga
pasien BPJS selalu mendapatkan obat langsung dari apotek setiap harinya.
2. Pasien
non BPJS (Umum)
Sistem
distribusi adalah gabungan unit dose dispensing dan individual dose dispensing,
yaitu pasien non BPJS diberikan obat untuk pemakaian beberapa hari sekaligus,
namun pemberian obat untuk dimakan ada yang langsung diberikan untuk beberapa
hari, dan ada juga yang pemberiannya dibantu oleh petugas dengan memberikannya
per unit atau pemberian sekali pakai.
b.
Apotek
Rawat Jalan
Apotek Rawat jalan adalah sub
unit dari instalasi farmasi yang merupakan pelayanan penunjang yang melayani
resep pasien umum dan BPJS. Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien
rawat jalan adalah sistem resep perorangan yaitu cara distribusi obat pada
pasien secara individual berdasarkan resep dokter. Pasien harus
diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan bertanggung
jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga kesehatan.
Apoteker juga harus bertindak sebagai konsultan obat bagi pasien yang
melakukan swamedikasi.
Tugas
pokok apotek rawat jalan :
1.
Melaksanakan pelayanan farmasi untuk
pasien umum dan BPJS rawat jalan sesuai dengan protap pelayanan.
2.
Mencatat obat dan alkes habis pakai yang
hampir habis dalam buku tersendiri.
3.
Merapikan penyimpanan obat dan alkes
habis pakai sebelum dan sesudah pelayanan.
4.
Membuat laporan mutasi obat apotek rawat
jalan setiap bulan.
5.
Menerima dan memeriksa obat dan alkes
habis pakai askes rumah sakit (RS) yang masuk dan didistribusikan serta
menyerahkan faktur yang diterima ke petugas logistic atau gudang farmasi.
6.
Mencatat pemakaian obat dan alkes habis
pakai umum dan BPJS dari rawat inap sore dan malam hari dalam buku tersendiri.
Protap pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan
1.
Dokter menulis resep individual pada
lembar resep rumah sakit.
2.
Pasien membawa resep tersebut ke apotek
rawat jalan.
3.
Resep akan dientri oleh petugas
sekaligus diverifikasi dan diberi nomor urut.
4.
Selanjutnya, apoteker akan melakukan
skrinning resep lalu asisten apoteker akan menyiapkan obat sesuai dengan
resep.
5.
Asisten apoteker memeriksa ulang nama obat,
jumlah obat, jenis obat, aturan pakai, dan biaya obat.
Setelah obat selesai
disiapkan dan dicek ulang, obat diserahkan kepada pasien disertai dengan
penjelasan cara pakai, cara penyimpanan dan informasi lainnya.
2.4 Standar
Prosedur Operasional Pelayanan Farmasi bagi Pasien RSSN Bukittinggi
2.4.1.
Pasien rawat
inap
1. Petugas
Farmasi menyiapkan obat pasien untuk satu hari pemakaian dengan metoda unit
dose dispensing dan beri label obat untuk pasien rawatr inap.
2. Petugas
Farmasi Serahkan obat pasien pada petugas ruangan (perawat) dengan sebelumnya
melakukan checking bersama dengan perawat.
3. Petugas
Farmasi dan Perawat Tempel label nama obat pada botol infus atau syringe pump.
Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama obat ditempelkan
pada setiap syringe pump dan disetiap ujung jalur selang.
4. Perawat
Verifikasi obat yang akan diberikan kepada pasien rawat inap mengenai
kesesuaiannya dengan resep / instruksi pengobatan meliputi : nama obat, waktu
dan frekuensi pemberian dan identitas pasien.
5. Pastikan
mutu obat yang akan diberikan kepada pasien dengan baik dengan cara diperiksa
secara visual.
6. Pastikan
pasien tidak memiliki alergi dan kontraindikasi dengan obat yang diberikan.
7. Periksa
kembali (double check) obat yang tergolong obat High Alert sebelum diberikan kepada pasien.
8. Beri
edukasi terlebih dahulu dan pantau penggunaan obat secara mandiri oleh pasien.
2.4.2.
Pasien
Rawat Jalan :
1. (Petugas
farmasi bagian penerima) Terima resep dari poliklinik yang dibawa oleh pasien.
2. Baca
dan seleksi kelengkapan resep pada lembar resep dan melihat status pasien
(BPJS, UMUM, Asuransi Lain).
3. Beri
paraf pada kolom validasi.
4. (Apoteker)
Beri paraf pada kolom validasi dan respon time pada resep
5. Isi
centang pada kolom verifikasi resep pada lembar resep sebagai tanda bahwa resep
tersebut sudah diperiksa ulang dan informasi waktu penyiapan resep.
6. Lakukan
telaah resep meliputi :
a. Kejelasan
tulisan resep
b. Tepat
obat
c. Tepat
dosis
d. Tepat
rute
e. Tepat
waktu
f. Duplikasi
alergi
g. Interaksi
obat
h. Berat
badan
i. Keterangan
lainnya
7. Hubungi
dokter yang bersangkutan / perawat yang bertugas di ruangan apabila ada
keraguan (penulisan tidak jelas, kurang lengkap, kesalahan dosis, aturan pakai)
dan ada salah satu obat yang tidak tersedia.
8. Tulis
permintaan, baca, dan ulang kembali permintaan yang disebutkan dengan
(menyebutkan abjad satu persatu dan menerapkan READ dan SIGN HERE) apabila
dilakukan komunikasi melalui telepon.
9. Siapkan
resep yang diminta.
10. Input
resep pada billing system sebagai bukti penagihan klaim untuk pasien JKBM dan
BPJS, dimana nota ini nantinya akan ditanda tangani oleh pasien yang menerima
obat.
11. (Apoteker
dan Petugas farmasi bagian penyerahan) Periksa ulang, resep, obat serta
etiketnya dan beri paraf pada kolom validasi.
12. Setelah
resep dinyatakan lengkap dan benar, serahkan kepada pasien, setelah sebelumnya
mengisi respon time pada kolom validasi.
13. Berikan
informasi tentang cara pemakaian, cara penyimpanan, efek samping obat dan
keterangan tambahan yang diperlukan.
