Thursday 7 November 2019

Case Report: PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK



1.    Identitas Pasien
            Nama Pasien               : Tn. A
No. Rekam Medik       : 117.XX.XX
            Umur                           : 59 tahun
           Alamat                    : Bengkong Harapan II, Blok Q no.34, Batam
            Pekerjaan                     : -
            Agama                         : Islam
            Status                          : BPJS
            Tanggal Masuk         : 18 Januari 2019
Tanggal Keluar          : 13 Februari 2019

2.    Ilustrasi Kasus
2.1    Anamnesis
Seorang pasien laki-laki Tn.A berumur 59 tahun masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 18 Januari 2019 pukul 17:50. Pasien masuk dengan keluhan utama lemah anggota gerak kanan onset ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

2.2    Riwayat Penyakit Sekarang
a.      Lemah anggota gerak kanan dengan onset ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b.      Bicara pelo (+)
c.       Sakit kepala (+)
d.      Mulut mencong (-)
e.      Menelan (+)
f.        BAB dan BAK (N)

2.3    Riwayat Penyakit Dahulu
Rehipertensi, Stroke 2014

2.4    Riwayat Penyakit Keluarga
       Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

2.5    Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik di IGD pada tanggal 18 Januari 2019 :
a.    Pemeriksaan Fisik
ü Kesadaran                      : Compos mentis (CM)
ü Kondisi umum                :  Sedang
ü Vital Sign                                  
§  Frekuensi Nadi          : 78 x/menit
§  Frekuensi Nafas       : 20 x/menit
§  BB                             : -
§  Suhu                          : 36,6° C.
§  Tekanan Darah        : 280/140 mmHg
§  Glasgow Coma Scale (GCS) :  E4 M5Vx

3.    Pemeriksaan Penunjang
3.1    Pemeriksaan Laboratorium
a.    Pemeriksaan Darah Lengkap
Tanggal
18/01
Normal
Keterangan
HGB
11,1 g/Dl
11,0-16,0 g/dL
Normal
WBC
12,18 x 10 3
4,0-10,0 x 10 3/uL
Normal
RBC
4,39 x 10 6
0,12-5,50 x 106/uL
Normal
HCT
35,2%
37,0-54,0%
Normal
PLT
297 x 10 3
150 - 450 x 103/uL
Normal

b.   Pemeriksaan Kimia Klinik
Tanggal
18/01
19/01
Normal
GD sewaktu
130mg/dl
-
70-150 mg/dl
GD puasa
-
103
70-110 mg/dl
GD 2 jam PP
-
95
< 200 mg/dl
Ureum
29
-
10 – 50 mg/dl
Kreatinin
1,12
-
0,6 – 1,1 mg/dl
Asam Urat
-
5,0
L (3-7 mg/dl) P (2,4-5,7g/dl)
Natrium
-
-
136 – 145 mmol/l
Kalium
-
-
3,5 – 5,1 mmol/l
Klorida
-
-
97-111 mmol/l
Total Kolesterol
-
188
<220 mg/dl
HDL Kolesterol
-
46
>65 mg/dl
LDL Kolesterol
-
127
<150 mg/dl
Trigliserida
-
76
<150 mg/dL

·    Follow up tekanan darah

Tekanan darah
P
S
M
IGD
-
240/140
-
18/1/2019
-
240/140
200/110
19/1/2019
180/100
180/80
210/120
20/1/2019
180/100
180/110
180/100
21/1/2019
170/100
130/80
170/ 90
22/1/2019
180/100
240/130
220/110
23/1/2019
170/90
160/100
170/100
24/1/2019
140/90
140/90
110/70
25/1/2019
120/80
110/70
110/70
26/1/2019
110/70
110/70
130/80
27/1/2019
130/80
120/80
150/90
28/1/2019
160/90
120/70
130/90
29/1/2019
90/60
130/80
160/100
30/1/2019
-
180/100
110/70
31/1/2019
180/100
170/100
140/100
1/1/2019
-
130/90
110/70
2/1/2019
120/70
120/70
110/70
3/1/2019
110/70
110/70
-
4/1/2019
110/70
110/70
120/80
5/1/2019
-
-
-
6/1/2019
120/80
120/80
100/60
7/1/2019
110/70
110/70
110/70

