1. Identitas Pasien
Nama
Pasien : Tn. A
No. Rekam Medik : 117.XX.XX
Umur :
59 tahun
Alamat : Bengkong Harapan II, Blok Q no.34, Batam
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Status : BPJS
Tanggal Masuk : 18 Januari 2019
Tanggal Keluar : 13 Februari 2019
2. Ilustrasi Kasus
2.1 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki Tn.A berumur 59 tahun masuk
Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 18
Januari 2019 pukul 17:50. Pasien masuk dengan keluhan utama lemah anggota gerak
kanan onset ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
2.2
Riwayat
Penyakit Sekarang
a. Lemah
anggota gerak kanan dengan onset ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b. Bicara
pelo (+)
c. Sakit
kepala (+)
d. Mulut
mencong (-)
e. Menelan
(+)
f.
BAB dan BAK (N)
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Rehipertensi, Stroke
2014
2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki penyakit
yang sama dengan pasien.
2.5 Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik di IGD pada
tanggal 18 Januari 2019 :
a. Pemeriksaan
Fisik
ü
Kesadaran : Compos mentis (CM)
ü
Kondisi umum : Sedang
ü
Vital Sign
§
Frekuensi Nadi : 78 x/menit
§
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
§
BB :
-
§
Suhu :
36,6° C.
§
Tekanan Darah : 280/140 mmHg
§
Glasgow Coma Scale (GCS) : E4 M5Vx
3. Pemeriksaan Penunjang
3.1
Pemeriksaan
Laboratorium
a.
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Tanggal
|
18/01
|
Normal
|
Keterangan
|
HGB
|
11,1 g/Dl
|
11,0-16,0 g/dL
|
Normal
|
WBC
|
12,18 x 10 3
|
4,0-10,0 x 10 3/uL
|
Normal
|
RBC
|
4,39 x 10 6
|
0,12-5,50 x 106/uL
|
Normal
|
HCT
|
35,2%
|
37,0-54,0%
|
Normal
|
PLT
|
297 x 10 3
|
150 - 450 x 103/uL
|
Normal
|
b. Pemeriksaan Kimia Klinik
Tanggal
|
18/01
|
19/01
|
Normal
|
GD sewaktu
|
130mg/dl
|
-
|
70-150 mg/dl
|
GD puasa
|
-
|
103
|
70-110 mg/dl
|
GD 2 jam PP
|
-
|
95
|
< 200 mg/dl
|
Ureum
|
29
|
-
|
10 – 50 mg/dl
|
Kreatinin
|
1,12
|
-
|
0,6 – 1,1
mg/dl
|
Asam Urat
|
-
|
5,0
|
L (3-7 mg/dl)
P (2,4-5,7g/dl)
|
Natrium
|
-
|
-
|
136 – 145
mmol/l
|
Kalium
|
-
|
-
|
3,5 – 5,1
mmol/l
|
Klorida
|
-
|
-
|
97-111 mmol/l
|
Total
Kolesterol
|
-
|
188
|
<220 mg/dl
|
HDL Kolesterol
|
-
|
46
|
>65 mg/dl
|
LDL Kolesterol
|
-
|
127
|
<150 mg/dl
|
Trigliserida
|
-
|
76
|
<150 mg/dL
|
·
Follow
up tekanan darah
|
Tekanan darah
|
||
P
|
S
|
M
|
|
IGD
|
-
|
240/140
|
-
|
18/1/2019
|
-
|
240/140
|
200/110
|
19/1/2019
|
180/100
|
180/80
|
210/120
|
20/1/2019
|
180/100
|
180/110
|
180/100
|
21/1/2019
|
170/100
|
130/80
|
170/ 90
|
22/1/2019
|
180/100
|
240/130
|
220/110
|
23/1/2019
|
170/90
|
160/100
|
170/100
|
24/1/2019
|
140/90
|
140/90
|
110/70
|
25/1/2019
|
120/80
|
110/70
|
110/70
|
26/1/2019
|
110/70
|
110/70
|
130/80
|
27/1/2019
|
130/80
|
120/80
|
150/90
|
28/1/2019
|
160/90
|
120/70
|
130/90
|
29/1/2019
|
90/60
|
130/80
|
160/100
|
30/1/2019
|
-
|
180/100
|
110/70
|
31/1/2019
|
180/100
|
170/100
|
140/100
|
1/1/2019
|
-
|
130/90
|
110/70
|
2/1/2019
|
120/70
|
120/70
|
110/70
|
3/1/2019
|
110/70
|
110/70
|
-
|
4/1/2019
|
110/70
|
110/70
|
120/80
|
5/1/2019
|
-
|
-
|
-
|
6/1/2019
|
120/80
|
120/80
|
100/60
|
7/1/2019
|
110/70
|
110/70
|
110/70
|
4. DiagnosaKerja :
·
Suspek Stroke Non Hemoragik (Stroke
Iskemik)
·
Hipertensi emengency
5.
