MAKALAH
FARMAKOTERAPI
“
TUBERCOLOSIS DAN DEMAM BERDARAH DENGUE”
OLEH :
KELOMPOK
8
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
farmakoterapi yang berjudul “Tuberculosis dan Demam Berdarah”
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
proses pembuatannya. Untuk itu, tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatannya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun dari segi
lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca untuk memberi saran dan kritik kepada
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah yang
berjudul “Tuberculosis dan Demam Berdarah” dapat diambil hikmah dan
manfaatnya. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.
Padang, Oktober 2017
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
Tubercolosis
(TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis) yang mampu menginfeksi
secara laten ataupun progresif. Sedangkan demam
berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue (DEN), yang terdiri
dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, dan DEN 4. Sedangkan vektor dari
infeksi ini adalah nyamu kAedes, terutama Aedes aegypti.
Penyakit TBC dan Demam Berdarah merupakan bagian dari
9 penyakit berbahaya di dunia. TBC berada pada peringkat ke-8 sedangkan Demam
Berdarah pada peringkat ke-9. Untuk penyakit TBC berdasarkan laporan
penanggulangan global TBC yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004,
angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000
penduduk), dan 46% di antaranya diperkirakan kasus baru. Sedangkan pada demam
berdarah diperkirakan 500.000 pasien DBD membutuhkan perawatan di rumah sakit
dalam setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di
Indonesia pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian sebesar 41,3 %). Penyakit DBD masih
merupakan masalah kesehatan dari tahun ke tahun karena masih banyak daerah yang
endemik di Indonesia. Sampai dengan tahun 2013 Penyakit DBD telah tersebar di
33 provinsi di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota (88%). Sedangkan untuk TBC, 2 milyar orang terifeksi
dan 2-3 juta orang meninggal setiap tahunnya. Indonesia menepaati urutan ketiga
dalam jumlah penderita tuberculosis terbesar setelah India dan Cina.
Berdasarkan kenyataan ini, maka pada makalah ini akan
dibahas mengenai farmakoterapi dari penyakit tuberculosis dan demam berdarah.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Apa itu penyakit tuberculosis dan demam berdarah?
Serta bagaimana farmakoterapinya?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Mengetahui tentang penyakit
tuberculosis dan demam berdarah Serta farmakoterapinya.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
TUBERCULOSIS
I.
DESKRIPSI
PENYAKIT TUBERCULOSIS
a.
Definisi
Tubercolosis
(TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis) yang mampu menginfeksi
secara laten ataupun progresif.secara umum, 2 milyar orang terinfeksi dan 2-3 juta orang meninggal karena tuberculosis setiap tahun. Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penderita tuberculosis terbesar setelah India dan Cina. M.
Tuberculosis ditransmisikan dari orang ke orang melalui batuk dan bersin.
Kontak yang terlalu dekat dengan penderita TB akan memperbesar kemungkinan
penularan. HIV adalah faktor resiko yang paling penting untuk TB aktif, terutama pada umur sekitar 25-44 tahun. Penderita yang terinfeksi HIV dengan
infeksi tuberkulosis , akan berkembang menjadi penyakit yang aktif 100 kali
lebih besar dibandingkan dengan penderita yang tidak terinfeksi HIV.
b. Patofisiologi
Infeksi
primer di inisiasi oleh inplantasi organisme di alveolar melalui droplet nuklei
yang sangat kecil (1-5mm) untuk menghindari sel epithelia siliari dari saluran
pernafasan atas. Bila terimplantasi M.tuberculosis
melalui saluran nafas , mikroorganisme akan membelah diri dan dicerna oleh
makrofag pulmonea, dimana pembelahan diri akan terus berlangsung, walaupun lebih pelan. Nekrosis
jaringan dan klasifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional
dapat terjadi, menghasilkan pembentukan radiodense area menjadi komplek ghon.
Makrofag
yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang ditubuhi M. Tuberculosis yang padat seperti keju
(darah nekrotik) sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe
tertunda juga berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag
membentuk granuloma yang mengandung mikroorganisme. Keberhasilan dalam
mengham,bat pertumbuhan M. tuberculosis
membutuhkan aktivasi dari limfosit CD4 subset, yang dikenal sebagai Th-1 , yang
mengaktivasi makrofag melaluio sekresi dari interferon g.
Sekitar
90% pasien yang pernah menderita penyakit primer tidak memiliki manifestasi
klinis lain selain uji kulit yang positif dengan atau tanpa kombinasi dengan
adanya granuloma stabil yang diperoleh dari hasil radiografi. Sekitar 5% pasien
(biasanya anak-anak, orang tua atau penurunan sistem imun ) mengalami poenyakit
primer yang berkembang pada daerah infeksi primer. Biasanya lobus paling bawah..
dan lebih sering dengan diseliminasi., menyebabkan terjadinya infeksi
maningitis dan biasanya juga melibatklan lobus paru-paru paling atas. Sekitar
10% dari pasien mengalami reaktivasi , terjadi penyebaran organisme melalui
darah. Biasanya penyebaran organisme melalui darah menyebabkan pertumbuhan
cepat, penyebaran penyakit secara luas dan pembentukan granuloma yang dikenal
dengan granulosma yang dikenal sebagai tuberculosis miliari.
c. Manifetasi
klinis
1. Pasien
yang tidak terinfeksi HIV
Ø Manifestasi
klinis dari TB pulmoner tidak spesifik , indikasi hanya pada proses infeksi
yang berjalan dengan lambat (tabel 1)
Ø Pemeriksaan
fisik nonspesifik, dugaan perkembangan penyakit pulmoner.
Ø Manifestasi
klinis berhubungan dengan TB ekstrapulminar bervariasi tergantung pada organ
yang terlibat tetapi mengandung perkembangan yang lambat dari fungsi organ yang
lambat dari fungsi organ dengan demam
tingkat rendah dan sindom lainnya.
Tabel
1: manifestasi klinis tuberculosis
Ø Ciri-ciri
dan gejala
-
Pasien biasanya mengalami penurunan
berat badan, lemas, batuk, demam, dan keringat malam.