4.    DiagnosaKerja :
·         Suspek Stroke Non Hemoragik (Stroke Iskemik)
·         Hipertensi emengency

5.    Terapi/tindakan
·         Terapi yang diberikan di IGD
-          IVFD O2 3 L/i
-          IVFD NaCl 0,9% /13 jam
-          Injeksi Ranitidin 50 mg/2ml / 2x1 IV
-          Pirasetam tablet 2 x 1200mg  PO
-          Neurodex tablet 1 x sehari 1 tablet PO
-          Diltiazem 60 mg 2x1 PO

·         Terapi yang diberikan dibangsal Neurologi
-          NaCl 0,9%
-          Injeksi ranitidine 50 mg/2ml 2x1 IV
-          Pirasetam tablet 2x1200mg PO
-          Neurodex tablet 1x1 tablet PO
-          Diltiazem 60 mg 2x1 tablet PO
-          Simvastatin 10 mg 1x1 tablet PO
-          Parasetamol 1500 mg 3x1 tablet PO
-          Injeksi citicolin 500mg IV
-          Injeksi Cefotaxim 1 gram 2x1 IV
-          Clonidin 0,15 mg 2x1 PO
-          Diovan 80mg 1x1 tablet PO
-          Amlodipin 10 mg 1x1 tablet PO
-          Asetilsistein 200mg 2x1 tablet PO
-          Sucralfat 3x1 cth PO
-          Candesartan 16mg 1x1 tablet PO
-          Tutofusin/12 jam IV
-          Injeksi Vit.K 2x1 IV
-          Injeksi omeprazole 1x1 IV
-          Injeksi transamin 500mg/5ml IV

