Tuesday, 2 April 2019

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT; FARMAKOEKONOMI


BABI  I
PENDAHULUAN
1.1         Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan pengunaan obat dalam perawatan kesehatan. Analisis farmakoekonomi menggambarkan dan menganalisa biaya obat untuk sistem perawatan kesehatan. Studi farmakoekonomi dirancang untuk menjamin bahwa bahan-bahan perawatan kesehatan digunakan paling efisien dan ekonomis (Vogenberg, 2001).
Farmakoekonomi di defenisikan juga sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik. Evaluasi farmakoekonomi memperkirakan harga dari produk atau pelayanan berdasarkan satu atau lebih sudut pandang (Vogenberg, 2001).
Farmakoekonomi (pharmacoeconomics) adalah suatu metode baru untuk mendapakan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat pendertita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome).
Biaya yang dimaksud efisien dan serendah mungkin maksudnya adalah biaya yang dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh (cost) dan bukan hanya dilihat dari biaya per item obat yang dikonsumsi pasien (price). Atau dengan kata lain, metode ini tidak hanya berhubungan dengan upaya mendapatkan biaya obat yang murah, tetapi juga berhubungan dengan efisiensi obat, efisiensi peralatan, penyediaan dan monitoring obat ataupun proses yang berhubungan dengan pemberian obat-obatan.

1.2         Ruang Lingkup Farmakoekonomi
   Ruang lingkup farmakoekonomi tidak hanya untuk para pembuat kebijakan di bidang kesehatan saja, tetapi juga bagi tenaga kesehatan, industri farmasi, perusahaan asuransi dan bahkan pasien, dengan kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Bagi pemerintah, farmakoekonomi sangat berguna dalam memutuskan apakah suatu obat layak dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi, serta membuat kebijakan-kebijakan strategis lain yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Contoh kebijakan terkait farmakoekonomi yang relatif baru diterapkan di Indonesia adalah penerapan kebijakan INA-DRG (Indonesia-Diagnosis Related Group) yang menyetarakan standar pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah.
            Hasil studi farmakoekonomi dapat berguna untuk industri farmasi dalam hal, antara lain penelitian dan pengembangan obat, strategi penetapan harga obat, serta strategi promosi dan pemasaran obat. Selain itu, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk memutuskan obat mana saja yang dapat dimasukkan atau dihapuskan dalam formularium rumah sakit, yang biasanya disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit.
      Farmakoekonomi juga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan pedoman terapi obat. Bagi tenaga kesehatan, farmakoekonomi berperan mewujudkan penggunaan obat yang rasional dengan membantu pengambilan keputusan klinik, mengingat penggunaan obat yang rasional tidak hanya mempertimbangkan aspek keamanan, khasiat, dan mutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi. Dengan memahami peranan farmakoekonomi dalam mengendalikan biaya pengobatan, sudah selayaknya farmakoekonomi dimanfaatkan dalam proses pengambilan kebijakan pelayanan kesehatan sehingga dapat tercapai hasil yang efisien dan ekonomis. Kesadaran akan terbatasnya sumber daya dalam upaya pelayanan kesehatan membuat kebutuhan akan farmakoekonomi menjadi semakin mendesak. 

1.3         Tujuan Farmakoekonomi ((Vogenberg, 2001).
Tujuan dari farmakoekonomi diantaranya membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan  pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan (treatment) yang berbeda untuk kondisi yang berbeda). Adapun prinsip farmakoekonomi yaitu, menetapkan masalah, identifikasi alternatif intervensi, menentukan hubungan antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat, identifikasi dan mengukur outcome dari alternatif intervensi, menilai biaya dan efektifias, dan langkah terakhir adalah interpretasi dan mengambil kesimpulan.
Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada RS pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Isilah-istilah yang Digunakan pada Farmakoekonomi
1.      Analisis Biaya (AB–cost analysis, CA) adalah metode atau cara untuk menghitung besarnya pengorbanan (biaya,cost) dalam unit moneter (rupiah), baik uang langsung (direct cost) maupun tidak (in direct cost, untuk mencapai tujuan,
2.      Analysis (kajian) biaya rumah sakit (ABS cost of illness evaluation, COI) dimaksudkan untuk memperkirakan biaya yang disebabkan oleh suatu penyakit pada sebuah pupolasi.
3.      Analysis effectivitas biaya (AEB cost effectiviness analysis, CEA) adalah teknik analisis ekonomi untuk membandingkan biaya dan hasil (outcomes) relatif dari dua atau lebih intervensi kesehatan. Pada EAB, hasil diukur dalam unit non-moneter, seperti jumlah kematian yang dicegah atau penurunan mmHg tekanan darah diastol.
4.      Analysis manfaat-biaya (AMB-cost-benefit analysis, CBA) adalah teknik untuk menghitung rasio antara biaya intervensi kesehatan dan manfaat (benefit) yang diperoleh, dimana outcome (manfaat) diukur dengan unit moneter (rupiah)
5.      Analysis minimalisasi-biaya (AmiB-cost-minimization analysis, CMA) adalah teknik analysis ekonomi untuk membandingkan dua pilihan, intervensi atau lebih yang memberikan hasil (outcome) kesehatan setara untuk mengidentifikasi pilihan yang menawarkan biaya lebih rendah.
6.      Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengukur ketidakpastian (uncertainty) dari berbagai data yang digunakan maupun dihasilkan dalam kajian farmakoekonomi.
7.      Analisis utilitas-biaya (AUB—cost-utility analysis, CUA) adalah teknik analisis ekonomi untuk menilai “utilitas (daya guna)” atau kepuasan atas kualitas hidup yang diperoleh dari suatu intervensi kesehatan. Kegunaan diukur dalam jumlah tahun dalam keadaan sehat sempurna, bebas dari kecacatan, yang dapat dinikmati umumnya diekspresikan dalam qualityadjusted life years (QALY), atau ‘jumlah tahun berkualitas yang disesuaikan’.
8.      Didominasi (dominated) adalah suatu obat (atau pelayanan kesehatan) yang menawarkan efektivitas (effectiveness) lebih rendah dan biayanya lebih tinggi sehingga secara signifikan memberikan efektivitas-biaya yang rendah.
9.      Dominan (dominant) adalah obat (atau pelayanan kesehatan) yang menawarkan efektivitas (effectiveness) lebih tinggi dengan biaya lebih rendah sehingga secara signifikan memberikan efektivitas-biaya yang tinggi.
10.  Efektivitas (effectiveness) mengacu pada kemampuan suatu intervensi kesehatan dari praktek klinis rutin dalam mencapai perbaikan kesehatan. Suatu intervensi kesehatan dikatakan efektif bila memberikan hasil yang diharapkan (expected outcomes).
11.  Efikasi (efficacy, kemanjuran) mengacu pada kemampuan suatu intervensi kesehatan, umumnya obat, di bawah kondisi optimal dalam menghasilkan perubahan yang menguntungkan atau efek terapetika yang diinginkan.
12.  Efisien (efficient) mengacu pada kecilnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
13.  Formularium adalah daftar obat dalam nama generik berdasarkan kelas terapi. Formularium disusun dengan memasukkan rentang obat yang mencukupi, yang memungkinkan dokter, dokter gigi, dan, kalau diizinkan oleh peraturan perundangundangan, praktisi lain untuk meresepkan obat yang sesuai dengan kondisi penyakit.
14.  Hasil (outcomes) pengobatan adalah hasil yang diperoleh dari suatu intervensi kesehatan sebaliknya, tidak dilakukannya intervensi kesehatan yang secara langsung mempengaruhi panjang usia (mortalitas) atau kualitas hidup seseorang, sekelompok orang, atau sebuah populasi.
15.  Intervensi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan (misalnya, melalui pemberian obat atau perawatan kesehatan) dan perilaku kesehatan yang baik seperti olahraga atau menghindari perilaku kesehatan yang buruk antara lain merokok, menggunakan obat-obatan terlarang, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.
16.  Jumlah tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKDquality- adjusted life years, QALY) adalah suatu hasil yang diharapkan dari suatu intervensi kesehatan yang terkait erat dengan besaran kualitas hidup. QALY dapat dikatakan sebagai jumlah tahun pertambahan usia dikalikan dengan kualitas hidup yang dapat dinikmati. Atau dengan kata lain, pertambahan usia (dalam tahun) sebagai hasil intervensi disesuaikan nilainya dengan kualitas hidup yang diperoleh.
17.  Kemauan untuk membayar (Willingness to pay, WTP), adalah suatu teknik untuk mengukur nilai manfaat kesehatan dengan secara langsung menunjukkan preferensi individual yang diwakili oleh populasi sampel dari masyarakat umum yang diminta menjawab pertanyaan berapa banyak mereka bersedia membayar untuk memperoleh manfaat atau menghindari halhal tertentu.
18.  Pengambilan kebijakan (decision-making) adalah prosespengambilan keputusan yang selektif secara intelektual ketika dihadapkan pada beberapa alternatif kompleks yang memiliki sejumlah variabel, dan biasanya menentukan arah tindakan atau ide.
19.  Penilaian teknologi kesehatan (PTK—health technology assessment, HTA) adalah metode kajian multidisipliner yang sistematik, transparan, tidak bias, dan berdasarkan bukti ilmiah kuat guna memberikan masukan (input) tentang implikasi medis, ekonomi, sosial, dan etis dari hal-hal yang terkait dengan pengembangan, difusi, dan penerapan teknologi kesehatan biasanya obat, alat kesehatan, atau prosedur klinis/ pembedahan. Bagi pembuat keputusan, PTK dimaksudkan untuk memberikan informasi objektif yang dapat digunakan dalam formulasi kebijakan kesehatan yang aman, efektif, terfokus pada pasien, dan memberikan nilai terbaik (best value for money).
20.  Penyesuaian nilai (discounting) adalah metode yang digunakan untuk menyesuaikan biaya dan manfaat di masa depan dengan nilai saat ini.
21.  Rasio inkremental efektivitas-biaya (RIEB—incremental costeffectiveness ratio, ICER) adalah suatu ukuran biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas-biaya.
22.  Tukaran (trade-off) adalah kondisi dimana perlunya dilakukan pemilihan antara intervensi/strategi yang tersedia, karena masing – masing intervensi/strategi memiliki biaya dan hasil pengobatan (outcome) yang sebanding.
23.  Utilitas (daya guna – utility), adalah tingkat kepuasan yang diperoleh pasien setelah mendapatkan suatu intervensi kesehatan, misalnya setelah mendapatkan pengobatan kanker atau penyakit jantung. Unit utilitas yang digunakan biasanya  adalah QALY (Quality-adjusted life years), atau JTKD.

