Tuesday, 21 July 2020

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Bagian PBF

Untuk laporan lengkap, teman-teman dapat akses pada link ini:

Laporan PKPA PBF

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan. Dalam menyalurkan atau mendistribusikan produknya, industri farmasi harus menggunakan jasa distributor atau yang disebut Pedagang Besar Farmasi (PBF). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi disebutkan bahwa PBF hanya menyalurkan obat kepada PBF atau PBF cabang lainnya dan fasilitas pelayanan kefarmasian, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik atau toko obat, namun khusus untuk obat keras tidak diperbolehkan disalurkan melalui toko obat dan pembeliannya harus dilakukan di apotek dengan menggunakan resep dokter.

Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF harus mengacu kepada CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), menyebutkan bahwa cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan, sehingga suatu perusahaan yang bergerak dibidang distribusi obat harus dapat menjaga semua aktivitasnya dijalankan sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik

Dalam pelaksanaan kegiatannya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011, sebagai penanggung jawab PBF adalah seorang apoteker. Apoteker di PBF bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. Di samping itu, perlu bagi apoteker untuk memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB  yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi.

Mengingat akan pentingnya peran apoteker di PBF, maka Program Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang bekerja sama dengan PT. Panay Farmalab dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peranan apoteker di PBF, kegiatan rutin, organisasi, manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF dan juga mempersiapkan calon Apoteker untuk berperan langsung dalam pengelolaan PBF sesuai fungsi dan ketentuan yang berlaku.

 

1.2.Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF

1.       Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab Apoteker dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.

2.      Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.

3.      Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.

4.      Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional di Pedagang Besar Farmasi (PBF).

5.      Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian dibidang bisnis pada PBF.

 

1.3.Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF

1.      Mengetahui, memahami, tugas, dan tanggung jawab Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.

2.      Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan Alkes.

3.      Mendapat pengetahuan manajemen kewirausahaan praktis kefarmasian.

4.      Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang profesional yang berwirausaha.

 

1.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF

Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama 2 minggu, mulai dari tanggal 15 Juli - 27 Juli 2019. Tempat pelaksanaan praktek adalah di PT. Panay Farmalab, Padang. Praktek dilaksanakan dari hari Senin sampai Sabtu. Pada hari Senin sampai Jumat pukul 08.00-17.00 WIB dan pada hari Sabtu pukul 08.00-16.00 WIB. 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1.Pedagang Besar Farmasi (PBF)

2.1.1        Defenisi PBF

Menurut Pedoman Cara Distribsi Obat yang Baik (CDOB) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (PKBPOM, 2019).

PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan  pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar  sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.2        Landasan Hukum PBF

PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam:

1.      Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang Pedagang Besar Farmasi.

2.      Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan pertama atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang Pedagang Besar Farmasi.

3.      Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.

4.      Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

5.      Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

6.      Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

7.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika.

8.      Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

9.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

10.  Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

11.  Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan.

12.  Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor.

13.  Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.

2.1.3        Tugas, Fungsi dan Kewajiban PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, tentang PBF, PBF memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:

1.      Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.

2.      Memastikan mutu obat dan atau bahan obat sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

3.      Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

Selain memiliki fungsi suatu PBF juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi yaitu :

1.      PBF harus memiliki Apoteker Penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.

2.      PBF dalam melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat harus menerapkan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.

3.      PBF wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat sesuai pedoman CDOB

4.      PBF dilarang menerima / melayani resep

5.      PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, fasilitas pelayanan kefarmasian, PBF cabang, lembaga ilmu pengetahuan.

2.1.4        Tata Cara Perizinan PBF

Berdasarkan PERMENKES No 34 tahun 2014 tentang perubahan atas PERMENKES No 1148 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 4 menyebutkan bahwa untuk meperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a.       Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi

b.      Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

c.       Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab

d.      Komisaris atau dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir

e.       Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF

f.       Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan

g.      Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.

Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:

a.       Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua

b.      Susunan direksi atau pengurus

c.       Pernyataan komisaris atau dewan pengawas dan direksi atau pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir

d.      Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

e.       Surat Tanda Daftar Perusahaan

f.       Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan

g.      Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

h.      Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang

i.        Peta lokasi dan denah bangunan

j.        Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab

k.      Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

Alur pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), yaitu sebagai berikut:

a.       Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif.

b.      Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB.

c.       Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM.

d.      Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala Badan. Kepala Badan POM memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

e.       Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF.

f.       Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (b), (c), (d) dan (e) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

g.      Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dan Kepala Balai POM.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, Perizinan Berusaha, sektor kesehatan yang diterbitkan oleh Menteri salah satunya adalah Sertifikat Distribusi Farmasi. Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha dan penerbitan dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha wajib dilakukan melalui Lembaga OSS. Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga OSS dilakukan dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Dokumen Elektronik tersebut disertai dengan Tanda Tangan Elektronik. Dokumen Elektronik tersebut berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Dokumen Elektronik tersebut dapat dicetak (print out).

Pasal 49 tentang Pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 menyatakan bahwa:

1.      Pelaku Usaha wajib mengajukan permohonan izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional melalui OSS.

2.      Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP.

3.      NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didapat dalam hal Pelaku Usaha yang melakukan Pendaftaran belum memiliki NPWP.

4.      NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.

Lebih lanjut, pada Pasal 50 dinyatakan bahwa Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB dapat diterbitkan Izin Usaha oleh Lembaga OSS. Penerbitan Izin Usaha tersebut berdasarkan Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dan Komitmen Izin Usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri. Pada Pasal 52 peraturan ini menyatakan bahwa Pelaku Usaha yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang diterbitkan oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk pemenuhan:

a.       standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau

b.      pendaftaran barang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS

Pada Pasal 53 Izin Usaha dan/ atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 52 berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 54 Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan/atau Izin Komersial atau Operasional. Lebih lanjut pada Pasal 57 dinyatakan:

1.      Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi.

2.      Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

3.      Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. rencana penyaluran

b. data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

4.      Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

5.      Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

6.      Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

7.      Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

8.      Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

9.      Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi.

10.  Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

 Dalam peraturan ini, Pasal 85 tentang Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha menyatakan bahwa Perizinan berusaha dapat dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya dibayarkan oleh Pelaku Usaha pada saat penyampaian dokumen pemenuhan Komitmen. Pelaku Usaha yang telah melakukan pembayaran biaya mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya, Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan batal.

2.1.5        Tata Cara Pemberian Sertifikat Distribusi Cabang

Berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014, tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan Apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:

a.       Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas kepala PBF Cabang

b.      Fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal

c.       Surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang

d.      Pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir

e.       Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab

f.       Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang

g.      Peta lokasi dan denah bangunan

h.      Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.

Selanjutnya alur pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), Cabang sama dengan alur pengurusan izin PBF Pusat.

Berdasarkan Pasal 58 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, Perizinan Berusaha, dinyatakan bahwa:

1.      Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.

2.      Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

3.      Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui sistem OSS menyampaikan data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

4.      Pemerintah Daerah provinsi melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

5.      Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

6.      Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

7.      Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah provinsi melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

8.      Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

9.      Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.

10.  Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Dalam peraturan ini, Pasal 85 tentang Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha menyatakan bahwa Perizinan berusaha dapat dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya dibayarkan oleh Pelaku Usaha pada saat penyampaian dokumen pemenuhan Komitmen. Pelaku Usaha yang telah melakukan pembayaran biaya mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya, Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan batal.

2.1.6        Masa Berlaku Izin PBF

Berdasarkan PERMENKES No. 1148 tahun 2011 pasal 3 menyebutkan Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Berdasarkan PERMENKES 1148 tahun 2011 Pasal 11 Menyebutkan bahwa izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila :

1.      Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.

2.      Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan,  atau

3.      Izin PBF dicabut.

2.1.7        Penyelengaraan Kegiatan PBF

Berdasarkan PERMENKES 1148 tahun 2011 Bab III, tercantum bahwa :

1.      PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.

2.      PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan atau sesama PBF.

3.      PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan atau melalui importasi.

4.      Pengadaan bahan obat melalui importasi hanya dapat dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.      PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.

Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF atau PBF Cabang. Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas, PBF atau PBF Cabang harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan. PBF atau PBF Cabang yang menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan tembusan Kepala Balai POM (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017).

PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri. Penerapan CDOB dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan. PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumen dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran ataupun menerima dan melayani resep dokter.

2.1.7.1  Pengadaan

Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB, sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (PKBPOM, 2012).

2.1.7.2  Penyaluran

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017, PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi sesuai dengan surat pengakuannya. Dikecualikan dari ketentuan, PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF pusat yang dibuktikan dengan Surat Penugasan atau Penunjukan. Setiap Surat Penugasan atau Penunjukkan berlaku hanya untuk 1(satu) daerah provinsi terdekat yang dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.

PBF Cabang yang menyalurkan obat dan atau bahan obat di daerah provinsi terdekat, menyampaikan pemberitahuan atas Surat Penugasan/ Penunjukan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai POM provinsi yang dituju. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK. Dikecualikan dari ketentuan, penyaluran obat berdasarkan pembelian secara elektronik (E-Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi :

a.       Penyaluran Obat

1)      Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.

2)      PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.

b.      Penyaluran Narkotika

Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Pesanan. Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.Penyaluran  Narkotika Golongan I  hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan  untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk kebutuhan laboratorium.

c.       Penyaluran Psikotropika

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Penggolongan Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:

1)      Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan.

2)      Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan.

Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi. Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain (Permenkes Nomor 3 Tahun 2015).

Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau Pedagang Besar Farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau Pedagang Besar Farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.

2.1.8        Gudang PBF

Berdasarkan PERMENKES No. 1148 tahun 2011 Bab IV, menyebutkan

antara lain: 

1.      Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi atau pengurus dan penanggung jawab.

2.      Dalam hal gudang dan kantor PBF berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.

3.      PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dimana penambahan atau perubahan gudang PBF dan harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada akhirnya, gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF.

Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan :

1.      Alamat kantor PBF pusat; 

2.      Alamat gudang pusat dan gudang tambahan; 

3.      Nama apoteker penanggung jawab pusat; dan 

4.      Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan

Permohonan penambahan gudang tersebut ditanda tangani oleh Direktur atau ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: 

1.      Fotokopi izin PBF; 

2.      Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan; 

3.      Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; 

4.      Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan 

5.      Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan

Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditanda tangani oleh Direktur atau ketua dan dilengkapi dengan fotocopy izin PBF serta peta lokasi dandenah bangunan gudang. Permohonan perubahan tersebut diajukan secara tertulis kepada dirjen dengan mencantumkan alamat kantor PBF pusat, alamat gudang, nama apoteker penanggung jawab.

2.1.9        Pelaporan PBF

Berdasarkan PERMENKES 1148 tahun 2011 Bab V Pasal 30, menyebutkan antara lain: 

1.      Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat atau bahan obat kepada BINFAR / Bina Farmasi dibawah naungan DEPKES secara elektronik dan hardcopy ditembuskan ke Dinkes Provinsi dan Balai Besar POM Padang.

2.      Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap bulan meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat atau bahan obat yang mengandung Narkotika dan Psikotropika, prekursor, dan obat-obat tertentu (OOT) kepada NAPZA/SIPNAP secara elektronik dibawah naungan Badan POM RI. Hardcopy ditembuskan ke Dinkes Provinsi dan Kepala Balai Besar POM Padang.

3.      Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

4.      Laporan tersebut setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

2.2. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) (2019)

2.2.1.      Manajemen Mutu

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.

Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan manajemen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa:

a.       Obat dan atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkanatau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.

b.      Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.

c.       Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai.

d.      Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan.

e.       Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki.

f.       Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action) atau CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.

Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur.

Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis.

Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.

2.2.2.      Organisasi, Manajemen, Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalaninya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

Didalam suatu perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Memiliki tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil yang harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Oleh sebab itu,  perlu dilakukannya pelatihan terhadap personil tersebut secara berkala dalam rangka meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene, dan pakaian kerja.

2.2.3.      Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat danatau bahan obat meliputi gedung-gedung, gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB yaitu sebagai berikut:

a)      Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.

b)      Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut.

c)      Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan atau bahan obat yang dapat disalurkan.

d)     Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang dipersyaratkan.

e)      Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).

f)       Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.

g)      Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai.

h)      Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.

i)        Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan atau bahan obatdi area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak.

j)        Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan.

k)      Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan peralatan sesuai CDOB adalah :

a)      Semua peralatan harus didesain untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.

b)      Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat.

c)      Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi perlaatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempegaruhi obat dan atau bahan obat.

d)     Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi.

2.2.4.      Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan atau bahan obat.

Proses penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obatyang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat dan atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan atau bahan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan atau bahan obat yang diterima dari saran transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan container atau sistem penutup, fisik, dan fitur kemasan serta label kemasan.

Proses penyimpanan dan penanganan obat dan atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.

Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memnungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.

Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur baur. Obat dan atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan dilantai. Obat dan atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala.

Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

Pemusnahan obat dan atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran atau penyimpangan obat dan atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.

Proses pengambilan obat dan atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor batch obat dan atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa.

Obat dan atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel.

Pengiriman obat dan atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama, dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu ditelusuri. Dokumen untuk pengiriman obat dan atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya informasi, yaitu sebagai berikut :

a.       Tanggal pengiriman

b.      Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik)

c.       Deskripsi obat dan atau bahan obat misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu)

d.      Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa

e.       Kuantitas obat dan atau bahan obat yaitu jumlah kontainer dan kuantitas perkontainer (jika perlu)

f.       Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman

g.      Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.

2.2.5.      Inspeksi Diri

Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem.Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar.Inspeksi diri di lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik.Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.

Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman, dan prosedur tertulis.Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB.

Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya.Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

2.2.6.      Keluhan, Obat dan atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali

Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika:

a.       Obat dan atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.

b.      Obat dan atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.

c.       Obat dan atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang.

d.      Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan atau bahan obat termasuk identitas obat dan atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan atau bahan obat palsu.

Sedangkan untuk obat dan atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang.

2.2.7.      Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi diatas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi.

Obat dan atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliiputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.

2.2.8.      Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan kemasan khasiat dan mutu obat dan atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.

Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut.

2.2.9.      Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut CDOB, dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut:

a.       Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b.      Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi.

c.       Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka dokumentasi harus tertulis jelas.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik.Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi, yaitu sebagai berikut:

a.       Tanggal

b.      Nama obat dan/atau bahan obat

c.       Nomor batch

d.      Tanggal kedaluwarsa

e.       Jumlah yang diterima atau disalurkan

f.       Nama dan alamat pemasok atau pelanggan.

Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang, dimana prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak.

Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya tahun dari tanggal pembuatan dokumen.

Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat dan atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.

Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date.Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sitem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.

2.2.9.1.Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait

Menurut pasal 30 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi:

a.       Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

b.      Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud poin (a), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan pernerimaan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.

c.       Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

d.      Laporan sebagaimana dimaksud pada poin (a) dan  (b) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

e.       Laporan sebagaimana dimaksud pada poin (d) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

2.2.9.2.Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pasal 14 ayat 2 Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.

Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada dibawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dsimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika, pada pasal 7 ayat 1 pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika wajib mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan dengan menggunakan formulir laporan penyaluran psikotropika.

2.2.10.   Annex I (Bahan Obat)

2.2.10.1. Pengemasan Ulang Dan Pelabelan Ulang

1.      Pelaksanaan penggabungan bahan obat dalam bets yang sama, pengemasan ulang dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB.

2.      Perhatian khusus harus diberikan kepada hal-hal sebagai berikut:

a.       pencegahan terhadap kontaminasi, kontaminasi silang dan campur baur

b.      pengamanan stok label, pemeriksaan jalur pengemasan, pemeriksaan dalam proses, pemusnahan kelebihan label yang sudah tercetak nomor betsnya.

c.       cara sanitasi dan higiene yang baik.

d.      menjaga integritas bets (pencampuran bets yang berbeda dari bahan obat yang sama tidak boleh dilakukan).

e.       semua label yang dilepas dari wadah aslinya dan contoh label baru yang dipasang selama kegiatan harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan bets

f.       jika dalam prosesnya digunakan lebih dari satu bets label, maka contoh masing-masing bets label harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan bets

g.      mempertahankan identitas dan integritas produk.

h.      Sertifikat analisis asli dari industri farmasi asal harus disertakan. Jika pengujian ulang dilakukan, sertifikat analisis asli dari industri farmasi asal dan sertifikat analisis baru harus disertakan. Bets pada sertifikat analisis yang baru harus dapat tertelusur dengan sertifikat analisis asli.

2.      Pengemasan ulang bahan obat harus dilakukan dengan bahan kemas primer yang spesifikasinya sama atau lebih baik dari kemasan aslinya.

3.      Tidak diperbolehkan menggunakan kemasan bekas atau daur ulang sebagai kemasan primer.

4.      Bahan obat boleh dikemas ulang hanya jika ada sistem pengendalian lingkungan yang efisien untuk memastikan tidak ada kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang, degradasi, perubahan fisikokimia dan/atau campurbaur. Mutu udara yang dipasok ke area pengemasan ulang tersebut harus sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, misalnya sistem filtrasi yang efisien.

5.      Prosedur yang sesuai harus diikuti untuk memastikan pengendalian label yang benar.

6.      Wadah bahan obat yang dikemas ulang harus mencantumkan nama dan alamat industri farmasi asal dan fasilitas distribusi yang melakukan pengemasan ulang.

7.      Prosedur tertulis harus tersedia untuk memastikan identitas dan mutu bahan obat dengan cara yang tepat, sebelum dan sesudah pengemasan ulang.

8.      Prosedur pelulusan bets harus tersedia sesuai dengan CPOB.

9.      Metode analisis yang digunakan harus mengacu kepada farmakope resmi atau metode analisis yang telah divalidasi.

10.  Contoh pertinggal bahan obat harus disimpan dalam jumlah yang memadai sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang, atau 1 (satu) tahun setelah habis didistribusikan.

11.  Fasilitas distribusi yang melakukan pengemasan ulang harus memastikan bahwa stabilitas bahan obat tidak terpengaruh oleh pengemasan ulang. Uji stabilitas untuk menetapkan tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang harus dilakukan jika bahan obat dikemas dalam wadah yang berbeda dengan yang digunakan oleh industri farmasi asal.

2.2.10.2. Penanganan Bahan Obat Yang Tidak Sesuai

1.      Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur yang dapat mencegah masuknya bahan obat tersebut ke pasar. Dokumentasi harus tersedia, mencakup semua kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian.

2.      Penyelidikan harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh terhadap bets lain. Jika diperlukan, tindakan korektif harus dilakukan.

3.      Jika ditetapkan bahwa bahan obat dapat digunakan untuk maksud lain dengan tingkat kualitas yang lebih rendah, maka harus didokumentasikan.

4.      Bahan obat yang tidak sesuai tidak boleh dicampur dengan bahan obat yang memenuhi spesifikasi.

2.2.10.3. Dokumentasi

1.      Bahan obat dari industri farmasi asal yang disalurkan kepada fasilitas distribusi harus disertai dengan sertifikat analisis asli. Sertifikat analisis yang dikeluarkan oleh industri farmasi asal harus menunjukkan hasil analisis yang diperoleh dari pengujian dan hasil analisis yang diperoleh dari pengujian acak. Direkomendasikan untuk menggunakan format sertifikat analisis seperti yang disarankan oleh WHO Expert Committee on Specification for Pharmaceutical Preparation.

2.      Sebelum bahan obat dijual atau didistribusikan, fasilitas distribusi harus memastikan tersedianya sertifikat analisis dengan hasil uji yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Sertifikat analisis asli harus disampaikan ke industri farmasi untuk setiap pengiriman.

3.      Industri farmasi bahan obat asal dan eksportir bahan obat harus mampu tertelusur dan informasinya tersedia untuk instansi berwenang dan industri farmasi pengguna.

4.      Mekanisme transfer informasi harus tersedia, termasuk informasi mutu atau informasi regulasi, antara industri farmasi bahan obat dengan pelanggan. Informasi tersebut dapat diberikan kepada instansi berwenang sesuai dengan permintaan.

5.      Label yang tercantum pada wadah harus jelas, tidak memberikan penafsiran ganda, tertempel dengan kuat dalam format yang telah ditetapkan oleh industri farmasi bahan obat asal. Informasi pada label harus tidak mudah terhapuskan.

6.      Label yang tertempel pada setiap wadah harus mencakup informasi sekurang-kurangnya tentang :

a.       nama dari bahan obat, termasuk tingkat mutu (grade) dan farmakope acuan

b.       nama International Non-proprietary (INN)

c.       jumlah (berat atau volume)

d.      nomor bets yang diberikan oleh industri farmasi bahan obat asal atau nomor bets yang diberikan oleh fasilitas distribusi yang mengemas ulang

e.       tanggal kedaluwarsa dan/atau tanggal tes ulang (jika berlaku)

f.        kondisi penyimpanan khusus

g.      penanganan tindakan pencegahan (jika diperlukan)

h.      nama dan alamat lengkap industri farmasi asal

i.        nama dan alamat lengkap fasilitas distribusi.

7.       Lembar Data Keamanan (Safety Data Sheet, SDS) harus tersedia.

2.2.11.  Annex 2 (Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product/CCP)

Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.

2.2.11.1. Personil Dan Pelatihan

1.      Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala bagi seluruh personil yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal sebagai berikut:

a.       peraturan perundang-undangan

b.      CDOB

c.       prosedur tertulis

d.      monitoring suhu dan dokumentasinya

e.       respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan

2.      Harus dipastikan bahwa setiap personil memahami tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin.

2.2.11.2. Bangunan Dan Fasilitas

1.      Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko yang diakibatkan banjir, dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alamiah lainnya.

2.      Bangunan tempat penyimpanan dibangun menggunakan bahan yang kuat dan mudah dibersihkan.

3.      Akses kendaraan ke gedung penyimpanan harus disediakan untuk mengakomodasi kendaraan besar, termasuk kendaraan untuk keadaan darurat.

4.      Lokasi dijaga dari penumpukan debu, sampah dan kotoran serta terhindar dari serangga.

5.      Kapasitas netto bangunan tempat penyimpanan harus cukup memadai agar dapat menampung tingkat persediaan puncak, pada kondisi penyimpanan sesuai persyaratan, dan dengan cara yang memungkinkan kegiatan pengelolaan stok dapat dilaksanakan dengan benar dan efisien.

6.      Area yang memadai harus disediakan untuk menerima dan mengemas produk rantai dingin yang akandikirimkan pada kondisi suhu yang terjaga. Area ini hendaknya dekat dengan area penyimpanan yang suhunya terjaga.

7.       Area karantina harus disediakan untuk pemisahan produk kembalian, rusak dan penarikan kembali menunggu tindak lanjut.

8.      Bangunan yang digunakan untuk menyimpan produk rantai dingin harus dipastikan memiliki keamanan yang memadai untuk mencegah akses pihak yang tidak berwenang.

9.      Harus tersedia alat pemadam kebakaran dan hendaknya dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada seluruh area penyimpanan produk rantai dingin dan alat tersebut dipelihara secara berkala sesuai rekomendasi dari pembuat. Fasilitas

10.  Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room/ chiller (+2 s/d +8oC), freezer room / freezer (- 25 s/d -15oC), dengan persyaratan sebagai berikut:

a.       Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room

-          mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan

-          dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu selama siklus defrost

-          dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara terus menerus dengan menggunakan sensor yang ditempatkan pada lokasi yang mewakili perbedaan suhu ekstrim

-          dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu.

-          dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci

-          jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem kontrol akses

-          dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam

-          dilengkapi dengan indikator sebagai tanda personil sedang di dalam cold room / freezer room atau cara lain yang dapat menjamin keselamatan personil.

b.       Chiller dan Freezer:

-          dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin (tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah tangga)

-          mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.

-          Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap chiller/freezer (dengan mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun.

-          Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan dengan sensor yang terletak pada satu titik atau beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama operasi normal

-          dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu

-          dilengkapi pintu / penutup yang dapat dikunci

-           setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri

-          dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.

2.2.11.3. Operasional Penerimaan Produk Rantai Dingin

1.      Pada saat penerimaan, penerima harus melakukan pemeriksaan terhadap:

a.       Nama produk rantai dingin yang diterima

b.      Jumlah produk rantai dingin yang diterima

c.        Kondisi fisik produk rantai dingin

d.      Nomor bets

e.       Tanggal kedaluwarsa

f.       Kondisi alat pemantauan suhu

g.      Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM)

2.      Jika pada saat penerimaan vaksin diketahui kondisi alat pemantauan suhu menunjukkan penyimpangan suhu dan/atau kondisi indikator mendekati batas layak pakai (misalnya VVM pada posisi C atau D), maka dilakukan tindakan sebagai berikut:

a.       produk rantai dingin tetap disimpan pada tempat yang sesuai dan suhu yang dipersyaratkan dengan menggunakan label khusus

b.      segera melaporkan penyimpangan tersebut kepada pengirim produk rantai dingin untuk dilakukan proses penyelidikan dengan membuat berita acara.

3.      Jumlah produk yang diterima harus sama dengan jumlah yang tertera pada faktur atau surat pengantar barang.

4.       Penerima harus segera memasukkan produk rantai dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan

5.      Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus segera menandatangani faktur atau surat pengantar barang atau dokumen lain, yang menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh.

6.      Penerima harus segera memberikan kepada pengantar barang bukti penerimaan barang yang sudah di tandatangani, diberi identitas penerima dan distempel. Penyimpanan

7.      Fasilitas penyimpanan harus memiliki :

a.       chiller atau cold room (suhu +2° s/d +8°C), untuk menyimpan vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2° s/d 8°C, biasanya digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB.

b.      freezer atau freezer room (suhu -15 s/d –25°C) untuk menyimpan vaksin OPV.

8.      Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm. 21. Harus berjarak minimal 15cm antara chiller/ freezer dengan dinding bangunan.

9.       Suhu minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi, siang dan sore serta harus didokumentasikan

10.  Pelarut BCG dan pelarut campak serta penetes polio dapat disimpan pada suhu kamar dan tidak diperbolehkan terpapar sinar matahari langsung.

11.  Penanganan vaksin jika sumber listrik padam:

a.  hidupkan generator.

b.  jika generator tidak berfungsi dengan baik, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

-          jangan membuka pintu chiller / freezer / cold room / freezer room

-          periksa termometer, pastikan bahwa suhu masih di antara +2°C s/d +8°C untuk chiller/ cold room atau ≥ -15°C untuk freezer/ freezer room.

-          Jika suhu chiller / cold room mendekati +8°C, masukkan cool pack (+2°C s/d +8°C) secukupnya.

-          Jika suhu freezer / freezer room mendekati -15°C, masukkan cold pack (-20°C ) atau dry ice secukupnya.

c.       Jika keadaan ini berlangsung lebih dari 1 hari, maka vaksin harus dievakuasi ke tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan. Pengiriman

12.  Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut :

a.       FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu dikeluarkan

b.      FIFO (First In - First Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih dulu didistribusikan

c.       Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM (Vaksin Vial Monitor) dan kondisi indicator sudah mengarah atau mendekati ke batas layak pakai (atau posisi VVM menunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal kedaluwarsanya masih panjang.

13.  Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada form catatan bets pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya

14.  Dalam faktur/surat pengantar barang harus mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya

15.  Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier yang memenuhi standar pengiriman vaksin.

2.2.11.4. Pemeliharaan

1.      Hindarkan pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara menempatkan vaksin yang peka terhadap pembekuan jauh dari evaporator berdasarkan hasil validasi. Pemeliharaan chiller/cold room/freezer

2.      Pemeliharaan chiller/cold room/freezer terdiri dari:

a.       Pemeliharaan Harian

-           Suhu chiller/cold room/freezer harus dimonitor dan dicatat minimal setiap 3 (tiga) kali sehari, pagi, siang dan sore dan harus dievaluasi serta didokumentasikan. Jika terjadi penyimpangan maka harus ditindaklanjuti dan dicatat

-          Hindarkan sering membuka dan menutup chiller/cold room/freezer;

-          Jika suhu sudah stabil antara +2 s/d +8°C pada chiller/cold room atau -15 s/d - 25°C pada freezer, posisi termostat jangan diubah dan jika mungkin disegel.

b.      Pmeliharaan Mingguan

-          pastikan tidak ada bunga es pada chiller/cold room/ freezer

-          bersihkan bagian luar chiller/cold room/freezer untuk menghindari karat

-          periksa sambungan listrik pada stop kontak, upayakan pastikan tidak longgar

-          semua kegiatan tersebut di atas harus dicatat dan didokumentasikan.

c.       Pemeliharaan Bulanan

-          bersihkan bagian dalam chiller / cold room / freezer.

-          periksa kerapatan karet pintu.

-          periksa engsel pintu, jika perlu beri pelumas.

-          bersihkan karet pintu.

-          semua kegiatan tersebut harus dicatat dan didokumentasikan

3.      Perlu juga dilakukan pengecekan secara berkala terhadap chiller/cold room/freezer oleh teknisi yang kompeten. Sistem Defrost untuk Freezer

4.      Tahap pelaksanaan pencairan bunga es (defrost) untuk freezer sebagai berikut:

-     Dilakukan jika ketebalan bunga es sudah mencapai 0,5 cm.

-     Pindahkan vaksin ke dalam cold box/freezer lain sesuai dengan peruntukannya.

-     Cabut stop kontak freezer (jangan mematikan freezer dengan memutar termostat)

-     Selama pencairan bunga es, pintu freezer harus tetap terbuka.

-     Biarkan posisi tersebut sampai bunga es mencair semuanya. Pencairan dapat dipercepat dengan menyiramkan air hangat ke dalam freezer. Jangan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya untuk mencongkel bunga es

-     Setelah cair kemudian bersihkan embun / air yang menempel pada dinding bagian dalam freezer

-      Jalankan kembali freezer hingga suhunya kembali stabil sebelum vaksin dipindahkan.

2.2.11.5.      Kualifikasi, Kalibrasi Dan Validasi

1.      Chiller/cold room/freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau dalam hal terjadi perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya.

2.      Termometer dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun terhadap standard yang tersertifikasi.

3.       Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. 36. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.

2.2.12.  Aneks III (Narkotika Dan Psikotropika)

              Prinsipnya adalah Cara distribusi narkotika dan psikotropika harus dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika dan psikotropika dari jalur distribusi resmi. Distribusi narkotika dan psikotropika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan CDOB.

2.2.12.1.  Personalia

               Penanggung jawab merupakan seorang apoteker sesuai dengan peraturan perundang undangan.

2.2.12.2. Bangunan Dan Peralatan

1.      Persyaratan bangunan dan peralatan yang digunakan untuk mengelola narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.      Gudang atau lemari penyimpanan psikotropika harus aman dan terkunci.

3.      Kunci lemari atau gudang penyimpanan psikotropika dikuasai oleh penanggung jawab fasilitas distribusi atau personil lain yang dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan.

4.      Kapasitas lemari atau gudang khusus penyimpanan narkotika atau psikotropika harus sesuai dengan yang dipersyaratkan.

5.      Gudang khusus penyimpanan psikotropika tidak boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung jawab fasilitas distribusi

2.2.12.3. Operasional

a.        Kualifikasi Pemasok

1.       Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi yang memproduksi narkotika.

2.      Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan.

b.      Kualifikasi Pelanggan

1.      Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke fasilitas distribusilain yang memiliki ijin khusus penyalur narkotika, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.      Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran psikotropika ke fasilitas distribusi lain, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan menyerahkan psikotropika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c.       Pengadaan

1.      Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat dalam pengadaan narkotika atau psikotropika

2.      Pengadaan narkotika atau psikotropika harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus sesuai dengan peraturan perundangundangan.

3.      Surat Pesanan wajib:

-          asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi

-          ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan dilengkapi dengan nama jelas dan nomor Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

-          mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor telepon / faksimili, nomor izin dan stempel fasilitas distribusi;

-          mencantumkan nama industri farmasi atau fasilitas distribusi pemasok beserta alamat lengkap

-          mencantumkan nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf

-          diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan yang jelas

-           dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain

d.      Penerimaan

1.   Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap

-          kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan

-          kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi baik

-          kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.

2.      Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas distribusi.

3.      Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus dikembalikan dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima pengembalian dari pemasok.

4.      Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan jumlah antara fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk mengklarifikasi ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok.

e.       Penyimpanan.

1.      Penyimpanan narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.      Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau gudang terkunci serta tidak boleh digunakan menyimpan barang selain psikotropika untuk menjamin keamanan.

f.        Pemusnahan

1.      Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh petugas Badan POM, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan saksi.

2.      Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Badan POM dengan tembusan disampaikan ke Balai Besar/Balai POM dan Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan melampirkan berita acara pemusnahan.

3.      Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat

-nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa

-tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan

-cara dan alasan pemusnahan

-nama penanggung jawab fasilitas distribusi

- nama saksi-saksi.

g.      Penyaluran

1.      Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan pengiriman.

2.      Penerimaan pesanan

Pada saat penerimaan pesanan, penanggung jawab fasilitas distribusi wajib memeriksa hal-hal sebagai berikut:

-          surat pesanan menggunakan format khusus yang telah ditentukan dan terpisah dari produk lain

-          keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk faksimili, fotokopi maupun email

-          memeriksa kebenaran surat pesanan, meliputi:

·         nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan

·         nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf

·         nomor surat pesanan

·         nama, alamat dan izin sarana pemesan

-          Keabsahan surat pesanan, meliputi:

·         tanda tangan dan nama jelas penanggung jawab

·         nomor Surat Izin Kerja (SIK) penanggung jawab

·          stempel fasilitas distribusi atau sarana pelayanan kefarmasian

3.      Penanggung jawab fasilitas distribusi harus memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi pesanan.

4.      Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat dilayani harus segera diberitahukan kepada pemesan dengan menerbitkan Surat Penolakan Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

5.      Surat pesanan narkotika atau psikotropika yang dapat dilayani, disahkan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dengan membubuhkan tanda tangan atau paraf atau sistem lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

h.      Pengemasan

1.      Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika atau psikotropika harus dilaksanakan setelah menerima surat pesanan

2.      Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika untuk dilakukan pengemasan harus dicatat dalam kartu stok dan disahkan dengan paraf Kepala Gudang

3.      Sebelum dilakukan pengemasan narkotika atau psikotropika yang akan dikirim harus dilakukan pemeriksaan terhadap:

-          kebenaran nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah

-          nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan nama industri farmasi

-          kondisi kemasan termasuk penandaan dan segel dari narkotika atau psikotropika

-          kelengkapan dan keabsahan dokumen serta kebenaran tujuan pengiriman.

i.        Pengiriman

1.      Setiap pengiriman narkotika atau psikotropika harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen pengiriman narkotika atau psikotropika yang sah, antara lain surat jalan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur penjualan yang dikeluarkan oleh fasilitas distribusi yang ditandatangani oleh kepala gudang dan penanggungjawab fasilitas distribusi.

2.      Dokumen pengiriman harus terpisah dari dokumen lain.

3.      Fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman narkotika atau psikotropika sampai diterima di tempat pemesan oleh penanggung jawab sarana atau penanggung jawab produksi, dibuktikan dengan telah ditandatanganinya surat pengantar/ pengiriman barang (nama, nomor SIK/ SIPA, tanda tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan, dan stempel sarana)

4.      Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib sesuai dengan alamat yang tercantum pada surat pesanan dan faktur penjualan atau surat pengantar/pengiriman barang

5.      Setiap narkotika atau psikotropika yang mengalami kerusakan dalam pengiriman harus dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas distribusi pengirim. Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat.

6.      Setiap kehilangan narkotika atau psikotropika selama pengiriman wajib dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas distribusi. Selanjutnya hal tersebut segera dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar / Balai POM setempat dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian.

j.        Ekspor dan Impor

1.      Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan.

2.      Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor harus dilengkapi dengan surat pesanan dan estimasi kebutuhan tahunan dari industri farmasi pengguna.

3.      Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika, harus memenuhi peraturan perundang-undangan.

2.2.12.4.Narkotika Dan Psikotropika Kembalian

1.           Narkotika atau psikotropika kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat kembalian lain, terkunci dan aman untuk mencegah pendistribusian kembali.

2.           Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya harus didokumentasikan. Untuk produk kembalian yang akan dimusnahkan harus dilaporkan ke Badan POM RI.

2.2.12.5. Dokumentasi

1.      Pencatatan mutasi narkotika atau psikotropika wajib dilakukan dengan tertib dan akurat.

2.      Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.

3.      Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk berita acara hasil investigasi selisih stok serta melaporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat.

4.       Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur penjualan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang/ dari industri farmasi atau fasilitas distribusi lain, bukti retur dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen lain.

5.      Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur penjualan dan/ atau surat penyerahan/ pengiriman barang, bukti retur dan/ atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penyaluran barang dan terpisah dari dokumen produk lain.

6.      Surat pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.

7.      Dokumen berita acara pemusnahan, berita acara kerusakan, berita acara kehilangan dan berita acara hasil investigasi selisih stok, wajib didokumentasikan, dipisahkan dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain dan disusun berdasarkan urutan tanggal berita acara.

8.       Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara terpisah dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal sehingga mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat diperlukan.

9.      Fasilitas distribusi wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan atau psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10.  Fasilitas distribusi yang melakukan importasi narkotika dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

11.  Fasilitas distribusi yang melakukan eksportasi narkotika dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


 

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

 

3.1. Profil PT. Panay Farmalab

3.1.1.      PT. Panay Farmalab

PT. Panay Farmalab merupakan perusahaan berbadan hukum dengan klasifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang dibentuk atas izin Usaha Pedagang Besar Farmasi dari Menteri Kesehatan RI No. HK.07.01/V/304/13 tangggal 21 Juni 2013 sebagai perubahan dari No.13013/PBF/VII/2003 tanggal 26 Juli 1993. PT. Panay Farmalab menjalankan kegiatannya berdasarkan Permenkes RI No.1148/Menkes/SK/IX/1993 sebagai perubahan dari kepmenkes RI No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 sebagai perubahan dari Permenkes RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedangang Besar Farmasi.

PT. Panay Farmalab dipimpin oleh Hj. Diana Agustin M.M., M.Si, Apt sebagai direktur utama sekaligus sebagai pemilik perusahaan PT. Panay Farmalab.

PT. Panay Farmalab Pusat beralamat di Jl. Sawahan Dalam No.18 dan 20 Padang, Sumatera Barat. Dalam menunjang kegiatan distribusi yang mencakup wilayah yang luas, PT. Panay Farmalab mendirikan PBF cabang di tiga daerah provinsi dan Kabupaten/Kota., yaitu:

1.       Provinsi Riau berdasarkan pengakuan pendirian cabang Pedagang Besar Farmasi atas nama PT. Panay Farmalab di Pekanbaru dari Dirjen POM Depkes RI No. 13013/PBF/Cab-1/III/99 tanggal 10 Maret 1999.

2.      Kabupaten Agam berdasarkan pengakuan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari Gubernur Sumatera Barat No. 447/PBF/9-PERIZ/DPM&PTSP/III-2017.

3.      Kabupaten Solok berdasarkan pengakuan Pedagang Besar Farmasi cabang dan Gubernur Sumatera Barat No. 447/PBF/3-PERIZ/DPM&PTSP/II-2017.

Untuk saat ini,  PT. Panay Farmalab hanya memiliki dua cabang yang beroperasi, yaitu di Pekanbaru dan kabupaten Agam. Dalam melaksanakan kegiatannya, PT. Panay Farmalab mengacu kepada Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Badan POM RI.

3.1.2.       Visi dan Misi PT. Panay Farmalab

3.1.2.1. Visi

Visi PT. Panay Farmalab yaitu menjadi perusahaan Pedagang Besar Farmasi Nasional dengan jaringan distribusi yang kuat di Pulau Sumatera dan Jawa.

3.1.2.2. Misi

Mendistribusikan produk obat, kosmetik dan PKRT yang bermutu , berkhasiat, aman, sesuai dengan persyaratan CDOB, guna mendapatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai.

3.2. Peraturan Kerja

PT. Panay Farmalab mempunyai suatu peraturan berupa kesepakatan bersama yang meliputi peraturan kerja, yaitu:

Hari kerja

Jam kerja

jam istirahat

Senin – jumat

08.00-17.00 WIB

12.00-13.00 WIB, kecuali hari jumat jam 11.30-13.30 WIB

Sabtu

08.00-16.00 WIB

12.00-13.0    IB

 

3.3. Aspek CDOB di PT. Panay Farmalab

Dalam melaksanakan kegiatannya, PT. Panay Farmalab mengacu kepada Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Badan POM RI.

3.3.1.      Manajemen Mutu

PT. Panay Farmalab memiliki kebijakan terkait manajemen mutu, yaitu:

1.      Menerapkan sistem manajemen mutu dalam melaksanakan CDOB.

2.      Membeli obat, kosmetik dan PKRT dari principal yang resmi yang telah disetujui.

3.      Melakukan kontrol kualitas yang ketat terhadap produk obat, kosmetik dan PKRT yang akan didistribusikan.

4.      Melaksanakan proses penyimpanan produk dengan benar.

5.      Menyediakan SDM yang kompeten, terlatih dan efisien sesuai dengan standar CDOB.

6.      Meningkatkan komunikasi internal dan eksternal serta menurunkan tingkat costumer complain seminimal mungkin dan meningkatkan after sales service secara berkesinambungan.

7.      Melakukan delivery on time sesuai dengan permintaan pelanggan.

8.      Menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang bersih, ramah, dan sehat.

Dalam melaksanakan kebijakan mutu ini, PT. Panay Farmalab juga memiliki prosedur tetap untuk setiap kegiatan yang dilakukan. Prosedur tetap dibuat oleh apoteker penanggungjawab yang diperiksa oleh Spv. Operasional dan disetujui oleh Direktur  PT. Panay Farmalab.

3.3.2.      Organisasi, Manajemen dan Personalia

PT. Panay Farmalab memiliki struktur organisasi yang disetujui oleh direktur PBF.  PT. Panay Farmalab dipimpin oleh dua orang direktur , memiliki satu orang apoteker penanggungjawab, satu orang supervisor operasional, satu orang supervisor logistik yang bertugas dalam pengadaan, satu orang pimpinan unit penjualan, satu orang tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggungjawab PAK,  satu orang kasir, satu orang F.A.S, satu orang mentainance, satu orang administrasi pajak, satu orang kepala gudang dan tiga orang petugas gudang. Empat orang salesman dan empat orang delivery.

1.      Direktur bertugas dalam memimpin dan mengkoordinasi serta bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di PBF, mengetahui dan menyetujui setiap kebijakan yang dibuat, mencarikan jalan keluar terhadap semua kesulitan yang dihadapi oleh bawahan dalam melaksanakan tugasnya serta membina dan mengarahkan para bawahan sehingga diperoleh hasil kerja yang efektif dan efisien.

2.      Apoteker penanggungjawab bertugas sebagai penanggungjawab produk berupa obat dan kosmetik , menyetujui atau menandatangani faktur penjualan dan surat pemesanan obat dan PAK, membuat laporan terkait obat, kosmetik, PAK, dan PKRT setiap waktu yang ditentukan.

3.      Supervisor operasional bertanggungjawab dalam proses pemasaran, pemilihan pemasok, kontrak dengan pemasok dan pemeliharaan pelanggan.

4.      Supervisor logistik bertanggungjawab dalam proses pengadaan produk yang diajukan pada pemasok yang sudah melakukan kontrak dengan PBF.

5.      Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai penanggungjawab PAK bertugas sebagai penanggungjawab produk berupa alat kesehatan dan PKRT, selain itu juga sebagai administrasi yang menyiapkan faktur penjualan dan mengatur proses pengantaran barang dan penagihan piutang oleh sales.

6.      Kepala gudang bertugas dalam proses penerimaan dan pengiriman produk, melakukan pemeriksaan terhadap semua produk yang diterima dan dikirim, melakukan pemeriksaan terhadap semua produk yang ada digudang, mengatur kondisi penyimpanan produk digudang, seperti suhu dan kelembaban serta hama. Semua kegiatan kepala gudang dibantu oleh petugas gudang.

7.      Salesman bertugas mencari order penjualan dan melakukan tagihan pada outlet yang sudah bekerjasama dengan PBF. Pengiriman produk dilakukan oleh bagian delivery.

Setiap personil PT. Panay Farmalab sudah mengikuti pelatihan terkait Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan sudah memiliki jadwal untuk pelatihan. Pelatihan dilakukan secara internal dan eksternal, dimana dalam pelatihan internal materi disampaikan oleh apoteker penanggungjawab ataupun oleh pimpinan, sedangkan dalam pelatihan eksternal materi disampaikan oleh BPOM atau Dinkes.

3.3.3.      Bangunan dan Peralatan

Bangunan didesain sedemikian rupa agar tahan dalam menghadapi bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan bencana alam lainnya. Gudang penyimpanan dipisahkan tergantung jenis produk yang akan disimpan, baik obat, kosmetik, makanan, PAK ataupun PKRT. Produk disimpan diatas palet dan diatas rak yang tidak menyentuh lantai agar produk tidak terkena dampak jika terjadi banjir. Seluruh bagian PBF selalu dibersihkan setiap pagi dan sore hari oleh cleaning service yang bertugas dan diketahui oleh apoteker penanggungjawab , sehingga kebersihan PBF dapat terjamin.

Di PT. Panay Farmalab, untuk pembersihan bagian lampu dan langit-langit dengan menggunakan sapu tangkai panjang dan kain lap kering basah, pembersihan rak dengan kain lap basah bersih, pembersihan bagian dinding, palet, meja dan kursi dengan menggunakan kain lap kering bersih serta bagian lantai dengan menggunakan sapu nylon setelah itu dipel dengan menggunakan larutan desynfektan lysol 1%.

Di PT. Panay Farmalab, area penerimaan barang dan area pengiriman barang dipisahkan agar tidak terjadi kesalahan dalam jumlah barang yang akan dikirim dan diterima. Akses masuk ke area penerimaan, dan penyimpanan serta pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Ruang istrirahat, toilet untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.

Untuk produk yang sudah lewat expire date diletakkan diruangan terpisah. Produk yang berupa obat disimpan dalam ruangan terpisah dengan suhu yang telah ditetapkan, obat yang bersifat prekursor disimpan dalam rak dengan pintu besi yang diberi kunci. Semua area gudang dilengkapi dengan thermohygro (alat pencatat suhu dan kelembaban ruangan) dan alat penghalau hama. Setiap alat diperiksa oleh kepala gudang setiap hari dan dicatat dalam dukomentasi peralatan.

3.3.4.      Operasional

3.3.4.1.Pemasok

Di PT. Panay Farmalab, proses seleksi pemasok dilakukan sebelum menentukan pemasok yang akan disetujui untuk bekersama dengan perusahaan.  Proses seleksi dilakukan dengan menganalisa profil pemasok dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut:

         i.      Pemasok memiliki izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

       ii.      Pemasok dapat berupa PT/CV/UD yang memiliki manajemen dan struktur  organisasi yang jelas, sistem pengendalian operasional (termasuk pelaporan, pengendalian mutu dan pengendalian persediaan) dan kredibilitas.

     iii.      Produk obat dan atau non obat yang ditawarkan oleh pemasok dibuat sesuai standar mutu CPOB dan atau sesuai dengan standar mutu yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     iv.      Harga produk obat dan atau non obat yang ditawarkan sepadan dengan mutu yang dimiliki dan mampu bersaing dipasaran.

       v.      Pemasok memiliki ketersediaan barang yang ready stocck dan ketepatan waktu pengiriman.

     vi.      Pemasok memberikan pelayanan dan penaganan yang baik terhadap produk sampai diterima digudang distributor.

   vii.      Setiap pengiriman harus melampirkan dokumen-dokumen (SJPB/ faktur/ COA) yang memuat identitas produk yang dikirimkan dan identitas pemasok.

 viii.      Pemasok harus bersedia menerima produk yang ditolak jika tidak sesuai dengan pemesanan (purchase order) atau perjanjian kerjasama.

     ix.      Reputasi pemasok, baik dari kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, mutu operasional layanan, posisi keuangan dan kriterian lain yang dianggap relevan oleh perusahaan.

Apabila pemasok telah ditetapkan dan disetujui, maka selanjutnya dilakukan proses penawaran atau penjajakan kerjasama dengan pemasok tersebut. Kesepakatan kerjasama, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak dibuat secara tertulis dalam perjanjian atau kontrak kerjasama, masing-masing pihak harus mematuhi semua ketentuan yang tercatum dalam perjanjian kerjasama tersebut.

Pemasok yang bekerjasama dengan PT. Panay Farmalab adalah PT. Nusantara Beta Farma, PT. Enseval, PT. Zensei Indonesia, PT. Dodorindo Jaya Abadi, PT. Sinar Antjol, CV. Ardhana Indo Putra, PT. Parit Padang Global, dan PT. Milenium Pharmacon International.

3.3.4.2.Pelanggan

Pelanggan yang akan bekerjasama dengan PBF untuk mendistribusikan obat atau produk lain harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu:

a.       Pelanggan memiliki izin sesuai peraturan perundang-undangan, contoh apotek memiliki SIA, Apoteker penaggungjawab memiliki SIPA.

b.      Profil pelanggan dan struktur organisasi jelas, untuk apotek memiliki apoteker penanggungjawab dan pemilik sarana apotek yang jelas.

c.       Memiliki tempat dan fasilitas yang jelas.

d.      Adanya kemampuan untuk mendistribusikan produk ke konsumen.

Setiap outlet atau pelanggan yang ingin bekerjasama harus mengisi formulir spesimen outlet yang berisi data apotek/toko obat, apoteker penanggungjawab dan asisten apoteker. Formulir tersebut disertai dnegna lampiran berupa:

a.       Surat NPWA (Nonor Pokok Wajib Pajak)

b.      Fotocopy KTP pemilik apotek

c.       Fotocopy KTP penanggungjawab apotek

d.      SIA (Surat Izin Apotek)

e.       SIPA Apoteker

f.       Surat penugasan apoteker/ Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

3.3.4.3. Pengadaan

a.       Perencanaan

Proses perencanaan pengadaan diatur oleh supervisor operasional dan supervisor logistik. Perencanaan kebutuhan produk berdasarkan kepada kebutuhan penjualan setiap bulan. Tidak hanya penjualan pada PBF unit Padang, akan tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan PBF cabang Pakanbaru dan Bukittinggi. Perencanaan kebutuhan diperkirakan setiap bulan dengan melihat jumlah penjualan pada bulan sebelumnya dan safety stock yang ada. Proses perencanaan juga mempertimbangkan keadaan barang apakah fast moving atau slow moving.

b.      Pengadaan barang

Pengadaan di PT. Panay Farmalab dimulai dari proses pemesanan dengan cara membuat PO (Purchase Order) oleh Apoteker Penanggung Jawab. PO tersebut ditujukan ke pabrik atau pemasok. Terdapat 3 macam PO, yaitu PO obat, PO prekursor dan PO produk lain.

PO dibuat oleh apoteker berdasarkan perencanaan pengadaan , selanjutnya PO dikirimkan ke pemasok, pemasok akan menyiapkan barang dan memberitahu waktu tunggu untuk proses distribusi barang. Selanjutnya pengiriman dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. Dikarenakan PT. Panay Farmalab tidak mendistribusikan obat rantai dingin atau obat narkotika, sehingga tidak dibutuhkan kondisi khusus dalam pengiriman barang.

Produk yang berasal dari Nusantara Beta Farma, proses penditribusian secara kondisional. Proses pengiriman dapat dilakukan oleh karyawan PT. Nusantara Beta Farma, tetapi juga dapat dijemput oleh karyawan PT. Panay Farmalab. Hal tersebut tergantung pada kesediaan sopir diperusahaan.

c.       Penerimaan barang

Proses penerimaan barang dilakukan di area penerimaan barang. Sesuai dengan paduan CDOB area penerimaan berbeda dengan area pengiriman dengan tujuan agar tidak terjadi kekeliruan barang keluar atau barang masuk. Barang yang datang diterima oleh kepala gudang dibawah pengawasan apoteker penanggungjawab. Selanjutnya barang dibongkar dari kontainer dan diletakkan pada area penerimaan. Proses pembongkaran barang dapat dilakukan oleh pemasok, karyawan PBF atau pembantu sekitar PBF.  Harus ada kejelasan orang yang membongkar dan pembayaran upah pembongkaran barang.