6.     Diskusi
       Seorang  pasien laki – laki Tn. A berumur 59 tahun masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal  18 Januari 2019 pukul 17:50 WIB. Pasien masuk dengan keluhan utama lemah anggota gerak kanan lemah  onset ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, bicara (-), sakit kepala (+), mulut mencong (-), menelan (+),  BAB & BAK (normal).
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kondisi umum tingkat sedang, denyut nadi 78 kali per menit, laju nafas 20 kali per menit, suhu tubuh 36,6°C, tekanan darah 280/140 mmHg, tingkat kesadaran CM, GCS E4M5VX.
Status Lokalis Ekstremitas :
5          4                                             
5          4                            
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 18 Januari 2019
menunjukkan WBC (White Blood Cell) 12,18x103/μL (tinggi) dimana nilai normal 4-10x103/μL, RBC (Red Blood Cell) 4,39x106/μL (normal), haemoglobin 11,1 g/dL (normal), hematokrit 35,2 % (rendah) dimana nilai normalnya 37,0-54,0 % dan platelet 297 x 103/μL (normal). Hasil pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 18 Januari 2019 diperoleh ureum 29 mg/dL (normal), creatinin serum 1,12 mg/dl  (normal). Pada tanggal 18 Januari 2019  dilakukan pemeriksaan cek gula darah puasa 103 mg/dL (normal), gula darah 2 jam post prandial 95 mg/dL (normal), asam urat 5,0 mg/dL (normal), kolesterol total 188 mg/dL (normal), HDL 46 mg/, LDL 127 mg/dL (normal), dan trigliserida 76 mg/dL (normal).
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap, dan pemeriksaan kimia klinik pasien di diagnosa stroke iskemik dan hipertensi Emergensi. Pada saat di IGD, pasien mendapatkan terapi oksigen 3 L/menit, IVFD Nacl 0,9% /12 jam, injeksi Ranitidin 50 mg / 2 ml 2 x 1 IV, Piracetam 1200 mg 2 x 1 PO, Neurodex 1 x 1 PO, dan Diltiazem 60 mg 2 x 1.
Tatalaksana terapi umum pasien pada saat stroke akut yaitu pertama pemberian stabilisas jalan napas yaitu dengan cara pemberian oksigen. Pada kasus, saat di IGD pasien diberikan oksigen 3 liter/menit. Pemberian oksigen ini dianjurkan dalam 72 jam. Selanjutnya dilakukan stabilisasi hemodinamik. Stabilisasi hemodinamik dilakukan dengan memberikan cairan kristaloid atau koloid intravena. Pada kasus pasien mendapatkan cairan infuse NaCl 0,9% intravena. Pemberian ini berfungsi untuk melancarkan stabilisasi hemodinamik pasien. Pemberian infuse diberikan per 12 jam.
         Penanganan awal storke iskemik (onset < 3jam) dengan t-PA IV 0,9mg/kg selama satu jam, dimana 10% diberikan secara bolus selama 1 menit, pemberian antitrombolitik (antikoagulan atau antiplatelet selama 24 jam). Untuk penangan selanjutnya (secondary prevention) dapat diberikan obat non kardioemboli seperti antiplatelet (aspirin 50-325 mg/hari, Clopidogrel 75 mg/hari atau kombinasi aspirin 25mg = dipiridamil 200mg 2 x sehari). Untuk pengobatan kardioemboli dapat diberikan warfarin.
            Pada pasien ini tidak diberikan terapi t-PA karena onset penyakit pasien lebih dari 3 jam (1 hari) dan pasien ini pernah mengalami penyakit stroke sebelumnya pada tahun 2014.
         Pasien diberikan injeksi ranitidine 2x1 ampul (iv). Injeksi ranitidine digunakan sebagai stress ulcer untuk mencegah timbulnya pendarahan lambung pada stroke. Obat-obat yang digunakan sebagai stress ulcer bisa berupa sito protektor, penghambat reseptor H2 ataupun inhibitor pompa proton. Hal ini bisa disebabkan kondisi psikologis yang tertekan ataupun efek samping dari obat terhadap saluran cerna yaitu dapat mengiritasi lambung sehingga pasien ini diberikan terapi ranitidine injeksi 2x50mg (IV). Kerja obat ini adalah menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel parietal lambung sehingga sekresi asam lambung terhambat.
         Selanjutnya pasien  diberikan Piracetam tablet 1200 mg dengan frekuensi pemberian 2x1. Piracetam 1200 mg digunakan untuk melindungi korteks serebral terhadap hipoksia, menghambat agregasi platelet dan mengurangi kekentalan darah pada dosis tinggi. Pasien ini mendapatkan terapi piracetam 1200 mg 2x1 tablet. Piracetam bekerja pada SSP sebagai neuroprotektor yang melindungi serebral korteks terhadap hipoksia. Piracetam juga berperan sebagai terapi untuk memperbaiki disatria. Jadi penggunaan pirasetam pada pasien ini untuk mengatasi gangguan bicara. Efek samping piracetam yaitu gangguan gastrointestinal seperti nausea, vomiting, diare, sakit kepala, dan vertigo (Martindale, 2007). Pada pasien ini resiko efek samping sudah diatasi dengan pemberian ranitidine. Piracetam tidak memberikan hasil pada stroke iskemik akut dengan onset 12 jam, tetapi memberikan hasil pada stroke iskemik pada onset 7 jam.
          Sehingga pasien diberikan  injeksi Citicolin yang juga berperan sebagai neuroprotektor  yang bekerja dengan cara meningkatkan senyawa kimia di otak bernama phospholipid phosphatidylcholine. Senyawa ini memiliki efek untuk melindungi otak, mempertahankan fungsi otak secara normal, serta mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera. Selain itu, citicolin mampu meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak. Sebenarnya, citicolin merupakan senyawa kimia otak yang secara alami ada di dalam tubuh manusia. Penggunaannya  dapat mempercepat masa pemulihan akibat stroke.