2.2  Perspektif Penilaian
            Perspektif penilaian merupakan hal penting dalam Kajian Farmakoekonomi, karena perspektif yang dipilih menentukan komponen biaya yang harus disertakan. Seperti yang telah disampaikan, penilaian dalam kajian ini dapat dilakukan dari tiga perspektif yang berbeda, yaitu:
1.      Perspektif masyarakat (societal).
Sebagai contoh Kajian Farmakoekonomi yang mengambil perspektif masyarakat luas adalah penghitungan biaya intervensi kesehatan, seperti program penurunan konsumsi rokok, untuk memperkirakan potensi peningkatan produktivitas ekonomi (PDB, produk domestik bruto) atau penghematan biaya pelayanan kesehatan secara nasional dari intervensi kesehatan tersebut.
2.      Perspektif kelembagaan (institutional).
Contoh kajian farmakoekonomi yang terkait kelembagaan antara lain penghitungan efektivitas-biaya pengobatan untuk penyusunan Formularium Rumah Sakit. Contoh lain, di tingkat pusat, penghitungan AEB untuk penyusunan DOEN dan Formularium Nasional.
3.      Perspektif individu (individual perspective).
Salah satu contoh kajian farmakoekonomi dari perspektif individu adalah penghitungan biaya perawatan kesehatan untuk mencapai kualitas hidup tertentu sehingga pasien dapat menilai suatu intervensi kesehatan cukup bernilai atau tidak dibanding kebutuhan lainnya (termasuk hiburan).