Terapi/tindakan
·
Terapi yang diberikan di IGD
-
IVFD O2 3 L/i
-
IVFD NaCl 0,9% /13 jam
-
Injeksi Ranitidin 50 mg/2ml / 2x1 IV
-
Pirasetam tablet 2 x 1200mg PO
-
Neurodex tablet 1 x sehari 1 tablet PO
-
Diltiazem 60 mg 2x1 PO
·
Terapi yang diberikan dibangsal
Neurologi
-
NaCl 0,9%
-
Injeksi ranitidine 50 mg/2ml 2x1 IV
-
Pirasetam tablet 2x1200mg PO
-
Neurodex tablet 1x1 tablet PO
-
Diltiazem 60 mg 2x1 tablet PO
-
Simvastatin 10 mg 1x1 tablet PO
-
Parasetamol 1500 mg 3x1 tablet PO
-
Injeksi citicolin 500mg IV
-
Injeksi Cefotaxim 1 gram 2x1 IV
-
Clonidin 0,15 mg 2x1 PO
-
Diovan 80mg 1x1 tablet PO
-
Amlodipin 10 mg 1x1 tablet PO
-
Asetilsistein 200mg 2x1 tablet PO
-
Sucralfat 3x1 cth PO
-
Candesartan 16mg 1x1 tablet PO
-
Tutofusin/12 jam IV
-
Injeksi Vit.K 2x1 IV
-
Injeksi omeprazole 1x1 IV
-
Injeksi transamin 500mg/5ml IV
6.
Diskusi
Seorang pasien laki – laki Tn. A
berumur 59 tahun masuk Rumah Sakit Stroke melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD)
pada tanggal 18 Januari 2019 pukul 17:50
WIB. Pasien masuk dengan keluhan utama lemah anggota gerak kanan lemah onset ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
bicara (-), sakit kepala (+), mulut mencong (-), menelan (+), BAB & BAK (normal).
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kondisi umum tingkat sedang, denyut
nadi 78 kali per menit, laju nafas 20 kali per menit, suhu tubuh 36,6°C,
tekanan darah 280/140 mmHg, tingkat kesadaran CM, GCS E4M5VX.
Status Lokalis Ekstremitas :
5 4
5 4
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 18 Januari 2019
menunjukkan
WBC (White Blood Cell) 12,18x103/μL (tinggi) dimana nilai
normal 4-10x103/μL, RBC (Red Blood Cell) 4,39x106/μL
(normal), haemoglobin 11,1 g/dL (normal), hematokrit 35,2 % (rendah) dimana
nilai normalnya 37,0-54,0 % dan platelet 297 x 103/μL (normal).
Hasil pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 18 Januari 2019 diperoleh ureum 29
mg/dL (normal), creatinin serum 1,12 mg/dl (normal). Pada tanggal 18 Januari 2019 dilakukan pemeriksaan cek gula darah puasa
103 mg/dL (normal), gula darah 2 jam post prandial 95 mg/dL (normal), asam urat
5,0 mg/dL (normal), kolesterol total 188 mg/dL (normal), HDL 46 mg/, LDL 127
mg/dL (normal), dan trigliserida 76 mg/dL (normal).
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah lengkap, dan pemeriksaan kimia klinik pasien di diagnosa
stroke iskemik dan hipertensi Emergensi. Pada saat di IGD, pasien mendapatkan
terapi oksigen 3 L/menit, IVFD Nacl 0,9% /12 jam, injeksi Ranitidin 50 mg / 2
ml 2 x 1 IV, Piracetam 1200 mg 2 x 1 PO, Neurodex 1 x 1 PO, dan Diltiazem 60 mg
2 x 1.
Tatalaksana
terapi umum pasien pada saat stroke akut yaitu pertama pemberian stabilisas
jalan napas yaitu dengan cara pemberian oksigen. Pada kasus, saat di IGD pasien
diberikan oksigen 3 liter/menit. Pemberian oksigen ini dianjurkan dalam 72 jam.
Selanjutnya dilakukan stabilisasi hemodinamik. Stabilisasi hemodinamik
dilakukan dengan memberikan cairan kristaloid atau koloid intravena. Pada kasus
pasien mendapatkan cairan infuse NaCl 0,9% intravena. Pemberian ini berfungsi
untuk melancarkan stabilisasi hemodinamik pasien. Pemberian infuse diberikan
per 12 jam.
Penanganan awal storke iskemik (onset
< 3jam) dengan t-PA IV 0,9mg/kg selama satu jam, dimana 10% diberikan secara
bolus selama 1 menit, pemberian antitrombolitik (antikoagulan atau antiplatelet
selama 24 jam). Untuk penangan selanjutnya (secondary prevention) dapat
diberikan obat non kardioemboli seperti antiplatelet (aspirin 50-325 mg/hari,
Clopidogrel 75 mg/hari atau kombinasi aspirin 25mg = dipiridamil 200mg 2 x
sehari). Untuk pengobatan kardioemboli dapat diberikan warfarin.
Pada pasien ini tidak diberikan
terapi t-PA karena onset penyakit pasien lebih dari 3 jam (1 hari) dan
pasien ini pernah mengalami penyakit stroke sebelumnya pada tahun 2014.
Pasien diberikan injeksi ranitidine 2x1
ampul (iv). Injeksi ranitidine digunakan sebagai stress ulcer untuk mencegah
timbulnya pendarahan lambung pada stroke. Obat-obat yang digunakan sebagai
stress ulcer bisa berupa sito protektor, penghambat reseptor H2 ataupun
inhibitor pompa proton. Hal ini bisa disebabkan kondisi psikologis yang
tertekan ataupun efek samping dari obat terhadap saluran cerna yaitu dapat
mengiritasi lambung sehingga pasien ini diberikan terapi ranitidine injeksi
2x50mg (IV). Kerja obat ini adalah menghambat secara kompetitif histamin pada
reseptor H2 sel-sel parietal lambung sehingga sekresi asam lambung
terhambat.
Selanjutnya pasien diberikan Piracetam tablet 1200 mg dengan
frekuensi pemberian 2x1. Piracetam 1200 mg digunakan untuk melindungi korteks
serebral terhadap hipoksia, menghambat agregasi platelet dan mengurangi
kekentalan darah pada dosis tinggi. Pasien ini mendapatkan terapi piracetam
1200 mg 2x1 tablet. Piracetam bekerja pada SSP sebagai neuroprotektor yang
melindungi serebral korteks terhadap hipoksia. Piracetam juga berperan sebagai
terapi untuk memperbaiki disatria. Jadi penggunaan pirasetam pada pasien ini
untuk mengatasi gangguan bicara. Efek samping piracetam yaitu gangguan
gastrointestinal seperti nausea, vomiting, diare, sakit kepala, dan vertigo
(Martindale, 2007). Pada pasien ini resiko efek samping sudah diatasi dengan
pemberian ranitidine. Piracetam tidak memberikan hasil pada stroke iskemik akut
dengan onset 12 jam, tetapi memberikan hasil pada stroke iskemik pada onset 7
jam.
