PRODUKSI DAN KONTROL KUALITAS
Standar pelayanan farmasi rumah sakit (KEPMENKES RI NO. 1197/MENKES/SK/X/2004)
produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Seksi produksi adalah seluruh rangkaian kegiatan dalam
menghasilkan suatu obat yang meliputi pembuatan obat mulai dari pengadaan bahan
awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi siap didistribusikan.
Produksi sendiri dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS), bila produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan secara
komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat
sediaan farmasi yang dilakukan merupakan
produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Dalam proses produksi
tersebut dilakukan berbagai tahap mencakup desain dan pengembangan produk,
pengadaan, perencanan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir,
pengemasan, penyimpanan, sampai dengan penghantaran produk tersebut pada
penderita/profesional kesehatan. Oleh karena itu, IFRS perlu menerapkan standar
sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Dalam rangka memutuskan tepat tidaknya
produksi lokal di rumah sakit, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
adalah rancangan kapasitas dan sumber produksi, seleksi produksi, persediaan
produksi serta pengontrolan kualitas dan harga produk.
Kriteria obat yang diproduksi:
1. Sediaan farmasi dengan formula
khusus
2. Sediaan farmasi dengan harga murah
3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang
lebih kecil
4. Sediaan farmasi yang tidak tersedia
di pasaran
5. Sediaan farmasi untuk penelitian
6. Sediaan nutrisi parenteral
7. Rekonstruksi sediaan obat kanker
Tugas Pokok Produksi Farmasi Rumah Sakit :
·
Perencanaan produksi : macam
dan jumlahnya
·
Usulan pengadaan bahan baku
(berkhasiat, tambahan), wadah dan etiket
·
Proses produksi
·
Distribusi hasil produksi
·
Pencatatan dan pelaporan
·
Evaluasi
Tujuan perencanan produksi obat adalah merencanakan
produksi obat yang sesuai dan kebutuhan rumah sakit. Dalam proses produksi
untuk menghasilkan anggaran yang tepat selama produksi maka farmasis akan
menentukan inventaris dan pemakaian anggaran yang diperlukan untuk produk akhir
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persediaan dan tingkat pemakaian produk jadi.
Mengenai tingkat pemakaian setiap jenis barang yang akan
diproduksi. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali catatan dari satu atau
dua tahun sebelumnya danmembandingkan catatan ini dengan pola resep yang
ditulis oleh dokter.
2. Persyaratan bahan.
Seorang farmasis di rumah sakit harus menentukan produk
yang akan dibuat dengan memperhitungkan jumlah dan banyaknya produksi yang akan
dibuat serta menyusun cara terbaik dan termudah dalam mendapatkan persediaan.
Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah, Etiket dan bahan lainnya seperti
kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian produksi.
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus
mempertimbangkan dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk
pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup untuk memproduksi
dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan faktor yang berharga dalam proses
produksi, maka farmasis harus menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya,
pemilihan perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan
peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat penumpukan
peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan
sumber-sumbernya.
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang
disyaratkan dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan
peralatan berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi,
lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya personil dan
tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan
pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal. Bagian
produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh tambahan personil yang
terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis seperti memasukkan cairan ke
dalam botol, menyaring, memberi etiket, dan lain-lain.
6.
Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan
menghasilkan suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat
biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung ditujukan
pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan pada biaya personil
dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat sewa, asuransi dan penurunan nilai
peralatan, pemeliharaan anggaran rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak
langsung seharusnya dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya
sebenarnya dari produk.
Dalam proses produksi,
dasar perencanaan produksi adalah formulir permintaan yang dikirim ke instalasi
produksi di mana mekanisme pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku dan
bahan jadi adalah :
a. Untuk pengadaan bahan baku dan pengemasan
yang digunakan dalam proses produksi diperoleh dari sub instalasi perbekalan
setiap bulan sekali.
b. Untuk penyimpanan
obat jadi dan bahan baku yang akan digunakan, masing-masing ditempatkan dalam
lemari terpisah.
c. Obat jadi
didistribusikan ke sub instalasi perbekalan untuk kemudian ke ruang atau depo
farmasi. Untuk produk yang dipesan oleh pihak lain selain di rumah sakit
diambil sendiri.
Persyaratan fisik sub instalasi produksi, seperti
dipersyaratkan dalam pedoman pengelolaan instalasi farmasi rumah sakit (1990)
adalah tersedianya bangunan/fasilitas produksi obat yang memenuhi standar,
yaitu :
·
Ruang cuci alat/botol
·
Ruang non steril
·
Ruang penyimpanan/produk
aquadest
·
Ruang smi-steril
·
Ruang autoclave (berdekatan dengan filtrasi)
·
Ruang administrasi kepala
·
Ruang locker
·
Ruang laboratorium internal
·
Ruang toilet
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub
instalasi produksi farmasi sebagai berikut, yaitu:
a.