-
Hemofisis frank
Ø Pemeriksaan
fisik
Suara khas pada perkusi
dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang bergetar lebih sering diamati
pada auskultasi
Ø Pemeriksaan
labolatorium
Peningkatan pada perhitungan
sel darah putih dengan dominasi limfosit
Ø Radiografi
dada
-
Infiltrasi nodus pada daerah apikal
di lobus bagian atas dari bagian superior dari lobus paling bawah
-
Kavitasi yang menunjukkan kadar
udara-air sebagai tanda perkembangan infeksi
|
2. Pasien
yang terinfeksi HIV
Ø Manifestasi
klinis dari pasien dengan infeksi HIV yang memiliki TB berbeda dengan pasien
yang tidak terinfekasi HIV ( pada penderita AIDS , TB muncul dalam bentuk
primer yang berkembang, yang melibatkan daerah ekstrapulmoner , dan melibatkan
berbagai lobus paru).
Ø TB
pada pasian AIDS , sepertinya kurang terlibat dalam penyakit kavitari, yang
dihubungkan dengan uji kulit positif , atau dihubungkan dengan demam.
d. Kategori
penyakit tuberculosis
Kategori 1
1. Pasien
baru TB paru BTA positif
2. Pasien
TB paru BTA negatif foto toraks positif
3. Pasien
TB ekstra paru
Kategori 2
Paduan OAT (obat anti TB ) ini diberikan
untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya.
1. Pasien
kambuh
2. Pasien
gagal
3. Pasien
dengan pengobatan terputus
II.
TERAPI
a. Pendekatan
umum
Kategori 1 diobati dengan INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase intensif) setiap hari dan
selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan INH dan rifampisin 3 kali dalam
seminggu (2HRZE/4H3R3)
Kategori 2 diobat dengan INH, rifampisin,
pirazinamid, etambutol dan strreptomisin
selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan INH dan etambutol selama 5
bulan seminggu 3 kali ( 2HRZES/ HRZE / 5H3R3E3) .
Jika setelah dua bulan BTA masih positif,
fase intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE).
Tabel
2 : dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1
Berat badan (kg)
|
Tahap intensif tiap hari selama 56
hari RHZE (150/75/400/275)
|
Tahap lanjutan 3 kali seminggu
selama 16 minggu RH (150/150)
|
30-37
|
2 tablet 4KDT
|
2 tablet 2 KDT
|
38-54
|
3 tablet 4KDT
|
3 tablet 2 KDT
|
55-70
|
4 tablet 4KDT
|
4 tablet 2 KDT
|
>71
|
5 tablet 4KDT
|
5 tablet 2 KDT
|
Tabel 3 : : dosis untuk paduan OAT KDT
untuk kategori 2
Berat badan (kg)
|
Tahap intensif tiap hari RHZE
(150/75/400/275) + 5
|
Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150 /150) + E (275)
|
|
Selama 56 hari
|
Selama 28 hari
|
Selama 20 minggu
|
|
30-37
|
2 tab 4 KDT + 500 mg streptomisin inj
|
2 tablet 2 KDT
|
2 tab 2 DKD + 2 tab etambutol
|
39-54
|
3 tab 4 KDT + 750 mg streptomisin inj
|
3 tablet 2 KDT
|
3 tab 2 DKD + 3 tab etambutol
|
55-70
|
4 tab 4 KDT + 1000 mg streptomisin inj
|
4 tablet 2 KDT
|
4 tab 2 DKD + 4 tab etambutol
|
>71
|
5 tab 4 KDT + 1000 mg streptomisin inj
|
5 tablet 2 KDT
|
5 tab 2 DKD + 5 tab etambutol
|
Catatan :
untuk
pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan badan.
b. Mekanisme
Kerja Obat
Isoniazid bekerja dengan menghambat
sintesa asam mikolat, komponen terpenting pada dinding sel bakteri. Rifampisin
menghambat aktivitas RNA polimerase yang tergantung DNA pada sel sel yang
rentan. Pirazinamid adalah analog pirazin dari nikotinamid yang bersifat
bakteriostatik atau bakterisid terhadap Mycobacterium tuberculosis tergantung
pada dosis pemberian. Mekanisme kerja pirazinamid belum diketahui secara pasti.
Etambutol menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan kerusakan
pada metabolisme sel, menghambat multiplikasi, dan kematian sel. Streptomisin
adalah antibiotik bakterisid yang mempengaruhi sintesis protein. Etionamida
dapat bekerja sebagai bakteriostatik atau bakterisid tergantung pada
konsentrasi obat. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti tetapi etionamid
dapat menghambat sintesis peptida pada organisme yang rentan. Asam
aminosalisilat menghambat pembentukan asam folat atau menghambat pembentukan
komponen dinding sel, mikobaktin, dengan menurunkan pengambilan besi oleh M. Tuberculosis.
Rifapentin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan rifampisin.
c. Data
Farmakokinetik
Tabel 4 : Data farmakokinetik
dari obat TB
Obat
|
Ikatan protein (%)
|
T ½ (jam)
|
Metabolisme
|
Ekresi
|
Isoniazid
|
30
|
Bervariasi tergabtung
pada kecepatan asetilasi. Asetilator cepat memetabolisme obat 5-6 kali lebih
cepat dibandingkan asetilator lambat.
|
Asetilasi di hati
|
50-70% isoniazid
diekresikan dalam bentuk yang tidak berubah dan metabolitnya melalui ginjal
dalam waktu 24 jam.
|
Ripamfisin
|
75-80
|
3 jam setelah 600 mg
oral dan meningkat menjadi 5,1 jam setelah 900 mg oral . dengan pemberian
berulang, waktu paruh menurun jadi 2-3 jam.
|
deasetilasi
|
Eliminasi melalui
empedu dan urin.
|
Pirizinamid
|
50
|
9-10 jam
|
70% dari dosis oral
diekresikan melalui urin terutama filtrasi glomerulus.
|
|
Etambutol
|
10-20
|
Sekitar 20%
dimetabolisme dihati
|
Dalam bentuk tidak
dirubah sekitar 50% dalam urin, 8015% sebagai metabolit, dan 20-22% dalam
bentuk tidak dirubah di feses.
|
|
Streptomisin
|
Rendah
|
5-6 jam
|
||
Etionamida
|
30
|
2
|
Dalam bentuk aktif dan
non aktif
|
1% dalam bentuk bebas
urin.
|
Asam aminosalisilat
|
50-60
|
-
|
Asetilasi di hati
|
80% diekresikan melalui
urin dengahn 50% dalam bentuk terasetilasi.
|
kapreomisin
|
Tergantung pada
bersihan kreatinin
|
52% diekresikan melalui
urin.
|
||
rifapentin
|
97,7-93,2
|
13,19
|
Dihidrolisis oleh enzim
esterase membentuk 25-desasetil rifapentin yang aktif.
|
17% diekresikan melalui
urin dan 70% melalui fases.
|
d. Nama
obat TB
1. Isoniazid
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain, profilaksis.
