Monday 27 August 2018

MAKALAH TABLET


MAKALAH  TABLET



OLEH:
FATMA ZAHRA
1404045


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2018



KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  TABLET”.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu, tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatannya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca untuk memberi saran dan kritik kepada sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah yang berjudul “TABLET” dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Padang, Agustus 2018

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Teknologi farmasi berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu  pengetahuan  dan  tuntutan  dalam  pemenuhan  kesehatan.  Maka  diperlukan lebih banyak lagi studi teknik pembuatan sediaan obat. Diharapkan dengan studi ini akan didapatkan suatu produk yang lebih baik dan lebih efisien.
Tablet merupakan suatu sediaan farmasetis yang sangat digemari oleh masyarakat  karena  penggunaannya  yang  praktis. Beberapa keuntungan tablet  antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara pemakaiannya, 3) stabil dalam penyimpanan, 4) mudah dalam transportasi dan 5) dari segi ekonomi relatif murah dibanding dengan bentuk sediaan obat lainnya.
Tablet bisa digunakan untuk tujuan local ataupun sistemik. Cara pembuatan tablet bisa dilakukan secara granulasi basah, granulasi kering atau kempa langsung. Pada   umumnya   dalam   pembuatan   tablet   terdapat   zat   tambahan.   Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, dan bahan pelicin.
Tablet bisa digolongkan berdasarkan metode pembuatan, distribusi obat dalam tubuh serta jenis bahan penyalut. Tablet harus memenuhi persyaratan keseragaman ukuran, keseragaman bobot, memenuhi waktu hancur, memenuhi isi keseragaman zat berkhasiat serta memenuhi waktu larut. Dalam pembuatan tablet, juga terdapat berbagai macam kerusakan, seperti bending, sticking/piking, wishkering, splitting/capping, molting dan crumbling. Berdasarkan hal ini, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai tablet.

1.2  Rumusan Masalah
Apa itu tablet?

1.3  Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang tablet.

1.4  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat  penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi Penulis  mengetahui lebih dalam mengenai tablet dan sebagai bahan dalam tugas khusus              ujian sarjana.
2. Bagi mahasiswa dan masyarakat umumnya sebagai bahan bacaan dan penambah informasi                  mengenai tablet.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Tablet
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar yang digunakan untuk obat hewan besar (Syamsuni, 2006).

2.2.Tujuan Penggunaan Tablet
Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan local maupun sistemik (Anief, 2007)).
Pengobatan local misalnya:
1.  Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval. Digunakan sebagai antiinfeksi , antifungi, pengunaan hormon secara local.
2.   Lozanges, trochisci, digunakan untuk efek lokal dimulut   dan tenggorokan. Umumnya digunakan sebagai antiinfeksi.
Pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik , selain tablet biasa yang ditelan masuk perut terdapat pula yang lain seperti:
1.  Tablet bukal, digunakan dengan cara memasukkan diantara pipi dan gusi dalam rongga mulut , biasanya berisi hormone steroid, absorbsi terjadi melalui mokosa mulut masuk peredaran darah.
2.    Tablet sublingual, digunakan dengan dimasukkan dibawah lidah , biasanya berisi hormone steroid . absorbsi terjadi melalui mukosa masuk kepredaran darah. Tablet nitroglycerinum juga merupakan tablet sublingual karena cepat memberi efek pada jantung  dan bila melalui lambung akan rusak.
3.     Tablet implantasi, berupa pellet, bulat, oval atau pipih, steril dimasukkan secara implantasi kedalam kulit badan. Sedangkan tablet hipodermik dilarutkn dalam air steril untuk injeksi untuk disuntikkan dibawah kulit.

2.3.Komponen Tablet
1.      Zat aktif
2.      Zat pengisi (diluent)
Dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan saccarum lactis, amylum manihot, calcii phosphas, calcii carbonas dan zat lain yang cocok.
3.      Zat pengikat (binder)
Dimaksudkan agar tablet tidak retak atau pecah, dan dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilage gummi arabici 10-20%, solution methykcellulosa 5%.
4.      Zat penghancur (desintegran)
Dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah amylum manihot kering, gelatinum, agar-agar, dan natrium alginate.
5.      Zat pelicin (lubricant)
Dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya digunakan talcum 5%, magnesia stearate, acidum stearicum.
6.      Gliadan
Adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalirnya serbuk, umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi, misalnya silica pirogenik koloidal.
7.      Bahan pewarna dan lak ditambahkan untuk meningkatkan nilai estetika atau untuk memberi identitas produk.

2.4. Cara Pembuatan Tablet
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain, kecuali zat pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik, maka dibuat granul agar lebih mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 2007).
Pembuatan tablet dibagi menjadi tiga cara, yaitu granulasi basah, granulasi kering (menggunakan mesin rol atau mesin slug), dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah  untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa.
1.      Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghacur dicmpur dengan baik dan homogeny, lalu dibasahi dengan bahan pengikat, dan ditambah bahan pewarna bila perlu. Setelah itu campuran diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50Oc. Setelah kering, campuran diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan, kemudian ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.
2.      Granulasi kering
Granulasi ini dilakukan dengan cara mencampurkan zat berkhasiat , pengisi dan penghancur dan ditambahkan dengan zat pengikat dan pelicin bila perlu agar menjadi serbuk yang homogeny. Setelah itu massa serbuk dikempa pada tekanan tinggi menjadi tablet besar (slug) yang belum memiliki bentuk yang baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. akhirnya granul dikempa kembali dan dicetak sesuai dengan ukuran tablet yang diinginkan. Keuntungan cara ini adalah tdak diperlukannya panas dan kelembapan dalam proses granulasi.
3.      Cetak atau kempa langsung
Pembuatan tablet dengan cara cetak atau kempa langsung dilakukan apabila:
a.       Jumlah zat berkhasiat per tablet cukup untuk dicetak.
b.      Zat berkhasiatnya dapat mengalir bebas dengan baik
c.       Zat berkhasiatnya berbentuk Kristal yang dapat mengalir bebas, misalnya tablet heksamin, tablet NaCl dan tablet KmNO4.

2.5. Penggolongan Tablet
2.5.1.      Berdasarkan Metode Pembuatan
1.      Tablet Cetak
Tablet ini dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi. Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam system pelarut dan derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab ditekan dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan , kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan pendistribusian. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan Kristal yang terbentuk selama proses pengeringan, selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan.
Contoh:
a.       Tablet triturate, merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris , digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.
b.      Tablet hipodemik, adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu sebelum digunakan untuk injeksi hipdermik.
2.      Tablet kempa
Tablet ini dubuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul yang menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran dan lubrikan , dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
Contoh:
a.  Tablet triturate digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.
b.  Tablet sublingual, digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral, atau jika diperlukan ketersediaan obat yag cepat seperi halnya nitrogliserin.
c.  Tablet bukal, digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
d.  Tablet effervescent yang larut dibuat dengan cara dikempa , selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tatrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan didalam air akan menghasilkan karbon dioksida, disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan yang tahan lembab, pada etiket tertera tidak untuk langsung ditelan.
e.   Tablet kunyah, dimaksudkan untuk dikunyah yang meninggalkan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut. Tablet ini diformulasi untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida, dan atibiotik tertentu. Pembuatannya adalah dengan cara dikempa, umumnya menggunakan manitol, sorbitol, atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan pengisi, serta mengandung bahan pewarna dan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa.

2.5.2.      Berdasarkan Distribusi Obat Dalam Tubuh
1.      Bekerja local
Tablet dihisap untuk pengobatan pada rongga mulut. Ovula atau tablet vaginal untuk pengobatan infeksi di vagina.
2.      Bekerja sistemik; peroral
Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi:
a.  Yang bekerja short acting, dalam satu hari memerlukan beberapa kali menelan tablet.
b.      Yang bekerja long acting, dalam satu hari cukup menelan satu tablet.

2.5.3.      Berdasarkan Jenis Bahan Penyalut
Penyalutan tablet bertujuan untuk melindungi zat aktif dari udara, kelembapan atau cahaya; menutupi rasa atau bau yang tidak enak; membuat penampilan ebih baik,; dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.
1.      Tablet salut biasa atau salut gula (dragee)
Adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa lapisan gula baik berwarna maupun tidak. Lapisan gula berasal dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak larut, seperti pati, kalsium karbonat, talk, atau titanium dioksida yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.
Kelemahan salut gula adalah lamanya waktu penyalutan, dan perlunya penyalut yang tahan air. Hal ini akan memperlambat disolusi dan memperbesar bobot tablet.
      Tahapan pembuatan salut gula adalah:
a.       Penyalutan dasar (subcoating)
Apabila tablet yang mngandung zat higroskopis, gunakan lebih dahulu salut penutup (sealing coat) agar air dari subcoating syrup tidak masuk kedalam tablet. Beberapa contoh bahan penyalut dasar yaitu:
-          Sirup salut dasar (subcoating syrup), terdiri dari acasia 2,25%, Gelatin 2,25%, sakarosa 57,25%, aquadest 38,25%.
-          Serbuk salut dasar (subcoating powder), terdiri dari kalsium kabonat 35%, kaolin 16%, talk 25%, sakarosa 20%, dan acasia 4%.
-          Salut penutup (sealing coat), terdiri dari shellac 40% dan aquadest 40%.
b.      Melicinkan (smoothing)
Merupakan proses pembasahan berganti-ganti dengan sirup  pelicin dan pengeringan dari salut dasar tablet menjadi bulat dan licin. Syrup pelicin terdiri dari sakarosa 60% dan auadest 40%.
c.       Pewarnaan (coloring)
Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicamppur pada sirup pelicin.
d.      Penyelesaian (finishing)
Merupakan proses pengeringan salut sirup yang terakhir dengan cara pelan-pelan dan terkontrol. Panic penyalut diputar perlahan-lahan dengan tangan hingga terbentuk hasil akhir yang licin.
e.       Pengilapan (polishing)
Tahap ini merupakan tahap akhir dengan menggunakan lapis tipis malam yang licin. Sebagai campuran lilin digunakan campuran pengilapan (polishing mixture) yang telah dilarutkan delam petroleum bensin. Isinya adalah bees wax 90% dan canauba wax 10%.
2.      Tablet salut selaput (film-coated tablet)
Merupakan tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, bewarna atau tidak dari bahan polimer yang larut dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna. Penyalutan tidak perlu berkali-kali. Disalut dengan hidroksi propil metil selulosa, metil selulosa, hidroksi propil selulosa, Na-CMC, dan campuran selulosa asetat ftalat dengan PEG yang tidak mengandung air atau mengandung air.
3.      Tablet salut kempa
Merupakan tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang terdiri atas laktosa, kalsium fosfat, dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti, kemudian dicetak lagi bersama granulat kelompok lain sehingga terbentuk tablet berlapis (multi layer tablet). Tablet ini sering di gunakan untuk pengobatan secara repeat action.
4.      Tablet salut enteric (enteric-coated tablet) atau lepas tunda.
Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan penyalut enteric yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.
5.      Tablet lepas lambat (sustained release).
Efek dipepanjang dan efek pengulangan , dan lepas lambat dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan.