Produk Obat Steril
Produksi
steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di
dalam ruang steril. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat
menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas kontaminasi.
1. Total Parenteral
Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah
membuat atau mencampur bahan nutrisi yang berisi asam amino, karbohidrat dan
lipid yang steril dengan kadar yang sesuai kebutuhan masing-masing pasien,
sehingga dihasilkan sediaan yang steril. Ruang untuk TPN bertekanan positif
dari pada di luar karena obat ini tidak berbahaya hanya saja dalam pembuatannya
harus steril.
2. IV admixture atau
pencampuran obat-obat suntik.
Proses pencampuran obat steril ke
dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang
bertujuan untuk penggunaan Intra Vena (I.V)
Ruang lingkup dari IV admixture :
1. Pelarutan serbuk steril.
2.
Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
3. Menyiapkan suntikan IV komplek
Keuntungan IV admixture:
1. Terjaminnya sterillitas produk
2.
Terkontrolnya kompatibilitas obat
3. Terjaminnya kondisi
penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah pengoplosan.
3. Obat Sitostatika
Obat sitostatika adalah obat yang
digunakan dalam pengobatan kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau
sitostatika adalah kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan
menyiapkan agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar–dasar keamanan
bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril. Sub
instalasi produksi farmasi melayani permintaan penyiapan obat sitostatika
dengan sumber obat yang berasal dari:
1.
Farmasi atau apotek Korpri
untuk pasien umum
2.
Apotek askes untuk pasien askes
3.
YKI (Yayasan Kanker Indonesia)
untuk pasien tidak mampu
Obat
tersebut diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari sebelum
dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan apakah
pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Jika
tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera
setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama
disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien
meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter, dan paraf
dokter, dan data permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara
pemberian, volume, jumlah (ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir,
expire date, dan alat kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang
steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk
kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari
350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih. Dua ribu partikel berukuran 5
mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara.
Tekanan udara di ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air
flow harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang
direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya.
Personil yang mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala,
masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.
b. Produk Obat Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi
obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya,
perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan permintaan
barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi dan persediaan
minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam kegiatan harian. Kegiatan yang
dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran, dan
pengemasan kembali.
a.
Pembuatan
Sub instalasi
produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan master formula.
Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan
pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada
formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh
petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per
item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau
pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa kembali. Setelah selesai
pengemasan, maka penyelia harus mengisi lembaran atau formulir pengemasan yang
berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan,
kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan
etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa obat
sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada
formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang
mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol 95%
c. Pengemasan kembali
Pengemasan
kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar menjadi kemasan yang
lebih kecil. Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat
luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu
dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan mempertimbangkan
waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat dicatat dalam kartu sediaan.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub instalasi
distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan
setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk
pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak ada dalam
rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan pengeluaran
bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan dan pengeluaran produk
jadi non steril, serta laporan pelayanan sitostatika. Obta-obat yang diproduksi
di instalasi produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi
sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.
Meskipun banyak alasan untuk melakukan produksi lokal,
tapi studi feasibilitas (kelayakan) tetap dibutuhkan sebelum produksi dimulai.
Hal ini tergantung pada pengadaan dan kualitas sumber bahan. Perusahaan farmasi
biasa menjalankan produksi yang sangat sederhana atau dapat pula membuat produk
yang berbeda tingkat kompleksitasnya, studi feasibilitas ini harus
memperhatikan:
1. Personil
Personil bagian produksi adalah sumber terkontaminasi dan error yang
terjadi pelatihan kepada mereka harus secara regular, dan evaluasi dan inspeksi
dilakukakan secara periodik.
2. Gedung dan bangunan fisik.
Dasar dari produksi adalah lokasi, desain,
konstruksi, adaptasi, dan pemeliharaan. Gedung bisa saja sederhana, tapi dengan
ukuran yang cukup untuk melakukan semua kegiatan. Penyusunan area harus bebas
debu, dengan menggunakan AC, jendela harus terkena sinar matahari dan terjaga
keamanannya.
Jumlah gedung, ruang dan ukuran ruang tergantung
pada beberapa faktor :
a. Jenis umum produksi Farmasi yang dilaksanakan (Steril/non steril)
b. Jumlah bentuk produk Farmasi (eksternal dan internal liquid, serbuk,
salep, tetes mata, parenteral, dll)
c. Jumlah atau kuantitas dari tiap produk sediaan.
d. Volume dari repacking dan COT packaging
e. Tingkat penyediaan servis (pusat pelatihan, pusat distribusi, rumah
sakit sederhana).