Sehingga pasien diberikan injeksi Citicolin yang juga berperan sebagai
neuroprotektor yang bekerja dengan cara
meningkatkan senyawa kimia di otak bernama phospholipid phosphatidylcholine.
Senyawa ini memiliki efek untuk melindungi otak, mempertahankan fungsi otak
secara normal, serta mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera. Selain
itu, citicolin mampu meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak.
Sebenarnya, citicolin merupakan senyawa kimia otak yang secara alami ada di
dalam tubuh manusia. Penggunaannya dapat
mempercepat masa pemulihan akibat stroke.
Pasien juga mendapatkan terapi neurodex
tablet 1x1. Neurodex digunakan sebagai neuroprotektan terhadap sel-sel saraf yang
belum rusak yang berada disekeliling sel-sel saraf yang mengalami iskemik.
Sel-sel saraf yang belum rusak disekelilingi sel-sel saraf yang rusak disebut
penumbra. Pemakaian obat-obatan neuroprotector belum menunjukan hasil yang
efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan sebagai standar pengobatan
untuk stroke (Perdosi, 2011).
Pada kasus
ini pasien juga mengalami hipertensi emergensi, dimana hipertensi juga
merupakan faktor resiko dari stroke. Tingginya peningkatan
tekanan darah erat hubungannya dengan resiko terjadinya stroke. Hipertensi
memegang peranan penting pada pathogenesis artherosklerosis pembuluh darah
besar yang selanjutnya akan menyebabkan stroke iskemik oleh karena oklusi
trombotik arteri, emboli arteri ke arteri atau kombinasi keduanya. Pada hari pertama perawatan tekanan darah 280/140 mmHg.
Penurunan tekanan darah yang signifikan pada stroke akut sebagai tindakan rutin
yang tidak dianjurkan, kerena kemungkian dapat memperburuk keluaran neurologis.
Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24
jam pertama setelah serangan stroke (Perdosi, 2011). Sedangkan menurut dipiro
(2008), penurunan tekanan darah pada fase akut hanya perlu dilakukan bila
tekanan darah pasien melebihi 220/120 mmHg. Pada kasus ini pasien
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darah pasien pada saat masuk IGD adalah 280/140
mmHg. maka tekanan darah pada pasien di turunkandengan diberikan obat penurun
tekanan darah diltiazem 60 mg 2x1secara per oral untuk menurunkan dan
mengontrol tekanan darah pasien.
Pada pasien ini juga diberikan clonidin 75 mg 1 x 1 pagi, yang
termasuk ke dalam golongan obat simpatolitik sentral yang kerjanya menstimulasi
adrenoreseptor alfa-2 stem otak, sehingga mengaktivasi penghambatan neuron,
menghasilkan penurunan aliran simpatik dari SSP, penurunana resistensi perifer,
resistensi vaskuler, resistensi vaskuler renal, denyut jantung dan tekanan
darah. Pasien juga diberi amlodipin 10mg 1x1. Amlodipin sangat efektif pada lansia dengan hiperten sistolik terisolasi, karena
amlodipine mempunyai kelebihan seperti efisien dalam pemberian obat cukup satu
kali sehari, menurunkan tekanan darah secara perlahan dan absorbsinya sempurna
dalam tubuh dari pada dengan obat hipertensi lainnya. JNC 7 tidak mencantumkan
hipertensisistolik terisolasi berbeda dengan tipe hipertensi lainnya, dan
diuretik tetap terapi lini pertama. Bagaimanapun, CCB dihidropiridin
long-acting dapat digunakan sebagai terapi tambahan bila diuretik tiazid tidak
dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada pasien lansia dengan tekanan
darah sistolik meningkat.
