Friday, 17 July 2020
Farmakokinetik Obat
Saturday, 13 June 2020
RESUME KOMPRE APOTEKER BAGIAN INDUSTRI
1.
Pendahuluan
Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/SK/X/2010, Industri
Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat. Pembuatan obat adalah
seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan
awal dan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu
sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Untuk memastikan
agar mutu yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya,
maka dalam pembuatan obat berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari
manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan
hygiene, produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, inspeksi diri, audit mutu,
dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan
kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
kualifikasi dan validasi.
Salah
satu aspek personalia dalam CPOB adalah Apoteker. Apoteker dalam Industri
Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.
Kedudukan Apoteker dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi,
pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Karena kedudukannya, seorang Apoteker
dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis
yang memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada di Industri Farmasi.
2.
Profil
PT. Nusantara Beta Farma
PT. Nusantara
Beta Farma didirikan oleh bapak Drs. H.
Yusri Umar, Apt dalam bentuk Industri Farmasi terbatas pada tahun 1979, dengan
nama Beta Farma Indonesia. Industri ini berlokasi di Jl. Sawahan Dalam V No 1
Padang. Pada tanggal 9 Oktober 1979, industri mengajukan perubahan nama menjadi
PT. Nusantara Beta Farma dan diresmikan tanggal 5 November 1979. Industri
Farmasi PT. Nusantara Beta Farma resmi berdiri dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 2661/A/SK/PAB/1981 untuk memproduksi obat-obatan golongan obat
bebas.
Setelah 6 tahun
beroperasi dan mulai berkembang, PT. Nusantara Beta Farma membutuhkan tempat
yang lebih luas untuk kegiatan produksi dan administrasi perusahaan, pada tanggal
24 Januari 1985 PT. Nusantara Beta Farma mengajukan permohonan pindah dari Jl.
Sawahan Dalam V No. 1 ke Jl. Sawahan Dalam IV No. 20 Padang, kemudian resmi
pindah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.503273/ER/1985
pada tanggal 1 Oktober 1985.
Dalam upaya
meningkatkan mutu obat Indonesia, Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 mengenai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) kepada industri-industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya
keputusan ini, PT.Nusantara Beta Farma mulai membangun sarana dan prasarana
yang lebih baik dan memenuhi syarat CPOB, dimana izin pembangunan untuk pabrik
yang baru dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 1992, kemudian industri farmasi
yang baru mulai dibangun pada tahun 1993 yang berlokasi di Jalan Raya Padang–
Bukittinggi Km 25 Desa Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang
Pariaman.
Pada tanggal 9
Februari 1995, pabrik yang memenuhi persyaratan CPOB dan telah diberikan
sertifikat CPOB mulai beroperasi dan kegiatan produksi pindah dari Jl. Sawahan
Dalam IV No. 20 Padang ke Jalan Raya Padang– Bukittinggi Km.25 Desa Pasar
Usang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman secara bertahap. Pada
awal Juni 1995 seluruh kegiatan produksi dari pabrik lama telah pindah
seluruhnya ke lokasi baru sampai dengan sekarang. Sejak tahun 2002 kepemimpinan
mulai dipegang oleh Ibu Hj. Diana Agustin, S.Si, M.Si, MM., Apt.
Visi PT.
Nusantara Beta Farma:
“Menjadi Industri Farmasi yang terkemuka
di pulau Sumatera”
Misi PT. Nusantara Beta Farma:
“Memproduksi obat yang bermutu tinggi sesuai
dengan persyaratan cGMP guna mendapatkan
kepercayaan dan loyalitas pelanggan dan pemakai”
3.
Jadwal
PKPA
PKPA Di PT.
Nusantara Beta Farma dilaksanakan mulai dari tanggal 5 Agustus 2019 sampai
dengan 30 Agustus 2019.
4.
Aspek Di
Industri Yang Menjadi Tanggung Jawab Apoteker
a. Produksi
Kepala Bagian Produksi dipimpin oleh seorang Apoteker
yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksana-kan tugas
secara profesional. Apoteker bagian industri hendaklah diberi kewenangan
dan tanggungjawab penuh dalam produksi obat, termasuk:
- Memastikan
bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan.
- Memberikan
persetujuan kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk
kerja diterapkan secara tepat.
- Memastikan
bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh Kepala Bagian
Produksi sebelum diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu).
-
Memeriksa
pemeliharaan bangunan fasilitas serta peralatan dibagian produksi.
-
Memastikan
bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
-
Memastikan
bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya
dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
b. Quality
Control (QC)
Kepala Bagian Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker
yang berkualifikasi dan telah memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker bagian
pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh dalam
pengawasan mutu, termasuk:
- Menyetujui
atau menolak bahan awal, bahan pengemasan, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi.
- Memastikan
bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.
- Memberikan
persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode
pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
- Memberi
persetujuan dan memantau semua analisi berdasarkan kontrak.
- Memeriksa
pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian Pengawasan Mutu.
- Memastikan
bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
- Memastikan
bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya
dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
c. Quality
Assurance (QA)
Kepala Bagian Manjemen Mutu (Pemastian Mutu) dipimpin oleh
seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan
sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan managerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Apoteker
bagian pemastian mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggungjawab penuh untuk
melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu atau pemastian mutu,
termasuk:
-
Memastikan
penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.
-
Ikut
serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.
-
Memprakarsai
dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.
-
Melakukan
pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasaan Mutu.
- Memprakarsai
dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap
pemasok).
-
Memprakarsai
dan berpartisipasi dalam program validasi.
- Memastikan
pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM yang berkaitan dengan mutu produk jadi.
- Mengevaluasi
/mengkaji catatan bets.
- Meluluskan
atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua
faktor terkait.
5.
Pembahasan
PT. Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah
satu Perusahaan di Sumatera Barat yang memiliki Industri Farmasi dan Industri
Kosmetik. PT. Nusantara Beta Farma telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan obat dalam non betalaktam, cairan
obat luar non betalaktam dan sediaan semisolid non betalaktam. Secara umum PT.
Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB baik dari segi aspek
manajemen mutu sampai kualifikasi dan validasi. Selain itu juga PT. Nusantara Beta
Farma telah menerapkan aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).
PT. Nusantara
Beta Farma memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk Industri Farmasi yang
sesuai dengan CPOB yaitu APJ Quality
Control (QC), APJ Quality Assurance
(QA) dan APJ Produksi sedangkan pada bagian kosmetika juga memiliki penanggung
jawab seorang Apoteker. Industri Kosmetika yang dimiliki oleh PT. Nusantara
Beta Farma termasuk golongan A. Dimana
syarat industri kosmetik golongan A yaitu memiliki penanggung jawab seorang
Apoteker, mempunyai laboratorium dan dapat memproduksi seluruh bentuk sediaan
kosmetika.
Aset penting bagi perusahaan adalah bidang personalia. Industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab masing-masing dan memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala
Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control)
dan Kepala Bagian Pemastian Mutu (Quality
Assurance) yang dipimpin oleh Apoteker dimasing-masing bidang, dan Industri
Nusantara Beta Farma sudah memenuhi itu.
Apoteker penanggung jawab produksi diberi
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat yang bertugas dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai
prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa
petunjuk kerja dapat diterapkan secara tepat.
Dilihat dari segi pengontrolan produk PT. Nusantara Beta Farma melalui
bagian pengawasan mutu (Quality Control),
telah melakukan pengawasan dan pengujian dengan baik dalam menjaga
secara konsisten mutu produk, mulai dari bahan awal sampai produk akhir agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh QC di
Nusantara Beta Farma yaitu melakukan pengambilan sampel bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, lalu dilakukan
pengujian. Untuk bahan awal meliputi pemerian, identifikasi, kemurnian dan penetapan
kadar zat aktif. Untuk bahan pengemas seperti botol yang diuji adalah bobot
botol, ukuran dan volume, untuk etiket
berupa ukuran, warna, kesesuaian tulisan, dan untuk kemasan sekunder berupa
bobot, ukuran dan warna. Untuk pengujian produk ruahan dan antara bisa berupa
pemerian, identifikasi, kadar zat aktif, bobot jenis, homogenitas, PH, dan
viskositas tergantung bentuk sediaan. Sedangkan untuk pemeriksaan produk jadi
bisa berupa pemerian, kesesuaian nomor bets, etiket dan capseal, label,
kebocoran, keadaan pengemas, serta kesesuaian jumlah produk per dus atau per
box. QC tidak hanya melakukan kegiatan
laboratorium saja tetapi juga harus terlibat dengan mutu produk. QC juga
bertanggung jawab dalam mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau
sampel pertinggal dari bahan. Selain itu pengawasan
mutu (Quality Assurance) juga
bertugas dalam menentukan masa edar produk jadi yang dapat dilihat dari uji
stabilitas produk. Semua kegiatan yang dilakukan oleh QC dilakukan
pencatatan.
Pemastian Mutu (Quality Assurance) bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaian. Selain itu juga bertanggungjawab terhadap mutu suatu produk yang
konsisten, serta bertanggungjawab terhadap khasiat dan keamanan produk, mulai dari
proses input samapai output produk jadi.
6. Kesimpulan
a. PT.
Nusantara Beta Farma (NBF) merupakan salah satu Perusahaan di Sumatera Barat
yang memiliki Industri Farmasi dan Industri Kosmetik.
b. PT.
Nusantara Beta Farma mempunyai 3 sertifikat CPOB dan 3 sertifikat CPKB
c. Peran
Apoteker di Industri Farmasi yaitu Penanggung Jawab Quality Assurance (QA), Penanggung Jawab Produksi dan Penanggung Jawab Quality Control (QC).
d. PT.
Nusantara Beta Farma telah menerapkan aspek-aspek CPOB dengan baik.
7. Saran
a. Untuk
meningkatkan penjualan sebaiknya perusahaan mengiklankan produknya tidak hanya
di surat kabar dan radio tapi juga televisi agar lebih dikenal masyarakat
diiringi dengan peningkatan kinerja salesman yang ada.
b. Penambahan
jumlah mesin di PT. Nusantara Beta Farma untuk mempercepat proses produksi.
c. PT. Nusantara Beta Farma hendaknya memperluas dan memperbanyak unit penjualan setiap daerah sehingga daerah atau kota yang ada di propinsi lainnya dapat menggunakan produk dari PT. Nusantara Beta Farma
LAMPIRAN
Tabel Kegiatan
PKPA di PT. Nusantara Beta
Farma
Minggu |
Jenis Kegiatan |
Minggu I |
1.
Orientasi Industri Nusantara Beta Farma 2.
Pengenalan
tentang proses produksi 3.
Pengenalan
tentang proses pengemasan dan membantu
pengemasan produk |
Minggu II |
1.
Melihat
proses produksi kosmetik dan kuasi 2.
Membantu
pengemasan produk 3.
Diskusi
tentang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran Bahan awal/pengemas 4.
Diskusi
tentang PPIC 5.
Mengikuti
pengujian laboratorium produk 6.
Diskusi
tentang Research and Development dan pengenalan produk |
Minggu III |
1.
Melihat
proses produksi obat dan PKRT 2.
Diskusi
tentang CPOB 3.
Diskusi
tentang CPKB 4.
Diskusi
tentang Quality Control 5.
Diskusi
tentang registrasi (obat, obat quasi,
kosmetik, PKRT) 6.
Membantu
pengemasan produk |
Minggu IV |
1.
Melihat
proses produksi kosmetik 2. Diskusi tentang Quality Assurance 3.
Diskusi
tentang Sistem Pengolahan Air (SPA) 4.
Diskusi
tentang pemastian mutu dan limbah 5.
Diskusi
tentang Air Handling Unit (AHU) 6. Persentasi
laporan 7. Penutupan
PKPA dan koreksi laporan akhir |
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan
POM RI, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik Jilid 1, Nomor HK.03.1.33.12.12.8195, Jakarta.
2. Kemenkes
RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/per/XII/2010
tentang Industri Farmasi. Menkes RI: Jakarta
l
RESUME KOMPRE APOTEKER Bagian CS (Clinical Sains) Rumah Sakit, Puskesmas, dan Apotek
RUMAH
SAKIT
1.
Pendahuluan
Menurut Permenkes
RI Nomor 72 Tahun 2016, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Dalam menjalankan
praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah
tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 Tahun
2016 satandar kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik.
2.
Profil
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Bukittinggi
Rumah Sakit
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi berasal dari Rumah Sakit Umum Pusat
Bukittinggi yang secara historis berasal dari Rumah Sakit Immanuel yang
dikelola oleh Yayasan Baptis Indonesia sejak tahun 1978. Pada tahun 1982
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada Tahun 2002 dengan adanya
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 21/Men.Kes/SK/I/2002 RSUP Bukittinggi
ditetapkan sebagai “Pusat Pengelo-laan Stroke Nasional (P3SN) RSUP
Bukittinggi”. Selanjutnya pada tanggal 5 April 2005 PS3N RSUP Bukittinggi
berdasarkan surat keputusan menteri kesehatan RI No.495/MenKes/SK/IV/2005
ditingkatkan kelemba- gaannya menjadi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
Pada tahun 2009 dengan SK NO:1002/MENKES/SK/11/2009 Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi menerapkan pola PPK-BLU. RSSN merupakan tipe rumah sakit khusus
kelas B dengan akreditasi paripurna.
3. Jadwal Kegiatan PKPA di Rumah Sakit
Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi
Hari/ Tanggal |
Jenis Kegiatan |
Senin,
22 April 2019 |
- Pembukaan - Pengenalan
rumah sakit dan pembagian kelompok |
Selasa,
23 April s/d 3 Mei 2019 |
- Pengecekan obat yang telah disiapkan dalam unit dose di bangsal neuro, - Menyerahkan obat pada pasien, - Melakukan
rekonsiliasi obat - Berlatih
membaca rekam medik - Memantau dan mengevaluasi terapi yang diberikan kepada pasien dan
visite dokter - Menyiapkan obat pulang pasien - Melakukan konseling pada keluarga pasien. - Diskusi Tugas Case |
Senin, 6 s/d 17
Mei 2019 |
- Penyiapan obat untuk pasien - Kegiatan sterilisasi - Pembuatan kapsul campur (cap camp), - Mengamati penyimpanan barang di gudang. - Diskusi dengan perseptor I dan Perseptor II - Case
Report |
Senin, 20 s/d 31Mei
2019 |
- Menyiapkan
dan pengecekan obat di b.interne - Menyerahkan obat pada pasien - Melakukan
rekonsiliasi obat - Memantau dan mengevaluasi terapi yang di berikan
kepada pasien dan mengikuti visite dokter - Menyiapkan obat pulang pasien - Melakukan konseling pada keluarga pasien. - Diskusi dengan perseptor I dan Perseptor II - Case
Report |
Senin, 10 s/d 22 Juni 2019 |
- Melakukan pengecekan obat bangsal anak - Melakukan
rekonsiliasi obat - Memantau dan mengevaluasi terapi yang diberikan kepada anak dan
mengikuti visite dokter - Memberikan obat per-oral kepada pasien anak - Menimbang berat badan anak - Menyiapkan obat pulang pasien - Melakukan konseling pada keluarga pasien. - Diskusi dengan perseptor I dan Perseptor II - Case
Report |
4.
Fungsi
Apoteker di Bidang Klinis
a.
Bersifat
Teknis
1. Pelayanan
obat pasien rawat jalan dan rawat inap
Sebelum
pelayanan obat, dilakukan terlebih dahulu pengkajian resep, bila ditemukan
masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Pelayanan resep dimulai dari
penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemberian
etiket/kemasan, pemeriksaan, penyerahan dan pemberian informasi/ konseling.
Pada pelayanan
obat pasien rawat jalan dan rawat inap, dikenal 4 sistem pendistribusian:
- Individual
Prescription:
pendistribusikan berdasarkan resep dokter. Untuk pasien rawat jalan.
- Total Floor
Stock
: pendistribusian berdasarkan kebutuhan untuk 1 ruangan. Untuk obat-obat
emergency dan kamar operasi
- Unit
Dispensing Dose (UDD): obat dikemas dalam 1 dosis untuk 1x
pemakaian untu pasien rawat inap
- Kombinasi system Individual
Prescription dan Total Floor Stock:
untuk pasien-pasien yang akan dioperasi, dan siap operasi langsung pulang.
2. Total
Nutrisi Parenteral (TPN)
Nutrisi
parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi (lemak, protein/asam amino,
karbohidrat, mikronutrien dan immunonutrien)
yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran cerna. Disini, apoteker
bertanggungjawab untuk memastikan bahwa pencampuran sediaan steril di Rumah
Sakit sesuai dengan praktek penyiapan obat yang baik (Good Preparation Practice) sehingga terjamin stabilitas, kelarutan
dan kestabilannya. Bila terjadi ketidaktepatan dalam pencampuran intravena,
baik dari segi prosedur aseptis, teknik pencampuran, pelarutan dan
penyimpanannya dapat menyebabkan pengendapan obat yang beresiko menimbulkan penyumbatan
pada alat injeksi dan membahayakan pasien.
3.
Turut serta
dalam pelaksanakan pendidikan dan pelatihan dilingku-ngan Rumah Sakit.
4.
Penaganan
sediaan sitostatika
Penanganan
sediaan sitostatik merupakan penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan
siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya
dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri,
mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada
pasien sampai pembuangan limbahnya. Disini perhitungan dosis harus akurat dan
pelarutan dengan pelarut yang sesuai dan sesuai dengan protokol pengobatan.
5.
Pelayanan
perbekalan farmasi penunjang
b. Bersifat Klinik
1.
Penelurusuran riwayat penggunaan obat
Merupakan proses
untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara/data
rekam medik penggunaan Obat pasien.
2.
Rekonsialiasi obat
Rekonsiliasi
Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah
didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis
atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication
error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah
Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah
Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
3.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan
kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen,
akurat terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter,
Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di
luar Rumah Sakit. Kegiatan PIO meliputi: menjawab pertanyaan; menerbitkan
buletin, leaflet, poster, newsletter; menyediakan informasi bagi Tim Farmasi
dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit, serta
mengadakan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
4.
Konseling
Merupakan suatu
aktivitas pemberian nasehat/saran terkait terapi obat dari apoteker kepada
pasien/keluarganya. Tujuan konseling untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan resiko obat yang tidak dikehendaki, dan meningkatkan
cost-effestiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat
bagi pasien.
5.
Visite
Visite merupakan
kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri
atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi
obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya.
6.
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Tujuannya untuk memastikan terapi
obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien, juga untuk meningkatkan
efektivitas terapi serta meminimalkan resiko obat yang tidak dikehendaki
7.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi
pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa
dan terapi.
8.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Tujuannya untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
9.
Konsultasi terapi obat dengan tenaga kesehatan
Biasanya berkaitan dengan Drug Related Problems (DRPs). Kajian
mengenai DRP pasien rawat inap di lakukan oleh Apoteker melalui tabel dafar
penggunaan obat pasien.
c.
Bersifat
Spesialitik
1. IGD
Pelayanan kefarmasian pasien IGD yaitu
menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan, memastikan ketepatan dalam penyiapan
obat, memberikan informasi obat. Pelayanan kefarmasian pasien IGD di RSSN
penyiapan obat pasien, Apoteker dibantu oleh Asisten Apoteker dan yang
memberikan informasi obat dilakukan oleh Apoteker.
2. ICU
pelayanan kefarmasian pasien ICU di RSSN alur pelayanannya sama dengan pelayanan di rawat inap biasa, yaitu pelayanannya mulai dari visite dan penulisan CPPT.
PUSKESMAS
1.
Pendahuluan
Puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya
kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif),
yang dilaksanakan secara menyelu-ruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan
mutu Pelayanan Kefarmasian di puskesmas, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical
care).
Dalam menjalankan
praktek kefarmasian di Puskesmas, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016, standar kefarmasian
di puskesmas meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
serta pelayanan farmasi klinik.
2.
Profil
Puskesmas Lubuk Buaya
Puskesmas Lubuk
Buaya adalah puskesmas induk yang terletak di Jl.Adinegoro Km.15 Kecematan Koto
Tangah, Padang, Sumatera Barat. Puskesmas Lubuk Buaya didirikan pada tahun 1976
dengan pemimpin pertama DR.Sosialisman (1976-1982), dan telah beberapa kali
berganti pemimpin Untuk saat ini dipimpin oleh DR Dessy M Siddiq
(2016-sekarang). Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya hingga saat ini adalah
kelurahan Lubuk Buaya, Batang Kebun Ganting, Pasia Nan Tigo, Parupuak Tabing,
Dadok Tanggul Hitam dan memiliki 4 puskesmas pembantu. Visi Puskesmas Lubuk
Buaya Dengan semangat kebersamaan, prima dalam pelayanan kesehatan menuju
masyarakat yang berperilaku hidup bersih, sehat dan mendapat pelayanan yang
adil dan merata. Misi Puskesmas Lubuk Buaya adalah Mendorong kemandirian
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; Menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara terpadu dengan seluruh lapisan masyarakat diwilayah kerjanya.;
Meningkatkan kualitas sarana, prasarana dan profesionalisme SDM puskesmas;
Meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor diwilayah kerja; Menjadikan
Puskesmas Lubuk Buaya sebagai pusat pendidikan.
3.
Jadwal
Kegiatan PKPA di Puskesmas Lubuk Buaya
Waktu |
Kegiatan |
Minggu ke-1 (1-2
Juli 2019) |
-
Pengenalan IFK -
Managemen pengelolaan obat
di IFK (perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
Pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, pengendalian, monitoring dan
evaluasi serta pemusnahan,) -
Jenis izin edar yang
dikeluarkan Dinkes -
SIPNAP |
Minggu
ke 1 (3-6
Juli 2019) |
-
Pengenalan puskesmas dan
apotek -
Membaca resep -
Pelayanan dan pengkajian
resep -
Peracikan obat -
Mempelajari prosedur
pelayanan di puskesmas -
Mempelajari pelayanan
resep -
Diskusi terkait manajemen
obat (perencanaaan, pengadaaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian) |
Minggu ke-2 (8-13
Juni 2019) |
-
Membaca resep -
Pelayanan dan pengkajian
resep -
Peracikan obat -
Pemberian informasi obat -
Diskusi terkait manajemen
obat (pelaporan dan pemusnahan) -
Pengenalan gudang farmasi -
Pengenalan tentang
obat-obat PRB -
Diskusi obat PRB
hipertensi, diabetes melitus, asma, kejang, obat-obat jiwa, jantung dan
stroke pada prolanis |
4.
Fungsi
Apoteker di Bidang Klinis
a.
Bersifat
Teknis
1. Pengkajian
dan pelayanan resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Kegiatan penyerahan (dispensing)
dan pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari
tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan
farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian.
b.
Bersifat
Klinik
1. Pelayanan
Informasi Obat (PIO)
Merupakan
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi
secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan berupa: memberikan dan menyebarkan
informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif; menjawab pertanyaan dari
pasien maupun tenaga kesehatan; membuat buletin, leaflet, label obat, poster,
majalah dinding; penyuluhan; pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis
habis pakai
2. Konseling
Merupakan suatu
proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan
dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga
pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien seperti tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat. Kriteria pasien yang diberi
konseling: :pasien rujukan dokter, penyakit kronis, obat yang berindeks
terapetik sempit, polifarmasi, geriatrik dan pediatrik.
3. Visite
Pasien
Merupakan
kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau
bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi,
dan lain-lain.
4. Monitoring
Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan
kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
5. Pemantauan
Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
6. Evaluasi
Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi
penggunaan Obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat
yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
c.
Bersifat
Spesialitik
Di Puskesmas Lubuk Buaya pelayanan kefarmasian di IGD dilakukan oleh Apoteker dimulai dari penyediaan obat-obatan life saving, Bahan Medis Habis Pakai, penyiapan gas medis, serta memonitoring obat demi terpenuhinya patient safety.
APOTEK
1.
Pendahuluan
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Apotek dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek merupakan tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat dan menjadi tempat pengabdian profesi
apoteker dalam mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat.
Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker (PP RI No.51 Tahun 2009). Apoteker sebagai tenaga
kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup
pekerjaannya meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku
obat dalam arti luas, membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada
pemakai obat atau pasien (ISFI, 2004). Untuk
dapat mengelola apotek, seorang Apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu
teknis kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki kemampuan memahami
manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan sarana keuangan
dan pengelolaan sumber daya manusia.
2.
Profil
Apotek Assabil Farma
Apotek Assabil Farma didirikan pada
tahun 2001 oleh Bapak Irwan Firdaus, ST. Apotek Assabil Farma berada di Jalan KH. Ahmad Dahlan No.117 Solok.
Apoteker Pengelola Apotek Assabil Farma hingga saat ini adalah Ibuk Dra. Dessy Syafril, Apt, MPH dengan
SIPA Apoteker 503/20/-SIPASEMENTARA/DPM-PTSP/VII/2019 dan SIA 503/08/SIPA/DKES/-2015.
Dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh 1 APA dan 4 orang TTK. Disini,
kegiatan kefarmasian dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai 21.00 WIB atau sampai
habis pasien, dari hari Senin sampai Minggu. Apotik Assabil Farma selain bekerjasama dengan dokter, juga dengan BPJS,
PT.BA dan Asuransi. Apotek Assabil Farma melayani resep umum, maupun resep dari
dokter praktek di apotek maupun luar apotek
3.
Jadwal
Kegiatan PKPA di Apotek Assabil Farma
Waktu |
Jenis Kegiatan |
Minggu I (9–13
September 2019) |
- Pengenalan
Apotek - Mengamati
sarana dan prasarana Apotek - Mengamati
sumber daya manusia (SDM) - Mempelajari
Izin Pendirian Apotek |
Minggu II (16–20
September 2019) |
- Mempelajari
perencanaan perbekalan farmasi di Apotek - Mempelajari
cara pengadaan perbekalan farmasi di Apotek - Mempelajari
macam-macam surat pesanan - Mempelajari
cara penerimaan barang - Mengetahui
cara penyimpanan barang |
Minggu III (23-27
September 2019) |
- Mempelajarai
pengendalian perbekalan farmasi di Apotek - Mengisi
kartu stock - Mempelajari
cara pencatatan dan pelaporan |
Minggu IV (30 September – 4 Oktober
2019) |
- Mempelajari
alur pelayanan obat dengan resep - Mempelajari
alur pelayanan obat tanpa resep - Mempelajari
tentang resep - Membaca
resep - Skrining
resep - Mempelajari
cara penyiapan dan peracikan obat |
Minggu V (7– 11 Oktober
2019) |
- Dispensing obat - Memberikan
pelayanan informasi obat kepada pasien - Mempelajari
tentang copy resep |
Minggu VI (14-18 Oktober 2019) |
- Mempelajari
tentang pemusnahan obat - Mempelajari
tentang pemusnahan resep - Melakukan
stock opname |
4.
Fungsi
Apoteker di Bidang Klinis
a.
Bersifat Teknis
1. Pengkajian
dan pelayanan resep
Kegiatan
pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan
klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Pelayanan resep dimulai dari
penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
Apoteker di
Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker
harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
2. Turut serta dalam pelaksanaan Pendidikan dan
pelatihan di lingkungan Apotek
Keberadaan Apoteker di Apotek tidak hanya terkait dengan permasalahan obat, namun Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
agar dapat menjalankan profesi secara professional dan berinteraksi langsung
dengan pasien.
b.
Bersifat
Klinis
1. Pelayanan
Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang
tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi
meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
2.
Konseling
Konseling merupakan proses interaktif
antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
3. Pelayanan
Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan
diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis
lainnya.
4. Pemantauan
Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
5. Monitoring
Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis
dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
ISFI. 2003. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia : Jakarta.
2. Menkes RI. 2016. Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Apotek. Menkes RI: Jakarta
3. Permenkes RI. 2017. Permenkes RI
Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek. Menkes RI: Jakarta
4. Menkes
RI. 2014. Permenkes RI Nomor 75 Tahun
2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Republik Indonesia. Jakarta:Menkes
RI
5. Menkes
RI. 2016. Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
Jakarta: Menkes RI
6. Menkes
RI. 2016. Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit. Jakarta: Menkes RI
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Menteri Kesehatan RI
8. Menkes RI.
2015. Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahandan Pelaporan Narkotik, Psikotropik Dan Prekursor
Farmasi. Menkes RI: Jakarta
9. Menkes
RI. 2014. Permenkes RI Nomor 56 tahun
2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit. Menkes RI: Jakarta
10.
Menkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Apotek. Menkes RI: Jakarta