2.5
Menentukan
Waktu Pelayanan
Berdasarkan
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun 2008 tentang
standar pelayanan minimal rumah sakit, pelayanan rumah sakit yang minimal wajib
disediakan oleh rumah sakit. Untuk mengukur pencapaian standar yang telah
ditetapkan diperlukan indikator, suatu alat / tolak ukur yang hasil menunjuk
pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Adapun tolak ukur
standar pelayanan minimal untuk pelayanan farmasi, indikator dan standar dapat
dilihat dalam tabel berikut :
Jenis pelayanan |
Indikator |
Standar |
Farmasi |
Waktu
tunggu pelayanan a. Obat jadi b. Obat racikan |
a. ≤ 30 menit b. ≤ 60 menit |
Tidak
adanya kejadian kesalahan pemberian obat |
100 % |
|
Kepuasan
pelanggan |
≥ 80 % |
|
Penulisan
resep sesuai formularium |
100 % |
|
Rawat Inap |
Jam
visite dokter spesialis |
08.00 s/d 14.00 setiap hari kerja |
Kepuasan
pelanggan |
≥ 90 % |
|
Rawat Jalan |
Jam
buka pelayanan |
08.00 s/d 13.00 setiap hari kerja kecuali hari
jumat 08.00 s/d 11.00 |
Waktu
tunggu di rawat jalan |
≤ 60 menit |
|
Kepuasaan
pelanggan |
≥ 90 % |
Waktu
tunggu pelayan resep dibagi menjadi dua yaitu :
1. Waktu
tunggu pelayanan obat jadi
Waktu
tunggu pelayanan resep obat jadi adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan
resep sampai dengan menerima obat jadi.
2. Waktu
tunggu pelayanan resep obat racikan
Waktu
tunggu pelayanan resep obat racikan adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan
resep sampai dengan menerima obat racikan.
Standar
prosedur operasional perhitungan waktu pelayanan resep obat jadi di rumah sakit
stroke nasional adalah sebagai berikut :
1.
Kepala Instalasi Farmasi, tentukan
jumlah sampel yang akan dihitung pada bulan berjalan.
2.
Petugas farmasi, catat waktu atau jam
pasien menyerahkan resep pada loket penerimaan apotek.
3.
Catat waktu penyerahan obat pada pasien
4.
Jumlahkan total waktu pelayanan resep
5.
Hitung sesuai dengan formula :
2.6
Pengertian (Menkes RI No 81 Tahun
2004)
SDM Kesehatan ( Sumber Daya Manusia
Kesehatan ) adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik
yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
2.7
Sumber Daya Manusia (Permenkes RI No
72 Tahun 2016)
Instalasi
Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai
dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan
Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan
perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Uraian
tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan
sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai
kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan
pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri
dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis
Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami
kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3)
Pekarya/Pembantu pelaksana
Untuk
menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan
tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis
pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan
Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga
Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah
supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus
memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di
Instalasi Farmasi diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker
yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Kepala Instalasi Farmasi diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di
Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.
3. Beban Kerja dan Kebutuhan
a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu
diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan,
yaitu:
1.
Kapasitas tempat tidur dan Bed
Occupancy Rate (BOR);
2.
Jumlah dan jenis kegiatan
farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan produksi);
3.
Jumlah Resep atau formulir
permintaan Obat (floor stock) per hari; dan
4.
Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
b. Penghitungan Beban Kerja
Penghitungan kebutuhan Apoteker
berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi
pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas
pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan
visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30
pasien.
Penghitungan kebutuhan
Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang
meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan
aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP)
dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker
untuk 50 pasien. Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat
inap dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk
pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit
produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi Obat dan
lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga
masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di
ruang tertentu, yaitu:
·
Unit Gawat Darurat;
·
Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus
Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU);
3) Pelayanan Informasi Obat;
Mengingat kekhususan Pelayanan
Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan
pedoman teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit
rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi
kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Peran Kepala Instalasi Farmasi dalam pengembangan staf dan program
pendidikan meliputi:
1)
menyusun program orientasi
staf baru, pendidikan dan pelatihan berdasarkan kebutuhan pengembangan
kompetensi SDM.
2)
menentukan dan mengirim staf
sesuai dengan spesifikasi pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk
meningkatkan kompetensi yang diperlukan.
3)
menentukan staf sebagai
narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan kompetensinya.
d. Penelitian dan Pengembangan
Apoteker harus didorong untuk melakukan
penelitian mandiri atau berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan
praktik Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat dalam
penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai
dengan kaidah-kaidah penelitian yang berlaku. Instalasi Farmasi harus melakukan
pengembangan Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan
kefarmasian terkini.
Apoteker
juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang dilakukan di Rumah Sakit dengan
mengelola Obat-Obat yang diteliti sampai dipergunakan oleh subyek penelitian
dan mencatat Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama
penelitian.
2.8 Klasifikasi
Rumah Sakit ( Permenkes RI No 56 Tahun 2014 )
Berdasarkan jenis pelayanan
yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah
Sakit Khusus
·
Rumah
Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:
1.
Rumah
Sakit Umum Kelas A
2.
Rumah
Sakit Umum Kelas B
3.
Rumah
Sakit Umum Kelas C
4.
Rumah
Sakit Umum Kelas D
5.
Rumah
Sakit Umum Kelas D Pratama
·
Rumah
Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:
1.
Rumah
Sakit Khusus Kelas A;
2.
Rumah
Sakit Khusus Kelas B; dan
3.
Rumah
Sakit Khusus Kelas C.
Penetapan klasifikasi Rumah Sakit
didasarkan pada:
a.
Pelayanan
b.
Sumber
daya manusia
c.
Peralatan
d.Bangunan dan prasarana
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum
kelas B terdiri atas:
a.
Tenaga
medis
b.
Tenaga
kefarmasian
c.
Tenaga
keperawatan
d.
Tenaga
kesehatan lain
e.
Tenaga
nonkesehatan
Tenaga kefarmasian paling sedikit
terdiri atas:
1.
1
(satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit
2.
4
(empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit
8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian
3.
4
(empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian
4.
1
(satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
(dua) orang tenaga teknis kefarmasian
5.
1
(satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua)
orang tenaga teknis kefarmasian
6.
1
(satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban
kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
7.
1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
2.9 Pelimpahan
Tindakan berdasarkan UU RI No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan
Berdasarkan pasal 65 UU RI No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan :
(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga
Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.
(2) Dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima
pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.
(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a) tindakan
yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki
oleh penerima pelimpahan;
b) pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di
bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
c) pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab
atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan; dan
d) tindakan
yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan
tindakan.
2.10
Strategi Perencanaan
SDM Kesehatan (Menkes RI No 81 Tahun 2004)
Dalam perencanaan SDM Kesehatan perlu
memperhatikan:
1.
Rencana
kebutuhan SDM Kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunanan kesehatan
baik kebutuhan lokal, nasional maupun global.
2.