Ruang-ruang
terpisah (pada beberapa hal mempunyai cirri khusus) dibutuhkan untuk :
a. Kegiatan administrasi.
b. Ruang untuk mencuci botol – botol
c. Produksi non steril
d. Ruang steril
e. Sterilisasi dan penyaringan air
f. Pelabelan dan internal QC
g. Gudang
h. Ruang penerimaan
i.
Ruang istirahat
j.
Kafetaria/dapur kecil.
k. Ruang pemeliharaan
l.
Garasi
m. Ruang kelas (disatukan dengan ruang istirahat)
n. Rumah untuk staf
o. Laboratorium.
3. Sumber air
Pengadaan air yang cukup adalah hal yang
sangat fundamental. Tetapi terkadang, produksi farmasi di beberapa daerah
berkembang tidak mempunyai pelayanan persediaan air, dan jika ada air harus
diteliti dulu sebelum digunakan, jika persediaan air kurang harus ada
alternatif lain sumber air sebelum produksi dimulai.
Sumber-sumber air yang dapat digunakan antara lain :
- Air hujan
- Air permukaan (danau/sungai)
- Air bawah tanah (sumber/mata air)
- Penyaringan air dengan sinar matahari.
Hal ini tergantung pada sumber air, cuaca, kontaminasi dan jumlah
yang dibutuhkan. Air dari berbagai sumber tersebut di atas perlu diuji
laboratorium untuk memonitor kemurniannya.
4. Peralatan.
Lokasi dan desain dari peralatan harus
meminimalisir resiko error dan efektif pada pembersihan dan perawatannya. Berat
dan ukuran peralatan harus dikalibrasi secara teratur.
5. Dokumentasi.
Setiap produksi harus punya literatur
teknis, yang terdiri dari Formularium Nasional yang resmi dan Farmakope. Sumber
dari formula harus menggunakan referensi dari literatur sains dan tercatat pada
bagian produksi dan kontrol buku kerja, kalkulasi ukuran batch dan intruksi
harus jelas sebelum memproduksi produk baru.
-
Mempersiapkan salinan pesanan
asli dari dokter berisi nama pasien, no ruangan, cairan intravena yang
diinginkan, bahan tambahan, waktu mulai, lama terapi dan kecepatan alir.
-
Memeriksa stabilitas, interaksi
obat, dosis lazim, kontabilitas bahan, duplikasi obat, alergi, lama terapi dan
membandingkannya dengan aturan automatic stop order dan terapi lain yang
diterima pasien. Resep pesanan tersebut dimasukkan dalam profil pasien.
-
Penyimpanan label dan lembar
kerja, lalu di cek kembali sesuai pesanan.
-
Mempersiapkan produk parenteral
(oleh farmasis atau asisten apoteker berpengalaman tergantung aturan yang
berlaku)
-
Produk dipersiapkan, di cek
kembali labelnya dengan pesanan aslinya. Dosis, bahan, label pembantu,
kompatibilitas, rute, kecepatan, kehadiran bahan partikulat, perubahan warna
integritas wadah periksa. Umumnya setiap dosis intravena diberikan sesuai
urutan pesanan.
-
Pada pengiriman produk
intravena ke unit pasien, larutan sekali lagi di cek oleh orang yang akan
memberi obat.
-
Jika tidak langsung digunakan,
racikan intravena harus dimasukan ke dalam lemari pendingin sampai akan
digunakan. Jika tidak digunakan selama 24 jam harus dikembalikan ke bagian
farmasis untuk didistribusikan kembali atau dibuang.
-
Sebelum pemberian pada pasien,
perawat harus memeriksa kebenaran nama pasien, nama obat, konsentrasi larutan,
tanggal kadaluarsa dan waktu mulainya.
· Sediaan Intravena
Tanggung jawab
terhadap sistem peracikan intravena ada di tangan farmasis karena faktor :
a. Kontaminasi, farmasis memperhatikan kebersihan dengan aliran udara
laminar vertikal atau horizontal untuk peracikan intravena.
b. Kompatibilitas, farmasis dapat mengontrol larutan intravena yang
digunakan dan obat yang dikombinasikan dalam larutan. Farmasis harus disiapkan
untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketidaksempurnaan kimia, fisik,
terapeutik dan merancang alternatif yang cocok untuk mengatasinya.
c. Stabilitas, informasi stabilitas obat harus diperoleh dengan mudah
agar farmasis dapat memantapkan kondisi optimum penyiapan sesudah pembuatan.
d. Biaya, keuntungan bila sistem ini dilakukan adalah berkurangnya
biaya keseluruhan karena obat dan pelarut, penyimpanan, waktu pembuatan,
sediaan yang tidak terpakai dan terbuang lebih sedikit. Obat dibuat dalam
jumlah besar sehingga mengurangi tenaga dan waktu serta lebih ekonomis.
e. Kesalahan, farmasis dididik untuk mengakumulasi pengobatan dalam
menentukan dosis terapi parenteral terutama pada peracikan nutrisi dan ke
terapi.
f. Kualitas, peracikan harus memperhatikan mutu di mana larutan
diperiksa selama dan sesudah pembuatan. Kompatibilitas dan sterilisasi,
pelabelan merupakan sistem farmasi yang khas.
g. Keamanan, direktur pelayanan farmasi bertanggung jawab atas
pembuatan, sterilitas, pelabelan larutan dan obat parenteral yang diproduksi di
rumah sakit
h. Proses memeriksa pesanan atau resep awal (menentukan apabila dosis,
diluen, kecepatan pemberian sudah benar). Farmasis dilatih untuk membaca label
tiga kali untuk memastikan pesanan dan resep yang dibuat adalah benar.
i. Pelayanan kefarmasian total, tetapi intravena digunakan sebagian
atau selama waktu inapnya. Untuk memonitor pengobatan, perlu dibuat penyimpanan
data terpusat sehingga dapat ditinjau.
Komponen dalam peracikan intravena :
1. Ruang penyimpanan
Idealnya, produk
parenteral harus disiapkan dalam clean room. Beberapa rekomendasi untuk ruang
penyimpanan produk parenteral antara lain:
a. Lantai mudah
dibersihkan.
b. Fasilitas untuk
cuci tangan.
c. Hood Laminar Air
flow.
d. Lemari pendingin.
e. Penerangan yang
baik.
f. Ruangan yang
memadai.
g. Peralatan untuk
penyiapan.
Bagian Produksi Steril
1.
Produksi Aqua Destilata Steril
Aqua destilata
steril banyak diperlukan di rumah sakit, misalnya untukirigator dalam operasi
urologi, untuk cuci luka, sebenarnya yang digunakan aqua demineralisata, yaitu
air hasil resin penukar kation dan resin penukar kation
2.
Produksi Infus/Obat Suntik
Steril
Bagian steril
memproduksi infus/obat suntik seperti NaCl 0,9%, glukosa 40%, dan Methylen blue
5%. Selain itu juga memproduksi :
·
Penyiapan nutrisi parenteral
(bukan Total Parenteral Nutrisi)
·
Pencampuran obat seril
·
Penyiapan obat-obat
kanker/sitostatika
3.
Penyiapan Nutrisi Parenteral
Makan
dan minum secukupnya tubuh kita akan mendapatkan air, elektrolit, trace element, vitamin dan nutrient
lain, seperti karbohidrat, protein dan lemak, yang digunakan sebagai sumber
energi, komponen structural sel dari jaringan
Penyiapan
nutrisi parenteral dilakukan dibagian produksi steril, dekerjakan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis
sesuai dengan kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula
standard an kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Faktor
yang perlu diperhatian :
·
Tim yang terdiri dari dokter,
apoteker, dan perawat
·
Sarana da prasarana
·
Ruangan khusus
·
Lemari pencampuran Biological safety cabinet
·
Kantong khusus untuk nutrisi
parenteral
4.
Pencampuran Obat Steril
Resiko utama
pencampuran obat steril sesui kebutuhan pasien adalah stabilitas,
kompatibilitas, dan kontamiasi mikroba
Kegiatan :
·
Mencampur sediaan intravena ke
dalam cairan infus
·
Melarutkan sediaan intravena
dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai
·
Mengemas menjadi sediaan siap
pakai
5.
Penyiapan obat-obat
kanker/sitostatika/obat anti neoplastik
Secara operasional dalam mempersiapkan dan
melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai, sehingga kecelakaan terkendali.
Kegiatan :
·
Melakukan perhitungan dosis
secar akurat
·
Melarutkan sediaan obat kanker
dengan pelarut yang sesuai
·
Mencampursediaan obat kanker
sesuai dengan potokol pengobatan
·
Mengemas dalam kemasan tertentu
·
Membuang limbah sesuai prosedur
yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan :
·
Cara pemberian obat kanker
·
Ruangan khusus yang diranang
dengan kondisi yang sesuai
·
Lemari pencampuran Biological safety cabinet
·
Hepa filter
·
Pakaian khusus
·
Sumber daya manusia yang
terlatih
Pengawasan mutu dilakukan terhadap :
·
Ruangan : pembuatan, pengujian,
penyimpanan
·
Alat
·
Proses pembuatan
·
Hasil jadi
Ruang/tempat dan peralatan produksi
yang menjamin mutu produk, meliputi :
·
Ruang perantara
·
Laminar air flow/Biologycal Safety Cabinet
·
Otoclaf
·
Oven
PENGEMASAN KEMBALI DAN
PEMBERIAN ETIKET
Instalasi farmasi rumah sakit melaksanakan pengemasan
dan atau pengemasan kembali obat sediaan farmasi dan pengemasan unit
tunggal/dosis yang merupakan salah satu bentuk produksi obat.Pengemasan obat
adalah salah satu metode ekonomis yang memberikan kenyamanan, identifikasi,
penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi.
Profesi farmasi selalu terlibat dalam pengemasan sediaan
obat sampai diserahkan kepada penderita. Fungsi pengemasan, pengemasan kembali,
dan pra-pengemasan dilaksanakan dalam IFRS rumah sakit besar dan kecil. Sejak
industri farmasi membuat sediaan obat, peranan apoteker rumah sakit berubah
dari formulator menjadi pengemas dan atau pengemasan kembali atau pra-pengemasan.
Macam-macam jenis pengemas :
1. jenis pengemasan yang pertama adalah pengemasan sediaan obat yang
dimanufaktur rumah sakit dalam wadah tertentu dan atau obat yang sudah selesai
diracik untuk diserahkan kepada penderita
2.
jenis pengemasan yang kedua
adalah pendosisan kemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus
penderita, disebut pengemas kembali atau secara khusus disebut kemasan ”unit
penggunaan”, kemasan unit penggunaan dikarakterisasi, misalnya kemasan vial,
ampul, botol plastik, yang berisi beberapa dosis obat.
3.
jenis kemasan yang ketiga
adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal yaitu kemasan obat yang berisi satu
bentuk sediaan tersendiri, misalnya satu kemasan satu tablet atau satu kapsul,
satu kemasan 2 ml volume cairan, satu kemasan dari 2 g salep. Kemasan seperti
ini adalah dasar dari pelaksanaan sistem dosis urut.
4.
jenis kemasan yang keempat
adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal atau dosis tunggal. Kemasan dosis unit
adalah kemasan yang berisi satu atau lebih kemasan unit tunggal dari obat
tertentu yang diminta atau ditulis untuk penderita tertentu.
Fungsi utama kemasan adalah seperti tertera di bawah
ini:
1. Fungsi pokok dari suatu kemasan obat adalah mewadahi sediaan obat agar
tidak membiarkannya menjadi bagian dari lingkungan. Terutama hal ini
mensyaratkan suatu kemasan yang tidak bocor dan tetap kedap terhadap pengaruh
bahan-bahan formulasi sediaan obat yang cukup kuat menahan isinya selama
distribusi fisik.
2. Perlindungan adalah fungsi kemasan yang paling penting. Sediaan obat
harus dilindungi terhadap kerusakan fisik, kehilangan kandungan atau bahan
ramuan dan terhadap gangguan komponen lingkungan yang tidak dikehendaki,
seperti uap air (lembab), oksigen, cairan, kotoran, kontaminasi, dan cahaya
matahari
3. Memberi identitas terhadap isinya secara lengkap dan tepat.
4. Membolehkan isinya dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan aman.
Pengemasan
Kembali (Ulang)
Pengemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah
khusus penderita disebut pengemasan kembali atau pengemasan ulang atau
pengemasan unit penggunaan. Pengemasan kembali biasanya dipertimbangkan apabila
sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas ruah (kemasan rumah sakit dengan
harga lebih menguntungkan kemudian dikemas kembali) dalam IFRS dengan biaya
tenaga kerja lebih murah, dalam kemasan rangkaian terapi (kemasan selama
terapi), maupun dalam kemasan dosis unit.
Pra-pengemasan juga termasuk pengemasan kembali, untuk
mengantisipasi pelayanan sediaan obat tertentu yang sering dan banyak diminta
melalui order atau resep dokter, bertujuan untuk mempercepat dan efisiensi
pelayanan. Pengemasan kembali atau pra-pengemasan untuk dispensing atau
menguntungkan, jika kondisi berikut dapat dipenuhi:
1. jumlah penderita yang besar datang mengambil obat pada waktu yang
sama
2. segolongan obat kecil sering ditulis atau diorder dalam jumlah yang
sama
3. jenis kemasan yang digunakan akan memberikan perlindungan dari
atmosfer sampai penderita menggunakan obat
4. harus dapat diberi etiket pada kemasan dengan nama dan kekuatan obat
5. dokter penulisan resep terlibat dalam pemilihan kuantitas, isi
kemasan, dan menyetujui kuantitas yang dipilih tersebut.
Persyaratan praktis untuk wadah :
1. Sebelum diisi, wadah harus bersih dan kering.
2. Perhatian khusus dan prosedur pembersihan terdokumentasi diperlukan
guna memastikan agar partikel asing tidak masuk ke dalam sediaan obat.
3. Wadah dan tutup tidak reaktif atau absorptif.
4. Sistem tutup wadah harus memberikan perlindungan yang memadai
terhadap kerusakan atau kontaminasi pada sediaan obat.
5. Wadah sediaan obat dan tutupnya harus bersih dan jika dinyatakan
sifat obat, disterilkan, dan diproses untuk menghilangkan sifat pirogenik guna
memastikan bahwa wadah dan tutupnya layak untuk penggunaan yang dimaksudkan.
6. Sterilisasi dan proses untuk menghilangkan sifat pirogenik harus
terdokumentasi dan diikuti untuk wadah dan tutup sediaan obat.
7. Wadah dapat ditutup kembali sehingga isi yang belum digunakan tidak
terkontaminasi atau menimbulkan bahaya pada anak-anak.
8. Apabila isi wadah adalah steril, sterilitas harus dipertahankan
sampai sisa isi yang belum digunakan.
9. Wadah harus menyajikan semua informasi tentang sediaan obat dan
praktik terapi yang baik.
10. Wadah harus memberikan kemudahan kepada penderita dalam penggunaan
sediaan obat.
Faktor Pertimbangan dalam Pengemasan Kembali
Untuk membuat keputusan tentang jenis dan jumlah sediaan
yang dikemas kembali atau prakemas dapat dilakukan hanya setelah meneliti secara
luas situasi rumah sakit. Beberapa faktor yang harus dipertimbangan sebagai berikut:
1. Permintaan terhadap suatu sediaan obat
a. Permintaan sepanjang satu tahun atau sepanjang suatu musim
b. Asal permintaan dari klinik atau ruang perawatan penderita
c. Sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas yang dapat memenuhi
permintaan yang telah dikemas dalam unit kecil oleh manufakturnya dengan harga
yang lebih rendah daripada biaya biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk
pengemasan kembali/pra-kemas sediaan obat yang sama dalam wadah yang serupa
2. Ukuran unit yang dikemas dan jumlah produk kemasan dari tiap ukuran
3.
Jenis wadah dan tutup yang
harus digunakan untuk mempertahankan keutuhanterapi
4.
Etiket khusus yang diperlukan
5.
Cara pengemasan sediaan obat
dengan mesin atau cara manual
6.
Stabilitas dan tanggal
kadaluarsa sediaan obat
7.
Harga unit dari pengemasan
kembali dan pihak yang membiayai pengemasan kembali itu
Jenis Pengemasan Kembali Berdasarkan Jangka Waktu Penggunaan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jangka waktu
penggunaan sediaan obat mencakup pengemasan kembali ekstemporer (tanpa persiapan)
dan pengemasaan kembali dalam bets.
1. Pengemasan Kembali Ekstemporer
Adalah pengemasan sediaan obat yang dibutuhkan sebelum
ada resep atau order. Pengemasan kembali ekstemporer disebut juga pengemasan
kembali tanpa persiapan atau pengemasan segar, adalah proses pengemasan kembali
harian sediaan obat yang digunakan selama priode waktu yang pendek. Pada
umumnya jumlah dosis yang dikemas kembali merupakan jumlah dosis yang akan
dikonsumsi dari tanggal kadaluarsa dari sediaan obat yang dikemas kembali tersebut.
2. Pengemasan Kembali Bets
Adalah pengemasan kembali suatu bentuk sediaan obat
tertentu dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita oleh personil yang
ditugaskan dalam kuantitas yang cukup sampai akhir dari suatu waktu yang
ditetapkan terlebih dahulu.Pengemasan kembali dilakukan untuk sediaan obat yang
stabil selama periode waktu yang lama di dalam bahan pengemas yang merupakan
sediaan obat yang sering dibutuhkan oleh dokter di rumah sakit.
Pengemasan
Kembali Berdasarkan Jumlah Dosis Per Kemasan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jumlah dosis per
kemasan mencakup kemasan dosis unit dan selama terpakai.
1. Kemasan Dosis Unit
Adalah kemasan berisi dosis tertentu dari suatu bentuk
yang diorder, yang siap digunakan atau dikonsumsi untuk seorang penderita
tertentu, melalui rute pada waktu pemberian yang tertulis dan untuk kebanyakan
sediaan obat disuplai tidak lebih dari 24 jam. Kemasan dosis unit merupakan
kemasan sediaan obat dalam sistem distribusi obat dosis unit bagi penderita
rawat tinggal di rumah sakit.
Keuntungan umum dari sistem ini adalah sediaan obat
selalu dapat diidentifikasi, kesalahan obat akan berkurang, kontaminasi yang
disebabkan penanganan ditiadakan, waktu penyimpanan obat oleh perawat
ditiadakan dan penyediaan obat dapat terkendali secara teliti.
2. Kemasan Selama Terpakai
Adalah kemasan yang mengandung sejumlah sediaan obat
sejenis untuk penggunaan selama satu periode waktu yang ditetapkan dokter atau
staf medik oleh PFT. Pengemasan selama terapi pada umumnya untuk penderita ambolatori.
Informasi pada etiket kemasan kembali
1. nama obat generik dan kekuatan obat (pencantuman nama dagang jika
ada dapat disertakan)
2. nama rumah sakit yang melakukan pengemasan kembali
3. nama industri farmasi produsen sediaan obat yang dikemas kembali
4. jumlah isi atau kandungan sediaan obat dan kemasan
5. karakteristik khusus dari bentuk sediaan (misal lepas lambat)
6. rute pemberian jika di luar pemberian oral (misal pemakaian pada
kulit)
7. rute injeksi harus tertera pada kemasan luar dan kemasan dalam
8. kekuatan harus dinyatakan sesuai dengan terminologi dalam Farmakope
Indonesia, yaitu sistem metric
9. isi total dan dosis total kemasan harus dinyatakan pada etiket
10. catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (misal lemari pendingin),
penyiapan (misal kocok dahulu atau rekonstitusi dulu), dan pemberian (misal
jangan kunyah)
11. tanggal kadaluarsa harus secara mencolok terlihat pada kemasan.
12. kode identifikasi sediaan
13. nomor bets pada wadah
Pengoperasian Pengemasan
Awal
Di rumah sakit pengemasan dalam jumlah kecil tidak memerlukan
pegawai, area, dan peralatan khusus. Pengemasan dapat dilakukan oleh staf
apoteker dengan pembantu paruh waktu. Alat yang diperlukan adalah alat
penghitung tablet secara manual atau timbangan yang cukup sensitif. Sedangkan
untuk jumlah besar dimungkinkan adanya unit khusus yang terpisah dengan tenaga
kerja di bawah pengawasan seorang farmasis dan pengemasan dilakukan dengan
bantuan mesin pengisi ototmatis untuk sediaan cair, alat penghitung otomatis
untuk tablet dan kapsul, serta mesin penandaan otomatis.
Apalagi jumlah bahan yang akan dikemas terlalu banyak
untuk pelaksanaan manual tetapi terlalu kecil untuk pelaksanaan otomatis, maka
digunakanlah alat semi otomatis seperti alat penghitung tablet dan kapsul
elektronik dan otomatis, mesin penutup dan pengisi otomatis, mesin pemipet dan
perlengkapan untuk memberi tanda semi otomatis.
Menurut ASHP (Association Society Hospital Pharmacy),
kemasan unit tunggal dan unit dosis harus memenuhi empat fungsi dasar, yaitu:
1. melindungi isinya
dari efek yang merusak peralatan
2. melindungi isinya
dari kerusakan hasil dari penanganan
3. tidak
mempengaruhi identifikasi dari produknya sendiri
4. memungkinkan
isinya dapat digunakan secara tepat, mudah, dan teliti.
USP menyatakan bahwa CPOB disusun untuk
mengontrol alat-alat yang akan digunakan untuk proses pembuatan, pengemasan,
dan penyimpanan obat, sehingga obat-obat yang dibuat dapat diidentifikasi
kekuatannya, kualitas, dan kemurniannya. USP mencantumkan faktor-faktor yang
telah ditetapkan oleh CPOB, yaitu:
1. Organisasi
2. Fasilitas
3. Peralatan
4. pengendalian
komponen dan wadah serta tutup obat
5. pengawasan
pengemasan dan pemberian label
6. pengawasan
produksi dan proses
7. penyimpanan dan
distribusi
8. pengawasan
laboratorium
9. laporan dan
dokumentasi
Peralatan Pengemasan
Kembali
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pengemasan
kembali harus dirancang dengan tepat, ukurannya cukup, lokasinya memudahkan
jalannya proses pengemasan, dan mempermudah proses pembersihan dan
perawatannya.Peralatan yang otomatis, mekanik, atau elektronik atau peralatan
lain termasuk komputer atau sistem yang berhubungan dengan proses penyiapan
obat harus rutin dikalibrasi, diperiksa dan dicek berdasarkan program tertulis
yang dibuat dan dirancang untuk menjamin penampilan atau hasil yang baik.
Farmasis yang bertanggung jawb dalam
pemilihan peralatan pengemas bahan harus mengerti prinsip CPOB yang digunakan
untuk menjamin ketepatan pemakaian peralatan. Peralatan harus dapat diandalkan,
aman, terbukti baik untuk pengemasan, dapat dibersihkan atau disterilkan atau
disanitasi agar terhindar dari kontaminasi silang, dapat dikalibrasi dalam
pemakaian dan cocok dengan produk yang akan dikemas kembali. Sebagai tambahan,
pemilihan larutan pembersih dan desinfektan juga harus diperhatikan dalam pemilihan
alat.
Pengemasan Obat Sediaan
Tunggal
Kemasan tunggal adalah salah satu kemasan dalam sediaan
farmasi seperti tablet, kapsul, atau kemasan 2 ml volume cairan. Pertimbangan
umum:
1. Bahan kemasan dapat melindungi sediaan obat dan ditentukan serta disediakan
oleh perusahaan farmasi yang disesuaikan dengan alat dan perlengkapan yang ada.
2.
Bentuk dan ukuran harus dapat
diterima dengan mudah oleh pasien agar mudah membuka dan menggunakannya.
3.
Label
- Nama generik dan nama paten
Nama generik obat
merupakan bagian yang paling menonjol dari label kemasan. Nama pabrik atau
distributor harus ada ada kemasan. Nama generik dari suatu produk dianggap
perlu tetapi tidak demikian halnya dengan nama paten.
- Bentuk sediaan
Karakteristik khusus
dari bentuk sediaan harus disebutkan dalam label, contohnya sediaan lepas
lambat. Untuk rute pemberian selain oral, label pada kemasan harus mencantumkan
rute yang digunakan, contoh untuk topikal. Dalam kemasan injeksi rute pemberian
injeksi harus dinyatakan pada bagian luar dan dalam kemasan, contoh:tercantum
pada unit syringe atau karton (jika ada).
- Kekuatan
Kandungan harus
dinyatakan sesuai dengan pengertian dalam AHFS (American Hospital Formulary
Service). Sistem metrik harus digunakan yang mana untuk suatu formula sediaan,
USP telah menyediakan tabel untuk perkiraan pembulatan yang ekuivalen dan
dinyatakan dengan jumlah yang paling kecil, mikro gram digunakan sampai batas
999, kemudian gram. Maka bahan dinyatakan sejumlah 300 mg bukan 325 mg, bukan
pula 0,3 g; sedangkan 400 mikrogram, bukan 1/150 g, bukan pula 0,4 mg atau
0,0004 g dan untuk volume dinyatakan dalam ml, bukan cc.
- Kandungan dosis dan kandungan total obat
Kandungan total dan
kandungan dosis pada kemasan harus disebutkan. Maka kemasan unit dosis yang
mengandung dosis 600 mg, yang terdiri dari 2 tablet 300 mg harus diberi label
600 mg (sama dengan tablet 300 mg). Sama halnya dengan dosis 500 mg dengan
bentuk sediaan cair 100 mg/ml, harus diberikan label: berikan sejumlah 500 mg
(sama dengan 500 ml dari sediaan 100 mg/ml).
- Catatan khusus
Catatan khusus
seperti kondisi penyimpanan (dalam lemari pendingin, dan lain-lain), cara
penyiapan (dikocok dahulu, dibasahkan, dan lain-lain), dan cara pakai (seperti:
jangan dikunyah) dan sebagainya yang tidak begitu jelas bila dilihat dari
desain bentuk sediaan, harus tercantum pada label.
- Tanggal kadaluarsa
Sama bila produk
tersebut dikemas kembali. Tanggal kadaluarsa harus terlihat dalam kemasan namun
pada beberapa rumah sakit jarang digunakan penempelan tanggal kadaluarsa karena
menganggap bahwa obat di rumah sakit cepat dikonsumsi dalam persediaannya,
serta untuk memperoleh informasi dipermudah oleh adanya informasi dari catatan
kontrol.
- Nomor Lot (nomor kontrol)
Nomor kontrol harus
ada pada kemasan. Nomor ini umumnya dari tanggal pengemasan dilakukan, dengan
sejumlah nomor atau huruf tambahan yang amenggambarkan urutan pengemasan
sediaan pada hari itu. Nomor kontrol hendaknya sesederhana mungkin untuk
mengurangi kesalahan mengartikan nomor. Contoh: Nomor Lot: A123091 yang berarti
produk pertama yang dikemas pada tanggal 20 Desember 1991.
- Kode identifikasi produk
- Kode identifikasi produk dianjurkan tercantum langsung pada bentuk
sediaan.
4. Jumlah minimum produksi sediaan tunggal ada dalkam semua ukuran, di
mana pertimbangannya berdasarkan kebutuhannya.
5. Tiap kemasan harus didesain bahannya tidak akan keluar sebelum
dibuka.
Pertimbangan Khusus
Pertimbangan Khusus
1. Sediaan Padat Oral
a.
kemasan blister
mempunyai latar yang
tidak tembus cahaya dan tidak memantulkan cahaya (permukaan atas dasar) untuk
dicetak
b. kemasan kantong
2. Sediaan Cair
3. Sediaan Injeksi
4. Larutan IV admixture
5. Sediaan untuk Pengobatan Saluran Cerna
6. Sediaan Topikal
7. Bentuk Sediaan Lain
Daftar Pustaka
Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan.
Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta,
Indonesia: DirJen Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan. 2004.