         Pasien juga mendapatkan terapi neurodex tablet 1x1. Neurodex digunakan sebagai neuroprotektan terhadap sel-sel saraf yang belum rusak yang berada disekeliling sel-sel saraf yang mengalami iskemik. Sel-sel saraf yang belum rusak disekelilingi sel-sel saraf yang rusak disebut penumbra. Pemakaian obat-obatan neuroprotector belum menunjukan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan sebagai standar pengobatan untuk stroke (Perdosi, 2011).
Pada kasus ini pasien juga mengalami hipertensi emergensi, dimana hipertensi juga merupakan faktor resiko dari stroke. Tingginya peningkatan tekanan darah erat hubungannya dengan resiko terjadinya stroke. Hipertensi memegang peranan penting pada pathogenesis artherosklerosis pembuluh darah besar yang selanjutnya akan menyebabkan stroke iskemik oleh karena oklusi trombotik arteri, emboli arteri ke arteri atau kombinasi keduanya. Pada hari pertama perawatan tekanan darah 280/140 mmHg. Penurunan tekanan darah yang signifikan pada stroke akut sebagai tindakan rutin yang tidak dianjurkan, kerena kemungkian dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke (Perdosi, 2011). Sedangkan menurut dipiro (2008), penurunan tekanan darah pada fase akut hanya perlu dilakukan bila tekanan darah pasien melebihi 220/120 mmHg. Pada kasus ini pasien memiliki riwayat hipertensi, tekanan darah pasien pada saat masuk IGD adalah 280/140 mmHg. maka tekanan darah pada pasien di turunkandengan diberikan obat penurun tekanan darah diltiazem 60 mg 2x1secara per oral untuk menurunkan dan mengontrol tekanan darah pasien.
Pada pasien ini juga diberikan clonidin 75 mg 1 x 1 pagi, yang termasuk ke dalam golongan obat simpatolitik sentral yang kerjanya menstimulasi adrenoreseptor alfa-2 stem otak, sehingga mengaktivasi penghambatan neuron, menghasilkan penurunan aliran simpatik dari SSP, penurunana resistensi perifer, resistensi vaskuler, resistensi vaskuler renal, denyut jantung dan tekanan darah. Pasien juga diberi amlodipin 10mg 1x1. Amlodipin sangat efektif pada lansia  dengan hiperten sistolik terisolasi, karena amlodipine mempunyai kelebihan seperti efisien dalam pemberian obat cukup satu kali sehari, menurunkan tekanan darah secara perlahan dan absorbsinya sempurna dalam tubuh dari pada dengan obat hipertensi lainnya. JNC 7 tidak mencantumkan hipertensisistolik terisolasi berbeda dengan tipe hipertensi lainnya, dan diuretik tetap terapi lini pertama. Bagaimanapun, CCB dihidropiridin long-acting dapat digunakan sebagai terapi tambahan bila diuretik tiazid tidak dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada pasien lansia dengan tekanan darah sistolik meningkat.
            Amlodipin adalah obat antihipertensi yang tergolong dalam obat antagonis calcium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium). Amlodipin bekerja dengan menghambat influx (masuknya) ion kalsium melalui membran kedalam otot polos vaskuler dan otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskuler dan otot jantung. Amlodidpin menghambat influx ion kalsium secara selektif, dimana sebagaian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskuler dibandingkan sel otot jantung.
         Untuk menurunkan tekanan darah tinggi pada pasien stroke penggunaan kombinasi obat antihipertensi terbukti lebih efektif daripada tunggal (Ravenni et al., 2011). Kombinasi CCB dengan ACEI atau ARB direkomendasikan oleh ESH/ESC (European Society of Hypertension/Europen Society of Cardiology) sebagai pilihan pertama pada pasien hipertensi dengan resiko stroke (Ravenni et al., 2011).
         Selain itu pasien juga diberikan simvastatin 10 mg per oral satu kali satu. Simvastatin merupakan obat golongan statin. Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan untuk meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan trigliserida. Penggunaan obat golongan statin pada pasien diberi simvastatin untuk mengurangi resiko stroke dan penyakit kardiovaskular untuk pasien yang menderita stroke iskemik. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol jahat (LDL), trigliserida, namun disertai penurunan kolesterol. Akibat dari peningkatan kadar kolesterol jahat akan mengakibatkan terdapatnya plak-plak berupa lemak yang mengendap dalam pembuluh darah arteri yang berefek pada gangguan pada sirkulasi darah atau ateroklerosis. Akibat dari ateroklerosis tersebut berdampak pada perubahan dan gangguan pada daerah makrovaskuler dan mikrovaskuler. Pada penderita yang memiliki faktor resiko tambahan pemberian statin direkomendasikan untuk menurunkan resiko terkena stroke serangan pertama (Perdosi, 2011). Statin memiliki mekanisme kerja menghambat secara kompetitif coenzim 3-hidroksi-3metilglutaril (HMG CoA) reduktase, yakni enzim-enzim yang berperan pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati.
                        Simvastatin dengan diltiazem menyebabkan terjadinya miopati, Kombinasi obat ini harus dipertimbangkan dosisnya yaitu dosis simvastatin tidak lebih dari 10 mg/hari dan dosis diltiazem tidak lebih dari 240 mg/hari bila digunakan bersamaan, dan terapi terhadap pasien ini dosisnya sudah tepat.
            Injeksi Cefotaxim yaitu salah satu obat antibiotic sefalosporin yang berfungsi untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Obat ini bekerja dengan membunuh bakteri dan mencegah pertumbuhannya. Injeksi cefotaxim dapat digunakan untuk infeksi Saluran pernapasan termasuk hidung dan tenggorokan, infeksi pada telinga, infeksi saluran urin, meningitis, profilaksis perioperatif pada pasien dengan peningkatan resiko terhadap infeksi dan profilaksis terhadap infeksi pada pasien dengan mekanisme imunitas menurun.
Pasien juga mengalami demam dengan suhu tubuh 38,7 dan batuk  sehingga diberikan obat paracetamol 500 mg 3x1 yang bekerja pada pusat pengatur suhu hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh (antipiretik), menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-sedang dan diberikan obat Acetylcysteine adalah obat golongan mukolitik yang berfungsi untuk mengencerkan dahak yang menghalangi saluran pernapasan.
Pada kasus ini pasien juga mengalami perdarahan saluran cerna yang ditandai dengan BAB berwarna hitam dan penyakit ini disebut dengan melena, dimana melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter, dengan bau busuk, melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus halus.
   Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi porta. Peningkatan tekanan pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika sinistra yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat pula. Peningkatan tekanan pada vena esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varises esofagus.
            Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung.
            Darah yang telah bercampur dengan asam klorida menyebabkan darah berwarna kehitaman. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena).
   Penanganan yang dilakukan pada kasus ini adalah pemberian Tutofusin Ops Infusion meningkatkan kondisi pasien dengan meningkatkan kadar kalsium plasma darah mencegah kekurangan magnesium dalam darah, bekerja untuk konduksi saraf, kontraksi otot, fungsi ginjal dan jantung berdetak menanamkan intravena untuk mempertahankan pH tubuh, meningkatkan volume darah memiliki kandungan natrium klorida.
Pasien juga di berikan terapi PPI (Proton pump inhibitor) yaitu injeksi omeprazol 40 mg 1x1 yang memiliki mekanisme kerja menghambat H+/K+ATPase dan enzim karbonik anhidrase terjadi penurunan produksi asam lambung, perbaikan vaskular, peningkatan mikrosirkulasi lambung dan meningkatkan aliran darah mukosa lambung.
Pasien juga mendapatkan obat Sukralfat 500 mg/5 ml3x1 sendok makan dapat digunakan untuk mengatasi peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah perdarahan saluran cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian yang luka dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat penyembuhan. Sucralfat bekerja sebagai non systemic cytoprotective agent, Sucralfat membentuk kompleks dengan protein ulcer sebagai lapisan penghalang terhadap difusi asam, pepsin dan garam empedu.
Kemudian pasien diberikan vitamin K injeksi 10 mg/5ml 3x1 Untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsik dan faktor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsik. Kemudian faktor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi trombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Selain itu pasien diberikan injeksi Transamin yang mengandung  asam traneksamat 500 mg 3 x 1 secara IV yang merupakan inhibitor kompetitif dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Pemberian asam traneksamat bertujuan mengurangi pendarahan dan untuk membantu darah menggumpal dengan normal untuk mencegah dan menghentikan pendarahan yang lama. Obat ini termasuk dalam kelas obat antifibrinolitik.
Selanjutnya pasien juga diberikan antibiotik karena terjadi infeksi saluran cerna yang ditandai pasien demam dan kadar leukosinya tinggi yaitu 12,8x103/µL dimana nilai normalnya 4-10 x 103/µL Ciprofloxacin  500mg 2 x 1 yang merupakan antibiotik golongan floroquinolon, yang bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase bacteri. Ciprofloxacin merupakan antibiotik yang sensitif terhadap bakeri gram positif dan bakteri gram negatif. Ciprofloxacin terutama aktif terhadap gram negatif termasuk salmonela, shigella, camphylobacter, Neisseria, dan pseudomonas. Ciprofloxacin dapat mengatasi infeksi saluran kemih termasuk prostatitis, infeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas kecuali pnemonia akibat streptococus, infeksi jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi.
Penggunaan Sucralfat dapat mengurangi absorbsi ciprofloxacin jika diberikan bersamaan, sehingga dapat menurunkan keefektifannya sehingga dalam penggunaannnya dijarakkan Ciprofloxcasin diberikan 1 jam sebelum mkan dan Sucralfat diberikan 2 jam setelah makan.
Semua pengobatan yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi dan dosis yang digunakan untuk mengobati pasien ini. Tidak terjadi ketidaksesuaian rekam medik dengan resep dan buku injeksi serta tidak ada kesalahan pada penulisan resep. Pasien juga tidak mengalami kegagalan dalam mendapatkan obat dikarenakan obat yang akan dikonsumsi pasien langsung diantarkan oleh petugas yang ditunjuk sehingga kegagalan ini dapat dihindarkan. Untuk kepatuhan pasien sendiri pasien minum obat tepat waktu dan kooperatif terhadap instruksi minum obat. Dari terapi yang diterima pasien, sejauh ini belum ditemukannya duplikasi terapi. Walaupun mendapatkan obat dengan indikasi sama tetapi obat-obatan tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Pasien sudah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis yang dialaminya.
                                                                                                   