2.3  Biaya Pelayanan Kesehatan
Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu:
a.       Biaya langsung medis (direct medical cost)
Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara lain pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping, pelayanan pencegahan dan penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).
b.      Biaya langsung nonmedis (direct nonmedical cost)
Biaya langsung nonmedis adalah biaya yang dikeluarkan pasien tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang diberikan pihak rumah sakit (Vogenberg, 2001).
c.       Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien, atau biaya yang hilang akibat waktu produktif yang hilang. Sebagai contoh pasien kehilangan pendapatan karena sakit yang berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah pada keluarganya, pendapatan berkurang karena kematian yang cepat (Vogenberg, 2001).
d.      Biaya tak terduga (Intangible cost)
Biaya tak terduga merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan, efek samping. Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang (Vogenberg, 2001).

2.4  Metoda Farmakoekonomi
Ada empat jenis metode farmakoekonomi yang telah dikenal yaitu: (Ahmad et al 2005).
Metoda  farmakoekonomi
Kriteria
Kekurangan
Kelebihan
Cost Effectiveness Analysis (CEA)
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter (rupiah). Efek dari salah satu pengobatan atau program kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan atau program kesehatan lainnya. Efek pengobatan dinyatakan dalam unit ilmiah atau indikator kesehatan lainnya
- Pengobatan atau program kesehatan yang dibandingkan harus memiliki hasil yang sama atau berkaitan
 - Pengobatan atau program kesehatan yang dibandingkan dapat diukur dengan unit kesehatan yang sama
Efek pengobatan tidah dinyatakan dalam nilai moneter
Cost Minimization Analysis (CMA)
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter (rupiah), efek dari pengobatan atau program kesehatan yang dibandingkan sama atau dianggap sama
- Jika Outcome yang diasumsikan sama ternyata memiliki outcome yang berbeda dapat menyebabkan hasil analisis yg tidak akurat dan tidak bernila
 - Kenaikan harga obat, penurunan daya beli pasien dan diskon tidak diperhitungkan
Metode farmakoekonomi paling sederhana
Cost Utility Analysis (CUA)
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter (rupiah). Efek dari salah satu pengobatan atau program kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan atau program kesehatan lainnya. Efek pengobatan dinyatakan dalam quality adjusted life years (QALY
Tidak adanya standarisasi, memicu inkonsistensian pada penyajian data
Satu-satunya metode farmakoekonomi yang memperhatikan kualitas hidup dalam metode analisisnya
Cost Benefit Analysis
Biaya dinyatakan dalam nilai moneter (rupiah). Efek dari salah satu pengobatan atau program kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan atau program kesehatan lainnya. Efek pengobatan dinyatakan dalam rupiah
- Sulitnya mengkonversi manfaat dari suatu pengobatan dalam nilai moneter
·                        - Sulitnya kenguantifikasi nilai kesehatan dan hidup manusia maka metode ini memicu kontroversi sehingga metode ini jarang dilakukan
Dapat digunakan untuk pembandingkan pengobatan yang tidak saling berhubungan dan outcome berbeda

Cost-Effectiveness Analysis
Istilah analisis Cost-Effectiveness mengacu kepada jenis evaluasi tertentu yang dimana manfaat (benefit) dari suatu pengobatan dapat diukur dalam bentuk unit ‘natural’ dan segala biaya (cost) yang dikeluarkan dapat diperhitungkan. Analisis Cost-Effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama. Aplikasi dari CEA misalnya dua obat atau lebih digunakan untuk mengobati suatu indikasi yang sama tetapi cost dan efikasi berbeda Contoh analisis Cost-Effectiveness dalam mengurangi gejala nyeri pada penderita reflux esofagitis yang parah, kita membandingkan biaya yang dikeluarkan antara penggunaan Proton Pump Inhibitor (PPI) dan H2 receptor blocker. Analisis jenis ini adalah analisis yang paling sering digunakan dalam analisis ekonomi, tetapi tidak dapat digunakan bila ingin membandingkan 2 jenis obat yang sangat berbeda dengan hasil yang diharapkan juga berbeda. Analisis cost-effectiveness mengkonversi cost dan benefit (efikasi) ke dalam rasio pada obat yang dibandingkan.

 Cost-Minimization Analysis
Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-minimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama.
Contoh dari analisis cost-minimization adalah terapi dengan antibiotika generik dengan paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah.
Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan toleransinya terhadap satu pasien. Ekivalen terapeutik harus direferensikan oleh peneliti dalam melaksanakan studi ini, yang mana harus dilampirkan sebelum cost minimisasi itu diterapkan. Oleh karena efikasi dan toleransi adalah sama, maka tidak diperlukan efikasi umum sebagai titik tolak pertimbangan (yang mana biasa sering dipakai dalam studi cost effectiveness). Peneliti disini boleh mengesampingkan harga/kesembuhan ataupun harga/tahun karena hal ini tidak begitu berpengaruh. Yang penting dalam studi cost minimisasi ini adalah menghitung semua harga termasuk penelitian dan penelusuran yang berhubungan dalam pengantaran intervensi terapeutik itu. Dan yang terpenting yang berelevan dengan sisi pandang farmakoekonomi.
Cost-Utility Analysis
Analisis Cost-Utility adalah tipe analisis yang mengukur manfaat dalam utility-beban lama hidup; menghitung biaya per utility; mengukur ratio untuk membandingkan diantara beberapa program. Analisis cost-utility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan setiap individu atau masyarakat. Seperti analisis cost-effectiveness, cost-utility analysis membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan. Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan hasilnya ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien
Cost utility adalah bentuk dari analisa ekonomi yang digunakan untuk membimbing keputusan sebelum tindakan penyembuhan. Cost utility ini diperkirakan antara rasio dari harga yang menyangkut intervensi kesehatan dan keuntungan yang dihasilkan dalam bagian itu yang dihitung dari jumlah orang yang hidup dengan kesehatan penuh sebagai hasil dari penyembuhannya. Hal ini menyebabkan cost utility dan cost effectiveness saling berhubungan dan timbal balik.

Cost-Benefit Analysis
        Pendekatan analisis dengan metode ini merupakan analisis yang paling sulit untuk diterapkan. Dimana pada sistem analisis ini menghendaki adanya perhitungan secara ekonomi terhadap benefit yang diperoleh dari suatu intervensi pengobatan, karenanya antara cost dan benefit dari suatu pengobatan harus ekuivalen dalam ukuran nilai uang. Analisis ini sangat bermanfaat pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah.
        Kekurangan dari analisis ini adalah pada analisis ini hal-hal yang termasuk dalam manfaat (benefit) yang tidak dapat dihitung dalam bentuk angka rupiah menjadi diabaikan, sementara hal-hal tersebut sering kali menjadi hal yang paling penting untuk pasien, contohnya berkuranganya kecemasan setelah terapi yang diberikan.
        Meskipun sulit dalam penerapannya, tetapi sistem analisis ini memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan untuk membandingkan cost dan benefit pada kondisi-kondisi yang berbeda. Cost benefit ini adalah perangkat ekonomi yang digunakan untuk menentukan keinginan atau preferensi akan dua jenis pilihan obat. Hal ini adalah menghitung kerelaan masyarakat dalalm membayar sejumlah uang demi mendapatkan efek atau keuntungan dari suatu intervensi.

2.5  Terminologi dalam Farmakoekonomi
            Dalam bidang farmakoekonomi terdapat beberapa terminologi yang penting untuk kita ketahui antara lain biaya (cost) dan harga (price). Biaya (Cost) adalah biaya yang dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh. Sedangkan harga (Price) yaitu biaya per item obat yang dikonsumsi pasien.
            Selain itu tedapat terminologi yang berkaitan dengan kegiatan dan evaluasi yang dilakukan dalam farmakoekonomi. Kegiatan dalam farmakoekonomi meliputi survei berdasarkan farmakoepidemologi, studi dan analisa, penggambaran trend/ prediksi/ model, kebijakan dan regulasi, pelaksanaan kebijakan dan regulasi, evaluasi, dan pengulangan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Action).

2.6  Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi
Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi
Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan farmakoekonomi antara lain:
  1. Memberikan pelayanan maksimal dengan biaya yang terjangkau.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut.
Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya.
  1. Angka kesembuhan meningkat. Angka kesehatan meningkat dan angka kematian menurun.
Terapi yang diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh terhadap pengobatan penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal maka pasien tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi obatnya. Dan sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat mengkonsumsi obatnya dan mengalami kesembuhan.
Selain itu ketepatan dokter dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau berdasarkan Evidense Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter hanya memberikan obat yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja penyakit pasien tidak sembuh dan harus kembali berobat dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar.
  1. Menghindari tuntutan dar pihak pasien dan asuransi terhadap dokter dan rumah sakit karena pengobatan yang mahal.
Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien, dokter, dan lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Seorang pasien menjadi semakin kritis dan ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan atau terapi serta pemeriksaan yang dilakukan. Apabila ada kesan kelalaian dokter dan pihak rumah sakit, pasien berhak mengajukan tuntutan ke pengadilan.
Apabila dokter telah memberikan obat-obat generik dengan harga yang murah dengan syarat memang tepat indikasi untuk penyakit pasien, dan rumah sakit selalu menyediakannya, maka dokter dan rumah sakit akan terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya pengobatan yang mahal.
Sedangkan kekurangan atau kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapan farmakoekonomi antara lain:
1. Untuk mendapatkan manfaat dari farmakoekonomi secara maksimal maka diperlukan edukasi yang baik bagi praktisi medik termasuk dokter maupun masyarakat. Dokter harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidence Based Medicine dari penyakit pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan harus ditingkatkan melalui pendidikan formal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal itu pasti bagus. Hal ini belum tentu karena obat yang rasional adalah obat yang murah tapi tepat untuk penyakitnya.
2. Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi obat-obat generik yang bermutu untuk digunakan alam pelayanan kesehatan baik tingkat pusat sampai kecamatan dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat non generik yang harganya jauh lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

BAB III
ANALISIS
3.1 Tahap Analisis
Dalam tahap pelaksanaan penerapan Kajian Farmakoekonomi, beberapa langkah pokok  harus diambil. Langkah-langkah dalam kajian ekonomi untuk program intervensi kesehatan atau pemilihan dan penggunaan obat tersebut adalah:
1. Identifikasi masalah dan menentukan tujuan
Pada tahap ini harus ditentukan masalah apa yang akan diatasi.
2. Identifikasi alternatif pemecahan masalah
Pada tahap ini ditentukan alternatif pengobatan apa yang akan digunakan. Untuk menentukan alternatif ini beberapa faktor yang harus diperhatikan termasuk jenis, dosis, formulasi, dan rute pemberian obat.
3. Identifikasi besarnya efektivitas pilihan pengobatan
Tim mendapatkan informasi tentang efektivitas dari literature uji klinik. Setiap jenis penyakit dan pengobatan dapat memiliki tingkat efektivitas yang berbeda. Salah satu cara untuk mendapatkan data/literatur tentang efektivitas obat tersebut adalah melalui produsen dari obat yang akan dikaji. Cara yang umum adalah dengan melakukan penelusuran literatur atau jurnal ilmiah melalui situs internet resmi yang ada.
4. Identifikasi biaya
Identifikasi biaya yang dikeluarkan untuk setiap pilihan pengobatan, termasuk biaya langsung dan tidak langsung serta biaya medis dan non-medis.
a. Biaya langsung,
Yaitu biaya yang dikeluarkan atau terkait langsung dengan hasil pengobatan yang dinikmati oleh pasien, antara lain terdiri dari:
- Biaya perawatan (cost of treatment).
Berdasarkan clinical pathway, biaya perawatan adalah biaya medis yang dikeluarkan selama dirawat-inap sesuai pola penyakit berdasarkan diagnosis-related group (DRG), misalnya biaya operasi, biaya obat, biaya kamar, dan biaya dokter.
- Di rumah sakit dan puskesmas, data tentang biaya ini dapat diambil dari tagihan yang dibayar oleh pasien atau penjamin/asuransi.
b. Biaya tidak langsung,
Yaitu biaya yang dikeluarkan pasien dalam tahapan pengobatan suatu penyakit atau terkait langsung dengan hasil pengobatan yang dinikmati pasien. Termasuk dalam komponen biaya ini adalah biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya tunggu, hilangnya produktivitas.
c. Biaya total akibat sakit (cost of illness, COI),
Yaitu biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh pasien, meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
5. Melakukan analisis minimalisasi-biaya (AMiB)
Yaitu jika obat (atau, lebih luas lagi, intervensi kesehatan) yang akan dibandingkan memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara - atau dapat diasumsikan setara. Contoh perhitungan AMiB dapat dilihat pada Tabel.
6. Melakukan analisis efektivitas-biaya (AEB)
Contoh dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sebelum melakukan AEB, beberapa tahap penghitungan harus dilakukan, yaitu:
a. Penghitungan rasio efektivitas-biaya rerata pengobatan (REB—average cost-effectiveness ratios, ACER)
b. Menetapkan posisi alternatif pengobatan dalam Tabel Efektivitas-Biaya atau Diagram Efektivitas-Biaya.
c. Melakukan perhitungan RIEB sesuai dengan posisi yang telah ditentukan.
7. Interpretasi Hasil
Obat yang didominasi oleh obat lain bukan merupakan alternative yang layak dipilih. Untuk alternatif obat yang memerlukan perhitungan RIEB, hasil perhitungan yang diperoleh merupakan gambaran besarnya biaya lebih yang harus dikeluarkan jika dilakukan pemindahan dari obat standar ke alternatif. Di sini, pemegang kebijakan harus mempertimbangkan apakah biaya lebih yang dikeluarkan sebanding dengan efektivitas yang diperoleh. Jika cukup sebanding, maka alternatif tersebut layak untuk dipertimbangkan. Sebaliknya, jika tidak, maka alternative pengganti tidak dipertimbangkan, dan yang akan dipilih tetap merupakan obat yang sudah standar.
Contoh Penerapan Kajian Farmakoekonomi
Untuk memudahkan dalam melakukan penerapan Kajian Farmakoekonomi, berikut ini disajikan beberapa contoh berdasarkan perspektif pasien.
-          Analisis Minimalisasi Biaya
Dapat dilihat contoh perhitungan AMiB di sebuah rumah sakit. Dibandingkan 2 (dua) jenis intervensi, yaitu pemberian onkoplatin inj IV  dengan dosis terbagi, dan onkoplatin inj IV dosis lengkap + antimual, memberikan efek yang sama.
Contoh perhitungan AMiB yang diberikan pada Tabel 3.1. sangat disederhanakan, tidak mengikutsertakan langkah-langkah awal. Pada contoh ini, langkah 1 sampai 4 dianggap telah cukup jelas sehingga tidak diuraikan. Contoh yang lebih terinci, langkah demi langkah, diberikan pada perhitungan AEB (Tabel 3.2.) dan perhitungan AUB (Tabel 3.3.).
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa pemberian onkoplatin inj IV dosis lengkap + antimual membutuhkan biaya yang lebih sedikit dibandingkan onkoplatin inj IV dengan dosis terbagi, sehingga intervensi ini yang dipilih untuk digunakan dalam pelayanan.

Contoh Perhitungan Analisis Minimalisasi-Biaya (AMiB)
 Skenario: Onkoplatin adalah agen kemoterapi yang relatif baru, diberikan secara intravena di suatu rumah sakit. Karena efek mual yang timbul pada kemoterapi ini, onkoplatin kerap diberikan menurut dua pilihan cara:
1. Pemberian dosis yang mestinya setiap bulan, dapat dibagi menjadi setiap 15 hari (2 x sebulan)
2. Pemberian dosis setiap bulan, tetapi dengan penambahan obat antimual
                 Efektivitas kedua cara pemberian adalah sama.
            Untuk mengetahui biaya pengobatan yang paling minimal di antara kedua cara pemberian tersebut, dilakukan analisis minimalisasi-biaya (AMiB).Dari analisis struktur biaya didapatkan hasil berikut:

Dari struktur biaya terlihat, biaya rerata onkoplatin relatif sama untuk kedua cara pemberian. Tetapi, pada kelompok onkoplatin dosis terbagi, tidak ada biaya antimual karena tidak diberikan antimual. Sebaliknya, pada pemberian dosis terbagi, biaya untuk jasa pemberian onkoplatin IV menjadi dua kali lipat dari pemberian dosis lengkap. Begitu pula biaya untuk jasa klinik dan kunjungan dokter, menjadi dua kali lipat. Dengan demikian, biaya total pemberian dosis lengkap dengan tambahan antimual lebih murah Rp880.000, atau 2,71%, dibanding pemberian onkoplatin dosis terbagi.

-       Analisis Efektivitas-Biaya
Berikut dapat dilihat contoh perhitungan AEB yang diambil dari kasus rawat jalan yang diadaptasi dari Rascati et al. Dibandingkan 3 (tiga) jenis intervensi dalam terapi asma, yaitu pemberian inhalasi kortikosteroid tunggal, pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid dengan obat A dan pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid dan obat B.

Contoh Perhitungan Analisis Efektivitas-Biaya (AEB)
Skenario:
Asma merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh bronkokonstriksi (penyempitan saluran nafas). Inhalasi kortikosteroid telah menjadi cara pengobatan rutin. Tetapi, pengobatan inhalasi kortikosteroid tunggal kadang tidak cukup efektif untuk mengontrol gejala asma. Dua pengobatan baru digunakan sebagai terapi penunjang, yaitu BreatheAgain® dan AsthmaBeGone®. Pada kasus ini akan dibandingkan efektivitas-biaya pengobatan dari:
1. Pemberian inhalasi kortikosteroid tunggal
2. Pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid + BreatheAgain®
3. Pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid + AsthmaBeGone®

-          Analisis Utilitas-Biaya
Berikut dapat dilihat contoh perhitungan AUB yang diambil dari kasus pengobatan kanker malignant melanoma stadium II di suatu Rumah Sakit. Dibandingkan 2 (dua) jenis intervensi, yaitu program A yang dilakukan tanpa uji skrining dan tanpa pemberian interferon, dengan program B yang dilakukan dengan uji skrining dan pemberian interferon. Contoh yang digunakan di sini pada prinsipnya hampir sama dengan contoh AEB, karena pada dasarnya AUB juga termasuk AEB, dimana hasil pengobatan (outcome) yang diperhitungkan adalah dalam bentuk QALY. Sehingga langkah analisis dan perhitungan yang dilakukan sama dengan langkah dan perhitungan yang dilakukan dalam AEB.

Contoh Perhitungan Analisis Utilitas-Biaya (AUB)
Skenario:
Guna mengendalikan biaya pelayanan kesehatan, coba dikembangkan program skrining dengan uji Sentinel lymph-node biopsy (SLN). Mereka yang ditemukan positif mikrometastase (terkena malignant melanoma stadium II) diberi pengobatan interferon.
Pada kasus ini akan dibandingkan utilitas-biaya dari:
1. Program A: Tanpa uji, tanpa interferon
2. Program B: Uji SLN, interferon untuk mereka yang positif
Lakukan analisis utilitas-biaya (AUB).

BAB IV
KESIMPULAN
1.      Farmakoekonomi (pharmacoeconomics) adalah suatu metoda baru untuk mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome).
2.      Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada Rumah Sakit pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminal mungkin.
3.      Manfaat  utama yang dapat diperoleh dengan menerapkan farmakoekonomi dalam setiap pengobatan yang dilakukan adalah meminimalkan biaya pengobatan serendah mungkin dari mulai terapi sampai sembuh dan terhindar dari tuntutan pihak asuransi karena pengobatan yang mahal.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A, Patel I, Parimilakrishnan S, Mohanta GP. The Role of Pharmacoeconomics in   Current Indian Healthcare System. J Res Pharm Pr. 2013;2(1):3–9.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi.            Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
Pedoman Penerapan Farmakoekonomi.2013.Kementrian Kesehatan Republik         Indonesia.Jakarta
Tjandrawinata RR. Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebjakan yang Berkaitan     dengan Obat-Obatan. MEDICINUS. 2016;29(1):46–52.
Vogenberg FR., 2001, Introduction to Applied Pharmacoeconomics, McGraw-Hill, USA