Kontraindikasi :
penyakit hati yang aktif ; hipersensitivitas terhadap
Isoniazid.
Peringatan : gangguan fungsi hati (uji fungsi
hati); gangguan fungsi
ginjal; resiko efek samping meningkat pada
asetilator
lambat; epilepsi; riwayat psikosis; alkoholisme;
kehamilan dan menyusui ; porfiria.
Efek samping : mual, muntah, neuritis perifer,
neuritis optik, kejang,
episode psikosis , reaksi hipersensitivitas
seperti
eritema multiforme, demam, purpura,
agranulositosis;
hepatitis ( terutama pada usia lebih dari 35
tahun);
sindrom Si.Ee, pellagra, hiperglikemia dan
ginekomastia.
Sediaan beredar : INH generik, beniazid pembangunan,
decadoxin
harsen, INH CIBA novartis indonesia, inoxin
forte dexa
medica, pahadoxin phapros, pulmolin, pharos,
pyravit
I.P.N , yhuparin, pyrifort medifarma ,
suprazid
armoxindo.
2. Rifampisin
Indikasi : bruselosis, legionelosis,
infeksi berat staphyllococcus
dalam kombinasi dengan obat lain ,
tuberkulosis , lepra.
Kontraindikasi : penyakit hati aktif
Peringatan : kurangi dosis pada gangguan
fungsi hati ; lakukan
pemeriksaan uji fungsi hati dan menghitung
sel darah
pada pengobatan jangka panjang; gangguan
fungsi
ginjal ( jika dosis lebih dari 600 mg/hari),
kehamilan
dan menyusui.
Efek samping : gangguan saluran cerna meliputi mjual,
muntah,
anoreksia, diare , pada terapi intermiten
dapat terjadi
sindrom influenza, gangguan respirasi (nafas
pendek) ,
kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia,
gagal ginjal
akut, purpura trombositopenia,; gangguan
fungsi hati,
ikhterus, flusing, urtikaria, ruam, udem,
kelemahan
otot, miopati, leukopenia, eosinofilia,
gangguan
menstruasi, warna kemerahan pada urin, saliva
dan
cairan tubuh lainnya.; tromboflembitis pada
pemberian
infus jangka panjang.
Sediaan beredar :
rifamisin generik kombipak generik, inpirif tempo,
kalrifan kalbefarma, RIF armoxindo,
rifabiotik
bernofan, rifacin prafa, rifan dexa medica,
rifamec
mecosin, rifampin pharos, rifamtibi sanbe,
rimactane
novartis indonesia, rimactazid novartis
indonesia.
3. Pirizinamid
Indikasi : tuberkulosis dengan obat lain
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat, porfiria,
hipersensitivitas
terhadap pirizinamid
Peringatan : gangguan fungsi hati; gangguan
fungsu ginjal; diabetes,
pirai.
Efek samping : hepatotoksisitas, termasuk demam
anoreksia,
hepatomageli, ikterus, gagal hati; mual ,
muntah,
artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria.
Sediaan beredar : pyrazinamid generik, corsazinamide corsa,
pezeta
novartis indonesia, prazina armoxindo,
sanazet sanbe,
tibicel pembangunan.
4. Etambutol
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain.
Kontraindikasi :
anak dibawah 6 tahun , neuritis optik, gangguan visual.
Peringatan : turunkan dosis pada gangguan
fungsi ginjal, usia lanjut,
kehamilan, ingatkan pasien untuk melaporkan
gangguan penglihatan.
Efek samping : neuritis optik, buta warna merah /
hijau , neuritis perifer.
5. Streptomisin
( aminoglikosida)
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain.
Kintraindikasi : kehamilan, mistenia gravis
Peringatan : gangguan fungsi ginjal, bayi dan
usia lanjut, ( sesuaikan
dosis , awasi fungsi ginjal, pendengaran dan
vestibuler
dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan
jangka
panjang.
Efek samping : gangguan vesibuler dan pendengaran,
nefrotoksisitas,
hipomagnesemia, pada pemberian jangka panjang
kolitis karena antibiotik.
Sediaan beredar : streptomisina sulfat generik, streptomicyn
sulphate
meiji, meiji indonesia.
6. Sikloresin
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain.,
tuberkulosis yang resisten terhadap obat-obat
pilihan
pertama.
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal berat, epilepsi ,
depresi, ansietas
berat, keadaan psikotik, ketergantungan
alkohol,
porfiria.
Peringatan : hentikan atau kurangi dosis jika
muncul dermatitis
alergik atau gejala toksisitas pada SSP,
kurangi dosis
pada gangguan fungsi ginjal (hindari jika
parah),
monitor fungsi hematologi, ginjal dan hati,
kehamilan
dan menyusui.
Efek samping : terutama neurologis, termasuk sakit
kepala, pusing,
vertigo, mengantuk, tremor, kejang, psikosis,
depresi ,
ruam, anemia megaloblastik, perubahan pada
uji fungsi
hati.
Sediaan beredar : cycloserine meiji meiji indonesia
7. Etionamid
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain.
Kontraindikasi : hipersensitive terhadap etioonamid,
kerusakan hati
parah.
Peringatan : perlu dilakukan pengukuran SGOT
dan SGPT sebelum
dan selama penggunaan obat setiap
bulannya.
Memonitor kadar gula darah dan fungsi tiroid
secara
periodik.
Inrteraksi : etionamid berinteraksi dengan
isoniazid dan sikloserin.