2.6.Persyaratan Tablet (FI Edisi III)
1.      Memenuhi keseragaman ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari satu sepertiga kali tebal tablet.
2.      Keseragaman bobot
Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut.
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang ditetapkan  kolom B. 


3.      Memenuhi waktu hancur
a.       Mnentukan waktu hancur tablet tidak bersalut
1.      Keadaan alat
Berupa tabung gelas panjang 80 mm- 100 mm, diameter kira-kira 28 mm, diameter luar 31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat , lubang sesuai pengayak nomor 4 berbentuk keranjang.
Keranjang disisipkan searah ditengah-tengah tabung kaca , diameter 45 mm dicelupkan kedalam air suhu 36-38o kira-kira 1000 ml, sedalam tidak kurag 15 cm dan dapat dinaik turunkan dengan teratur. Kedudukan kawat kasa pada posisi tetinggi tepat diatas permungkaan air dan kedudukan terendah mulut keranjang tepat dipermungkaan air.
2.      Cara kerja
Caranya, Masukkan 5 tablet dalam keranjang, naik turunkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal pada kasa kecuali fragmen penyalut. Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet lebih dari 15 menit. Untuk tablet yang tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk bersalut gula dan bersalut selaput. 
Jika tidak memenuhi syarat, pengujian diulang dengan menggunakan tablet satu persatu, kemudian diulangi lagi menggunkaan 5 tablet dengan cakram tertentu dan tablet harus memenuhi syarat diatas.
b.      Menentukan waktu hancur tablet enteric
1.      Keadaan alat
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat dan cara seperti pada penentuan waktu hancur tablet tidak bersalut enteric. Hanya air diganti kira-kira 250 ml asam klorida 0,06 N, pengujian selama 3 jam, tablet tidak larut kecuali zat penyalut, keranjang diangkat dan tabet segera dicuci dengan air.
Larutan asam lalu diganti dengan lartan dapar ph 6,8 dan suhu diatur antara 36-38O dan keranjang dicelupkan kedalam larutan tersebut dan pengujian dilanjutkan selama 60 mni. Pada akhir pengujian tidak terdapat bagian tablet diatas kasa kecuali fragmen  zat penyalut. Jika tidak memenuhi syarat, pengujian diulang dengan menggunakan 5 tablet dengan cakram. Penentuan dan pengujian tablet harus memenuhi syarat.
4.      Memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
5.      Memenuhi waktu larut (dissolution test)
Sebelumnya tablet harus diuji mengenai kekerasan tablet dengan alat hardness tester dan juga kerapuhan tablet dengan menggunakan friability tester.
Pada proses pengukuran friabilitas, alat diputar dengan kecepatan 50 putaran per menit dan waktu yang digunakan adalah 4 menit, Jadi total ada 200 putaran. Umumnya tablet yang bobotnya lebih dari 650 mg per tablet dibutuhkan sekitar 10 tablet untuk pengujian keregasan. Kehilangan berat atau bobot tablet maksimum yang memenuhi syarat tidak lebih atau sama dengan 1%. (Lieberman, 1990)

2.7.Macam-Macam Kerusakan Pada Pembuatan Tablet
1.      Binding, merupakan kerusakan tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada dinding ruang cetakan.
2.      Sticking/picking, merupakan perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah karena tidak licin, pencetak masih ada lemaknya, zat pelicinnyaa kurang atau massanya basah.
3.      Whisskering, terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan sehingga terjadi pelelehan zat aktif saat percetakan pada tekanan tinggi . akibatnya, pada penyimpanan dalam botol-botol , sisi-sisi tablet yang berlebih akan lepas dan menghasilkan bubuk.
4.      Splitting/capping. Splitting  merupakan lepasnya lapisan tipis dari permungkaan table, terutama pada bagian tengah. Capping adalah membelahnya tablet dibagian atas, penyebabnya yaitu:
a.       Kurangnya daya pengikat dalam masa tablet
b.      Massa tablet terlalu banyak fine atau terlalu banyak mengandung udara sehingga udara akan keluar setelah dicetak.
c.       Tenaga yang diberikan pada percetakan tablt terlalu besar sehingga udara yang berada diatas massa yang akan dicetak sukar keluar dan ikut tercetak.
d.      Formulanya tidak sesuai.
e.       Die dan punch tidak rata.
5.      Molting, terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permungkaan tablet.
6.      Crumbling, tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurangnya tekanan pada  pencetakan tablet dan kurangnya zat pengikat.

2.8. Penyimpanan Tablet
Penyimpanan tablet dilakukan dalam dah tertutup rapat, ditempat yang sejuk dan terlindung cahay. Wadah yang digunakan harus diberi etiket, dalam etiket wadah atau kemasan tablet harus disebutkan :
1.      Nama tablet atau nama zat berkhasiat
2.      Jumlah zat atau zat-zat berkhasiat dalam tiap tablet.

2.9. Keuntungan dan Kerugian Tablet
Menurut Lachman, keuntungan dan kerugian tablet adalah sebagai berikut:
1.       Keuntungan
a.   Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketetapan ukuran serta variabilitas kandungan paling rendah.
b.    Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling rendah maksudnya tahan terhadap gangguan dan guncangan dan mudah dibawa kemana-mana.
c.   Tablet merupakan bentuk sediaan yang angka pembuatannya paling rendah maksudnya angka murah karena tablet dibuat dan dicetak secara besar-besaran dan menyimpan tidak khusus.
d.      Tablet merupakan sedian oral yang paling murah dan dikemas serta dikirim.
e.    Pemberian tanda pengenal pada produk tablet paling mudah dan murah tiddak memerlukan langkah pakerja tambahan bila menggunakan bentuk dan cetakan yang bermonografi atau hiasan timbul
f.    Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkina n tertinggal di tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi.
g.   Tablet bisa dijadikaan produk dengan profil pengelepasan khusus seperti pengelepasan diusus,atau produk lepas lambat.
h.   Tablet meerupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
i.    Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.

2.       Kerugian
a.    Beberapa obat tidak dapat di kempa menjadi padat dan kompak tergantung pada keadaan amorfnya,produksi atau rendahnya berat jenis.
b. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut dosisnya cukupan tinggi, absorbsinya optimum tinggi melalui saluran cerna atau kombinasi dan sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi atau dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bicovabilitas obat cukup.
c.    Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban perlu pengkapsulan dengan penyelubungan dulu sebelum dikempa ( bila mungkian ) atau memerlukan penyaluran dulu.




BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan local maupun sistemik. Komponen tablet berupa zat aktif, bahan pengisi , pengikat, penghancur, pelicin, glidan, serta bahan pewarna dan lak. Cara pembuatan tablet bisa dilakukan secara granulasi basah, granulasi kering atau kempa langsung Tablet bisa digolongkan berdasarkan metode pembuatan, distribusi obat dalam tubuh serta jenis bahan penyalut. Tablet harus memenuhi persyaratan keseragaman ukuran, keseragaman bobot, memenuhi waktu hancur, memenuhi isi keseragaman zat berkhasiat serta memenuhi waktu larut. Dalam pembuatan tablet, juga terdapat berbagai macam kerusakan, seperti bending, sticking/piking, wishkering, splitting/capping, molting dan crumbling.

3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk penulisan makalah yang lebih baik.




DAFTAR PUSTAKA
Anief M.  2007. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 
Depkes. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Lachman, L., A. L. Herbert, & L. K. Joseph. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Diterjemahkan oleh: Siti Suyatmi. Universitas Indonesis Press. Jakarta
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku. Kedokteran EGC, Jakarta.


MAKALAH GOUT DAN HIPERURISEMIA


MAKALAH
GOUT DAN HIPERURISEMIA


FATMA ZAHRA
1404045

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2018


KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  “GOUT”.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu, tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatannya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca untuk memberi saran dan kritik kepada sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah yang berjudul “GOUT” dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Padang, Agustus 2018