7.    Tabel DRP
No.
Drug Therapy Problem
Chck List
Rekomendasi
1
Terapi obat yang tidak diperlukan



Terdapat terapi tanpa indikasi medis
Tidak, pasien mendapat terapi sesuai dengan indikasi.
-Piracetam 1200 mg : Neuroprotektor
- Citicolin 500 mg : Neuroprotektor
Neurodex: Neuroprotektor
-Simvastatin  10  mg : anti kolestrol
-Diltiazem 60 mg : Anti hipertensi
-Clonidin : Anti hipertensi
-Diovan 80 mg : Anti hipertensi
Amlodipin 10 mg : Anti hipertensi
-candesartan 16 mg: Anti hipertensi
-Asetil sistein 200 mg: batuk
 -Ranitidin injeksi 50 mg: Mengurangi sekresi asam lambung
-Sucralfat 500 mg/5 ml : mengatasi peradangan lambung
-Diltiazem 30 mg: untuk menurunkan tekanan darah.
-Ciprofloxacin  500 mg: untuk infeksi karena pasien mengalami perdarahan saluran lambung, demam dan dan kadar leukosit tinnggi 12, 8 x 103/µL.
-Transamin injeksi 500 mg:Antifibrinolitik
-Vitamin K injeks 10 mg/mli: untuk membentuk faktor pembekuan darah.
-Omeprazol injeksi 40 mg : menurunkan produksi asam lambung.
-paracetamol 500 mg : demam



Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukan
Tidak, Pasien tidak mendapat terapi tambahan karena pengobatan telah sesuai dengan diagnose




Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non farmakologi
Tidak
.



Terdapat duplikasi terapi
Tidak terdapat duplikasi terapi

Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping yang seharusnya dapat dicegah
Tidak ada efek samping yang berarti

2
Kesalahan obat



Bentuk sediaan tidak tepat
Tepat pasien diberikan obat dalam bentuk puyer karena menggunakan alat bantu NGT.


Terdapat kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi


Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obat
Tidak, karena Pasien mengalami perbaikan dengan terapi yang diberikan


Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien
Tidak, semua obat sesuai indikasi


Terdapat obat lain yang lebih efektif
Tidak, obat yang dipilih sudah efektif

3
Dosis tidak tepat



Dosis terlalu rendah
Tidak, sudah tepat dosis


Dosis terlalu tinggi
Tidak, sudah tepat dosis


Frekuensi penggunaan tidak tepat
Tidak, Frekuensi penggunaan obat telah tepat untuk pasien


Penyimpanan tidak tepat
Tidak, Penyimpanan obat telah tepat disimpan ditempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya matahari lansung




Administrasi obat tidak tepat
Tidak, Administrasi obat yang digunakan telah tepat


Terdapat interaksi obat
Tidak terdapat interaksi antar obat.

4
Reaksi yang tidak diinginkan



Obat tidak aman untuk pasien
Tidak, Obat aman untuk pasien dan memberikan efek yang sesuai dengan yang diharapkan


Terjadi reaksi alergi
Tidak, terdapat masalah, pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat sehingga obat aman digunakan


Terjadi interaksi obat
1.      Sucralfat dapat mengurangi absorbsi ciprofloxacin jika diberikan bersamaan, sehingga dapat menurunkan keefektifannya

2.                                                          2. Simvastatin dengan diltiazem menyebabkan terjadinya miopati
1.Ciprofloxcasin diberikan 1 jam sebelum mkan dan Sucralfat diberikan 2 jam setelah makan.


2. Kombinasi obat ini harus dipertimbangkan dosisnya yaitu dosis simvastatin tidak lebih dari 10 mg/hari dan dosis diltiazem tidak lebih dari 240 mg/hari.

Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat
Tidak, dosis yang digunakan telah sesuai dengan pasien sejak dilakukannya diagnose.


Muncul efek yang tidak diinginkan
Tidak


Administrasi obat yang tidak tepat
Tidak

5
Ketidak sesuaian kepatuhan pasien



Obat tidak tersedia
Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien, semua obat yang dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit


Pasien tidak mampu menyediakan obat
Tidak, Pasien mampu menyediakan obat


Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat
Iya pasien menggunakan alat bantu NGT


Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat
Tidak, Pasien mengerti instruksi penggunaan obat


Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan obat
Tidak, Pasien patuh dalam penggunaan obat

6
Pasien membutuhkan terapi tambahan



Terdapat kondisi yang tidak diterapi
Tidak


Pasien membutuhkan obat lain yang sinergis
Tidak


Pasein membutuhkan terapi profilaksis
Tidak



8.    Kesimpulan
            Dari kasus diatas, dapat disimpulkan pasien didiagnosa stroke non haemoragik disertai hipertensi emergency. Dari terapi yang didapatkan terdapat beberapa DRP seperti adanya resiko yang mungkin dapat terjadi saat diberikan terapi obat secara bersamaan.
Saran
Disarankan agar hati-hati dalam pemberian terapi agar obat yang diberikan tidak terdapat kesalahan.

9.    Daftar Pustaka
Benavento O, Hart RG. Stroke :Part II management of acute Ischemic stroke J. American Family Physician May 1999. Vol 59/No. 20 : 2828-2836.
Bruno A., Kaelin DL., Yilmaz EY. 2000. The subacute stroke patient: hours 6 to    72after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke.            McGraw-Hill. pp. 53-87.
Dipiro, Joseph T., Barbara Wells G., Terry L. Schwinghammer., Cecili V. Dipiro. 2009. Handbook Pharmacoterapy Seventh Edition.The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hacke W., Kaste M., Bogousslavsky J., Brainin M., Chamorro A., Lees K. 2003.Ischemic Stroke Prophylxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations.
Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi (KSSNP). 1999. Konsensus Nasional Pengelolaan  Stroke di Indonesia. Jakarta.
PERDOSSI. 2011. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta: PERDOSSI.
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185. Vol.38.WHO. MONICA. 1986. Manual Version 1
Yunaidi, Y., 2010. Intervensi pada Stroke Non-Hemoragik. Jurnal Kardiologi       Indonesia. 31(3) : 153-155.

No comments: