Sunday, 7 December 2014

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR : “PENENTUAN SUHU LEBUR”

LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA DASAR
PENENTUAN SUHU LEBUR
O
L
E
H
NAMA                        : FATMA ZAHRA
NO BP.            : 1404045
KELAS           : A

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG 2014



PENENTUAN SUHU LEBUR

I.                   TUJUAN
1.      Menentukan titik lebur dengan menggunakan melting point
2.      Menggunakan tetapan  fisika titik lebur sebagai kriterian identifikasi kemurnian zat

II.                TEORI DASAR
Titik lebur dari suatu zat adalah keadaan dimana zat padat berubah menjadi cairan dibawah tekanan 1 atm. Titik lebur juga diartikan sebagai keadaan dimana terjadi keseimbangan antara fase padat dengan fase lainnya pada suatu zat.
Suhu lebur adalah suhu pada saat suatu zat tepat melebur seluruhnya yang ditujukan pada fase padat tepat hilang.
Menurut farmakope Indonesia III , jarak lebur adalah suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat apda saat zat mulai menciut atau membentuk tetesan pada pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat.
Panas yang diabsorbsi ketika 1 g padatan meleleh atau panas yang dilepaskan ketika cairan itu membeku dikenal sebagai panas peleburan. Pana sopeleburan dapat juga  dianggap nsebagai panas yang dibutuhkan untuk menaikkan jarak antar atom atau jarak antar molekul dalam Kristal sehingga memungkinkan terjadinya pelelehan. Suatu kristal yang terikat dengan gaya yang lemah mempunyai panas peleburan yang rendah dan titik leleh yang rendah. Sedangkan yang terikat dengan gaya yang kuat mempunyai panas peleburan dan titik didih yang tinggi.
Panas peleburan untuk air pada 0 C adalah 80 kal/g (1436 kal/mol). Panas peleburan tidak memberikan penambahan temperature, sampai seluruh suhu padatang hilang kerena panas ini diubah lagi menjadi energy molekul yang potensial untuk mengubah seluruh padatan menjadi cairan.
Tinggi rendahnya suhu lebur pada suatu  zat pada t dipengaruhi oleh bentuk zat padat tersebut. Sremakin kuat ikatan yang dibentuk, semakin besar energy yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan kata lainsemakin tinggi pula titik lebur unsur tersebut.
Perbedaan titik lebur antara senyawa-senyawa pada golongan yang sama dapat dijelaskan dengan keelektronegatifan unsur-unsur pembentuk senyawa tersebut. Elektronegativitas adalah kecenderungan suatu unsur unutk menarik electron, karena unsur-unsur pembentuknya mempunyai elektronegativitas yang berbeda yang manjadikan senyawa terpolarisasi. Semakin besar perbedaan elektronegativitas unsur-unsur pembentuk senyawa, semakin kuat ikatan unsur dalam senyawa itu. Semakin kuat ikatan senyawa semakin tinggi ikatan titik lebur itu.
Pada suatu padatan dengan bentuk Kristal dan ikatan kovalen, maka akan memiliki suhu lebur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan padatan yang lain dengan iukatan van der walls walaupun  terdiri dari unsur yang sama.
Suhu lebur zat padat adalah suhu pada saat zat padat menyatu dan melebur sempurna.
Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan sama dengan yang ada dalam literature. Tetapi bila zat itu tidak murni atau terdapat campuran, maka ikatan molekulnya semakin kecil dan ikatannya mudah lepas, sehingga tidak leburnya akan lebih kecil dari zat murni.
Prinsip kerja dari titik lebur terletak pada penetapan pemberian energy panasnya. Titik lebur bersifat karakteristiky yang digunakan untuk sifat fisika dari suatu zat. Karakteristik suatu zat berbeda denga yang lain. Perbedaan tersebuh dilihat dalam hal kekuatan antar molekul. Kekuatan antar molekul berbeda dengan struktur kimia dan molekul atom atau molekul unsurnya berbeda.
Dalam bidang farmasi suatu senyawa obat murni dapat ditentukan kemurniannya dengan jalan penentuan titik leburnya. Selain itu, penentuan titik lebur dari bahan suatu obat juga digunakan dalam pembuatan sediaan obat, terutama obat yang diberikan melalui raktal, dan diperlukan dalam cara penyimpanan suatu sediaan obat agar tidak mudah rusak pada suhu kamar tertentu.
Alat yang digunakan untuk menentukan titik lebur suatu zat adalah melting point apparatus.
Prinsip kerja dari pada melting point apparatus adalah pertama menyalakan melkting point dengan memutar pemutar suhu 20 oC permenit. Kedua, ketika suhu pada thermometer mencapai 60oC dari titiik lebur atau titik leleh pada suatu senyawa murni yang telah ditetapkan oleh ilmuan , maka pemutar suhunya harus diturunkan hingga mencapai 10oC per menit. Ketiga, jika suhunya telah mencapai suhu titik lebur atau titik pada suatu senyawa murni yang telah ditetapkan oleh ilmuan, maka pada pemutar suhu harus diputar kekiri hingga 1oC per menit.