Pendayagunaan
SDM Kesehatan diselenggarakan secara merata, serasi, seimbang dan selaras oleh
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha baik di tingkat pusat maupun tingkat
daerah. Dalam upaya pemerataan SDM Kesehatan perlu memperhatikan keseimbangan
antara hak dan kewajiban perorangan dengan kebutuhan masyarakat. Pendayagunaan
SDM Kesehatan oleh pemerintah diselenggarakan melalui pendelegasian wewenang
yang proporsional dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
3.
Penyusunan
perencanaan mendasarkan pada sasaran nasional upaya kesehatan dari Rencana Pembangunan
Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010.
4.
Pemilihan
metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan di dasarkan pada kesesuaian metode
dengan kemampuan dan keadaan daerah masing-masing.
2.11Uraian
Tugas Instalasi Farmasi RSSN Bukittinggi
2.11.1. Kepala ruangan apotek rawat inap
1.
Mengawasi pelaksanaan Pelayanan
Farmasi di Apotik Rawat Inap
2.
Mengawasi Kegiatan Pencatatan dan
Pelaporan Apotik Rawat Inap
3.
Memantau persediaan obat dan alat kesehatan habis pakai
di apotek rawat inap setiap hari
4.
Menyusun laporan bulanan persediaan
dan kegiatan pelayanan di apotek rawat inap
5.
Membuat daftar dinas petugas Apotik
Rawat Inap
6.
Melakukan kegiatan pelayanan farmasi
klinik sesuai uraian jabatan apoteker madya
2.11.2. Kepala ruangan apotek rawat jalan
1.
Mengawasi dan melaksanakan pelayanan Farmasi di Apotik Rawat Jalan
2.
Mengawasi Kegiatan Pencatatan dan
Pelaporan Apotik Rawat Jalan
3.
Memantau Persediaan Obat dan Alat
kesehatan Habis Pakai Umum dan BPJS Apotik Rawat Jalan setiap hari
melalui SIM RS.
4.
Membuat daftar dinas petugas Apotik
Rawat Jalan.
5.
Menyusun laporan bulanan persediaan
dan kegiatan pelayanan di Apotek Rawat Jalan
6.
Melakukan kegiatan pelayanan
kefarmasian sesuai uraian jabatan apoteker muda
7.
Membuat surat pesanan Obat dan Alkes
Habis Pakai BPJS dan Umum ke distributor, atas permintaan Kepala Instalasi
Farmasi
2.11.3. Kepala ruangan produksi, sterilisasi
dan gudang farmasi
1.
Menyusun Rencana Kebutuhan Produksi
Obat Steril dan Non steril Untuk Rumah Sakit
2.
Mengawasi Kegiatan Produksi
Obat Steril dan Non Steril dan Bahan
Habis Pakai
3.
Menetapkan formula obat dan teknik pembuatan sediaan obat
jadi yang akan diproduksi
4.
Mengevaluasi dan Menyiapkan Laporan
Kegiatan Produksi Obat Steril dan Non steril.
5.
Memeriksa dan menyetujui permintaan hasil produksi dari
apotek dan ruangan.
6.
Mengawasi pemeriksaan verifikasi
faktur-faktur, Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai di gudang Farmasi
7.
Menyiapkan data Obat dan Alat
Kesehatan Habis Pakai BPJS dan Umum yang akan dipesan sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat
8.
Mengawasi pelaksanaan penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, alkes habis pakai di gudang farmasi.
9.
Mengawasi Pelaksanaan Sterilisasi di
Ruang Sterilisasi
10.
Melakukan kegiatan pelayanan
kefarmasian sesuai uraian jabatan apoteker madya
11.
Menyusun laporan bulanan persediaan
dan kegiatan pelayanan di gudang farmasi produksi dan sterilisasi
2.12
Metode Penyusunan
Kebutuhan SDM Kesehatan (Menkes No 81 Tahun 2004)
Pada dasarnya kebutuhan SDM kesehatan
dapat ditentukan berdasarkan :
1.
Kebutuhan
epidemiologi penyakit utama masyarakat.
2.
Permintaan
(demand) akibat beban pelayanan kesehatan; atau
3.
Sarana
upaya kesehatan yang ditetapkan.
4.
Standar
atau ratio terhadap nilai tertentu.
Determinan yang berpengaruh dalam
perencanaan kebutuhan SDM adalah:
a.
Perkembangan
penduduk, baik jumlah, pola penyakit, daya beli, maupun keadaan sosiobudaya dan
keadaan darurat / bencana
b.
Pertumbuhan
ekonomi
c.
Berbagai
kebijakan di bidang pelayanan kesehatan
Adapun metode-metodenya adalah sebagai
berikut :
1.
Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan
keperluan kesehatan (“Health Need Method”). Dalam cara ini dimulai dengan
ditetapkannya keperluan (“need”) menurut golongan umur, jenis kelamin, dllnya.
Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk
untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan; diperhitungkan
keperluan upaya kesehatan untuk tiap-tiap kelompok penduduk pada tahun sasaran.
2.
Penyusunan
kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan kebutuhan kesehatan (“Health Services
Demand Method”). Dalam cara ini dimulai dengan
ditetapkannya kebutuhan (“demand”) upaya atau pelayanan kesehatan untuk
kelompok-kelompok penduduk menurut golongan umur, jenis kelamin, tingkat
ekonomi, pendidikan, lokasi dllnya. Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk
tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan; diperhitungkan
kebutuhan pelayanan kesehatan untuk tiap-tiap kelompok penduduk tersebut pada
tahun sasaran. Selanjutnya untuk memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dari
jenis tenaga kesehatan tersebut diperoleh dengan membagi jumlah keseluruhan
pelayanakesehatan pada tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut
untuk melaksanakan pelayanan kesehatan termaksud pada tahun sasaran.
3.
Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan
berdasarkan sasaran upaya kesehatan yang
ditetapkan (“Health Service Targets Method”). Dalam cara ini dimulai dengan
menetapkan berbagai sasaran upaya atau memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah
dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dengan membagi keseluruhan upaya
atau pelayanan kesehatan tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut
untuk melaksanakan upaya atau pelayanan kesehatan termaksud pada tahun sasaran.
4.
Penyusunan
kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap sesuatu Nilai (“Ratio Method”). Pertama-tama
ditentukan atau diperkirakan rasio dari tenaga terhadap suatu nilai tertentu
misalnya jumlah penduduk, tempat tidur RS, Puskesmas dan lain-lainnya.
Selanjutnya nilai tersebut diproyeksikan ke dalam sasaran. Perkiraan kebutuhan
jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dari membagi nilai yang
diproyeksikan termasukdengan rasio yang ditentukan.
2.13 Prosedur
Penyusunan Rencana Kebutuhan SDM
Kesehatan (Menkes No 81 Tahun 2004)
Secara garis besar
perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu :
1.
Perencanaan
kebutuhan pada tingkat institusi.
Perencanaan
SDM kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada perhitungan kebutuhan SDM
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik
dll.nya.
2.
Perencanaan
kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah Perencanaan disini dimaksudkan
untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan kebutuhan wilayah
(Nasional, Propinsi, atau Kabupaten/Kota) yang merupakan gabungan antara
kebutuhan institusi dan organisasi.
3.
Perencanaan
kebutuhan SDM kesehatan untuk Bencana Perencanaan ini dimaksudkan
untuk mempersiapkan SDM Kesehatan saat prabencana, terjadi bencana dan post
bencana, termasuk pengelolaan kesehatan
pengungsi.
2.14 Perencanaan Kebutuhan SDM
Kesehatan di Tingkat Institusi
Perencanaan kebutuhan
SDM kesehatan di tingkat institusi ini biasa dihitung dengan menggunakan
metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (“Authorized Staffing List”), atau WISN (
Work Load Indikator Staff Need).
a.
Prosedur
penghitungan kebutuhan SDM kesehatan
dengan menggunakan metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (“Authorized Staffing
List”) . Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan DSP ini bisa digunakan di
berbagai unit kerja seperti puskesmas, rumah sakit dan sarana kesehatan
lainnya.
b.
Prosedur
penghitungan kebutuhan SDM kesehatan dengan
menggunakan METODE WISN (Work Load Indikator Staff Need/ Kebutuhan SDM kesehatan Berdasarkan Indikator
Beban Kerja). Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN)
adalah suatu metode perhitungan
kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban
pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada
tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah
dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis mudah
diterapkan, komprehensif dan realistis.
Langkah-langkah
penerapan metode WISN dalam merencanakan kebutuhan SDM IFRS adalah sebagai
berikut:
a.
Memilih kategori staf
untuk pengembangan WISN
Metodologi WISN dapat digunakan
untuk menghitung susunan kepegawaian yang dibutuhkan bagi seluruh kategori staf
disemua jenis fasilitas kesehatan
b.
Menghitung
waktu kerja tersedia
Langkah berikutnya dalam
metodologi WISN adalah menentukan banyaknya waktu yang dimiliki seorang tenaga
kesehatan dalam suatu kategori staf tertentu untuk melaksanakan tugasnya.Tenaga
kesehatan tidak bekerja setiap hari.Mereka berhak atas cuti tahunan serta libur
nasional.Mereka juga mungkin sakit atau memiliki alasan pribadi sehingga tidak
bekerja selama beberapa hari kerja.
c.
Menetapkan
komponen beban kerja
Komponen
beban kerja adalah mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kerja yang menyita
sebagian besar waktu kerja harian tenaga kesehatan.
d. Menetapkan standar kegiatan
Suatu standar kegiatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja
yang terdidik dan terlatih dengan baik, terampil, dan berdedikasi untuk
melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan standar profesional dalam keadaan
setempat.
e. Menyusun beban-beban
kerja standar
Beban kerja standar adalah
banyaknya kerja (dalam satu kegiatan pelayanan utama) yang dapat dilakukan oleh
seorang tenaga kesehatan dalam setahun. Menghitung faktor-faktor kelonggaran
f.
Menentukan
kebutuhan staf berdasarkan WISN
1.
Menentukan
kebutuhan total staf untuk kegiatan Pelayanan utama :
-
Bagi
beban kerja setahun dari setiap kegiatan dengan Beban Kerja Standar yang
bersangkutan. Kemudian akan didapatkan jumlah tenaga kesehatan yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.
-
Jumlahkan
semua kebutuhan bagi setiap kegiatan untuk mendapatkan jumlah
total kebutuhan staf untuk semua kegiatan pelayanan utama.
2.
Menentukan
kebutuhan total staf untuk kegiatan penunjang penting: kalikan kebutuhan staf
bagi kegiatan-kegiatan pelayanan utama dengan Faktor Kelonggaran Kategori.
Hasil perkalian ini akan menghasilkan jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan
bagi semua kegiatan pelayanan utama dan penunjang penting.
3.
Menentukan
kebutuhan total staf untuk kegiatan Pelayanan Utama: tambahkan Faktor
Kelonggaran Individu (FKI) kepada kebutuhan staf. Kemudian akan diperoleh
jumlah total kebutuhan staf berdasarkan WISN.
g.
Meneliti
hasil WISN dan menggunakannya untuk memperbaiki susunan kepegawaian.
2.15 Perencanaan
Kebutuhan SDM Kesehatan Pada Tingkat
Wilayah
(Propinsi/
Kabupaten/Kota)
Perencanaan disini
dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan kebutuhan
wilayah (Propinsi / Kabupaten/Kota) jangka menengah (5 – 10) tahun, dan jangka
panjang ( 10 – 20 ) tahun , yang akan dipakai disini adalah model perencanaan
dengan menggunakan metode skenario / proyeksi dari WHO. Model ini merupakan
penyederhanaan dari model yang telah dirancang oleh WHO menggunakan similasi
komputer. Metode ini bisa dilakukan dengan membuat proyeksi ke depan mengenai
sarana pelayanan kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) atau bisa juga dengan
menggunakan proyeksi program pembangunan kesehatan.
Dengan pendekatan ini,
kita diminta untuk membuat beberapa alternatif/ skenario kemungkinan tentang
sistem pelayanan kesehatan dimasa depan yang mungkin terjadi. Dengan membuat
berbagai gambaran keadaan masa depan di bidang kesehatan yang mungkin terjadi,
kita akan bisa mengetahui kebutuhan SDM kesehatan untuk masing-masing skenario
tersebut. Dengan memakai perencanaan skenario, kita akan dapat menunjukkan
konsekuensi yang terjadi apabila kita memilih suatu kebijakan atau tindakan.
Dengan memahami berbagai skenario yang mungkin terjadi dimasa depan, kita akan
dapat membuat proyeksi kebutuhan SDM dimasa yang akan datang.
Dalam model proyeksi kebutuhan SDM ini,
data dasar yang diperlukan adalah
1.
Data
SDM kesehatan yang ada dan secara aktif bekerja di sektor kesehatan (pemerintah
dan swasta)
2.
Data
keadaan penduduk serta proyeksi pertumbuhan penduduk
3.
Perkiraan
pola penyakit serta pola pelayanan kesehatan
4.