Efek samping : depresi, pusing, konvulsi, nuritis
perifer, dan neuropati,
gangguan olfaktori, pandangan kabur, neuritis
optik,
sakit kepala, lemas, tremor, psikosis,
anoreksia, mual
dan muntah, diare, rasa logam, hepatitis ,
joundic,
stomatitis, hipertensi postural, kemerahan
pada kulit,
jerawat, alopesia, trombositopenia,
ginekomsastia,
impotensi, kesulitan dalam mengatur kadar
gula darah.
Sediaan beredar : trecator SC wyeth ayest
8. P-asam
aminosalisilat
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain.
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap p-asam
aminosalisilat ,
gangguan ginjla parah
Peringatan : timbulnya sindrom malabsorbsi,
menganggu
pembacaan AST dengan metode dye azoene dan
uji urin
kualitatif untuk keton, bilirubin,
urobilinogen atau
porfofilinogen , terbentuknya kristaluria
Interaksi : berinteraksi dengan isoniazid,
dioxin, dan vitamin B12
Efek samping : mual, muntah, diare, nyeri abdominal,
demam, erupsi
kulit, leukopenia agranulositosis,
trombositopenia,
jaundice, hepatitis, perikarditis,
hipoglikemia, neuritis
optik, enselopati, vaskulitis, dan reduksi
pada
protombine.
Sediaan beredar : paser jacobus pharm
9. Kapreomisin
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain yang
digunakan ketika obat tahap pertama tidak
efektif atau
tidak dapat digunakan karena toksisitas atau
resistensi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap kapreomisin
Peringatan : dapat menyebabkan hambatan pada
neuromuskuler
parsial dengan dosis IV besar, perlu
dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal , dan hipokalemia.
Pinteraksi : berinteraksi dengan
aminoglokosida dan obat
penghambat neuromuskular nondepolarisasi.
Efek samping : ototoksisitas, tinnitus, vertigo, nyeri, dan pendarahan
berlebihan pada daerah injeksi, abses steril,
leukositosis, leukopenia, oesinofilia,
abnormal pada
fungsi hati, urtikaria dan kemerahan kulit
makulopapular.
Sediaan beredar :
capstat sulfate dura
10. Rifapentin
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi
dengan obat lain.
Kontraindikasi : hipersinsitivitas terhadap ripamfisin
Peringatan : kurangi dosis pada gangguan
fungsi hati, lakukan
pemeriksaan uji fungsi hati dan hitung sel
darah pada
pengobatan jangka panjang. Gangguan fungsi
ginjal
(jika dosis lebih dari 600 mg/hari) ,
kehamilan dan
menyusui.
Interaksi : berinteraksi dengan menghambat
protease , obat-obat
yang simetabolisme oleh sitokrom P450 3A4 dan
P450
2C8/9 , kontrasepsi hormonal oral dan
sistemik
Efek samping : kemerahan, pyuria, proteinuria,
sedimen pada urin,
neutropenia,
limfopenia, hiperurikemia, dan
peningkatan SGOT dan SGPT.
Sediaan beredar : priftin aventis
e. Obat
TB dan Efeknya
Tabel
5. Obat TB dan efek yang terjadi
Obat
A
|
Obat B
|
Efek yang terjadi / deskripsi
|
isoniazid
|
Rifampisin
|
Terjadi pada hepatotoksisitas, jika
terjadi perubahan fungsi hati, hentikan salah satu atau keduanya.
|
isoniazid
|
asetaminofen
|
Hepatotoksisitas meningkat akibat
hambtan penguraian asetaminofen, kemungkinan isoniazid menginduksi enzim
oksidase P4550IIE1 pada hati dan ginjal sehingga metabolit hepatotoksik dari
asetaminofen meningkat,monitor toksisitas asetaminofen.
|
isoniazid
|
karbamazepin
|
Toksisitas INH naik akibat
penguraian menjadi metabolit toksik meningkat akibat induksi enzim oleh
karbamasepin dan toksisitas karbamazepin meningkat akibat penguraian
karbamazepin menurun akibat inhibisi enzim oleh isoniazid. Monitor fungsi
hati dan penyesuaian dosis.
|
Isoniazid
|
klorzoksazon
|
Konsentrasi plasma klorzoksazon
meningkat, efek meningkat, efek tak diinginkan meningkat, lakukan pengaturan
dosis.
|
Isoniazid
|
Disufiram
|
Terjadi perubahan koordinasi dan
perilaku, mekanisme tidak diketahui kemungkinan aktivitas dopaminergik
meningkat. Dosis disulfiram dikurangi atau dihentikan.
|
Isoniazid
|
Enfluram
|
Pada asetilator cepat, gagal ginjal
disebabkan oleh fluorida anorganik yang nefrotoksik. Monitor fungsi ginjal
pada pasien yang menerima kombinasi ini terurtama pada asetilator cepat.
|
Isoniazid
|
Hidantoin
|
Kadar serum hidantoin meningkat,
sehingga efek dan toksisitas hidantoin meningkat. Pada dosis terapeutik yang
umum , toksisitas fenitoin muncul signifikan pada asetilator lambat. Monitor
kadar serum hidantoin.
|
Isoniazid
|
ketokonazol
|
Manfaat terapeutik ketokonazol
mungkin attenuated, hindari penggunaan kombinasi. Monitor kadar serum
ketokonazol atau aktivitas antijamur.
|
Isoniazid
|
Teofilin
|
Isoniazid meningkatkan kadar plasma
teofilin, dan terjadi sedikiut penurunan eliminasi isoniazid, monitor dan
lakukan pengaturan dosis.
|
rifampisin
|
Asam amino salisilat, oral
|
Asam amino salisilat menurunkan
efek rifampisin, gunakan interval waktu 8-12 jam untuk masing-masing.
|
rifampisin
|
Halotan
|
Dilaporkan hepatotoksisitas dan
ensefalopati.
|
rifampisin
|
Antiaritmia (amiodaeron,
disopiramid,meksiletin,propafenon,kinidin,prokainamid).
|
Konsentrasi serum antiaritmia
menurun karena terjaid induksi CYPA4 oleh rifampisin. Monitot secara ketat
pada waktu mulai menggunakan dan menghentikan rifampisin
|
rifampisin
|
ACEinhibitor (enalaprin)
|
Efek farmakologi enalapril menurun
|
rifampisin
|
antikongulan
|
Rifampisin menurunkan efek
antikoangulan warfarin karena peningkatan metabolisme oleh enzim mikrosoma
hati, peningkatan dosis antikoangulan mungkin diperlukan, monitor parameter
koagulasi bila rifampisin dihentikan.