III.             ALAT DAN BAHAN
a.       Alat
1.      Melting point
2.      Pipa kapiler
3.      Lumping
4.      Stanfer
5.      Bunset
6.      Pinset
b.      Bahan
1.      Sera alba
2.      Menthol
3.      Cetaceum
4.      Adeps lanae
5.      Asam benzoate
6.      Asam salisat

IV.             PROSEDUR KERJA
1.      Siapkan sampel
2.      Ditimbang lebih kurang 1 gram saampel
3.      Kemudian haluskan dengan cara mengerus dalam lumping, selanjutnya masukkan sampel tersebut kedalam pipa kapiler dengan cara mentontolkan sampel ke pipa kapiler, dan padatkan hingga ketinggian 10 mm. setelah padat, itulah yang ditentukan titik leburnya.

V.                MONOGRAFI
1.      Sera alba
Pemerian          : padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapis tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik.
Kelarutan         : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Larut sempurna dalam kloroform dan eter juga minyak lemak.
Konsentrasi     : 1-20%
Kegunaan        : Stabilisator emulsi.
OTT                             : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi.
Stabilita                       : Stabil jika disimpan pada wadah tertutup dan terlindung dari cahaya

2.      Menthol
Sinonim                       : mentholum
Khasiat                        : korigen, antiritan
Pemerian          : hablur berbentuk jamur dan prisma, tidak bewarna, bau tajam seperti minyak permen, rasa panas dan aromatic diikuti rasa dingin.
Kelarutan         : sukar larut dalam air, sangat midah larut dalam etanol (95%), dalaam kloroform dan dalam eter. Mudah larut dalam paraffin cair dan minyak atsiri.
3.      Cetaceum
Pemerian                     : Putih, hablur, bening, bau dan rasa lemah.
Kelarutan         : larut dalam kloroform, etanol mendidih (95%) dan minyak menguap, praktis tidak larut dalam etanol 95% dan air.
Konsentrasi     : 1-15%
Kegunaan                    : emolien
OTT                             : asam atau basa kuat
4.      Adepslanae
Pemerian                     : Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
Kelarutan         : tidak larut dalam, air dapat bercampur dengan air lebih kurang 2x beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter dan kloroform.
Kegunaan         : Emulsifying agent, basis salep.
OTT                  : dapat mengandung pro oksidan dan dapat mempengaruhi stabilitas.
Stabilitas          : dapat mengalami autooksidasi selama penyimpanan. Untuk mencegah ditambahkan antioksidan.
Wadah dan penyimpanan : di tempat yang tertutup, terlindung dari cahaya, sejuk, dan kering.

