Tuesday, 19 September 2017

FARMAKOGNOSI : ALKALOID

Gb.opium
Sumber:dreamstime.com

1.      PENGERTIAN ALKALOID
a.     Alkaloid adalah senyawa yang mengandung atom N biasanya berasal dari asam amino.
b.   Alkaloid adalah Basa nitrogen organik yang ditemukan pada tanaman dan sedikit pada mikroorganisme dan hewan, yang punya sifat amina primer, sekunder dan tersier yang membedakan kebasaannya antara tipe-tipe alkaloid yang dibuat dengan reaksi dan purifikasi.
c.   Secara farmakologi adalah senyawa alam yang mengandung atom N  dimana pada dosis minimum dapat memberikan efek secara farmakologis.

2.      SEJARAH ALKALOID
a     Derosne (Apt Perancis) mengisolasi senyawa yang sekarang dikenal sebagai narcotine tahun 1803
b.    Sertürner (Apt Hanoveria) mengisolasi morphine dari opium tahun 1806 & 1816
c.  Pelletier & Caventou : strychnine (1817), emetine (1817), brucine, piperine, caffeine (1819), quinine, colchicine (1820) & coniine (1826)
d  Coniine alkaloid pertama yang ditentukan strukturnya (Schiff, 1870) & disintesis (Ladenburg, 1889)
e.    “Minor” alkaloid diisolasi oleh khemis pada awal ¼ abad yang lalu
f.      Pada pertengahan tahun 1940 telah diisolasi 800 alkaloid
g.    Pada tahun 90’an meningkat hingga 10.000
h    Pada pertengahan akhir abad XX  ® pencarian obat antikanker alkaloid ® puncaknya : penggunaan vincristine, vinblastine & paclitaxel dlm dunia medis

3.      FUNGSI ALKALOID
a.  sebagai metabolit sekunder, pada tanaman sebagai pelindung dari serangga karena kepahitan dan toksisitasnya
b.      pada kasus tertentu sebagai produk akhir dari detoksifikasi metabolit.
c.       Sebagai sumber atom N  bagi tumbuhan yang kurang atom N
d.      Pengatur pertumbuhan seperti pematangan buah, layu pada bunga dan pembusukan.
e.       Sumber energi dan kasus defisiensi CO2

4.      PENAMAAN ALKALOID
Penamaan alkaloid dilakukan dengan penambahan  akhiran -ine (Inggris)
a.       Nama genus tumbuhan penghasil
Misal:  hydrastine, atropine (dari Atropin belladonin)
b.      Nama spesies tumbuhan penghasil
Misal : cocaine, belladonine (dari Atropa belladonin)
c.       Nama umum tumbuhan penghasil
Misal  :ergotamine dari tumbuhan ergot
d.      Aktivitas fisiologi yg ditimbulkan
Misal; emetine (Karena memiliki sifat emetik/ merangsang muntah),  morphine
e.       Nama penemunya
Misal: pelletierine (ditemukan oleh palatier),  papaver semniverum (ditemukan oleh morphin)
f.        Sifat fisik senyawa itu sendiri
Misal :hygrin à hygrolopine

Penambahan awalan dan akhiran
a.       Awalan
Ø  nor
Misal :
-          N -emetilation dan N-dimetilation
-          Nor pseudoefedrin dan normicotine
Ø  Apo
Misal: apomorpine
Ø  Iso, pseudo, neo, epi
Gunanya adalah untuk identifikasi tipe isomer

b.      Akhiran
Ø  -dine
Penambahan dine hanya berbeda isomer optiknya.
Misal :
-          Cinchonina à chinconidine
-          Quinin à quinidin
Ø  -ine
Misal: ergotamine dan ergotaminine

5.      DISTRIBUSI ALKALOID
          Fungi : deriv asam lisergat (lysergic acid) & gliotoksin (gliotoxin)
         Pteridophyta : lycopodium
        Gymnospermae : Ephedra & Taxus sp.
    Kulit katak Phyllobates sp  ® alkaloid yang paling beracun ® lainnya : 24 kelas alkaloid yang mencapai 300
         Mamalia ® indole & isoquinoline alkaloid ® morfin mamalia
         Angiospermae : distribusi tidak merata

Alkaloid biasa terdapat pada ordo :
         Centrospermae (Chenopodiaceae)
         Magnoliales (Lauraceae, Magnoliaceae)
         Ranunculales (Berberidaceae, Menispermaceae, Ranunculaceae)
         Papaverales (Papaveraceae, Fumariaceae)
         Rosales (Leguminosae, sub Familia Papilionaceae)
         Rutales (Rutaceae)
         Gentiales (Apocynaceae, Loganiaceae, Rubiaceae)
         Tubiflorae (Boraginaceae, Convolvulaceae, Solanoceae)
  Campanulales (Campanulaceae, sub famili Lobeioidoe, Compositae, sub famili Senecioceae)

6.      PENENTU SIFAT KEBASAAN ALKALOID
Kebasaan alkaloid tergantung pada adanya pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron,  sebagai contoh; gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada etilamin. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh; gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa yang mengandung gugus amida.

7.      SIFAT FISIKA ALKALOID
a.       Umumnya berbentuk padat dan kristal.
Ada yang menguap, misal nikotin dan coniin.
Juga yang tidak menguap, misalnya pillokarpin dan hyosin.
Selain itu juga bersifat cair, misalnya : coniine (Hemlock) dan nicotine (tembakau)
b.      Umumnya tidak bewarna.
Ø  Colchinin dan berberine :kuning
Ø  sanguinarine : merah tembaga
Ø  canadine : orange
c.       kelarutan
Kelarutannya sangat bervariasi tergantung struktur
Ø  Dalam bentuk basa bebas, sedikit larut dalam air, larut dalam pelarut organic
Ø  Dalam bentuk garam larut dalam pelarut organic
Misal : Strychnine HCl lebih larut dalam air daripada bentuk basanya.
Perkecualian :
-          Caffeine basa, terekstraksi oleh air
-          Colchicine larut dalam air,dalam suasana asam, netral dan basa
-          Quinine Sulfat kelarutan 1 bagian dalam 1000 bagian air
-          Quinine HCl kelarutan 1 bagian dalam < 1 bagian air
d.      Optik aktif

8.      SIFAT KIMIA ALKALOID
a.       Kebanyakan mengandung atom O, kecuali coniine (Hemlock) dan nicotine (tembakau) à cair
b.      Adanya kemampuan untuk membentuk garam
c.       Stabililitas
cahaya, oksigen, asam dan alkali mempengaruhi alkaloid. Alkaloid kurang stabil dalam bentuk basah.

9.      KLASIFIKASI ALKALOID
a.       Berdasarkan struktur kimia
Ø  Heterosiklik : ada atom N didalam cincin
Ø  Non heterosiklik : tidak
b.      Biosintesis kimia (cara klasifikasi hagneur dari tipe N dan biokimia)
Ø  Alkaloid sejati/ true alkaloid
Alkaloid yang dibiosintesis dari asam amino yang punya atom N pada cincin tetrasikliknya. Dan punya aktivitas farmakologis.
Ø  Alkaloid sederhana / Protoalkaloid
Alkaloid yang dibiosintesis dari asam amino yang punya atom N tidak pada cincin tetrasikliknya . Dan punya aktivitas farmakologis.
Ø  Alkaloid semu / pseudoalkaloid
Alkaloid yang dibiosintesis bukan dari asam amino, dan N berada diluar siklis, serta tidak punya aktivitas farmakologis. Misal kafein dan purin
c.       Berdasarkan taksonomi
Misal:
Ø  Solanaceae
Ø  Papaveraceae
d.      Berdasarkan aktifitas farmakologis
Ø  Sebagai antihipertensi
Ø  Sebagai antidepresan

10.  UJI ALKALOID
Sebagian besar alkaloid dalam larutan netral atau sedikit asam diendapkan oleh:
a.       Reagen Mayer (potassium mercuric iodide Sol.)
b.      Reagen Wagner (sol. of iodine in potassium iodide) ® merah kecoklatan
c.       Sol.Tannic acid
d.      Reagen Hages (saturated sol of picric acid)® kuning
e.       Reagen Dragendorff (sol of potassium bismuth iodide)® merah kecoklatan
Endapan dalam bentuk amorf atau kristal

Reagen2 diatas juga mengendapkan protein, dalam proses ekstraksi &  penguapan , beberapa protein tidak terekstraksi, lainnya terdenaturasi pada proses penguapan atau penyaringan, Jika ekstrak dipekatkan hingga volumenya berkurang dan alkaloid diekstraksi dengan pelarut organik suasana basa dan dicuci dengan asam encer (misal: as.tatrat) maka larutan terakhir ® bebas protein dan siap dilakukan uji alkaloid. Kafein dan Alkaloid lain tidak memberikan endapan dengan reagen Dragendorff

TEST MUREXIDE
Caranya: Ditambah sedikit potassium chlorate + 1 tetes HCl ® uapkan sampai kering, residu dialiri dengan uap amonia ® ungu
            Reaksi juga berlaku untuk turunan basa purin lainnya (Theophylline, Theobromine)
Ø  Colchicine + Asam.mineral® kuning
Ø  Alkaloid Indole + H2SO4® ungu kebiruan-merah
Ø  p-dimethylaminobenzaldehyde

11.  METODE UNTUK MENDETEKSI ALKALOID : METODE CUDVENOR DAN FITZGEROLD
Caranya:
Sampel dicampur dengan 5 ml kloroform dan 5 ml amoniak kemudian dipanaskan, dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat 2 N pada masing-masing filtrat,    kemudian kocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji dengan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Terbentuknya endapan jingga, cokelat, dan putih menunjukkan adanya alkaloid.


Sumber:
1.       Alper, Kenneth R, 2001, “Ibogaine: Ulasan” The Alkaloid, Academic Press, 
2.     Cordell, A. 1981. Introduction to Alkaloid, A Biogenetic Approach, A Wiley Interscience Publication. New York: John Wiley and Sons, Inc
3.   Farnsworth, N.R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plants, University of Pittsburgh, America
4.       Hesse, M. 1981. Alkaloid Chemistry. Toronto: John Wiley and Sons, Inc.
5.       Ikan, R. 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel Universities Press
6.     Matsjeh, S. 2002. Kimia Hasil Alam Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan Falvonoid, Terpenoid dan Alkaloid. Jogjakarta: Jurusan Kimia FMIPA UGM.
7.  Harborne, J.B.1987. METODE Fitokimia penuntun cara menganalisis tumbuhan Terjemahan K. Padmawinata & I. Soediro. ITB, Bandung.



Friday, 14 July 2017

CONTOH PERHITUNGAN DOSIS MENURUT THOMSOM

CONTOH PERHITUNGAN DOSIS MENURUT THOMSOM

Rumus yang digunakan:

F          =          Faktor peningkatan (perkalian)
r           =          n + 1  (n = nomor dosis dicari)
DT       =          dosis tertinggi
DR      =          dosis terendah


Contoh soal:

Carilah 3 log dosis antara 10 -100 , jika ada 5 tingkatan dosis !

JAWAB:








F         =          ¼  X Log 10
            =          ¼ X 1
            =          0,25
Log F  =          0,25
F          =          antilog 0,25
            =          1,7783

·         Dosis 1                       =          10 mg / kgBB
·         Dosis 2                        =          10 X 1,7783    =          17,783 (18 mg / kgBB)
·         Dosis 3                        =          17,783 X 1,7783         =          31,624 (32 mg / kgBB)
·         Dosis 4                        =          31,624 X 1,7783         =          56,236 (56 mg / kgBB)

·         Dosis 5                        =          56,236 X 1,7783         =          100 mg / kgBB)


MENGHITUNG LD50 DENGAN METODE “ FARMAKOPE INDONESIA (FI) EDISI III ”

MENGHITUNG LD50 DENGAN METODE “ FARMAKOPE INDONESIA (FI) EDISI III

Rumus yang digunakan:
M         =          a – b ( Σ pi – 0,5 )

Keterangan:
M         =          log LD50
a          =          log logaritma dosis terendah yang menyebabkan kematian 100% per kelompok
b          =          beda log dosis berurutan
Σpi       =          jumlah hewan yang mati dosis i dibagi hewan uji dosis i

Contoh soal:
Enceran virus
Hewan / kelompok
Hewan yang mati
Hewan yang hidup
Pi
100
10
10
0
1
10-1
10
10
0
1
10-2
10
10
0
1
10-3
10
8
2
0,8
10-4
10
4
6
0,4
10-5
10
0
10
0

Berapakah nilai LD50 nya?

JAWAB:
Σpi       =          1 + 0,8 + 0,4 +0  = 2,2
M         =          a – b ( Σ pi – 0,5 )
            =          -2 -1 (2,2 – 0,5 )
            =          -2 -2,2 + 0,5
            =          -3,7
LD50   =          10-3,7
            =          1,995 X 10-4

Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar!

 

By: Fatma Zahra

Email: zfatma819@gmail.com

MENGHITUNG LD50 DENGAN METODE “ BEHREN DAN KALBER”

MENGHITUNG LD50 DENGAN METODE “ BEHREN DAN KALBER

Rumus yang digunakan:
LD50   =          (D – jumlah ( A X B ) )  / m
Keterangan :
D         =          dosis kematian 100%
A         =          perbedaan dua dosis berturut-turut
B         =          rata-rata yang mati dua dosis berturut-turut
M         =          rata- rata hewan percobaan perkelompok

Contoh soal:
Dosis (mg/kg)                          = 15     20        25        30        35        40
Jumlah hewan perkelompok   = 20     50        95        75        44        20
Jumlah yang mati                    = 0       11        50        61        37        20
Berapa LD50 nya?

JAWAB:

LD50   =          (D – jumlah ( A X B ) )  / m
            =          ( 40  - 5 (5,5 + 30,5 + 55,5 + 49 + 28,5 )) / 50,6
            =          (40 – 854 ) / 50,6
            =          40 – 16,87
            =     23,13


Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar!

Email : zfatma819@gmail.com

Wednesday, 12 July 2017

KROMATOGRAFI PENUKAR ION

KROMATOGRAFI PENUKAR ION

1.      PRINSIP
Pemisahan berdasarkan perbedaan kekuatan elektrostatik antara ion sampel dan ion muatan tetap didalam matriks tidak larut dalam fase diam

2.      KEGUNAAN
Untuk analisis asam amino, asam nukleat, asam organik

3.      FASE YANG DIGUNAKAN
a.       Fase diam : resin organik atau non organik, zeolitas
b.      Fase gerak : air/ dapar, cuplikan ion yang mengandung ion-ion yang bersaing untuk mendapatkan tempat pada fase diam

4.      JENIS RESIN
a.       Resin penukar kation
Mengandung gugus aktif yang bermuatan negatif.
Untuk pemisahan zat yang bersifat basa.
-          Asam sulfonat : penukar kation kuat à ph >1
-          SCX : penukar kation lemah à ph >6
b.      Resin penukar anion
Mengandung gugus aktif yang bermuatan positif.
Untuk pemisahan zat yang bersifat asam.
-          gugus amin kuarterner sebagai basa kuat : penukar anion kuat à ph<11
-          amin primer sebagai basa lemah : penukar anion lemah à ph <9

5.      REAKSI PENUKAR KATION DAN ANION
penukar kation : X+ + R-Y+ à X+ R- + Y+
penukar anion  : X- + R+Y- à X- R+ +Y-

6.      FUNGSI DAPAR DALAM AIR
a.       menyediakan ion lawan untuk kesetimbangan kation
b.      menjaga kekuatan ion
c.       PH fase gerak

Sumber:
“Analisis Fisikokimia : Kromatografi Volume 2
Oleh : Prof. Dr. Harmita, Apt.
Penerbit: buku kedokteran EGC



KROMATOGRAFI PASANGAN ION

KROMATOGRAFI PASANGAN ION

1.      PRINSIP
Terjadinya penyerapan pereaksi pasangan ion kedalam fase diam dan pemisahan sampel ion asam sebagai fungsi PH. Pada kromatografi pasangan ion ini ditambahkan pereaksi pasangan ion pada fase gerak

2.      KEGUNAAN
Pemisahan senyawa ionik dan non ionik

3.      FASE YANG DIGUNAKAN
a.       Fase gerak : asetonitril, etanol
b.      Fase diam : C8, C18

4.      JENIS PEREAKSI PASANGAN ION YANG DITAMBAHKAN PADA FASE GERAK
a.       Alkil sulfonat : untuk pemisahan senyawa basa
b.      Garam tetraalkil amonium : untuk pemisahan senyawa asam

5.      PENGATURAN JARAK RETENSI DAN SELEKTIVITAS PADA KROMATOGRAFI PASANGAN ION PERLU DIATUR:
a.       Kekuatan pelarut
b.      Suhu
c.       Konsentrasi dapar
d.      Jenis pelarut
e.       Jenis dapar dan garam tambahan
f.        Pengubah amin

6.      MASALAH YANG TERJADI PADA KROMATOGRAFI PASANGAN ION
a.       Puncak artefak timbul
Solusi: cocokkan komposisi pelarut sampel dan fase gerak
b.      Keseimbangan kolom lambat
Solusi: penghilangan pereaksi pasangan ion dari pelarut pencuci, penyeimbangan kolom dengan fase gerak baru
c.       Bentuk puncak buruk
Solusi: tingkatkan suhu kolom

7.      KELEBIHAN
a.       Waktu kerja singkat
b.      Hasil reproducibel
c.       Peak tajam
d.      Dapat langsung memperoleh hasil pemisahan analit terionisasi dan tidak
e.       Pemisahan ionik dan nonionik dalam sampel yang sama

8.      KEKURANGAN
a.       Larutan ionik seringkali bersifat korosif sehingga koloni tidak tahan lama
b.      Beberapa larutan ionik mengasorbsi pada panjang larutan UV , tetapi membatasi detektor UV
c.       Bahan berdasar silika terbatas pada PH<7,5
d.      Fase gerak tidak boleh dibiarkan semalaman, tapi diganti dengan air

Sumber:
“Analisis Fisikokimia : Kromatografi Volume 2
Oleh : Prof. Dr. Harmita, Apt.
Penerbit: buku kedokteran EGC