|
rifampisin
|
Golongan azol (flukonazol,
ketokonazol, itrakonazol)
|
Rifampisin dapat menginduksi
metabolisme antifungi golongan azol, ketokonazol dapat mempengaruhi absorpsi
rifampisin sehingga kadar serum rifampisin turun, monitor dan dilakukan
pengaturan dosis.
|
rifampisin
|
Barbiturat
|
Rifampisin dapat menstimulasi enzim
mikrosomal hati sehingga barbiturat cepat diuraikan, monitor status klinik
dan kadar plasma barbiturat, jika diperlukan tingkatkan dosis barbiturat.
|
rifampisin
|
Benzodiazepin
(diazepam,midazolam,triazolam)
|
Efek farmakologi diazepam,
midazolam, triazolam menurun karena peningjkatan metabolisme benzosiazepin,
monitor respon klinik benzodiazepin bila mulai menggunakan dan menghentikan
rifampisin.
|
rifampisin
|
Beta bloker (bisopropanolol,
metoprolol, propanolol)
|
Efek farmakologi bisopropanolol,
metoptolol, propanolol menurun karena peningkatan metabolisme hepatik oleh
enzim yang diinduksi rifampisin.
|
rifampisin
|
Buspiron
|
Konsentrasi plasma buspiron dan
efek farmakologi menurun karena metabolisme oleh CYP3A4 yang diinduksi
rifampisin, peningkatan dosis buspiron mungkin diperlukan.
|
rifampisin
|
kloramfenikol
|
Metabolisme kloramfenikol meningkat
karena induksi enzim mikrosomal hati oleh rifampisin.
|
rifampisin
|
Kontrasepsi oral
|
Mengurangi efikasi kontrasepsi
oral, dan kejadian abnormal pada menstruasi meningkat, selama menggunakan
rifampisin gunakan kontrasepsi cara lain.
|
rifampisin
|
kortikosteroid
|
Efek kortikosteroid menurun setelah
beberapa hari menggunakan rifampisin dan efek meningkat lagi setelah
dihentikan 2-3 minggu, hindari penggunaan bersamaan.
|
rifampisin
|
siklosporin
|
Efek imunosupresan siklosporin
menurun setelah 2 hari menggunakan rifampisin, setelah rifampisin dihenitan
1-3 minggu efek kembali. Hal ini terjadi karena terjadi induksi enzim
sitokrom P-450 intestinal. Diperlukan peningkatan dosis siklosporin.
|
rifampisin
|
Delavirdin
|
Rifampisin meningkatkan metabolisme
delavirdin karena induksi enzim sehingga konsentrasi dalam plasma menurun,
hindari penggunaan bersamaan.
|
rifampisin
|
Digoksin
|
Konsentrasi digoksin menurun pada
penggunaan bersamaan, mungkin diperlukan peniungkatan dosis digoksin.
|
rifampisin
|
Doksisiklin
|
Rifampisin dapat menurunkan
konsentrasi dan waktu paro doksisiklin yang memungkinkan turunnya efek
terapi, monitor respon klinik.
|
rifampisin
|
Estrogen
|
Rifampisin melemahkan efektivitas
estrogen dengan menginduksi enzim metabolisme, menurunkan AUC dan waktu paro,
gunakan metode kontrasepsi lain.
|
rifampisin
|
Fluorkinolon
|
Rifampisin mempercepat metavbolisme
fluorkinolon, diperlukan pengaturan dosis fluorkinolon.
|
rifampisin
|
haloiperidol
|
Rifampisin menurunkan konsentrasi
plasma dan keefektivan klinik haloperidol, pada penambahan atau penghentian
rifampisin monitor dengan hati-hati respon pasien. Jika diperlukan dosis
disesuaikan.
|
rifampisin
|
Hidantoin
|
Kadar serum hidantoin dapat menurun
karena rifampisin meningkatkan enzim metabolisme hepatik, monitor kadar serum
hidantoin dan amati pasien.
|
rifampisin
|
Isoniazid
|
Hepatoroksisitas meningkat bila
dibandingkan dengan penggunaan tunggal masing-masing, bila terjadi perubahan
pada fungsi hati hentikan salah satu atau keduanya.
|
rifampisin
|
Losartan
|
Rifampisin dapat meningkatkan
metabolisme losartan, amati respon klinik pasien pada waktu mulai atau
penghentian rifampisin.
|
rifampisin
|
Antibiotik makrolida
(klaritromisin)
|
Metabolisme rifampisin dapat
dihambat, sebaliknya metabolisme antibiotik makrolida dapat meningkat. Amati
efek samping yang meningkat dan penurunan respon terhadap antibiotik
makrolida.
|
rifampisin
|
Analgetik narkotik (metadon,
morfin)
|
Pasien dapat mengalami reaksi putus
obat. Rifampisin menstimulasi metabolisme metadon.
|
rifampisin
|
Nifedipin
|
Efek terapeutik nifedipin dapat
menurun. Monitor tekanan darah dan gejala angina. Sesuaikan dosis nifedipin
atau gunakan antihipertensi lain.
|
Rifampisin
|
ondansetron
|
Konsentrasi plasma ondansetron
dapat menurun. Gunakan antiemetik lain.
|
rifampisin
|
Progestin
|
rifampisin dapat meningkatkan laju
eliminasi progestin dalam kontrasepsi oral, hindari penggunaan bersama.
|
rifampisin
|
Inhibitor protease
(indinavir,nelfinavir,ritonavir)
|
Rifampisin dapat meningkatkan
metabolisme inhibitor protease dan inhibitor protease dan menurunkan
metabolisme rifampisin.
|
Rifampisin
|
Derivat kinin
|
Rifamipisin meningkatkan klirens
hepatik derivat kinin. Induksi enzim
tetap bertahan setelah beberapa hari penghentian rifampisin . untuk
memperoleh efek yang diinginkan harus ditingkatkan dosis derivat kinin. Penghentian
rifampisin dapat mengakibatkan tercapainya toksisitas derivat kinin, monitor
kadar serum derivat kinik EKG.
|
Rifampisin
|
Sulfasalazin
|
Konsentrasi plasma sulfapiridin
berkurang dalam penggunaan bersama antara sulfasalazin dan rifampisin. Hal
ini terjadi karena perubahan flora bakteri yang dapat mereduksi sulfasalazin
menjadi sulfapiridin dam mesalazin.
|
B.
DENGUE
DEMAN BERDARAH (DBD)
I.
DESKRIPSI
PENYAKIT DENGUE DEMAN BERDARAH (DBD)
a. Defenisi
Infeksi dengue adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus Dengue (DEN), yang terdiri dari empat serotipe yaitu DEN
1, DEN 2, dan DEN 4. Sedangkan vektor dari infeksi ini adalah nyamukAedes,
terutama Aedes aegypti.
b.
Klasifikasi
kasus dengue
Manifestasi klinis infeki dengue
bervariasi dari tanpa gejala, penyakit demam ringan yang spesisfik, demam
dengue (DD), atau bentuk yang lebih parah yakni Demam Berdarah dengue (DBD) dan
Dengue Syok Syndrome (DSS). Klasifikasi kasus dengue yang digunakan saat ini
adalah sebagai brikut:
c.
Patofisiologi deman
berdarah
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk terutana
aedes aegypti. Masa inkubasi virus dengue didalam tubuh manusia 4-10 hari. Setelah masuk kedalam tubuh manusia,
virus melakukan replikasi dalam sel makrofag dan membentuk kompleks
antigen-antibodi. Komplek
antigen-antibodi menyebabkan sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pemmbuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular keruang ekstravaskular, sehingga menyebabkan
keadaan hipovolemik dan syok. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang hingga lebih dari 30%, ditandai dengan adanya peningkatan kadar
hematokrit, dan penurunan kadar natrium.
Kompleks antigen antibodi juga
mmenyebabkan agregasi trombosit sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (
reticulo endthelial) dan terjadi tromsitopenia. Agregasi trombosit akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III dan engakibatkan terjadinya
koagulopati konsutif (KID= koagulasi intravaskular deseminata), yang ditandai
dengan peningkatan FDP ( fibrinogen degradation product) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan.
d. Patogenesis
Dibawah ini adalah fasenya.
1.
Fase demam
pada fase ini, pasien mengalami demam
tinggi secara tiba-tiba selama 2-7 hari, muka merah, nyeri/linu seluruh tubuh,
neri otot, nyeri sendi, sakit kepala, dan eritema pada kulit. Pasien juga dapat
mengalami anoreksia, mual, dan muntah. Masalah klinis yang mungkin timbul dalam
tahap ini adalah dehidrasi, dan pada anak-anak, demam tinggi dapat menyebabkan
gangguan syaraf dan kejang demam.
Pada fase ini sulit untuk membedakan
antara dea yang disebabkan infeksi dengue atau penyakit lain. Para klinisi
dapat menggunakan uji tourniquet, dimana hasil uji tourniquet positif menunjukkan kemungkinan demam karena infeksi
dengue lebih besar. Selain itu pada fase ini tingkat keparahan penyakit sulit
untuk dibedakan.
2. Fase kritis
Fase
ini biasanya ditandai dengan penurunan suhu menjadi 37,5-38 derajat celcius
atau kurang, dan akan terus bertahan dibawah temperatur diatas. Pasien dalam
tahap ini memmpunyai resiko tertinggi terhadap segala manisfestasi klinis
akibat kebocoran plasma dan perlu dimonitor dengan seksama. Terapi yang tepat
untuk mengganti kekurangan cairan dan mmenstabilkan volume intravaskular sangat
penting. Kebocoran plasma yang signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam.
Sebelum
terjadinya kebocoran plasma, leukopenia biasnya diikuti dengan penurunan cepat
jumlah platelet. Pada saat fase kritis atau fase dimana terjadi kebocoran
plasma ini, beberapa indikator seperti penurunan suhu, peningkatan hematokrit
(peningkatan ≥ 20% dari baseline), trombositopenia (≤100.00 sel/mm3),
hipokolesterolemia, hipoalbuminemia, efusi pleura pada tampakan sinar x, adanya
asites dapat ditemmukan. Monitoring yang diperlukan untuk pasien dengan
kebocoran plasma mencakup seluruh parameter hemodinamik yang berkaitan dengan
kompensasi syok, contohnya: takikardia yang tidak diikuti adanya demam, denyut
nadi yang lemah, ekstremmitas terasa dingin, narrowing pulse ( tekanan darah
sistol-tekanan darah diastol < 20mmhg), penundaan pengisian pembuluh darah
kapiler/ capillary refill time (> 2 detik) dan oligouria. Syok dapat terajdi
terutama pada psien yang kehilangan banyak cairan dan dikategorikan sebagi DSS.
Syok yang lama dapat menyebabkan kerusakan organ, asidosis metabolik dan
penyebaran penggumpalan darah intravaskular, yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian.
3. Fase reabsorbsi
Tahap
ini dimulai jika pasien daoat bertahan dari fase kritis. Pada fase ini
kebocaran plasma berhenti dan cairan dari intravaskular diserap kembali,
kondisi pasien meningkat, nafsu makan berangsur-angsur kembali normal, gangguan
gastrointestinal membaik dan tanda vital mulai stabil seperti tekanan nadi
mulai melebar, denyut nadi menguat, hematokrit kembali normal, dan adanya
peningkatan pengeluaran urin.
Pasien
juga dapat mengalami ruam yang cukup khas. Masalah klinis yang berhubungan
dengan fase ini biasanya terkait dengan manajemen cairan intravena.
Hiporvelemia atau fluid oveload dapat terjadi jika cairan IV yang diberikan
terlalu banyak atau waktu pemmberiannya terlalu panjang.
e.
Manifestasi
klinis
Ø Demam
tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik ( saddle back fever)
Ø Nyeri
kepala berat
Ø Nyeri
belakang bola mata
Ø Nyeri
otot, tulang, atau sendi
Ø Mual,
muntah
Ø Timbulnya
ruam yang terbentuk makulopapular, ruam merah halus, petekia
Tanda –
tanda berbahaya
Ø Nyeri
perut
Ø Muntah
yang menetap/terus menerus
Ø Akumulasi
cairan
Ø Perdarahan
mukosa (mimisan, perdarahan gusi)
Ø Letargi
dan restlessness
Ø Pembesaran
hati > 2 cm
Ø Peningkatan
hematokrit yang disertai dengan penurunan jumlah platelat yang cepat
Kriteria dengue berat
Ø Syok
(DSS)
Ø Akumulasi
cairan
Ø Perdarahan
hebat
Ø Peningkatan
nilai AST ( aspartate aminotrasnferase) atau ALT ( alanine aminotransferase )
≥1000
Ø Gangguan
kesadaran
Ø Gangguan
fungsi organ jantung dan organ hati.
II.
TERAPI
a. Tujuan
Terapi
Pengobatan DBD bersifat simtomatik dan
suporatif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan perdarahan.
b. Pendekatan
Umum
1. Terapi
Non Framakologi
Pada
Fase Demam pasien dianjurkan :
Ø Istirahat
di tempat tidur,selama masih demam
Ø Pemberiaan
cairan dan elektrolit per oral, jus buah, air the manis, sirup, susu, disamping
air putih, serta oralit dianjurkan paling sedikit diberikan 5 gelas per hari
selama 2 hari.
2. Terapi
Farmakologi
Pada fase demam, untuk menurunkan suhu
menjadi < 39 0C, diberikan obat antipiretik parasetamol,
Asetosal/salisilat dan ibuprofen tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis.
Ada 3 kategori pasien :
a. Grup
A-pasien rawat jalan
Pasien
yang dapat menerima sejumlah cairan oral dan dapat mengeluarkan urin sedikitnya setiap 6 jam,
dan tidak ada tanda-tanda bahaya lain selain demam.
b. Grup
B-pasien rawat inap
Pasien dengan kondisi khusus, misalnya
kehamilan, anak-anak, orang tua, obesitas, diabetes mellitus, gagal ginjal,
penyakit hemolitik kronis dan atau pasien dengan tanda-tanda bahaya demam
berdarah dengue yang memerlukan observasi ketat.
c. Grup
C-Pasien rawat inap, ICU
Pasien yang berada dalam fase kritis,
yaitu pasien dengan kebocoran plasma hebat yang mengarah ke keadaan syok dan
atau penumpukan cairan yang mengganggu pernafasan, perdarahan hebat , gangguan
organ (kerusajkan hati, gangguan fungsi ginjal, kardiomiopati, ensefalopati
atau ensefalitis)
Terapi Berdasarkan Kategori Pasien
1. Terapi
untuk Grup A
Ø Asupan
cairan dan rehidrasi oral, jus buah, dan larutan yang mengandung elektrolit dan
gula untuk mengganti kehilangan cairan akibat demam dan muntah sedikitnya 5
gelas per hari.(Hati-hati pemberian larutan yang mengandung gula pada pasien
diabetes mellitus).Hanya minum air putih sebagai pengganti cairan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Ø Pemberian
parasetamol setiap 6 jam (dosis makasimum 4 gram per hari) dan kompres apabila
diperlukan.Hindari pemberian aspirin, ibuprofen atau obat AINS lain karena
obat-obat tersebut dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Aspirin juga
dapat menyebabkan Reye’s Syndrome pada anak-anak.
Konselingakan kepada pasien dan
keluarganya untuk segera membawa pasien ke rumah sakit apabila dijumpai
tanda-tanda bahaya, seperti tidak ada perbaikan klinis, tanda-tanda klinis
memburuk, sesak nafas, tangan dan kaki pucat dan atau dingin , nyeri perut ,
muntah yang menetap / terus menerus , tangan dan kaki dingin , ngantuk,
perdarahan dam tidak berkemih setiap 4-6 jam.
2. Terapi
untuk Grup B
Ø Pemberian
laruatan isotonis seperti Nacl 0,9 %,
Ringer laktak,atau larutan Hartamann denagn laju infuse mulai dengan 5-7 ml/kg/jam
untuk 1-2 jam kemudian dikurangi hingga 3-5 ml/kg.jam selama 2-4 jam , dan
kemudian dikuramgi menjadi perfusi cairan dan ditandai dengan dengan
pengeluaran urin 0,5 ml/kg/jam atau penurunan nilai hematokrit. Cairan
intravenan biasanya diperlukan pada 24-48 jam.
` Tabel
6 : Laju Terapi Cairan Pasien Berat Badan Berlebih dan Obesitas
Perkiraan berat badan ideal (kg)
|
Laju Infus pasien obese menurut
perhitungan laju infus 2-3 ml/kg/jam (ml/jam)
|
5
|
10-15
|
10
|
20-30
|
15
|
30-45
|
20
|
40-50
|
25
|
50-75
|
30
|
60-90
|
35
|
70-105
|
40
|
80-120
|
50
|
100-150
|
Pasien dengan tanda-tanda bahaya harus
dimonitor hingga fase kritis terlewati.Parameter yang harus dimonitor ,anatara
lain :
Ø Tanda-
tanda vital dan perfusi perifer setiap 1-4 jam hingga pasien melewati fase
kritis .
Ø Volume
pengeluaran urin setiap 4-6 jam
Ø Hematokrit,
sebelum terapi cairan dan setiap 6-12 jam sesudahnya .
Ø Jumalah
platelet
Ø Kadar
gula darah
Ø Fungsi
organ, misalnya profil ginjal, profil hati, profil koagulasi,, jika
diindikasikan.
Target resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki
perfusi sentral dan prifer, yang ditandai dengan :
Ø Penurunan
takikardia
Ø Tekanan
darah menjadi normal
Ø Nadi
normal
Ø Ujung
jari dan telapak kaki hangat dan berwarna merah muda
Ø Capillary refill time
< 2 detik
Ø Pengeluaran
urin ≥ 0,5 ml/kg/jam
Ø Perbaikan
kondisi asidosis metaboliK
3. Terapi
untuk Grup C
Kehilangan
cairan harus segera diganti dengan larutan krisataloid isotonis atau pada
kondisi syok hipotensi diberikan larutan koloid. Transfusi darah hanya
diberikan apabila terjadi perdarahan hebat. Parameter yang harus dimonitor dan
target resusitasi cairan sama seperti parameter dan target yabg tertera untuk
grup B.
Terapi
Syok
Mulai
resusitasi Cairan intravena bolus yamg pertama
dengan larutan kristaloid isotonis 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam.Kemudian
evaluasi kembali kondisi pasien (tanda-tanda vital, capillary refill time,
hematokrit, pengeluran urin). Jika kondisi pasien membaik:
Ø Laju
cairan intravena dikurangi bertahap menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dilanjutkan dengan laju 2-3 ml/kg/jam
dan tergantung pada status hemodinamik, laju cairan intaravena tersebut
dipertahankan hingga 24-48 jam. Jika tanda-tanda vital belum stabil (masih ada
tanda-tanda syok) periksa nilai hematotokrit.
Ø Jika
terjadi peningkatan hematokrit atau
nilai hematokrit atau nilai hemtokrit tinggi (>50%) maka diberikan cairan
intravena bolus yang kedua dengan larutan kristaloid isotonis 10- 20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika
ada perbaikan maka kurangi laju infus menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam.
Selanjutnya, jika kondisi pasien membaik, maka cairan intravena dikurangi
bertahap menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam , kemudian 3-5 ml/kg/jam selama
2-4 jam , dilanjutkan dengan laju 2-3 ml/kg/jam dan tergantung pada status
hemodinamik, laju cairan intravena tersebut diperthanakan hingga 24-48 jam.
Ø Jika
terjadi penurunan hemtokrit atau nilai hematokrit <40% pada anak-anak dan dewasa pria atau
<45 % pada dewasa wanita, maka diberikan tranfusi darah,.Penurunan nilai
hemtokrit ,mengindikasikan terjadinya perdarahan.
Terapi Syok Hipotensi
Pasien dengan syok hipotensi harus
diterapi dengan lebih serius. Mulai resusitasi cairan intravena bolus yang
pertama dengan larutan koloid atau kristaloid isotonis 20 ml/kg selama
15 menit untuk mengatasi kondisi syok secepat mungkin. Kemudian evaluasi
selama kondisi pasien (tanda vital , capillary refill time, hemtokrit,
penegluaran urin).
Jika kondisi pasien membaik, maka laju
cairan intravena dikurangi bertahap menjadi 10 ml/kg/jam selama 1jam , kemudian
5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dilanjutkan dengan
laju 2-3 ml/kg/jam dan tergantung pada status hemodinamik, laju cairan
intravena tersebut dapat dipertahankan hingga 24-48 jam.
Jika tanda-tanda vital belum satbil (masih
ada tanda-tanda syok) periksa nilai hematokrit.
Ø Jika
terjadi peningkatan hematokrit atau nilai hemtaokrit tinggi (> 50 %) maka
diberikan cairan intravena koloid dengan
larutan kristaloid isotonis dan laju infuse dikurangi betahap menjadi 5-7
ml/kg/jam selam 1-2 jam , kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dilanjutkan
dengan laju 2-3 ml/kg/jam, dan tergantung pada status hemodinamik, laju cairan
intravena tersebut dipertahankan hingga 24-48 jam.
Ø Jika
tidak ada perbaikan, nilai hematokrit tetap tinggi (>50%) maka diberikan
cairan intaraven bolus yang ketiga dengan larutan koloid 10-20 ml/kg selama 1-2
jam.Selanjutnya, jika kondisi pasien membaik, maka ganti cairan intravena
koloid dengan larutan kristaloid isotonis dan laju infuse dikurangi bertahap
menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam,
dilanjutkan dengan laju 2-3 ml/kg/jam, dan tergantung pada status hemodinamik,
laju cairan intravena tersebut dipertahankan hingga 24 jam.
Ø Jika
terjadi penurunan hematokrit atau nilai hemtokrit < 40% pada anak-anak dan pria dewasa pria
atau <45% pada dewasa wanita, maka diberikan transfuse darah.Penurunan nilai
hemtokarit mengindikasikan terjadinya perdarahan. Berikan transfuse darah sel
darah merah segar 5-10 ml/kg/ atau transfusi darah 10-20 ml/kg dengan laju yang
sesuai sambil memonitor kondisi klinis pasien.
Parameter yang harus
dimonitor untuk pasien dbd yang mengalami syok adalah:
Ø Tanda-tanda
vital dan perfusi perifer setiap 15-30 menit hingga kondisi syok pasien teratasi
kemudian setiap 1-2 jam. Perhatikan juga tanda-tanda fluid overload (sesak
napas, efusi pleura, peningkatan jugular venous pressure).
Ø Pengeluaran
urin setiap jam hingga kondisi syok teratasi kemudian setiap 4-6 jam .Target
pengeluaran urin adalah 0,5 ml/kg/jam.
Ø Hemtokrit
sebelum dan sesudah pemberian cairan
intravena bolus hingga kondisi pasien stabil kemudian setiap 4-6 jam.
Ø Kondisi
metabolik asidosis (arterial atau venous
blood gases, laktat, karbon dioksida
setiap 30 menit -1 jam hingga kondisi pasien stabil kemudian sesuai
indikasi.
Ø Kadar
glukosa darah sebelum resusitasi cairan dan diulang sesuai indikasi.
Ø Fungsi
organ, misalnya profil ginjal , profil hati, profil koagulasi, sebelum
resusitasi cairan dan diulang sesuai indikasi.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tubercolosis (TB) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten ataupun
progresif. Sedangkan demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue (DEN), yang terdiri dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, dan DEN 4.
Adapun penatalaksanaan farmakoterapi dari kedua penyakit ini tergantung dari
gejala yang ditimbulkan masing-masing.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan disebabkan keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diperlukan demi
penulisan yang lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro J, Talbert
R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey Ml, eds,. Pharmacotherapy:
APathophysiologic Approach, 6th ed, McGrawHill, United.
States
Dipiro, J., Talbert,
R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2008, Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, McGraw-Hill Medical
Publishing, New York.
Ganiswarna, S. G.,
Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Ascobat, P., Nafrialdi, Ganiswarna, V. H. S.,
dkk., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi
4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Sandina, D. 2011. 9 Penyakit Mematikan Mengenali Tanda &
Pengobatannya, Smart Pustaka. Yogyakarta : Smart Pustaka.
Sukandar, E. Y.,
Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. & Kusnandar,
2008, ISO Farmakoterapi, Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
www.depkes.go.id. Tentang infodatin2016
.