Amlodipin adalah obat antihipertensi
yang tergolong dalam obat antagonis calcium golongan dihidropiridin (antagonis
ion kalsium). Amlodipin bekerja dengan menghambat influx (masuknya) ion kalsium
melalui membran kedalam otot polos vaskuler dan otot jantung sehingga
mempengaruhi kontraksi otot polos vaskuler dan otot jantung. Amlodidpin
menghambat influx ion kalsium secara selektif, dimana sebagaian besar mempunyai
efek pada sel otot polos vaskuler dibandingkan sel otot jantung.
Untuk menurunkan tekanan
darah tinggi pada pasien stroke penggunaan kombinasi obat antihipertensi
terbukti lebih efektif daripada tunggal (Ravenni et al., 2011).
Kombinasi CCB dengan ACEI atau ARB direkomendasikan oleh ESH/ESC (European
Society of Hypertension/Europen Society of Cardiology) sebagai pilihan pertama
pada pasien hipertensi dengan resiko stroke (Ravenni et al., 2011).
Selain itu pasien juga diberikan
simvastatin 10 mg per oral satu kali satu. Simvastatin merupakan obat golongan
statin. Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan
kolesterol LDL dan untuk meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan
trigliserida. Penggunaan obat golongan statin pada pasien diberi simvastatin
untuk mengurangi resiko stroke dan penyakit kardiovaskular untuk pasien yang
menderita stroke iskemik. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol total,
kolesterol jahat (LDL), trigliserida, namun disertai penurunan kolesterol.
Akibat dari peningkatan kadar kolesterol jahat akan mengakibatkan terdapatnya
plak-plak berupa lemak yang mengendap dalam pembuluh darah arteri yang berefek
pada gangguan pada sirkulasi darah atau ateroklerosis. Akibat dari
ateroklerosis tersebut berdampak pada perubahan dan gangguan pada daerah
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Pada penderita yang memiliki faktor resiko
tambahan pemberian statin direkomendasikan untuk menurunkan resiko terkena
stroke serangan pertama (Perdosi, 2011). Statin memiliki mekanisme kerja
menghambat secara kompetitif coenzim 3-hidroksi-3metilglutaril (HMG CoA)
reduktase, yakni enzim-enzim yang berperan pada sintesis kolesterol, terutama
dalam hati.
Simvastatin
dengan diltiazem menyebabkan terjadinya miopati, Kombinasi
obat ini harus dipertimbangkan dosisnya yaitu dosis simvastatin tidak lebih
dari 10 mg/hari dan dosis diltiazem tidak lebih dari 240 mg/hari bila digunakan
bersamaan, dan terapi terhadap pasien ini dosisnya sudah tepat.
Injeksi Cefotaxim yaitu salah satu obat antibiotic sefalosporin yang
berfungsi untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Obat ini bekerja dengan membunuh
bakteri dan mencegah pertumbuhannya. Injeksi cefotaxim dapat digunakan untuk infeksi
Saluran pernapasan termasuk hidung dan tenggorokan, infeksi pada telinga,
infeksi saluran urin, meningitis, profilaksis perioperatif pada pasien dengan
peningkatan resiko terhadap infeksi dan profilaksis terhadap infeksi pada
pasien dengan mekanisme imunitas menurun.
Pasien juga mengalami demam dengan suhu tubuh 38,7 dan batuk sehingga diberikan obat paracetamol 500 mg
3x1 yang bekerja pada pusat pengatur suhu hipotalamus untuk menurunkan suhu
tubuh (antipiretik), menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat
mengurangi nyeri ringan-sedang dan diberikan obat Acetylcysteine adalah obat golongan mukolitik
yang berfungsi untuk mengencerkan dahak yang menghalangi saluran pernapasan.
Pada kasus ini pasien juga mengalami perdarahan saluran cerna yang
ditandai dengan BAB berwarna hitam dan penyakit ini disebut dengan melena,
dimana melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam
seperti aspal/ter, dengan bau busuk, melena menunjukkan perdarahan saluran
cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes perdarahan samar
(occult blood) positif menunjukkan
perdarahan pada usus halus.
Penyebab tersering dari perdarahan saluran
cerna adalah pecahnya varises esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu
komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan
pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi porta. Peningkatan tekanan
pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika
sinistra yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat pula.
Peningkatan tekanan pada vena esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena
tersebut yang disebut varises esofagus.
Varises
esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini
bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari
pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur dengan asam
klorida (HCL) yang terdapat pada lambung.
Darah
yang telah bercampur dengan asam klorida menyebabkan darah berwarna kehitaman.
Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain
dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya
keluar bersama feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena).
Penanganan yang dilakukan pada kasus ini adalah pemberian Tutofusin Ops
Infusion meningkatkan kondisi pasien dengan meningkatkan kadar kalsium plasma
darah mencegah kekurangan magnesium dalam darah, bekerja untuk konduksi saraf,
kontraksi otot, fungsi ginjal dan jantung berdetak menanamkan intravena untuk
mempertahankan pH tubuh, meningkatkan volume darah memiliki kandungan natrium
klorida.
Pasien juga di berikan terapi PPI (Proton pump inhibitor) yaitu injeksi
omeprazol 40 mg 1x1 yang memiliki mekanisme kerja menghambat H+/K+ATPase dan
enzim karbonik anhidrase terjadi penurunan produksi asam lambung, perbaikan
vaskular, peningkatan mikrosirkulasi lambung dan meningkatkan aliran darah
mukosa lambung.
Pasien juga mendapatkan obat Sukralfat 500 mg/5 ml3x1 sendok makan dapat
digunakan untuk mengatasi peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah
perdarahan saluran cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian
yang luka dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat
penyembuhan. Sucralfat bekerja sebagai non systemic cytoprotective agent,
Sucralfat membentuk kompleks dengan protein ulcer sebagai lapisan penghalang
terhadap difusi asam, pepsin dan garam empedu.
Kemudian
pasien diberikan vitamin K injeksi 10 mg/5ml 3x1 Untuk meningkatkan biosintesis
beberapa faktor pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar.
Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsik dan
faktor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsik. Kemudian faktor Xa dibantu
oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi trombin. Trombin
kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan
fibrinogen menjadi fibrin.
Selain itu pasien diberikan injeksi
Transamin yang mengandung asam
traneksamat 500 mg 3 x 1 secara IV yang merupakan inhibitor kompetitif dari
aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin berperan menghancurkan
fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Pemberian asam traneksamat
bertujuan mengurangi pendarahan dan untuk membantu darah menggumpal dengan
normal untuk mencegah dan menghentikan pendarahan yang lama. Obat ini termasuk
dalam kelas obat antifibrinolitik.
Selanjutnya pasien juga diberikan antibiotik
karena terjadi infeksi saluran cerna yang ditandai pasien demam dan kadar
leukosinya tinggi yaitu 12,8x103/µL dimana nilai normalnya 4-10 x 103/µL
Ciprofloxacin 500mg 2 x 1 yang merupakan
antibiotik golongan floroquinolon, yang bekerja dengan cara mempengaruhi enzim
DNA gyrase bacteri. Ciprofloxacin
merupakan antibiotik yang sensitif terhadap bakeri gram positif dan bakteri
gram negatif. Ciprofloxacin terutama aktif terhadap gram negatif termasuk salmonela, shigella, camphylobacter,
Neisseria, dan pseudomonas.
Ciprofloxacin dapat mengatasi infeksi saluran kemih termasuk prostatitis,
infeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas kecuali pnemonia akibat
streptococus, infeksi jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi.
Penggunaan Sucralfat
dapat mengurangi absorbsi ciprofloxacin jika diberikan bersamaan, sehingga
dapat menurunkan keefektifannya sehingga dalam penggunaannnya dijarakkan
Ciprofloxcasin diberikan 1 jam sebelum mkan dan Sucralfat diberikan 2 jam
setelah makan.
Semua pengobatan yang diberikan sudah sesuai
dengan indikasi dan dosis yang digunakan untuk mengobati pasien ini. Tidak
terjadi ketidaksesuaian rekam medik dengan resep dan buku injeksi serta tidak
ada kesalahan pada penulisan resep. Pasien juga tidak mengalami kegagalan dalam
mendapatkan obat dikarenakan obat yang akan dikonsumsi pasien langsung
diantarkan oleh petugas yang ditunjuk sehingga kegagalan ini dapat dihindarkan.
Untuk kepatuhan pasien sendiri pasien minum obat tepat waktu dan kooperatif
terhadap instruksi minum obat. Dari terapi yang diterima pasien, sejauh ini
belum ditemukannya duplikasi terapi. Walaupun mendapatkan obat dengan indikasi
sama tetapi obat-obatan tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Pasien
sudah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis yang dialaminya.
7.
Tabel
DRP
No.
|
Drug Therapy Problem
|
Chck List
|
Rekomendasi
|
1
|
Terapi
obat yang tidak diperlukan
|
|
|
|
Terdapat terapi tanpa indikasi medis
|
Tidak, pasien mendapat terapi sesuai dengan
indikasi.
-Piracetam 1200 mg : Neuroprotektor
- Citicolin 500 mg : Neuroprotektor
Neurodex: Neuroprotektor
-Simvastatin
10 mg : anti kolestrol
-Diltiazem 60 mg : Anti hipertensi
-Clonidin : Anti hipertensi
-Diovan 80 mg : Anti hipertensi
Amlodipin 10 mg : Anti hipertensi
-candesartan 16 mg: Anti hipertensi
-Asetil sistein 200 mg: batuk
-Ranitidin
injeksi 50 mg: Mengurangi sekresi asam lambung
-Sucralfat 500 mg/5 ml : mengatasi peradangan
lambung
-Diltiazem 30 mg: untuk menurunkan tekanan darah.
-Ciprofloxacin 500 mg: untuk infeksi karena pasien
mengalami perdarahan saluran lambung, demam dan dan kadar leukosit tinnggi
12, 8 x 103/µL.
-Transamin injeksi 500 mg:Antifibrinolitik
-Vitamin K injeks 10 mg/mli: untuk membentuk
faktor pembekuan darah.
-Omeprazol injeksi 40 mg : menurunkan produksi
asam lambung.
-paracetamol 500 mg : demam
|
|
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak
diperlukan
|
Tidak, Pasien tidak mendapat terapi tambahan
karena pengobatan telah sesuai dengan diagnose
|
|
|
|
|
|
|
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non
farmakologi
|
Tidak
|
.
|
|
|
|
|
|
Terdapat duplikasi terapi
|
Tidak terdapat duplikasi terapi
|
|
|
Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping
yang seharusnya dapat dicegah
|
Tidak ada efek samping yang berarti
|
|
|
2
|
Kesalahan obat
|
|
|
|
Bentuk sediaan tidak tepat
|
Tepat pasien diberikan obat dalam bentuk puyer
karena menggunakan alat bantu NGT.
|
|
|
Terdapat kontra indikasi
|
Tidak ada kontra indikasi
|
|
|
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obat
|
Tidak, karena Pasien mengalami perbaikan dengan
terapi yang diberikan
|
|
|
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien
|
Tidak, semua obat sesuai indikasi
|
|
|
Terdapat obat lain yang lebih efektif
|
Tidak, obat yang dipilih sudah efektif
|
|
3
|
Dosis tidak
tepat
|
|
|
|
Dosis terlalu rendah
|
Tidak, sudah tepat dosis
|
|
|
Dosis terlalu tinggi
|
Tidak, sudah tepat dosis
|
|
|
Frekuensi penggunaan tidak tepat
|
Tidak, Frekuensi penggunaan obat telah tepat untuk
pasien
|
|
|
Penyimpanan tidak tepat
|
Tidak, Penyimpanan obat telah tepat disimpan
ditempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya matahari lansung
|
|
|
|
||
|
Administrasi obat tidak tepat
|
Tidak, Administrasi obat yang digunakan telah
tepat
|
|
|
Terdapat interaksi obat
|
Tidak terdapat interaksi antar obat.
|
|
4
|
Reaksi yang
tidak diinginkan
|
|
|
|
Obat tidak aman untuk pasien
|
Tidak, Obat aman untuk pasien dan memberikan efek
yang sesuai dengan yang diharapkan
|
|
|
Terjadi reaksi alergi
|
Tidak, terdapat masalah, pasien tidak mempunyai
riwayat alergi obat sehingga obat aman digunakan
|
|
|
Terjadi interaksi obat
|
1.
Sucralfat dapat mengurangi absorbsi ciprofloxacin jika
diberikan bersamaan, sehingga dapat menurunkan keefektifannya
2.
2. Simvastatin dengan diltiazem menyebabkan terjadinya
miopati
|
1.Ciprofloxcasin diberikan 1 jam sebelum mkan dan
Sucralfat diberikan 2 jam setelah makan.
2. Kombinasi obat ini harus dipertimbangkan
dosisnya yaitu dosis simvastatin tidak lebih dari 10 mg/hari dan dosis
diltiazem tidak lebih dari 240 mg/hari.
|
|
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat
|
Tidak, dosis yang digunakan telah sesuai dengan
pasien sejak dilakukannya diagnose.
|
|
|
Muncul efek yang tidak diinginkan
|
Tidak
|
|
|
Administrasi obat yang tidak tepat
|
Tidak
|
|
5
|
Ketidak
sesuaian kepatuhan pasien
|
|
|
|
Obat tidak tersedia
|
Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien,
semua obat yang dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit
|
|
|
Pasien tidak mampu menyediakan obat
|
Tidak, Pasien mampu menyediakan obat
|
|
|
Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat
|
Iya pasien menggunakan alat bantu NGT
|
|
|
Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat
|
Tidak, Pasien mengerti instruksi penggunaan obat
|
|
|
Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak
menggunakan obat
|
Tidak, Pasien patuh dalam penggunaan obat
|
|
6
|
Pasien
membutuhkan terapi tambahan
|
|
|
|
Terdapat kondisi yang tidak diterapi
|
Tidak
|
|
|
Pasien membutuhkan obat lain yang sinergis
|
Tidak
|
|
|
Pasein membutuhkan terapi profilaksis
|
Tidak
|
|
8.
Kesimpulan
Dari
kasus diatas, dapat disimpulkan pasien didiagnosa stroke non haemoragik disertai
hipertensi emergency. Dari terapi yang didapatkan terdapat
beberapa DRP seperti adanya resiko yang mungkin dapat terjadi saat diberikan
terapi obat secara bersamaan.
Saran
Disarankan agar hati-hati dalam pemberian terapi
agar obat yang diberikan tidak terdapat kesalahan.
9.
Daftar
Pustaka
Benavento
O, Hart RG. Stroke :Part II management of
acute Ischemic stroke J. American Family Physician May 1999. Vol 59/No. 20 :
2828-2836.
Bruno A., Kaelin DL., Yilmaz EY. 2000. The subacute stroke patient: hours 6 to 72after stroke onset. In Cohen SN. Management
of Ischemic Stroke. McGraw-Hill.
pp. 53-87.
Dipiro, Joseph T.,
Barbara Wells G., Terry L. Schwinghammer., Cecili V. Dipiro. 2009. Handbook Pharmacoterapy Seventh Edition.The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Hacke W., Kaste M.,
Bogousslavsky J., Brainin M., Chamorro A., Lees K. 2003.Ischemic Stroke Prophylxis and Treatment - European Stroke Initiative
Recommendations.
Kelompok
Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi (KSSNP). 1999. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta.
PERDOSSI. 2011. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta: PERDOSSI.
Setyopranoto, Ismail.
2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan.
CDK 185. Vol.38.WHO. MONICA. 1986. Manual Version 1
Yunaidi, Y., 2010. Intervensi pada
Stroke Non-Hemoragik. Jurnal Kardiologi Indonesia. 31(3) : 153-155.
No comments:
Post a Comment