Kebijakan,
perencanaan dan arah pembangunan sektor kesehatan
5.
Jumlah,
jenis dan distribusi sarana kesehatan
6.
Norma
atau standar keSDMan dan produktivitas kerjanya
7.
Asumsi
tentang interaksi antara sektor pemerintah dan swasta, dalam arti dampak dari
perubahan di sektor pemerintah terhadap sektor swasta dan atau kebalikannya
2.16 Perencanaan
Kebutuhan SDM Kesehatan untuk Bencana
Bencana biasanya
terjadi secara tidak terduga dan dapat mengakibatkan jatuhnya korban dalam
jumlah besar, diikuti dengan rusaknya infrastruktur.Pada banyak kejadian
bencana diikuti dengan terjadinya pengungsian penduduk.Pada kejadian bencana
diperlukan adanya tindakan pelayanan kesehatan secara cepat dan tepat untuk
mengurangi jumlah korban. Oleh karena itu kebutuhan SDM untuk penanggulangan
masalah kesehatan di daerah bencana memperhatikan hal-hal :
1.
Waktu
untuk bereaksi yang singkat untuk memberikan pertolongan
2.
Kecepatan
dan ketepatan dalam bertindak untuk mengupayakan pertolongan terhadap korban
bencana, sehingga jumlah korban dapat diminimalkan.
3.
Kondisi penduduk di daerah bencana ( geografi,
populasi, ekonomi, sosbud dan sebagainya )
4.
Ketersediaan
fasilitas kesehatan
5.
Kemampuan
sumber daya setempat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Apotek Rawat Inap
Instalasi
Rawat Inap memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien
yang sedang menderita sakit dan diharuskan menjalani rawat inap di RSSN Bukittinggi disesuaikan dengan
kebutuhan pasien, yang meliputi ruang kelas I, II, III.
Apotek rawat inap merupakan sub unit Instalasi
Farmasi yang melaksanakan pelayanan penunjang. Apotek rawat inap khusus
menangani pelayanan resep pada pasien rawat inap, baik pasien umum
maupun pasien BPJS. Apotek rawat inap mempunyai dua orang apoteker penanggung
jawab dan enam orang asisten apoteker.
Berdasarkan perhitungan WINS jumlah
apoteker dan asisten apoteker dirawat inap sudah sesuai.
Sedangkan apotek
rawat jalan menangani pelayanan resep pada pasien rawat jalan pasien Umum dan BPJS. Apotek
rawat jalan mempunyai satu apoteker dan 8 asisten apoteker. Berdasarkan
perhitungan WINS jumlah apoteker dirawat jalan kurang sebanyak 2 orang.
Sedangkan untuk asisten apotekernya sudah sesuai.
Apoteker berkewajiban mengawasi ketepatan dosis,
ketepatan pemilihan obat, aturan pemakaian, cara pemberian obat dan mengatur
sistem managerial apotek rawat inap. Dua orang Asisten apoteker bertugas
sebagai penanggung jawab di Bangsal anak, bangsal interne, ICU dan HCU serta
merangkap sebagai petugas entry data yang tertulis dalam Kartu Instruksi Obat
(KIO) khusus obat-obat yang ditanggung BPJS. KIO merupakan rekapitulasi
obat-obat yang diberikan kepada pasien selama dirawat di Rumah Sakit, empat
orang di Bangsal neurologi yang dibagi dua orang bertanggung jawab pada shift
pagi dan dua orang bertanggung jawab pada shift sore. Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan
dapat menerima kefarmasian dari tenaga apoteker pelimpahan tindakan medis dari
tenaga medis. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian
dapat menerima pelimpahan pekerjaan Berdasarkan peraturan perundang-undangan
bagian ketiga tentang pelimpahan tindakan yaitu. Pelimpahan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a.
tindakan
yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki
oleh penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan;
c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas
tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan;
d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan
keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pelimpahan
wewenang oleh apoteker pada tenaga teknik kefarmasian di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sudah memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan tentang kelimpahan wewenang, bahwa wewenang di
limpahkan kepada tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan keterampilan tentang tenaga kefarmasian. Pelimpahan wewenang di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi meliputi skrinning resep,
visite farmasi, pemeriksaan, penyerahan obat disertai informasi dan konseling.
Untuk menghitung tenaga
kerja yang dibutuhkan, kita terlebih dahulu harus mengetahui :
1.
Menentukan
jabatan
2.
Uraian
apa saja pekerjaan yang dilakukan
3.
Waktu
kerja perhari atau pertahun
Hari
kerja :
312 hari
Cuti
tahunan : 12 hari
Pendidikan/pelatihan/izin/sakit : 10 hari
Hari
libur nasional : 21 hari
Waktu
kerja efektif : 5
jam
= waktu kerja tersedia – waktu istirahat
= 6 jam – 1 jam
= 5 jam
Hari
kerja tersedia = hari kerja - (cuti tahunan/bersama + pendidikan/pelatihan/izin/sakit + libur
nasional) = 269
hari
Waktu
kerja tersedia = hari kerja tersedia x waktu kerja efektif
= 1345 jam
4.
Menghitung
jumlah bed yang ditempati (65% x total bed)
HCU 65% x 3 bed = 1,95 bed (dibulatkan 2
bed)
ICU 65% x 7 bed = 4,55 bed (dibulatkan 5 bed)
Interne 65% x
8 bed
= 5,2 bed
(dibulatkan 5
bed)
Neuro 65% x 25 bed = 16,25 bed (dibulatkan 16 bed)
Anak 65% x 9 bed = 5,85 bed (dibulatkan 6
bed)
Total = 34
bed
3.2
Perhitungan
Kebutuhan SDM Apotek Rawat Inap
1.
Perhitungan
Jumlah Apoteker Apotek Rawat Inap A
No |
Uraian
Tugas |
Beban
Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Mengawasi
pelaksanaan pelayanan Farmasi di Apotik
Rawat Inap A |
34
pasien / hari |
1
menit/ pasien |
34
menit |
2. |
Mengawasi
kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Apotik Rawat Inap A |
34
pasien/ hari |
1
menit |
34
menit |
3. |
Memantau
Persediaan Obat dan Alat kesehatan Habis Pakai di Apotik Rawat Inap setiap hari. A |
34
pasien / hari |
1
menit |
34
menit |
4. |
Menyusun
laporan bulanan persediaan dan kegiatan pelayanan di apotek Rawat Inap A |
|
|
60
menit |
5. |
Membuat
daftar dinas petugas Apotek Rawat Inap A |
|
|
60
menit |
6. |
Melakukan
kegiatan pelayanan farmasi klinik sesuai uraian jabatan apoteker muda |
8
pasien |
8
menit / hari |
64
menit |
7. |
Membaca
daftar terapi diruang rawat dan mengkaji ketepatan indi- kasi, waktu
penggunaan obat, duplikasi dalam pengobatan, reaksi alergi, interaksi obat,
efek sam-ping serta kontraindikasi |
34
pasien/hari |
5
menit/pasien |
170
menit |
8. |
Melakukan
visite ke-ruang rawat untuk melaksanakan asuhan ke-farmasian |
5
pasien/hari |
5
menit/pasien |
25
menit |
9. |
Memberikan
solusi atas keluhan pasien yang berkaitan dengan peng-gunaan obat sehingga
tujuan terapi tercapai secara
optimal |
5 pasien/hari |
15
menit/hari |
75
menit |
10. |
Jumlah
obat yang diberikan tepat untuk pasien yang tepat, sesuai dengan yang diminta
dalam kartu instruksi obat |
34 pasien/hari |
1
menit/pasien |
34
menit |
|
|
|
|
590
menit |
Keterangan
: SKR : Standar Kemampuan Rata-rata
WPT : Waktu Penyelesaian
Tugas
Jumlah
Apoteker yang dibutuhkan :
(Dibulatkan menjadi 2 orang)
Berdasarkan waktu 1 tahun =590 menit/hari x 269 hari = 158.710
menit/tahun
(Dibulatkan
menjadi 2 orang)
Berdasarkan jumlah
tempat tidur 1 Apoteker = 30
tempat tidur
Jumlah
tempat tidur = 52
tempat tidur
Apoteker yang dibutuhkan : 52 tempat tidur/30 tempat tidur x 1 orang = 1,73 org
(Dibulatkan menjadi 2 orang)
2.
Perhitungan
SDM Asisten Apoteker Apotek Rawat Inap A
a.
Kebutuhan
SDM Asisten Apoteker Apotek Rawat Inap A
(Bangsal Neurologi)
No |
Uraian
Tugas |
Beban
Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Ikut melaksanakan visite
ke ruangan Rawat
Inap Neurologi dan
melak-sanakan pelayanan
farmasi untuk pasien
rawat inap Neurologi
sesuai Prosedur Tetap Pelayanan Farmasi Rawat Inap dan
Pelayanan Obat Emergency. |
34
pasien / hari |
5
menit / pasien |
170
menit |
2. |
Mencatat
pemakaian obat dan alkes habis pakai Askes pada Kartu Instruksi Obat (KIO). |
34
KIO / hari |
3
menit / KIO |
102
menit |
3. |
Menyiapkan
Obat dan Alkes Habis Pakai untuk satu hari pemakaian. |
34
resep / hari |
3
menit / resep |
102
menit |
4. |
Menyerahkan
Obat dan Alkes Habis Pakai kepada
perawat ruangan beserta Kartu Instruksi Obat (KIO) untuk pasien BPJS dan
buku tanda terima untuk pasien umum |
|
|
5
menit |
5. |
Melaksanakan
Pencatatan dan pemeriksaan obat emergency ruangan Neuro-logi serta melengkapi
stok obat emergency bila ada kekurangan sesuai protap pengelolaan obat emergensi |
5
pasien / hari |
4
menit / pasien |
20
menit |
6. |
Melaksanakan
Entry Kartu Instruksi Obat (KIO) bagi pasien UMUM Neurologi setiap hari berkoordinasi dengan
petugas SIM RS untuk dibuatkan klaimnya |
5
pasien / hari |
4
menit / pasien |
20
menit |
7. |
Membuat
catatan harian pengeluaran obat BPJS untuk pasien Neurologi dan membuat
laporan bulanan-nya. |
14
/ hari |
8
menit |
112
menit |
8. |
Melaksanakan
pengisian kartu stok dan pemeriksaan stok harian obat sirup dan Tablet di
Apotek Rawat Inap dan membuat laporan bulanannya. |
|
|
20
menit |
|
|
|
|
551
menit |
Kebutuhan :
(Dibulatkan
menjadi 2 orang).
Berdasarkan waktu 1 tahun :
551menit/hari
x 269
hari = 148.219 menit/tahun
(Dibulatkan menjadi 2
orang)
e.
Kebutuhan
SDM Asisten Apoteker Apotek Rawat Inap Bagian Bangsal Interne
No |
Uraian
Tugas |
Beban
Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Ikut melaksanakan visite
ke ruangan Rawat
Inap Interne dan
melaksanakan pelayanan
farmasi untuk pasien
rawat inap Interne
sesuai Prosedur Tetap Pelaya-nan Farmasi Rawat Inap dan
Pelayanan Obat Emer-gency. |
9 pasien / hari |
5
menit / pasien |
45 menit |
2. |
Mencatat
pemakaian obat dan alkes habis pakai Askes pada Kartu Instruksi Obat (KIO). |
9 KIO / hari |
2 menit / KIO |
18 menit |
3. |
Menyiapkan
Obat dan Alkes Habis Pakai untuk satu hari pemakaian. |
9 resep / hari |
6 menit / resep |
54 menit |
4. |
Menyerahkan
Obat dan Alkes Habis Pakai kepada
perawat ruangan beserta Kartu Instruksi Obat (KIO) untuk pasien BPJS dan buku
tanda terima untuk pasien umum |
|
|
10
menit |
5. |
Melaksanakan
Pencata-tan dan pemeriksaan obat emergency ruangan In-terne serta melengkapi
stok obat emergency bila ada kekurangan sesuai protap pengelolaan obat emer-gency |
9 pasien / hari |
4
menit / pasien |
45 menit |
6. |
Melaksanakan
Entry Kartu Instruksi Obat (KIO) bagi pasien BPJS Unit Stroke setiap hari
berkoordinasi dengan pe-tugas SIM RS untuk dibuatkan klaimnya |
4 pasien / hari |
4
menit / pasien |
16 menit |
7. |
Melaksanakan
Entry Kartu Instruksi Obat (KIO) bagi pasien UMUM Unit Stroke setiap hari ber-koordinasi
dengan petugas SIM RS untuk dibuatkan klaim-nya |
2
pasien / hari |
5
menit / pasien |
10 menit |
8. |
Membuat
catatan harian pengeluaran obat BPJS untuk pasien unit stroke dan membuat
laporan bulanannya. |
9 pasien / hari |
5
menit |
45
menit |
|
|
|
|
243
menit |
Kebutuhan :
(Dibulatkan
menjadi 1 orang)
Berdasarkan waktu 1 tahun : 243 menit/hari x 269 hari = 65.367 menit/tahun
(Dibulatkan
menjadi 1 orang)
f.
Kebutuhan
SDM Apotek Rawat Inap Bagian Bangsal Anak
No |
Uraian
Tugas |
Beban
Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Ikut melaksanakan visite
ke ruangan Rawat
Inap Neurologi dan
melaksa-nakan pelayanan
farmasi untuk pasien
rawat inap Anak
sesuai Prosedur Tetap Pelayanan Farmasi Rawat Inap dan
Pelayanan Obat Emergency. |
7 pasien / hari |
6
menit / pasien |
42 menit |
2. |
Mencatat
pemakaian obat dan alkes habis pakai Askes pada Kartu Instruksi Obat (KIO). |
7 KIO / hari |
4
menit / KIO |
28 menit |
3. |
Menyiapkan
Obat dan Alkes Habis Pakai untuk satu hari pemakaian. |
7 resep / hari |
3
menit / resep |
21 menit |
4. |
Menyerahkan
Obat dan Alkes Habis Pakai kepada
perawat ruangan beserta Kartu Instruksi Obat (KIO) untuk pasien BPJS dan
buku tanda terima untuk pasien umum |
|
|
10
menit |
5. |
Melaksanakan
Entry Kartu Instruksi Obat (KIO) bagi pasien BPJS setiap hari berkoordinasi
dengan petugas SIM RS untuk dibuatkan klaimnya |
5
pasien / hari |
4
menit / pasien |
20
menit |
6. |
Melaksanakan
Entry Kartu Instruksi Obat (KIO) bagi pasien UMUM Unit Stroke setiap hari
berkoordinasi dengan pe-tugas SIM RS untuk dibuatkan klaimnya |
2
pasien / hari |
4
menit / pasien |
8
menit |
7. |
Membuat
catatan harian pengeluaran obat BPJS dan UMUM untuk dan membuat laporan
bulanan-nya. |
7 / hari |
3
menit |
21 menit |
8. |
Pengisian
dan pemeriksaan stok harian obat infus dan injeksi dan membuat la-poran
bulanan |
7 / hari |
4
menit |
28 menit |
|
|
|
|
178 menit |
Kebutuhan :
(Dibulatkan menjadi 1 orang)
Berdasarkan waktu 1 tahun :178 menit/hari x 269 hari = 47.882
menit/tahun
(Dibulatkan menjadi 1
orang)
g. Perhitungan
Kebutuhan SDM Apotek Rawat Inap Bagian ICU + HCU, Petugas Entri dan Klaim BPJS
No |
Uraian
Tugas |
Beban
Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Ikut
melaksanakan visite ke ruangan ICU dan HCU serta melaksanakan pelayanan
farmasi untuk pasien sesuai Prosedur
Tetap Pelayanan Farmasi Rawat Inap dan Pelayanan Obat Emergency. |
8 pasien / hari |
5 menit / pasien |
40 menit |
2. |
Mencatat
pemakaian Obat dan Alkes Habis Pakai Askes pada Kartu Instruksi Obat (KIO). |
8 KIO / hari |
3
menit / KIO |
24 menit |
3. |
Menyiapkan
obat dan alkes habis pakai untuk satu hari pemakaian |
8 resep / hari |
7 menit / resep |
56
menit |
4. |
Menyerahkan
obat dan alkes habis pakai kepada perawat ruangan beserta CPO untuk pasien
BPJS dan buku tanda terima untuk pasien umum |
|
|
7
menit |
5. |
Melaksanakan
entry kartu KIO bagi pasien BPJS KU,Neonatus dan OB yang telah pulang dan telah ditanda tangani
oleh Kepala Ruangan untuk dibuatkan klaim bulanannya. |
5
pasien / hari |
4
menit / pasien |
20
menit |
6. |
Melaksanakan
Entry Kartu Instruksi Obat (KIO) bagi pasien UMUM |
3
pasien/ hari |
4
menit/ pasien |
12
menit |
7 |
Membuat
catatan harian pengeluaran obat BPJS untuk pasien ICU dan HCU serta membuat
laporan bulanannya ICU dan HCU setiap hari dan berkoordinasi dengan petugas
SIMRS untuk dibuatkan klaimnya. |
1 |
20
menit |
20
menit |
8 |
Melaksanakan
pengisian kartu stok dan pemeriksaan stok harian alkes habis pakai apotek
rawat inap dan membuat laporan bulanannya |
1 |
30
menit |
30
menit |
9 |
Melaksanakan
pencatatan dan pemeriksaan obat emergency ruangan neurologi serta melengkapi
stok obat emergency bila ada kekurangan sesuai protap pengelolaan obat
emergency |
1 |
30
menit |
30
menit |
|
|
|
|
239 menit |
Kebutuhan :
300 menit
(Dibulatkan
menjadi 1 orang)
64.291 menit x 1 orang = 0,796
80.700 menit
(Dibulatkan menjadi 1 orang).
Perhitungan
Jumlah
Kebutuhan SDM Apotek Rawat Jalan
v
Perhitungan
Jumlah Apoteker Apotek Rawat Jalan
No |
Uraian Kegiatan |
Beban Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Mengawasi dan melaksanakan pelayanan Farmasi di Apotik Rawat Jalan |
62
pasien / hari |
1
menit / pasien |
62
menit |
2. |
Mengawasi Kegiatan Pencatatan
dan Pelaporan Apotik Rawat Jalan |
62
pasien /
hari |
1
menit |
62
menit |
3. |
Memantau Persediaan Obat dan
Alat kesehatan Habis Pakai Umum dan BPJS Rawat Jalan setiap hari melalui SIM
RS. |
|
|
60
menit |
4. |
Membuat daftar dinas petugas
Apotek Rawat Jalan. |
|
|
20
menit |
5. |
Menyusun laporan bulanan
persediaan dan kegiatan pelayanan di apotek rawat jalan |
|
|
60
menit |
6. |
Mengkaji resep dimulai dari
seleksi persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis |
62
pasien/hari |
4
menit / pasien |
248
menit |
7. |
Menyerahkan perbekalan farmasi
kepada pasien disertai dengan pemberian informasi pasif |
62
pasien/hari |
3
menit/pasien |
186
menit |
8. |
Memberikan solusi atas keluhan
yang berkaitan dengan penggunaan sehingga tujuan terapi tercapai |
2
pasien/hari |
2
menit/pasien |
4
menit |
9. |
Jumlah obat yang diberikan
tepat untuk pasien yang tepat, sesuai dengan yang diminta dalam resep |
|
|
62
menit |
∑WPT |
764
menit |
Kebutuhan:
(Dibulatkan menjadi 3
orang).
Berdasarkan waktu 1 tahun = 764 menit/hari x 269 hari = 205.516
menit/tahun
(Dibulatkan menjadi 3 orang)
v Perhitungan Jumlah
Kebutuhan SDM Asisten Apoteker BPJS
dan Umum Rawat Jalan
No |
Uraian tugas |
Beban tugas |
SKR |
WPT |
1 |
Melaksanakan pelayanan farmasi
untuk pasien BPJS poliklinik pada pagi hari, IGD sesuai dengan protap
pelayanan |
62 resep |
7,98 menit/ resep non racikan dan
36,93 menit untuk resep racikan
perbandingan resep non racikan dengan resep racikan 1:5 |
Resep non racikan 62 x 8,0 menit =
494,76 menit sedangkan resep racikan 7 x 36,93 menit 258,51 menit jadi total waktu 753,27 menit |
2 |
Mengawasi stok harian serta
menyusun permintaan obat umum dan BPJS
habis pakai ke gudang farmasi |
|
30 menit |
30 menit |
3 |
Merapikan penyimpanan Obat dan
Alkes habis pakai sebelum dan setelah pelayanan |
|
30 menit |
30 menit |
4 |
Mengkoordinir dan melaksanakan
pengisian kartu stok |
150 |
1 menit/kartu stok |
150 menit |
∑WPT |
963,27 menit |
Kebutuhan:
(Dibulatkan
menjadi 3 orang)
Berdasarkan
waktu 1 tahun = 963,27 menit/hari x 269
hari = 259.119.63 menit/tahun
(Dibulatkan menjadi 3 orang).
v Perhitungan Jumlah
Kebutuhan SDM Administrasi Apotek Rawat Jalan
No |
Uraian
Tugas |
Beban
Tugas |
SKR |
WPT |
1. |
Melaksanakan entry data resep
umum dan DO Bill pada shift pagi |
62 resep |
3 resep/ menit |
186 menit |
2. |
Memprint Rekap Bulanan
Penjualan Apotek Rawat Jalan Umum |
|
5 menit |
5 menit |
3. |
Membukukan pengeluaran obat
harian |
|
20 menit |
20 menit |
4. |
Melaksanakan entry mutasi obat
dari apotik BPJS atau UMUM |
10 |
3 menit |
30 menit |
5. |
Membukukan faktur Obat Umum
dari setiap obat yang masuk ke Apotik Rawat Jalan dalam buku faktur. |
|
|
20 menit |
6. |
Membuat daftar harga Obat dari
setiap faktur obat yang baru masuk sekaligus memeriksa / mencek daftar harga
obat yang lama. |
|
|
30 menit |
∑WPT |
291 menit |
Kebutuhan
:
(Dibulatkanmenjadi 1 orang)
Berdasarkan waktu 1 tahun = 291 menit/hari x 269 hari = 78.279 menit/tahun
(Dibulatkan menjadi 1 orang).
4.
Perhitungan
Jumlah Kebutuhan SDM Apoteker Gudang Farmasi, Produksi dan
Sterilisasi
No |
Uraian tugas |
Beban tugas |
SKR |
WPT |
1 |
Melakukan pelayanan PF/bulan yang
meliputi kegiatan: Mengkaji permintaan PF dari ruang
rawat |
1 |
30 menit |
30 menit |
2 |
Pengolahan data :Verifikasi data
pendistribusian, input dan validasi data pendistribusian per item |
1 |
120 menit |
120 menit |
3. |
Membuat rencana kegiatan produksi
untuk periode waktu tertentu |
1 |
120 menit |
120 menit |
∑WPT |
270 menit |
Kebutuhan :
Berdasarkan waktu 1 tahun = 270 menit/hari
x 269
hari = 72,630
menit/tahun
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil perhitungan dengan metode WISN diperoleh :
No |
Jabatan |
Perhitungan
SDM (Orang) |
SDM Yang Ada
(Orang) |
Keterangan |
1 |
Apoteker Rawat Inap A |
2 |
2 |
Sudah
Sesuai |
2 |
Asisten Apoteker Rawat Inap A (Bangsal Anak) |
2 |
2 |
Sudah Sesuai |
3 |
Asisten Apoteker Rawat Inap A (Bangsal Neurologi) |
1 |
1 |
Sudah Sesuai |
4 |
Asisten Apoteker Rawat Inap A (Bangsal Interne) |
1 |
1 |
Sudah Sesuai |
5 |
Asisten Apoteker Rawat Inap A (Bagian ICU + HCU,
Petugas Entri dan Klaim BPJS) |
1 |
1 |
Sudah Sesuai |
6 |
Apoteker Apotek Rawat Jalan |
3 |
1 |
Kurang |
7 |
Administrasi |
1 |
1 |
Sudah Sesuai |
8 |
Asisten Apoteker Apotek Rawat Jalan |
3 |
8 |
|
9 |
Apoteker Gudang Farmasi dan Produksi |
1 |
1 |
Sudah Sesuai |
4.2 Saran
RSSN Bukittinggi diharapkan untuk mencukupi kebutuhan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian sesuai dengan Permenkes No 56 Tahun 2014, dan diharapkan apoteker di apotek rawat inap A ditambah karena berdasarkan perhitungan jumlah bed dan jika dihitung berdasarkan jam kerja dengan metode WISN maka apoteker kurang 2 orang dan diharapkan apoteker di apotek rawat jalan ditambah karena berdasarkan perhitungan jumlah bed dan jika dihitung berdasarkan jam kerja dengan metode WISN maka apoteker kurang 2 orang..
DAFTAR
PUSTAKA
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/x/2004 Tentang “Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit”
Kemenkes
RI, 2016, Permenkes 72 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes
RI. 2009. Keputusan menteri kesehatan
Republik Indonsia Nomor 51/MENKES/SK/I/2009 tentang Tenaga Kefarmasian. Jakarta
: Kemenkes RI.
Keputusan
Mentri. Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Jakarta : Depkes RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Nomor 81, Pedoman Penyususnan Perencanaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014,
Nomor 56, Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Jakarta
Siregar,
C.J.P., Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah
Sakit Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Wijaya,
Hendi. 2012, Analisis Pelaksanaan Standar
Pelayanan Minimal (Spm) Rumah Sakit Bidang Farmasi Di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Tugu Ibu Tahun 2012, Thesis, Fakultas Kesehatan
Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok.
World
Health Organization. The World Medicine Situation 2011 3ed. Rational Use of
Medicine. Geneva, 2011.