5.      Asam benzoate
Pemerian          : hablur bentuk jarum atau sisik, putih; sedikit berbau, biasanya bau benzaldehid atau benzoin.
Kelarutan         : sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.
Wadah & penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas          : agak mudah menguap pada suhu hangat, mudah menguap dalam uap air.
Fungsi              : antimikroba
Konsentrasi      : 0,17% (Handbook of pharmaceutical excipients 2nd hal.32)
Sterilisasi          : otoklaf
OTT                  : alkali atau logam berat.
Ph                     : <5
6.      Asam salisat
Rumus struktur asam  : C7H6O3
Massa molekul : 138,1
Jarak cair                     : 158-161°C
Pemerian          : berupa hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus putih, rasa agak manis tajam dan stabil diudara. Bentuk sintesis tidak berwarna dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol.
Kelarutan         : Asam salisilat sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih;, agak sukar larut dalam kloroform (Anonim, 1995).

VI.             HASIL DAN PEMBAHASAN
  1. Hasil

No
Nama zat
Suhu akhir (OC)
Suhu awal (o C)
Suhu lebur berdasarkan FI
1
Asam salisilat
161
161
141-144
2
Cetaceum
100
110
42-60
3
Campuran
115
120
-
4
Cera alba
128
133
62-65
5
Asam benzoate
135
139
42-50
6
Adaps lanae
140
141
24-44
7
Menthol
144
145
62-64

  1. Pembahasan
Pada percobaan ini kami menggunakan melting point apparatus. Melting point apparatus adalah alat untuk menentukan suhu lebur suatu zat.Sebelum menggunakannya, bahan disediakan terlebih dahulu.
Selanjutnya masing-masing bahan dimasukkan kedalam pipa kapiler dengan cara mentontolkannya hingga tingginya sama.
Setelah itu bahan dimasukkan kedalam melting point dan dilakukan pengamatan terhadap suhu leburnya. Disini kami mencatat suhu awal dan suhu akhir zat .
Suhu awal dicatat saat suhu zat mulai menciut atau membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, dan suhu akhir dicatat saat hilangnya fase padat.
Dari data yang telah ada, kami mendapatkan perbedaan dengan FI. Yang mana menthol  dan adabslanae melebur lebih cepat dibandingkan yang lain, sedangkan cetaceum melebur lebih lambat.
Adanya perbedaan ini dikarenakan bantuk zat padat, kotoran yang larut dan tidak larut yang terdapat pada pipa kapiler, serta keterbatasan kemampuan kami dalam menggunakan alat melting point.
\
VII.          KESIMPULAN DAN SARAN
a.       Kesimpulan
1.      Suhu lebur adalah suhu pada saat suatu zat tepat melebur seluruhnya yang ditujukan pada fase padat tepat hilang.
2.      Dari percobaan yang telah dilakukan, ditemukan perbedaan hasil yang didapat dengan FI. Yang mana menthol  dan adabslanae melebur lebih cepat dibandingkan yang lain, sedangkan cetaceum melebur lebih lambat. perbedaan ini dikarenakan bantuk zat padat, kotoran yang larut dan tidak larut yang terdapat pada pipa kapiler, serta keterbatasan kemampuan kami dalam menggunakan alat melting point.

b.      Saran
1.      Sebaiknya sebelum melakukan percobaan periksa bahan terlebih dahulu, yang mana bahan yang diuji harus sama banyak serta tidak mengandung kotoran yang melekat guna mendapatkan hasil ang akurat.
2.      Lebih teliti dan hati-hati lagi untuk percobaan yang selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM.1979. Farmakope Indonesia. Jakarta: depkes Ri
Kasman, R. 2005. Kimia Fisika. Makasar: universitas Muslim Indonesia
Martin, Alfred dkk.1990. Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasi dan Etika. Jakarta: Ui Press
Tripler, PA. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 1 . Jakarta: Erlangga

No comments: