1.
Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. N
No MR :
1187XXX
Umur : 73 tahun
Ruangan : IRNA C Lantai 3,
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Masuk : 25 Februari 2019
Tanggal Keluar :
06 Maret 2019
2.
Ilustrasi Kasus
Seorang pasien Ny. N umur 73 tahun
masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 25
Februari 2019 jam 19:20 WIB. Ppenurunan kesadaran sejak ± 3,5 jam sebelum masuk
rumah sakit, sebelumnya pasien mengeluh badan letih, demam, muntah 1 kali
berwarna hitam.
3.
Riwayat Penyakit sekarang
3.1 Riwayat Penyakit Sekarang
ü Penurunan kesadaran onset ±3,5 jam
ü Muntah 1 kali berwarna hitam
ü Demam
ü BAK dan BAB tidak terkontrol
3.2 Riwayat Penyakit Sebelumnya
-
Hipertensi
(tidak diketahui awal tahunnya)
3.3 Riwayat Penyakit Keluarga
-
Tidak
ada
4.
Pemeriksaan Fisik
Hasil
pemeriksaan fisik pada tanggal 25 Februari 2019
-
Kondisi
umum : buruk
-
Kesadaran : coma
-
Frekuensi
Nadi : 92x/menit
-
Frekuensi
nafap : 20x/menit
-
Suhu : 36,8ºC
-
GCS : E1M4V1
-
Tekanan
Darah : 190/110 mmHg
·
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hematology
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
WBC
|
12,71 103/µL
|
4,00-10,00 103/µL
|
RBC
|
3,86 106/µL
|
0,12 – 5,50 106/µL
|
HGB
|
12,1 g/dL
|
12-16 g/dL
|
HCT
|
36,1 %
|
40-54,0 %
|
MCV
|
93,5 fL (-)
|
80-100 fL
|
MCH
|
31,3 pg (-)
|
27-34 pg
|
MCHC
|
33,5 g/dL (-)
|
32-36 g/dL
|
PLT
|
206 103/µL
|
150- 450 103/µL
|
·
Pemeriksaan Labor
25 Februari 2019
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Normal
|
Gula Darah Sewaktu
|
29 mg/dl
|
70-150 mg/dl
|
Ureum
|
16 mg/dl
|
10 – 50 mg/dl
|
Kreatinin
|
0,61 mg/dl
|
0,6 – 1,1 mg/dl
|
Natrium
|
123 mmol/L
|
136 – 145 mmol/L
|
Kalium
|
3,3 mmol/L
|
3,5 – 5,1 mmol/L
|
Klorida
|
89 mmol/L
|
97 – 111 mmol/L
|
26 Februari 2019
Hematology
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
Asam urat
|
3,4 mg/dl
|
Pr 2,4-5,7 mg/dl
|
HDL
Kholesterol
|
42
mg/dl
|
>65
mg/dl
|
LDL
Kholesterol
|
116
mg/dl
|
<
150 mg/dl
|
Triglesirida
|
110
mg/dl
|
<
150 mg/dl
|
Total
Kholesterol
|
162
mg/dl
|
<
220 mg/dl
|
Glukosa puasa
|
122 mg/dl
|
70-110 mg/dl
|
5.
Diagnosa
·
Penurunan
kesadaran, Hipoglikemia dan GI bleeding
6.
Terapi / Tindakan
·
Terapi
yang diberikan di IGD
-
BOLUS D
40% 2 flakon
-
O2 2L/i
-
Pemberian
infuse D10% 1 KLOF/8 jam IV
-
Ranitidine
injeksi 2x1 ampul, IV
-
Transamin
injeksi 500mg 3x1 ampul, IV
-
Vitamin
K injeksi 10mg/3ml 3x1 ampul, IV
-
Sucralfat
500mg/5 ml 3x1 sendok teh
·
Terapi
yang didapatkan di ruang interne
-
Sucralfat
500mg/5ml 3x1 sendok teh PO
- Diltiazem 30mg 2x1 PO
- Ciprofloxacin 500mg 2x1 PO
- Transamin injeksi 500 mg 3x1 IV
- Vitamin K injeksi 10mg/3 ml 3x1 IV
- Omeprazole 40 mg 1x1 IV
- Ranitidine 50 mg injeksi 2x1 IV
- Citicolin injeksi 500 mg 2x1 IV
- Nacl 3%/12 jam IV
7. Pemeriksaan Labor
G
L
U
K
O
S
a
D
A
R
A
h
S
E
W
A
K
T
u
|
Tanggal
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
25 /02/2019
|
91mg/dL(22.30)
182 mg/dL(23.00)
|
70- 150 mg/dL
|
|
26/02/2019
|
102mg/dL(12.37)
147mg/dL(18.49)
|
||
27/02/2019
|
129mg/dL(11.01)
104mg/dL(00.41)
|
||
28/02/2019
|
121mg/dL
|
||
01/03/2019
|
114mg/dL
|
||
Natrium
|
121mmol/L
|
136-145 mmol/L
|
|
Kalium
|
2,8 mmol/L
|
3,3- 5,1mmol/L
|
|
Klorida
|
90 mmol/L
|
96-105mmol/L
|
|
02/03/2019
|
108mg/dL
|
70-150 mg/dL
|
|
03/03/2019
|
114mg/dL
|
||
05/03/2019
|
69mg/dL(09.18)
|
||
135mg/dL(11.37)
|
|||
122mg/dL(18.46)
|
8.
Diskusi
Seorang pasien Ny. N berumur 73 tahun masuk Rumah Sakit Stroke melalui
Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal
25 Februari 2019 19.20 WIB. Penurunan kesadaran sejak ± 3,5 jam sebelum
masuk rumah sakit, sebelumnya
pasien mengeluh badan letih, demam, muntah 1 kali berwarna hitam.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien di IGD bahwa kondisi umum buruk, kesadaran coma, Frekuensi Nadi 92 x /menit, Frekuensi
Nafas 20x/menit, Suhu 36,8 oC,GCSE1 M4 V1, Tekanan darah 190/110
mmHg.
Berdasarkan
diagnosa kerja pasien dinyatakan Hipoglikemia dimana kadar glukosa darah <
60 mg/dl atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl, Hiponatremia dimana kadar
natrium plasma < 136 mmol/L, Hipertensi stage 2 dan disertai perdarahan
lambung yang ditandai dengan muntah
berwarna hitam.
Pada saat di IGD
pasien diberikan O2 2 L/menit untuk stabilisasi jalan nafas dan pernapasan.
Berdasarkan Anamnesa bahwa kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran dan
koma serta dari hasil pemeriksaan labor glukosa random 29 mg/dl maka pasien
dinyatakan menderita Hipoglikemia stadium lanjut. Hipoglikemia
stadium lanjut dapat menyebabkan
berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah,
sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan
penglihatan, kejang dan koma.hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Penatalaksanaan pasien hipoglikemia dengan kondisi
stadium lanjut menurut PB PAPDI, 2006 pertama diberikan terapi IVFD D10 % 1
flakon/6 jam dan bila gula darah sewaktu < 50 mg/dl maka diberikan bolus
dekstrosa 40 % 50 ml secra intravena. Pada kasus iniglukosa sewaktu pasien
adalah 29 mg/dl Pasien diberikan IVFD D10 % 1 flakon/8 jam kemudian pasien diberikan terapi D 40 % 2 flakon (50 ml)
bolus intravena untuk memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak terjadi
kerusakan irreversibel.
Berdasarkan data labor dan catatan
perkembangan medis psien pada tanggal 26 Februari 2019 pasien mengalami
penurunan kadar natrium plasma yang disebut hiponatremia. Hiponatremia
merupakan kondisi gangguan elektrolit ketika kadar natrium dalam darah lebih
rendah dari batas normal. Dalam tubuh kita natrium memiliki sejumlah
fungsi antara lain untuk mengendaliakan
kadar air dalam tubuh, menjaga tekanan darah, serta mengatur sistem syaraf dan
kinerja otot, pada kondisi hiponatremia kronis dimana kadar natrium turun
secara bertahap dalam 2 hari atau lebih dan terdapat gejala ringan seperti
lemah dan lesu, komplikasi yang muncul belum berbahaya. Namun bila kadar
natrium turun dalam waktu cepat (hiponatremia akut) terdapat gejala berat
seperti penurunan kesadaran dapat terjadi pembengkakan otak yang bisa
menyebabkan koma dan bahkan kematian. Pada kasus ini kadar natrium plasma pasien
rendah yaitu 123 mmol/L dimana nilai normalnya
136–145 mmol/L, dapat dikategorikan hiponatremi berat karena kadar
natrium plasma < 125 mmol/L, selain itu pasien juga mengalami penurunan
kesadaran.Menurut Sylvia A.Price Lorraine M.Wilson, Patofisiologi Edisi 4.
penatalaksanaan hiponatremi berat diberikan larutan garam hipertonik yang dapat
meningkatkan Na+ serum sebanyak 0,5 mEq/L per jam hingga tercapainya
kadar serum Na+ dan pasien telah melewati masa krisis nya. Pada
kasus ini terapi yang diberikan yaitu Nacl 3 % 2 kolf/12 jam secara intravena.
Ø
Koreksi
kadar natrium serum :
SINa = IV Na – SNa
BW + IVVol
SINa= 513 mEq/L –
123mEq/L
(50 kg x 0,5 L/kg) + 1 L
= 390 mEq/L
26 L
= 15 mEq/L
= 1,5 mEq/100 ml
Keterangan: IVNa = Kosentrasi natrium
infus
SINa = kosentrasi natrium serum pasien
Ø
Kebutuhan
cairan tubuh (tetes infus):
= Volume total infus x faktor
tetesan
Waktu total (menit)
= 500 ml x 20
12 x 60 menit
= 10.000 tetes
720 menit
= 13, 88 tetes/menit
= 14 tetes/ menit
Pasien juga mengalami hipertensi, hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah arteri yang persisten. Menurut JNC 7
hipertensi diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu normal, prahipertensi,
hipertensi stage 1, hipertensi stage 2 dan hipertensi stage 3. Pada kasus ini
pasien mengalami hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 190/110 mmHg. Untuk
mengatasi hipertensi stage 2 diberikan 2 kombnasi obat yaitu diuretik thiazid
dengan ACE inhibitor/ ARB/ β-Bloker/ CCB, Pada kasus ini untuk mengatasi
penyakit yang diderita pasien tidak diberikan diuretik thiazid karena kadar
natrium pasien rendah (hiponatremia) sedangkan diuretik tiazid dapat
meningkatkan ekresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler sehingga apabila diberikan
akan memperburuk keadaan. Maka untuk penatalaksanaannya hanya diberikan obat
antihipertensi Diltiazem 30 mg 2x1 secara oral. Dimana Diltiazem merupakan obat
antihipertensi golongan CCB ( Calcium Channel Bloker ), yang mana berdasarkan
literature diketahui bahwa mekanisme kerja mekanisme kerja dari Diltiazem
adalah menghambat kalsium masuk kedalam sel, sehingga menyebabkan vasodilatasi,
memperlambat laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan tekanan darah.
Selain itu pasien didiagnosa GI bleeding (perdarahan pada lambung)
yang ditandai dengan muntah berwarna hitam. Penatalaksan perdarahan lambung
menurut PB PABDI, 2006 yaitu diberikan injeksi antagonis reseptor H2 dan PPI
(pump proton inhibitor), sitoprotektor (sucralfat), antasid, injeksi vitamin k.
Pada kasus ini pertama pasien diberikan ranitidin injeksi 50
mg 2x1 ampul. Kerja obat ini adalah menghambat secara
kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel parietal lambung
sehingga sekresi asam lambung terhambat.