Barang pada area penerimaan diperiksa oleh kepala gudang keadaan dan jumlah fisik, disesuaikan dengan faktur atau surat jalan yang diterima. Jika produk tersebut kaladuarsa maka tidak boleh diterima, begitupun juga mendekati kaladuarsa karena kemungkinan obat atau bahan obat telah kaladuarsa sebelum digunakan konsumen. Jika terjadi ketidakcocokan, maka akan ditelusuri kesalah tersebut apakah dari ekspedisi atau dari pemasok. Jika disebabkan oleh ekspedisi, ekspedisi wajib untuk mengganti kekurangan. Akan tetapi jika kesalahan terjadi pada pemasok, penyelesaian berdasarkan pada kesepakatan pemasok dan PBF.

Jika barang sesuai dengan yang tertera pada surat jalan, barang akan diletakkan pada ruang karantina. Pada ruang karantina kepala gudang akan bertanggung jawab untuk memeriksa jenis dan jumlah barang yang diterima, dan dicocokkan dengan faktur dari pemasok. Barang berada diruang karantina maksimal 2x24 jam. Jika barang yang diterima sesuai dengan faktur, kepala gudang akan mengisi buku pencatatan barang masuk dan formulir penerimaan barang yang berisi:

                          ii.      Tanggal, pemasok, ekspedisi, dan nomor resi

                        iii.      Sesuia nomor bets

                        iv.      Sesuai kaladuarsa dan jangka expire date

                          v.      Sesuai dengan PO

                        vi.      Sesuai kriteria, dll

Barang yang telah diperiksa dilaporkan kepada apoteker penanggungjawab. Pelaporan yang telah diverifikasi apoteker , diberikan pada supervisor logistic untuk mengimput jenis dan jumlah barang yang masuk ke sistem. Barang yang telah diinput ke sistem dapat dipindahkan keruang penyimpanan.

d.      Penyimpanan barang

Pada penyimpanan barang, obat atau produk non obat lainnya disimpan terpisah sesuai status produk seperti:

1.      Status bagus disimpan digudang stok utama

2.      Status karantina disimpan diarea karantina

3.      Status recall, kaladuarsa, rusak dan atau diduga palsu disimpan diruang reject.

Penyimpanan barang di gudang PT. Panay Farmalab berdasarkan kepada jenis produk, yaitu area obat, kosmetik, PKRT dan alat kesehatan, consumer good dan makanan. Gudang PT. Panay Farmalab terdiri dari 4 lantai. Lantai 1 terdapat area obat, kosmettik, PKRT, alat kesehatan, consumer good dan makanan. Area obat merupakan area tertutup dan disertai pendingin ruangan untuk mengatur suhu ruangan. Lantai dua terdapat area consumer good dan kosmetik seperti deterjen dan lotion. Lantai 3 terdapat area PKRT dan alat kesehatan seperti sikat gigi dan kasa. Lantai 4 untuk penyimpanan arsip dan dokumentasi.

Gudang penyimpanan disertai alat pengatur suhu dan kelembaban ruangan. Gudang dibersihkan setiap hari oleh petugas kebersihan dan apoteker penanggungjawab melakukan pemeriksaan dan verifikasi pada form kebersihan yang telah diisi petugas.

Penyimpanan barang digudang berdasarkan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan nomor bets. Nomor bets terkecil berada didepan karena nomor bets yang kecil menandakan diproduksi terlebih dahulu dan memiliki tanggal ED (Expire Date) lebih cepat.

Pada gudang penyimpanan kartu stok berada didekat fisik barang , sehingga memudahkan dalam mencatat barang masuk dan keluar. Kartu stok berfungsi sebagai data informasi jumlah persediaan barang secara manual. Jika terjadi ketidakcocokan jumlah antara jumlah fisik dengan yang tertera pada kartu stok, dan data barang masuk dan keluar di sistem. Kepala gudang beserta petugas gudang melakukan stock opname setiap 3 bulan sekali yang bertujuan untuk memeriksa jumlah fisik barang, mencocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan jumlah pada sistem.

e.       Pendistribusian barang

Pendistribusian produk yaitu proses pengiriman produk kepada pelanggan yang telah memesan barang di PBF. mutu produk sepanjang jalur distribusi harus tetap terjaga agar produk yang sampai ketangan konsumen adalah produk yang aman, bermutu dan berkhasiat. PT. Panay Farmalab melakukan pendistribusian keseluruh daerah disekitar Sumatera Barat yang meliputi:

1.      Apotek

2.      Rumah Sakit

3.      Toko obat berizin

4.      Swalayan

5.      Toko

Proses pendistribusian berdasarkan pada sistem pemasaran di PBF PT. Panay Farmalab yang terdiri dari dua sistem yang dikenal dengan istilah sistem taking order dan sistem kanvas. Sistem taking order merupakan sistem dimana salesman menjemput orderan ke outlet. Outlet membuat PO atau menyebutkan pesanan pada salesman. Salesman mengimput pesanan ountlet ke sistem melalui online. Pesanan yang masuk ke sistem dicek oleh bagian administrasi berupa faktur. Selanjutnya faktur diperiksa dan diverifikasi oleh apoteker penanggungjawab. Faktur yang telah diverifikasi diberikan kepada petugas gudang untuk menyiapkan barang sesuai faktur. Sebelum barang dikemas, petugas checker lain akan memeriksa barang dan mencocokkan dengan yang tertera pada faktur. Selanjutnya barang yang telah dikemas diletakkan diarea pengiriman barang..

Area pengiriman barang di PT. Panay Farmalab terdiri atas 2 ruangan, yaitu area pengiriman dalam kota dan luar kota. Area pengiriman dibedakan agar mempermudah dalam proses pengangkutan barang. Waktu pengiriman untuk daerah luar kota berbeda dengan dalam kota. Barang dalam kota diantar oleh sopir setiap hari pada pagi hari, sedangkan barang untuk luar kota diatar setiap satu kali seminggu. Proses pendistribusian dilakukan oleh sopir PT. Panay Farmalab dengan armada sendiri. Jumlah armada yang ada pada PT. Panay Farmalab adalah 10 armada.

            Sistem distribusi dengan cara kanvas yaitu dilakukan pada daerah yang tidak terdapat PBF cabang seperti pesisir selatan. Kanvas dilakukan satu minggu oleh salesman beserta supir. Salesman langsung membawa barang sesuai dengan perencanaan penjualan kanvas, yang telah disepakati oleh kepala gudang dan apoteker penanggungjawab. Salesman mengunjungi outlet dan langsung terjadinya transaksi tanpa PO terlebih dahulu. Salesman mengimput barang keluar dan menulis difaktur secara manual. Pada hari sabtu salesman kembali ke PBF dengan membawa pelaporan dan faktur kanvas yang akan diperiksa oleh bagian administrasi. Biasanya untuk sistem kanvas, barang yang dipesan minggu ini akan dibawa pada minggu besok. Khusus untuk obat-obatan harus menggunakan surat pesanan dan memakai sistem distribusi secara Taking Order (TO).

f.       Pemusnahan   

Pemusnahan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat-obatan yang tidak terpakai karena kaladuarsa, rusak ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar. Pada PT. Panay Farmalab belum pernah melakukan pemusnahan obat, karena obat yang akan rusak atau kaladuarsa diretur ke Pemasok.

3.3.5.      Inspeksi Diri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Di PT. Panay Farmalab terdapat inspeksi diri internal dan eksternal. Tim inspeksi diri internal dibentuk oleh pimpinan. Pada PBF cabang dari PT. Panay Farmalab, inspeksi diri dapat dilakukan oleh tim inspeksi dari pusat atau tim inspeksi diri internal PBF cabang. Inspeksi diri eksternal dilakukan oleh BPOM dalam jangka waktu 2 hingga 3 kali setahun.

3.3.6.      Penangan Keluhan dan Obat Kembalian

Pelaporan keluhan oleh pelanggan terhadap kualitas atau kuantitas barang yang didistribusikan oleh PT. Panay Farmalab dapat dilakukan secara lisan atau tulisan. Pelaporan dapat secara langsung melalui kontak PBF atau melalui salesman. Keluhan oleh pelanggan ditulis pada dokumen penanganan keluhan. Selanjutnya keluhan tersebut diproses dengan menyelidiki proses penyiapan hingga penditribusian barang. Petugas gudang, pemasaran, dan apoteker penanggungjawab bekerjasama melakukan penyelidikan. Hasil temuan dirundingkan bersama untuk menentukan tindakan penanganan keluhan.

Pelanggan dapat melakukan retur atau mengembalikan obat atau barang kepada PBF , yaitu untuk barang yang akan keladuarsa atau barang rusak. barang yang dikembalikan oleh pelanggan akan diperiksa oleh apoteker penanggungjawab dan dicatat pada buku retur. Barang yang digolongkan retur bagus dapat dimasukkan kegudang. Sedangkan barang yang tidak bagus disimpan pada ruang barang retur untuk selanjutnya akan dikembalikan pada pemasok atau dilakukan pemusnahan.

3.3.7.      Sarana Distribusi Berdasarkan Kontrak

Kontrak antara fasilitas distribusi adalah kontrak antara fasilitas distribusi dengan fasilitas distribusi lain untuk menyalurkan obat dan atau bahan obat sesuai dengan yang disepakati dalam kontrak., misalanya PBF A menunjuk PBF B ntuk menyalurkan obat dan atau bahan obat tertentu dengan kondisi-kondisi yang disepakati (misalnya wilayah, harga). Pada PBF PT. Panay Farmalab, produk yang didistribusikan dengan sistem kontrak dengan PBF lain adalah produk obat komik®. Pengadaan produk komix® ini melalui PBF PT. Enseval.

3.3.8.      Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi ( pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu, dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah, bets, intruksi dan prosedur.

Dokumentasi terdari dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik dan harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda.

Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang dan harus dicetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat.

Dukumen harus disimpan minimal 3 tahun dan dikaji ulang secara berkala serta dijaga agar selalu up to date. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan atau kehilangan dokumen.

Dokumen yang terdapat pada PT. Panay Farmalab adalah prosedur tetap, kartu stok, faktur, surat pesanan, surat jalan pengiriman barang, bukti setoran penjualan dan tagihan, daftar tagihan piutang, faktur retur penjualan, tanda terima faktur, laporan keuangan harian, laporan biaya kanvas dan droping, dan dokumen recall.