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………..…………     i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………     ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang……………………………………………………………………….     1
1.2.Rumusan Masalah …………………………………………………………………….   2
1.3.Tujuan Penulisan……………………………………………………………………...    2         
1.4.Manfaat Penulisan…………………………………………………………………….   2
BAB II: ISI
2.1.Definisi Gout………………………………………………………………………….   3
2.2.Faktor Resiko Gout……………………………………………………………………  3
2.3.Patofisiologi……………………………………………………………………………  4
2.4.Ciri Klinik……………………………………………………………………………...  7
2.5.Diagnosis………………………………………………………………………………  7
2.6.Hasil Yang Dinginkan ………………………………………………………………… 8
2.7.Perawatan Gout ………………………………………………………………………   8
2.7.1.      Terapi Non Farmakologi…………………………………………………     8
2.7.2.      Terapi Farmakologi……………………………………………………….    8
2.8.Terapi  Pencegahan……………………………………………………………………   11
2.8.1.      Prinsip Umum………………………………………………………………..     11
2.8.2.      Kolkisin………………………………………………………………………     11
2.8.3.      Terapi Penurunan Asam Urat………………………………………………….   12
2.8.4.      Obat-Obatan Urikosurik………………………………………………………   12
2.8.5.      Inhibitor Xanthine Oksidase…………………………………………………..   13
2.9.Evaluasi Hasil Terapi………………………………………………………………….   14
BAB III: PENUTUP
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………………………..    15
3.2. Saran…………………………………………………………………………………    15

DAFTAR PUSTAKA………………………………..……………………………………  16


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Penyakit gout merupakan masalah kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kesakitan tertinggi di Indonesia. Gout merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan metabolisme purin di dalam tubuh. Dimana akan terjadi peningkatan produksi asam urat dan penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan penumpukan kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal (Brunner & Suddarth, 2002).
Di dunia prevalensi penyakit gout mengalami kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990-2010. Pada orang dewasa di Amerika Serikat penyakit gout mengalami peningkatan dan mempengaruhi 8.3 juta (4%) orang Amerika. Sedangkan prevalensi hiperurisemia juga meningkat dan mempengaruhi 43.300.000 (21%) orang dewasa di Amerika Serikat (Zhu dkk, 2011 dalam Sun, 2014).
Berkaitan dengan hal diatas, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap penyakit gout secara berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai penyakit gout serta penatalaksanaannya.



1.2.Rumusan Masalah
Apa itu gout dan bagaimana penatalaksanaanya?

1.3.Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang gout dan penatalaksanaanya.

1.4.Manfaat Penulisan
1.      Bagi penulis mengetahui lebih dalam mengenai penyakit gout dan penalaksanaannya.
2.      Bagi mahasisa dan masyarakat umum sebagai bahan bacaan dan penambah informasi mengenai penyakit gout dan penalaksanaannya.




BAB II
ISI

2.1.Definisi Gout
Gout merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan metabolisme purin di dalam tubuh. Dimana akan terjadi peningkatan produksi asam urat dan penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan penumpukan kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal
Terminologi Gout menjelaskan lingkupan (spektrum) penyakit termasuk hiperurisemia, serangan berulang artritis akut yang terkait dengan kristal mononatrium urate pada leukosit yang terdapat pada cairan sinovial, deposit kristal mononatrium urate pada jaringan (tophi), penyakit ginjal interstitial, dan nefrolitiasis karena asam urat.
Hiperurisemia bisa berupa kondisi asimptomatik, dengan peningkatan konsentrasi asam urat sebagai tanda kelainan. Konsentrasi urate >7,0 mg/dL adalah abnormal dan dihubungkan dengan peningkatan resiko untuk gout.

2.2.Faktor Resiko Gout
Secara garis besar, terdapat dua factor resiko yang dapat membuat seseorang lebih mudah terkena gout, yaitu factor yang dapat dimodifikasi dan factor yang tidak dapat dimodifikasi.faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia dan jenis kelamin. sedangkan fakfactorsiko yang dapat dimodifikasi adalah pekerjaan, glomerular filtration rate (GFR), kadar asam urat, dan penyakit-penyakit penyerta lain seperti diabetes mellitus, hipertensi dan disipidemia (festy, 2009).

2.3.Patofisiologi
·         Pada manusia, asam urat adalah produk akhir dari degradasi purin. Fungsi fisiologisnya tidak diketahui sehingga dianggap sebagai sampah. Cadangan urate meningkat beberapa kali pada individu yang mengalami gout. Akumulasi berlebih ini bisa muncul baik dari overproduksi atau sekresi yang kurang.
·         Purin yang merupakan sumber asam urat berasal dari tiga sumber: purine dari makanan, perubahan asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purine, dan sintesis de nouvo basa purine.
·         Abnormalitas pada sistem enzim yang mengatur metabolisme purine bisa berakibat pada overproduksi asam urat. Peningkatan aktivitas phosphoribosyl pyrophosphate (PRPP) synthetase berakibat peningkatan konsentrasi PRPP, penentu pada sintesis purine. Defisiensi hypoxanthine-guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT) bisa berakibat pada overproduksi asam urat.. HGPRT bertanggung jawab untuk konversi guanine menjadi asam guanilat dan hypoxanthine menjadi asam inosinat. Kedua konversi ini membutuhkan PRPP sebagai co-substrate dan merupakan reaksi penting pada sintesis asam nukleat. Defisiensi pada enzim HGPRT berakibat peningkatan metabolisme guanine dan hypoxanthine menjadi asam urat dan lebih banyak PRPP untuk berinteraksi dengan glutamine pada langkah pertama jalur sintesis purine. Ketiadaan total HGPRT berakibat sindrom Lesch-Nyhan pada masa anak-anak, yang dicirikan dengan athetosis, spasticity, keterbelakangan mental, dan produksi berlebihan asam urat.
·         Asam urat juga bisa overproduksi sebagai konsekuensi dari peningkatan penghancuran asam nukleat jaringan, seperti pada myeloproliferasi dan kelainan limfoproliferasi.
·         Purine dari makanan memegang peranan penting pada pembentukan hiperurisemia pada  absennya gangguan pada metabolisme dan ekskresi purine.
·         Sekitar dua per tiga asam urat yang diproduksi tiap hari diekskresikan di urine. Sisanya dieliminasi melalui saluran cerna setelah degradasi enzimatik oleh bakteri kolon. Penurunan ekskresi asam urat di urine di bawah tingkat produksi mengakibatkan hperurisemia dan peningkatan cadangan natrium urate.
·         Obat yang menurunkan kliren asam urat oleh ginjal melalui modifikasi filtrasi atau salah satu proses pada transpor tubular termasuk duretik, salisilat (<2 g/hari), pirazinamide, etambutol, asam nikotinat, etanol, levodopa, siklosporin dan obat sitotoksik.
·         Individu normal memproduksi 600-800 mg asam urat tiap hari dan mengekskresikan kurang dari 600 mg di urine. Individu yang mengekskresikan lebih dari 600 mg pada diet bebas purine dianggap memproduksi terlalu banyak. Individu hiperurisemia yang mengekskresikan kurang dari 600 mg asam urat per 24 jam pada diet bebas purine dianggap memproduksi di bawah normal. Pada diet normal, ekskresi >1000 mg per 24 jam mencerminkan overproduksi; kurang dari itu mungkin normal.
·         Penyimpanan asam urat pada cairan sinovial mengakibatkan inflamasi yang melibatkan mediator kimia yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan aktivitas kemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear. Fagositosis kristal urat oleh leukosit berakibat lisis sel dengan cepat dan pelepasan enzim proteolitik ke sitoplasma. Reaksi inflamasi yang muncul dihubungkan dengan sakit persendian yang hebat, erythema, panas dan membengkak.
·         Nefrolitiasis asam urat terjadi pada 10-25% pasien dengan gout. Faktor yang membuat individu rentan terhadap nefrolitiasis asam urat termasuk ekskresi berlebihan asam urat melalui urin, urin yang asam, dan urin yang pekat.
·         Pada nefropati asam urat akut, gagal ginjal akut terjadi sebagai hasil dari penghalangan aliran urine sekunder sehingga terjadi presipitasi kristal asam urat yang masif pada tubulus pengumpul dan ureter. Sindrome ini sering terjadi pada pasien dengan myeloproliferasi atau kelainan limfoproliferasi dan hasil dari keganasan yang masif, terutama ketika memulai kemoterapi. Nefropati urat kronik disebabkan penyimpanan jangka panjang kristal urat pada parenkim ginjal.
·         Tophi (deposit urat) jarang pada subjek gout dan merupakan komplikasi akhir dari hiperurisemia. Tempat paling umum untuk deposit tophaceous pada pasien dengan gout artritis berulang adalah pada dasar jempol kaki, sisi luar telinga, olelacranon bursae, tendon Achiles, lutut, pergelangan tangan dan tangan.

2.4.Ciri Klinik
Serangan akut gout artritis dicirikan oleh rasa sakit yang hebat, bengkak, dan inflamasi. Serangan awalnya pada daerah terbatas, terutama pada persendian metatarsophalangeal pertama (podagra), dan lalu, menurut tingkat keseringan, daerah pertemuan telapak kaki dan pergelangan kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut, pinggang, jari dan siku. Serangan biasanya terjadi malam hari ketika pasien terbangun dari tidur dengan sakit yang hebat. Persendian yang terkena membengkak, terasa hangat dan memerah. Demam dan leukositosis adalah biasa. Serangan yang tidak diobati berlangsung selama 3-14 hari sebelum terjadi penyembuhan secara spontan.
Meski serangan akut gout artritis bisa terjadi tanpa sebab yang jelas, serangan bisa dipicu oleh stress, trauma, menghirup alkohol, infeksi, operasi, penurunan serum asam urat secara cepat dengan penggunaan agen penurun asam urat, dan menggunakan obat yang diketahui menaikkan konsentrasi serum asam urat.

2.5.Diagnosis
Diagnosis definitif dicapai dengan aspirasi cairan sinovial dari persendian yang terkena kristal intraselular dari mononatrium urat monohidrat pada leukosit cairan sinovial.
Ketika aspirasi persendian bukan merupakan pilihan, diagnosis awal dari gout artritis akut bisa dibuat dengan dasar kehadiran gejala dan simtom serta respon terhadap perawatan.

2.6.Hasil Yang Dinginkan
Tujuan dari pengobatan gout adalah menghilangkan serangan akut, mencegah serangan berulang gout artritis, dan mencegah komplikasi terkait deposit kristal urat pada jaringan.

2.7.Perawatan Gout
2.7.1.      Terapi non Farmakologi
Pasien dinasihati untuk mengurangi asupan makanan kaya purine (seperti jeroan), menghindari alkohol, dan mengurangi berat jika kegemukan.
2.7.2.      Terapi Farmakologi
1.      Indometasin
Indometasin sama efektif dengan kolkisin pada perawatan gout artritis akut dan lebih disukai karena toksisitas saluran cerna akut lebih jarang terjadi dari pada kolkisin (Gambar 1-1). Mulai perawatan dengan dosis relatif besar untuk 24-48 jam pertama dan lalu kurangi bertahap selama 3-4 hari untuk meminimalisir resiko serangan berulang. Sebagai contoh, 75 mg indometasin bisa diberikan awalnya, diikuti 50 mg tiap 6 jam selama 2 hari, lalu 50 mg tiap 8 jam selama 1 atau 2 hari.
Efek samping khusus indometasin termasuk sakit kepala dan pusing. Semua NSAID telah dihubungkan menyebabkan ulserasi dan perdarahan lambung, tapi ini mungkin tidak terjadi untuk terapi singkat.
2.      NSAID lain
NSAID lain (naproxen, fenoprofen, ibuprofen dan piroxicam).  juga efektif untuk mengurangi inflamasi gout akut. NSAID sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada individu dengan riwayat penyakit peptik ulser, gagal jantung, gagal ginjal kronik, atau penyakit arteri koroner.
3.      Kolkisin
Kolkisine biasanya diberikan oral 1 mg awalnya, diikuti 0,5 mg tiap 2 jam sampai simtom pada sendi berkurang, pasien mengalami diare atau rasa tidak nyaman pada abdominal, atau total dosis 8 mg telah diberikan. Sekitar 75-90% pasien dengan gout artritis akut merespon baik terhadap kolkisin ketika perawatan dimulai dalam 24-48 jam onset simtom pada sendi. Masalah utama sehubungan dengan kolkisin oral adalah toksisitas saluran cerna pada 50-80% pasien.
Tingginya insiden saluran cerna ini bisa diatasi dengan memberikan kolkisin secara intravena. Dosis awal iv adalah 2 mg. Jika serangan tidak berkurang, dosis tambahan 1 mg bisa diberikan pada jam ke-6 dan 12 sehingga total dosis 4 mg untuk serangan spesifik. Kolkisin sebaiknya dilarutkan dalam 20 ml normal saline sebelum pemberian untuk mengurangi sklerosis vena. Ekstravasasi lokal dari kolkisin iv bisa menyebabkan inflamasi dan nekrosis dari jaringan di sekitarnya. Kontraindikasi termasuk kelainan ginjal dan vena kecil yang sulit diinjeksi. Kolkisin iv tidak boleh digunakan pada individu yang netropenik, mempunyai kelainan ginjal yang parah (kliren kreatin <10 ml/menit), atau mengalami insufisiensi hati dan ginjal.
Kolkisin harus dihentikan dalam 7 hari setelah terapi oral atau iv untuk mengurangi resiko toksisitas sumsum tulang. Dosis sebaiknya dikurangi 50% pada pasien dengan kliren kreatin antara 10-50 ml/menit dan dibatasi sebanyak 2 mg pada mereka yang menerima dosis  pemeliharan kolkisin.
4.      Glukokortikoid
Glukortikoid bisa digunakan untuk mengobati serangan akut gout artritis tapi  terbatas hanya untuk kasus resistensi atau untuk pasien dengn kontraindikasi untuk terapi  kolkisin dan NSAID.
Prednisone, oral 30-60 mg per hari, bisa digunakan pada pasien dengan serangan pada banyak sendi. Karena serangan bisa terjadi selama penarikan steroid, dosis harus diturunkan bertahap dengan interval 5 mg selama 10-14 hari.
Gel Adrenocorticoid Hormone (ACTH), 40-80 USP unit, bisa diberikan intramuskular tiap 6-8 jam selama 2-3 hari dan dikurangi secara bertahap dan dihentikan.
Triamcolone hexacetodine, 20-40 mg diberikan intra-articulary, bisa berguna untuk gout akut pada sendi tunggal.

2.8.Terapi  Pencegahan
2.8.1.      Prinsip umum
Jika serangan pertama gout artritis akut ringan dan segera merespon terhadap perawatan, konsentrasi serum urat pasien hanya naik sedikit, dan ekskresi asam urat melalui urine tidak berlebihan (<1000 mg/24 jam pada diet normal), maka perawatan profilaksis bisa ditunda.
Jika pasien mendapat serangan gout artritis yang parah, terjadi komplikasi litiasis asam  urat, serum asam urat naik (>10 mg/dl), atau ekskresi asam urat melalui urin selama 24 jam > 1000 mg, maka perawatan profilaksis harus segera dilakukan setelah serangan akut. Terapi profilaksis juga sesuai untuk pasien dengan serangan gout artritis yang sering (yaitu lebih dari dua atau tiga per tahun) bahkan jika konsentrasi serum asam urat normal atau sedikit naik.

2.8.2.      Kolkisin
Kolkisin yang diberikan 0,55-0,6 dua kali sehari bisa efektif untuk  mencegah artritis berulang pada pasien yang tidak terlihat memiliki tophi dan konsentrasi serum urat-nya sedikit naik. Pasien yang merasakan onset serangan akut harus meningkatkan dosis menjadi 1mg tiap 2 jam; umumnya serangan akan hilang setalah 1 atau 2 mg.

2.8.3.      Terapi Penurunan Asam Urat
·         Pasien dengan riwayat gout artritis berulang dan konsentrasi serum asam urat yang naik signifikan mungkin paling baik dirawat dengan terapi penurun asam urat.
·         Kolkisin, 0,5 mg dua kali sehari, harus diberikan selama 6-12 bulan pertama terapi antihiperurisemi untuk mengurangi resiko serangan akut yang bisa terjadi selama awal terapi penurunan asam urat.
·         Tujuan terapetik dari terapi antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi serum urat di bawah 6 mg/dl.

2.8.4.      Obat-obatan Urikosurik.
·         Probenesid dan sulfinpirazone meningkatkan kliren ginjal untuk asam urat dengan menginhibit reabsorpsi tubular dari asam urat. Terapi dengan urikosurik harus dimulai pada dosis kecil untuk menghindari uriksuria dan kemungkinan pembentukan batu. Menjaga aliran urin yang cukup dan alkalisasi urine dengan natrium bikarbonat atau larutan Shohl selama beberapa hari pertama terapi urikosurik akan mengurnagi kemungkinan pembentukan batu asam urat.
·         Probenesid diberikan awal sebesar 250 mg dua kali sehari selama 1-2 minggu, lalu 500 mg dua kali sehari selama 2 minggu. Lalu, dosis harian ditingkatkan 500 mg tiap 1-2 minggu sampai hasil yang diinginkan tercapai atau dosis total 2 g/hari telah tercapai.
·         Dosis awal sulfinpirazone adalah 50 mg dua kali sehari untuk 3-4 hari, lalu 100 mg dua kali sehari, tingkatkan dosis harian 100 mg tiap minggu sampai tercapai dosis 800   mg/hari.
·         Efek samping utama adalah iritasi saluran cerna, kulit kemerahan dan hipersensitivitas, serangan gout artritis akut, dan pembentukan batu. Obat-obat ini kontraindikasi pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal (kliren kreatin <50 ml.menit).

2.8.5.      Inhibitor Xanthine Oksidase
·         Allupurinol dan metabolit utamanya, oxypurinol, adalah inhbitor xanthine dan menghambat perubahan hypoxanthine menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam urat. Allupurinol juga menurunkan konsentrasi PRPP intraseluler. Karena waktu paruh metabolitnya yang panjang, allupurinol bisa diberikan sekali sehari. Dosis oral harian 300 mg biasanya cukup. Terkadang, 600-800 mg/hari bisa diberikan.
·         Allupurinol adalah obat hiperurisemic bagi pasien dengan riwayat batu saluran kemih atau kelainan fungsi ginjal, pada pasien yang mempunyai myeloproliferasi atau kelainan limfoproliferasi dan membutuhkan perawatan awal dengan inhibitor xanthine oxidase sebelum memulai terapi sitotosik untuk melindungi terhadap nefropati asam urat akut, dan pada pasien dengan gout karena overproduksi asam urat.
·         Efek samping utama allupurinol adalah kulit kemerahan, leukopenia, toksisitas saluran cerna, dan peningkatan frekuensi serangan gout akut dengan dimulainya terapi.

2.9.Evaluasi Hasil Terapi
Pasien harus dimonitor untuk berkurangnya sakit pada sendi dan juga efek samping dan interaksi obat sehubungan dengan terapi. Rasa sakit yang hebat pada serangan gout artritis seharusnya mulai berkurang dalam sekitar 8 jam sejak perawatan dimulai. Hilangnya sakit, erythema, dan inflamasi biasanya terjadi dalam 48-72 jam



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Gout merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan produksi asam urat dan penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan penumpukan kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal. untuk terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan mengurangi asupan makanan kaya purine (seperti jeroan), menghindari alkohol, dan mengurangi berat bedan. Sedangkan untuk farmakologi dapat digunakan obat-obatan seperti Indometasin, NSAID, kolkisin, glukokortikoid, obat-obatan urikosurik, inhibitor xanthine oksidase\

3.2. Saran
Penulis menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena       itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi penulisan yang lebih baik dimasa yang         akan datang.




SUMBER:
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi. 8 Volume 2. Jakarta : EGC. 
Dipiro.,JT., 2009, Pharmacotheraphy Handbook 7th Edition, Mc.Graw Hill, New York.
Festy P, Rosyiatul AH, Aris A. 2009 Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Wanita Postmenopause Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Dr. Soetomo Surabaya. FIK UM : Surabaya