Pasien juga di berikan terapi PPI (Proton pump inhibitor) yaitu injeksi
omeprazol 40 mg 1x1 yang memiliki mekanisme kerja menghambat H+/K+ATPase dan
enzim karbonik anhidrase terjadi penurunan produksi asam lambung, perbaikan
vaskular, peningkatan mikrosirkulasi lambung dan meningkatkan aliran darah
mukosa lambung.
Pasien juga mendapatkan
obat Sukralfat 500 mg/5 ml 3x1 c dapat
digunakan untuk mengatasi peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah
perdarahan saluran cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian
yang luka dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat
penyembuhan. Sucralfat bekerja sebagai non systemic cytoprotective agent,
Sucralfat membentuk kompleks dengan protein ulcer sebagai lapisan penghalang
terhadap difusi asam, pepsin dan garam empedu.
Kemudian pasien diberikan vitamin K injeksi 10 mg/
ml 3x1 Untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu
protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa,
TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsik dan faktor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur
intrinsik. Kemudian faktor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan
protombin menjadi trombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa
yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Selain itu pasien
diberikan injeksi Transamin yang mengandung asam traneksamat 500 mg 3 x 1 secara IV yang
merupakan inhibitor kompetitif dari aktivator plasminogen dan penghambat
plasmin. Plasmin berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan
darah lain. Pemberian asam traneksamat bertujuan mengurangi pendarahan dan
untuk membantu darah menggumpal dengan normal untuk mencegah dan menghentikan
pendarahan yang lama. Obat ini termasuk dalam kelas obat antifibrinolitik.
Selanjutnya pasien
juga diberikan antibiotik karena terjadi infeksi saluran cerna yang ditandai
pasien demam dan kadar leukosinya tinggi yaitu 12, 71 x 103/µL
dimana nilai normalnya 4-10 x 103/µL Ciprofloxacin 500mg 2 x 1 yang merupakan antibiotik
golongan floroquinolon, yang bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase bacteri. Ciprofloxacin merupakan
antibiotik yang sensitif terhadap bakeri gram positif dan bakteri gram negatif.
Ciprofloxacin terutama aktif terhadap gram negatif termasuk salmonela, shigella, camphylobacter,
Neisseria, dan pseudomonas.
Penggunaan Sucralfat
dapat mengurangi absorbsi ciprofloxacin jika diberikan bersamaan, sehingga
dapat menurunkan keefektifannya sehingga dalam penggunaannnya dijarakkan
Ciprofloxcasin diberikan 1 jam sebelum mkan dan Sucralfat diberikan 2 jam
setelah makan.
Pasien
juga diberikan diberikan obat paracetamol 500 mg 3x1 karena mengalami demam
dengan suhu tubuh 37,50CParacetamol bekerja pada pusat pengatur suhu
hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh (antipiretik), menghambat sintesis
prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-sedang.
Pada catatan perkembangan
medis pasien pada tanggal 2 feruari 2019 pasien mengalami encelopati yang
mengacu pada kelainan stuktur atau fungsi otak akibat suatu kondisi atau
penyakit. Gejala enselopati dapat berupa sulit menelan dan berbicara, penurunan
kesadaran mulai dari tampak mengantuk hingga koma dan penyebabnya kekurangan
pasokan oksigen pada otak dan gangguan elektrolit. Pada kasus ini pasien
diberiakan Citicolin injeksi 500 mg 2x1Sehingga pasien
diberikan injeksi Citicolin yang juga
berperan sebagai neuroprotektor yang
bekerja dengan cara meningkatkan senyawa kimia di otak bernama phospholipid
phosphatidylcholine. Senyawa ini memiliki efek untuk melindungi otak,
mempertahankan fungsi otak secara normal, serta mengurangi jaringan otak yang
rusak akibat cedera. Selain itu, citicolin mampu meningkatkan aliran darah dan
konsumsi oksigen di otak. Sebenarnya, citicolin merupakan senyawa kimia otak
yang secara alami ada di dalam tubuh manusia.
Semua pengobatan yang diberikan sudah sesuai
dengan indikasi dan dosis yang digunakan untuk mengobati pasien ini.
9.
Tabel
DRP
No.
|
Drug Therapy Problem
|
Chck List
|
Rekomendasi
|
1
|
Terapi
obat yang tidak diperlukan
|
|
|
|
Terdapat terapi tanpa indikasi medis
|
Tidak, pasien mendapat terapi sesuai dengan indikasi.
-Sucralfat : mengatasi peradangan lambung
-Diltiazem 30 mg: untuk menurunkan tekanan darah.
-Ciprofloxacin 500 mg:
untuk infeksi karena pasien mengalami perdarahan saluran lambung, demam dan
dan kadar leukosit tinnggi 12, 71 x 103/µL.
-Transamin injeksi 500 mg:Antifibrinolitik
-Vitamin K injeksi: untuk membentuk faktor pembekuan darah.
-Ranitidin injeksi 50 mg: Mengurangi sekresi asam lambung
-Omeprazol injeksi 40 mg : menurunkan produksi asam lambung.
-Citicolin 500 mg injeksi
: encelopati
-Nacl 3 % : untuk meningkatkan kadar natrium
- D 40 % : untuk meningkatkan kadar glukosa darah
-paracetamol 500 mg : demam
|
|
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukan
|
Tidak, Pasien tidak mendapat terapi tambahan karena pengobatan
telah sesuai dengan diagnose
|
|
|
|
|
|
|
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non farmakologi
|
Ya.
|
Berikan gula murni 30 g (2 sendok makan) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
|
|
|
|
|
|
Terdapat duplikasi terapi
|
Tidak terdapat duplikasi terapi
|
|
|
Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping yang seharusnya
dapat dicegah
|
Tidak ada efek samping yang berarti
|
|
|
2
|
Kesalahan obat
|
|
|
|
Bentuk sediaan tidak tepat
|
Tepat pasien diberikan obat dalam bentuk puyer karena menggunakan
alat bantu NGT.
|
|
|
Terdapat kontra indikasi
|
Tidak ada kontra indikasi
|
|
|
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obat
|
Tidak, karena Pasien mengalami perbaikan dengan terapi yang
diberikan
|
|
|
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien
|
Tidak, semua obat sesuai indikasi
|
|
|
Terdapat obat lain yang lebih efektif
|
Tidak, obat yang dipilih sudah efektif
|
|
3
|
Dosis tidak tepat
|
|
|
|
Dosis terlalu rendah
|
Tidak, sudah tepat dosis
|
|
|
Dosis terlalu tinggi
|
Tidak, sudah tepat dosis
|
|
|
Frekuensi penggunaan tidak tepat
|
Tidak, Frekuensi penggunaan obat telah tepat untuk pasien
|
|
|
Penyimpanan tidak tepat
|
Tidak, Penyimpanan obat telah tepat disimpan ditempat yang sejuk
dan terhindar dari cahaya matahari lansung
|
|
|
|
||
|
Administrasi obat tidak tepat
|
Tidak, Administrasi obat yang digunakan telah tepat
|
|
|
Terdapat interaksi obat
|
Tidak terdapat interaksi antar obat.
|
|
4
|
Reaksi yang tidak
diinginkan
|
|
|
|
Obat tidak aman untuk pasien
|
Tidak, Obat aman untuk pasien dan memberikan efek yang sesuai
dengan yang diharapkan
|
|
|
Terjadi reaksi alergi
|
Tidak, terdapat masalah, pasien tidak mempunyai riwayat alergi
obat sehingga obat aman digunakan
|
|
|
Terjadi interaksi obat
|
Sucralfat dapat mengurangi absorbsi
ciprofloxacin jika diberikan bersamaan, sehingga dapat menurunkan
keefektifannya
|
Ciprofloxcasin diberikan 1 jam sebelum mkan dan Sucralfat
diberikan 2 jam setelah makan
|
|
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat
|
Tidak, dosis yang digunakan telah sesuai dengan pasien sejak
dilakukannya diagnose.
|
|
|
Muncul efek yang tidak diinginkan
|
Tidak
|
|
|
Administrasi obat yang tidak tepat
|
Tidak
|
|
5
|
Ketidak sesuaian kepatuhan
pasien
|
|
|
|
Obat tidak tersedia
|
Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien, semua obat yang
dibutuhkan pasien telah tersediadi apotek rumah sakit
|
|
|
Pasien tidak mampu menyediakan obat
|
Tidak, Pasien mampu menyediakan obat
|
|
|
Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat
|
Iya pasien menggunakan alat bantu NGT
|
|
|
Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat
|
Tidak, Pasien mengerti instruksi penggunaan obat
|
|
|
Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan obat
|
Tidak, Pasien patuh dalam penggunaan obat
|
|
6
|
Pasien membutuhkan terapi
tambahan
|
|
|
|
Terdapat kondisi yang tidak diterapi
|
Tidak
|
|
|
Pasien membutuhkan obat lain yang sinergis
|
Tidak
|
|
|
Pasein membutuhkan terapi profilaksis
|
Tidak
|
|
9.
Kesimpulan
-
Dari hasil
diagnosa pasien menderita hipoglikemia dan GI bleeding
-
Terapi yang
diberikan pada pasien sudah tepat dengan indikasi penyakit pasien
-
Pasien pulang
dalam keadaan perbaikkan, serta dilanjutkan terapi dengan rawat jalan
10. Saran
-
Sebaiknya
dilakukan pengecekan yang lebih mendalam terhadap pasien untuk menegakkan diagnosa.
-
Sebaiknya
dilakukan analisis DRP sebelum dilakukan pemberian terapi.
11.
Daftar
Pustaka
Alexander, J.A., Chapter 11 : Nonvariceal gastrointestinal trac bleeding. Dalam: haucer, S.C., et al.
Mayo clinic gstroenterologi and hepatologi board review 3rd
American
Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia. Defining and reporting hypoglycemia in diabetes. Diabetes Care
2005; 28: 1245 – 9
Anand, B.S. 2011. Pepticular
Disiase, bayler collage of medicine. Availabel from
Bauduceau
B, Doucet J, Bordier L, Garcia C, Dupuy O, Mayaudon H. 2010. Hypoglycaemia and dementia in diabetic
patients. Diabetes & Metabolism; 36: 106 – 11
Caestecker, J.d Uper Gastrointestinal
Bleeding Clinical Presetation: Hahneman Univercity.
Cryer
PE, Davis SN, Shamoon H. 2003.Hypoglycemia
in diabetes. Diabetes Care; 26: 1902
– 12
Djojodiningrat D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: dispepsia fungsional. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Dubey, S. Perdarahan
gastrointestinal atas: Greenberg, M.I., et al.teks atlas kedokteran kedarutan
greenberg volume 1. Jakarta: Erlangga;2008;275
Jutabha, R., et al., acute
uper gstrointestinal bleeding :friedman, s.i., et al., curent diagnosis &
treatmen in gastroentgerology 2 ed. USA: Mcgraw-Hill Companies; 2003;
53-67.
Porter , R.S., et al., The Merc Manual Of Patient Symptomp. USA: Merc Research Laboratoris, 2008.
Soeatmadji
DW. 2008. Hipoglikemia Iatrogenik. In:
Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: 1900 – 6
Panduan pelayanan medik. 2006. Jakarta : Himpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia.
Price,
Sylvia A. 1995. Patofisiologi Edisi 4.
Penerbit buku kedokteran
U.S.
Study Group of Insulin Glargine in Type
1 Diabetes. Less Hypoglycemia With Insulin Glargine in Intensive Insulin
Therapy for Type 1 Diabetes. Diabetes Care 2000: 23: 639 – 43
No comments:
Post a Comment