3.3.9.      Pelaporan

Sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1148/Menkes/Per/VI/2010 tentang Pedagang Besar Farmasi, setiap PBF dalam melakukan kegiatan usahanya diwajibkan untuk melakukan pelaporan kepada beberapa instansi terkait. Pelaporan yang diperlukan adalah terkait dengan kegiatan penerimaan dan penyaluran dari obat dan alat kesehatan yang diadakannya. PT. Panay Farmalab melakukan pelaporan tersebut kepada tiga instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan dari permenkes tersebut, yaitu pelaporan kepada Balai POM, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementrian Kesehatan RI, yang dilakukan secara bersamaan setiap 3 bulan sekali. Untuk pelaporan obat prekursor dilakukan setiap bulannya melalui online SIPNAP dan juga tertulis ke Dinkes Provinsi dan BPOM.


 

BAB IV

PEMBAHASAN

 

PT. Panay  Farmalab merupakan anak perusahaan PT. Nusantara Beta Farma yang melakukan usaha di bidang perdagangan dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan. PT. Panay Farmalab dipimpin oleh Hj. Diana Agustin M.M.,M.Si,Apt sebagai direktur utama sekaligus sebagai pemilik perusahaan.  PT. Panay Farmalab pusat beralamat di Jl. Sawahan Dalam IV No.18 dan 20 Padang, Sumatera Barat. Waktu operasional di PT. Panay Farmalab adalah dari hari Senin sampai Jumat pukul 08.00-17.00 WIB dan hari Sabtu pukul 08.00-16.00 WIB. Dalam menunjang kegiatan distribusi, PT. Panay Farmalab saat ini memiliki dua cabang, yaitu di Kabupaten Agam dan Pekanbaru.

Fokus utama dari PT. Panay Farmalab adalah menjadi penyalur sediaan obat jadi, kosmetik, alat kesehatan dan PKRT. Selain itu, PT. Panay Farmalab juga mendistribusikan makanan (food), dan pakaian (consumer good). Produk utama yang dipasok oleh PT. Panay Farmalab adalah produk hasil produksi PT. Nusantara Beta Farma (NBF) berupa obat (seperti OBH Syrup) atau obat kuasi (seperti borax gliserin, salisil befanax 5%,), kosmetik (seperti salisil talak wangi, glozz, produk mollisa berbagai tipe, hebta deodorant and brightening face powder, PKRT  (seperti gentian violet 1%, H2O2 3%, rivanol kompres, alkohol 70%), alkes (seperti peralatan P3K) dan makanan (seperti cuka 5%). Selain berasal dari NBF, PT. Panay Farmalab juga mendistribusikan produk dari distributor lain seperti PT. Mulia Knitting Factory berupa consumer good (seperti t-shirt rider, rider boys vesr antibacteria, rider knitwear, rider girl singlet antibacteria) dan PT. Dodorindo (berupa dodo nipple shield, empeng dodo berbagai tipe, botol susu dodo berbagai tipe, cotton bath berbagai tipe, nipple berbagai ukuran) serta produk lainnya.

Dalam melaksanakan kegiatannya, PT. Panay Farmalab mengacu kepada Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 pasal 16 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.

PT. Panay Farmalab memiliki total personil sebanyak 22 orang. Setiap personil memiliki tugas masing-masing yang dilaksanakan sesuai ketentuan dan prosedur tetap yang telah dibuat. PT. Panay Farmalab memiliki satu orang apoteker yang bertanggungjawab atas obat, kosmetik dan makanan, serta satu orang tenaga teknis kefarmasian yang bertanggungjawab atas alat kesehatan dan PKRT. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF menyatakan bahwa suatu PBF harus memiliki apoteker penanggungjawab yang bertanggungjawab terhadap kegiatan pengelolaan obat disarana distribusi tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian juga disebutkan bahwa apoteker berperan dalam pendistribusian sediaan farmasi, dan juga bertanggungjawab dalam proses pengadaan, penerimaan, penyimpanan, serta pendistribusian guna memastikan mutu obat sampai ketangan konsumen dalam keadaan baik.

Segala kegiatan yang dilakukan di PT. Panay Farmalab dilakukan sesuai dengan prosedur tetap yang dibuat oleh apoteker penanggungjawab dan disetujui oleh direktur PBF. Prosedur tetap ini dibuat dengan tujuan agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat menjamin mutu produk tetap terjaga dan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Diantara hal yang diperhatikan adalah bangunan dan peralatan.

PT. Panay Farmalab terdiri atas 4 lantai. Lantai pertama adalah ruangan apoteker penanggungjawab dan ruangan kepala gudang, area penerimaan, pengiriman produk, ruang karantina, ruangan produk recall. Lantai kedua adalah bagian administrasi, supervisor logistik, supervisor operasional, dan keuangan. Gudang penyimpanan produk berada pada lantai 1 sampai 3. Akan tetapi untuk consumer good (berupa pakaian) terdapat pada lantai 1, untuk arsip dan dokumentasi lama berada pada lantai 4.

Pada PT. Panay Farmalab, area penerimaan dan pengiriman produk dibuat terpisah untuk menghindari terjadinya kesalahan. Gudang selalu dibersihkan oleh petugas kebersihan setiap hari untuk menghindari terjadinya penumpukan debu atau kotoran. Untuk menjaga mutu  produk, obat dan produk non obat diletakkan diatas palet dan rak yang tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Tujuannya untuk mencegah barang rusak karena kelembaban atau mencegah dari kebanjiran. Selain itu, produk juga dilindungi dari cahaya matahari langsung, tujuannya untuk mencegah terjadinya perubahan produk, baik dari segi isi maupun kemasan. Gudang juga dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran serta kotak P3K jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran dan kecelakaan (Manajemen K3 perusahaan).

            Pada PT. Panay Farmalab, proses pengadaan barang dilakukan dengan cara pemesanan langsung ke pemasok melalui surat pesanan  atau purchase order. Setelah dilakukannya pengadaan, dilakukan proses penerimaan. Proses penerimaan merupakan bagian yang penting karena bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima benar, barasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat tidak boleh diterima jika kaladuarsa atau mendekati tanggal kaladuarsa sehingga kemungkinan besar tidak ada obat yang kaladuarsa yang digunakan oleh konsumen. Pada PT. Panay Farmalab penerimaan sesuai dengan CDOB, yaitu proses penerimaan dilakukan diarea penerimaan, barang yang diterima disertai dengan dokumen penting dalam proses penerimaan, selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap bukti pesanan barang dari gudang (untuk memastikan pesanan barang dalam spesifikasi yang tepat), bukti tanda barang diterima (untuk penagihan), kemudian dilakukan pengecekan bukti pemesanan dengan fisik barang, batch barang yang dipesan serta expire date dan kondisi barang ke penyimpanan. Pemeriksaan tersebut dilakukan disaat barang berada diluar karantina. Jika terjadi ketidaksesuaian jumlah atau ditemukan adanya barang rusak maka dibuat laporannya dan akan dikembalikan atau diretur ke pihak pemasok. Setelah barang yang dipesan cocok, maka akan dilakukan pengecekan/verifikasi kembali oleh apoteker penanggung jawab (APJ) PBF mengenai barang pesanan yang datang tersebut. Setelah sesuai, kemudian APJ bagian logistik menginput barang masuk ke sistem, selanjutnya barang-barang tersebut akan disusun di rak-rak penyimpanan obat digudang. Sistem penyimpanan obat digudang PT. Panay Farmalab disusun berdasarkan jenis barang, barang yang bersifat fast moving akan disusun pada bagian depan gudang atau yang mudah dijangkau, begitupun sebaliknya.

Penyimpanan obat di PT. Panay Farmalab dilakukan pada suhu kamar yaitu 25-30oC, hal ini disebabkan karena pada PT. Panay Farmalab tidak terdapat obat dengan penanganan khusus. Selain berdasarkan suhu, penyimpanan juga dilakukan berdasarkan jenis produk (obat, alkes, PKRT, makanan atau consumer good) dan juga disimpan berdasarkan golongan obat, yaitu obat bebas, kuasi dan prekursor yang memelukan tempat penyimpanan yang terpisah. Obat prekursor disimpan pada lemari terkunci. lingkungan didalam gudang disesuaikan dengan suhu yang dibutuhkan untuk penyimpanan obat. Pengaturan suhu ruang gudang dilakukan dengan menggunakan Air Conditioner (AC) yang selalu hidup selama 24 jam setiap harinya. Suhu digudang obat diatur agar selalu berada pada rentang suhu 25-30oC, sesuai dengan suhu penyimpanan dalam pedoman CDOB. Untuk memantau kondisi suhu penyimpanan, didalam setiap gudang ditempatkan satu termometer, sehingga pengecekan kesesuaian suhu dapat dilakukan dengan mudah setiap saat. Pada gudang juga disertai dengan alat pengusisr hama seperti serangga atau tikus.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF,  PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik atau toko obat). Dalam hal ini, PT. Panay Farmalab mendistribusikan obatnya sesuai dengan pesanan. Untuk surat pesanan obat dan prekursor sebelumnya dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh apoteker penanggungjawab PBF. Pendistribusian oleh PT. Panay Farmalab dilakukan kepada relasi didalam dan diluar kota. Proses pendistribusian sesuai dengan sistem pemasaran PT. Panay Farmalab, yaitu dengan cara kanvas atau taking order.

Sistem pelaporan di PT. Panay Farmalab yaitu kepada tiga instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan dari permenkes nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, yaitu pelaporan obat ke Balai POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementrian Kesehatan RI yang dilakukan secara bersamaan setiap 3 bulan sekali. Untuk pelaporan obat prekursor, dilakukan setiap bulannya melalui online SIPNAP dan juga tertulis ke Dinas Kesehatan Provinsi dan BPOM. Pelaporan alat kesehatan dilakukan setiap 1 bulan sekali melalui Website e-report alkes.


 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Panay Farmalab didapatkan kesimpulan:

a.       Penerapan aspek CDOB di PT.Panay Farmalab sudah berjalan dengan baik

b.      PT.Panay Farmalab sudah menggunakan System Teknologi Informasi untuk memudahkan dalam kegiatan distribusi.

5.2.Saran

Hendaknya PT. Panay Farmalab terus meningkatkan kerjasama dengan institusi pendidikan dalam rangka pengenalan CDOB. Selain itu perlu dilakukan pelatihan CDOB secara rutin untuk karyawan PT. Panay Farmalab.


 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia NomorHK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta. 

 

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta

 

Kementerian Kesehatan. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.

 

Kementerian Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.

 

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

 

Pemerintah Republik Indonesia. 2014.Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 34Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RINomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.

 

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor. Jakarta.

 

Pemerintah Republik Indonesia. 2015.Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, DanPelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Jakarta


 


Saturday, 13 June 2020

RESUME KOMPRE APOTEKER BAGIAN INDUSTRI

1.      Pendahuluan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/SK/X/2010, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

Untuk memastikan agar mutu yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya, maka dalam pembuatan obat berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

Salah satu aspek personalia dalam CPOB adalah Apoteker. Apoteker dalam Industri Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan Apoteker dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Karena kedudukannya, seorang Apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di Industri Farmasi.

 

2.      Profil PT. Nusantara Beta Farma

PT. Nusantara Beta Farma didirikan oleh bapak  Drs. H. Yusri Umar, Apt dalam bentuk Industri Farmasi terbatas pada tahun 1979, dengan nama Beta Farma Indonesia. Industri ini berlokasi di Jl. Sawahan Dalam V No 1 Padang. Pada tanggal 9 Oktober 1979, industri mengajukan perubahan nama menjadi PT. Nusantara Beta Farma dan diresmikan tanggal 5 November 1979. Industri Farmasi PT. Nusantara Beta Farma resmi berdiri dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2661/A/SK/PAB/1981 untuk memproduksi obat-obatan golongan obat bebas.

Setelah 6 tahun beroperasi dan mulai berkembang, PT. Nusantara Beta Farma membutuhkan tempat yang lebih luas untuk kegiatan produksi dan administrasi perusahaan, pada tanggal 24 Januari 1985 PT. Nusantara Beta Farma mengajukan permohonan pindah dari Jl. Sawahan Dalam V No. 1 ke Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang, kemudian resmi pindah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.503273/ER/1985 pada tanggal 1 Oktober 1985.

Dalam upaya meningkatkan mutu obat Indonesia, Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 mengenai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada industri-industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya keputusan ini, PT.Nusantara Beta Farma mulai membangun sarana dan prasarana yang lebih baik dan memenuhi syarat CPOB, dimana izin pembangunan untuk pabrik yang baru dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 1992, kemudian industri farmasi yang baru mulai dibangun pada tahun 1993 yang berlokasi di Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km 25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman.

Pada tanggal 9 Februari 1995, pabrik yang memenuhi persyaratan CPOB dan telah diberikan sertifikat CPOB mulai beroperasi dan kegiatan produksi pindah dari Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang ke Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km.25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman secara bertahap. Pada awal Juni 1995 seluruh kegiatan produksi dari pabrik lama telah pindah seluruhnya ke lokasi baru sampai dengan sekarang. Sejak tahun 2002 kepemimpinan mulai dipegang oleh Ibu Hj. Diana Agustin, S.Si, M.Si,  MM., Apt.

Visi PT. Nusantara Beta Farma:

“Menjadi Industri Farmasi yang terkemuka di pulau Sumatera”

Misi PT. Nusantara Beta Farma:

Memproduksi obat yang bermutu tinggi sesuai dengan persyaratan cGMP guna mendapatkan  kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai”


3.      Jadwal PKPA

PKPA Di PT. Nusantara Beta Farma dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Agustus 2019 sampai dengan 30 Agustus 2019.


4.      Aspek Di Industri Yang Menjadi Tanggung Jawab Apoteker

a.       Produksi

Kepala Bagian Produksi  dipimpin oleh seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang  pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksana-kan  tugas secara profesional. Apoteker bagian industri hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam produksi obat, termasuk:

-   Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

-    Memberikan persetujuan kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.

-     Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

-          Memeriksa pemeliharaan  bangunan fasilitas  serta peralatan dibagian produksi.

-          Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

-          Memastikan bahwa pelatihan awal  dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

b.      Quality Control (QC)

Kepala Bagian Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker yang berkualifikasi dan telah memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:

-      Menyetujui atau menolak bahan  awal, bahan pengemasan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.

-         Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.

-       Memberikan persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.

-        Memberi persetujuan dan memantau semua analisi berdasarkan kontrak.

-       Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian Pengawasan Mutu.

-       Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

-      Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil  di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

c.       Quality Assurance (QA)

Kepala Bagian Manjemen Mutu (Pemastian Mutu) dipimpin oleh seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian pemastian mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu atau pemastian mutu, termasuk:

-          Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.

-          Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.

-          Memprakarsai dan  mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.

-          Melakukan  pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasaan Mutu.

-   Memprakarsai dan berpartisipasi dalam  pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok).

-          Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.

-   Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM yang berkaitan dengan mutu produk jadi.

-        Mengevaluasi /mengkaji catatan bets.

-       Meluluskan atau menolak produk jadi  untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.


5.      Pembahasan

 PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik. PT. Nusantara Beta Farma telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan obat dalam non betalaktam, cairan obat luar non betalaktam dan sediaan semisolid non betalaktam. Secara umum PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB baik dari segi aspek manajemen mutu sampai kualifikasi dan validasi. Selain itu juga PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).

PT. Nusantara Beta Farma memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk Industri Farmasi yang sesuai dengan CPOB yaitu APJ Quality Control (QC), APJ Quality Assurance (QA) dan APJ Produksi sedangkan pada bagian kosmetika juga memiliki penanggung jawab seorang Apoteker. Industri Kosmetika yang dimiliki oleh PT. Nusantara Beta Farma  termasuk golongan A. Dimana syarat industri kosmetik golongan A yaitu memiliki penanggung jawab seorang Apoteker, mempunyai laboratorium dan dapat memproduksi seluruh bentuk sediaan kosmetika.

Aset penting bagi perusahaan adalah bidang personalia. Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control) dan Kepala Bagian Pemastian Mutu (Quality Assurance) yang dipimpin oleh Apoteker dimasing-masing bidang, dan Industri Nusantara Beta Farma sudah memenuhi itu.

Apoteker penanggung jawab produksi diberi kewenangan  dan tanggung  jawab penuh dalam produksi obat yang bertugas dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa petunjuk kerja dapat diterapkan secara tepat.

Dilihat dari segi pengontrolan produk PT. Nusantara Beta Farma melalui bagian pengawasan mutu (Quality Control), telah melakukan pengawasan dan pengujian dengan baik dalam menjaga secara konsisten mutu produk, mulai dari bahan awal sampai produk akhir agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh QC di Nusantara Beta Farma yaitu melakukan pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, lalu dilakukan pengujian. Untuk bahan awal meliputi pemerian, identifikasi, kemurnian dan penetapan kadar zat aktif. Untuk bahan pengemas seperti botol yang diuji adalah bobot botol, ukuran  dan volume, untuk etiket berupa ukuran, warna, kesesuaian tulisan, dan untuk kemasan sekunder berupa bobot, ukuran dan warna. Untuk pengujian produk ruahan dan antara bisa berupa pemerian, identifikasi, kadar zat aktif, bobot jenis, homogenitas, PH, dan viskositas tergantung bentuk sediaan. Sedangkan untuk pemeriksaan produk jadi bisa berupa pemerian, kesesuaian nomor bets, etiket dan capseal, label, kebocoran, keadaan pengemas, serta kesesuaian jumlah produk per dus atau per box.  QC tidak hanya melakukan kegiatan laboratorium saja tetapi juga harus terlibat dengan mutu produk. QC juga bertanggung jawab dalam mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal dari bahan. Selain itu pengawasan mutu (Quality Assurance) juga bertugas dalam menentukan masa edar produk jadi yang dapat dilihat dari uji stabilitas produk. Semua kegiatan yang dilakukan oleh QC dilakukan pencatatan.

Pemastian Mutu (Quality Assurance) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Selain itu juga bertanggungjawab terhadap mutu suatu produk yang konsisten, serta bertanggungjawab terhadap khasiat dan keamanan produk, mulai dari proses input samapai output produk jadi.

6.      Kesimpulan

a.       PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik.

b.      PT. Nusantara Beta Farma mempunyai 3 sertifikat CPOB dan 3 sertifikat CPKB

c.  Peran Apoteker di Industri Farmasi yaitu Penanggung Jawab Quality Assurance (QA), Penanggung Jawab  Produksi dan Penanggung Jawab Quality Control (QC).

d.      PT. Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB dengan baik.

7.      Saran

a.       Untuk meningkatkan penjualan sebaiknya perusahaan mengiklankan produknya tidak hanya di surat kabar dan radio tapi juga televisi agar lebih dikenal masyarakat diiringi dengan peningkatan kinerja salesman yang ada.

b.   Penambahan jumlah mesin di PT. Nusantara Beta Farma untuk mempercepat proses produksi.

c.       PT. Nusantara Beta Farma hendaknya memperluas dan memperbanyak unit penjualan setiap daerah sehingga daerah atau kota yang ada di propinsi lainnya dapat menggunakan produk dari PT. Nusantara Beta Farma


LAMPIRAN


Tabel Kegiatan PKPA di PT. Nusantara Beta Farma

 

Minggu

Jenis Kegiatan

Minggu I

1.    Orientasi Industri Nusantara Beta Farma

2.    Pengenalan tentang proses produksi

3.    Pengenalan tentang proses pengemasan  dan membantu pengemasan produk

Minggu II

1.    Melihat proses produksi kosmetik dan kuasi

2.    Membantu pengemasan produk

3.    Diskusi tentang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran Bahan awal/pengemas

4.    Diskusi tentang PPIC

5.    Mengikuti pengujian laboratorium produk

6.    Diskusi tentang Research and Development dan pengenalan produk

Minggu III

1.     Melihat proses produksi obat dan PKRT

2.     Diskusi tentang CPOB

3.     Diskusi tentang CPKB

4.     Diskusi tentang Quality Control

5.     Diskusi tentang registrasi (obat, obat quasi, kosmetik, PKRT)

6.     Membantu pengemasan produk

Minggu IV

1.     Melihat proses produksi kosmetik

2.     Diskusi tentang Quality Assurance

3.     Diskusi tentang Sistem Pengolahan Air (SPA)

4.     Diskusi tentang pemastian mutu dan limbah

5.     Diskusi tentang Air Handling Unit (AHU)

6.     Persentasi laporan

7.     Penutupan PKPA dan koreksi laporan akhir



DAFTAR PUSTAKA

1.  Badan POM RI, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik Jilid 1, Nomor HK.03.1.33.12.12.8195, Jakarta.

2. Kemenkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Menkes RI: Jakarta


l