Thursday 11 February 2021

PANDUAN CEKLIST KESELAMATAN PASIEN PRA OPERASI

 

 PANDUAN CEKLIST KESELAMATAN PASIEN PRA OPERASI 

BAB I

DEFINISI 

Kematian dan komplikasi akibat pembedahan dapat dicegah. Salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan surgical safety ceklist. Surgical safety ceklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical Safety Ceklist merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim professional di ruangan operasi. Tim profesioanal terdiri dari perawat, dokter bedah, anastesi, dan lainnya. Tim bedah harus kosisten melakukan setiap kegiatan yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase, the time out phase, debriefing phase sehingga dapat meminimalkan setiap risiko yang tidak diinginkan  (Safety & compliance,2012).

Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan checklist, saran untuk implementasi ,dan rekomendasi untuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya. Tiap poin ceklist sudah berdasarkan bukti klinis atau pendapat ahli dimana yang akan mengurangi kejadian yang serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan hal ini juga mempengaruhi kejadian yang tidak diharapkan/ biaya yang tidak terduga. Ceklist ini juga dirancang untuk kemudahan dan keringkasan.

Tujuan utama dari WHO Surgical Safety Checklist dan manualnya untuk membantu mendukung  bahwa tim konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan yang kritis dan meminimalkan hal yang umum dan risiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien bedah. Ceklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim sebagai arti konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat dipastikan berjalan untuk setiap pasien. Untuk mengimplementasikannya, seorang harus bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan cecklist. Hal ini diperlukan seorang koordinator ceklist yang  biasanya perawat sirkuler tapi dapat juga setiap klinisi yang berpartisipasi dalam operasi.

Cecklist membedakan operasi menjadi 3 fase  yaitu sebelum induksi anastesi, setelah induksi dan sebelum insisi pembedahan, dan periode selama atau setelah penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR. Dalam setiap fase koordinator ceklist harus diizinkan mengkonfirmasi bahwa tindakan sudah melengkapi tugasnya sebelum proses  operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan langkah dalam ceklist sehingga  mereka dapat mengintegrasikan ceklist tersebut dalam pola normal sehari hari dan dapat melengkapi secara  verbal tanpa intevensi koordinator ceklist. Setiap tim harus menggabungkan penggunan ceklist ke dalam pekerjaan dengan efesiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk melengkapi langkah secara efektif.

BAB II

RUANG LINGKUP

 

1.      Tiga Fase Operasi

  1. Prosedur Pengaplikasian Ceklist Keselamatan Pasien Pra Operas
  2. Tata laksana.

BAB III

TATA LAKSANA

 

A.    Tiga Fase Operasi :

1.      Fase Sign In

Fase sign in adalah fase sebelum induksi anastesi, koordinator secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi  operasi sudah benar, sisi yang akan di operasi telah ditandai, persetujuan untuk operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator dengan profesional anastesi mengkonfirmasi resiko pasien apakah pasien ada resiko kehilangan darah, kesulitan jalan nafas,reaksi alergi .

2.      Fase Time Out

            Fase time out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing – masing . Tim opersi memastikan bahwa semua orang di ruang  operasi saling kenal . Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim mengkomfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan opersi yang benar pada pasien yang benar . Mereka juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis sudah  diberikan dalam 60 menit sebelumnya.

3.      Fase Sign Out

Fase sign out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekkan kelengkapan spoon, penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen , kerusakan alat  atau masalah lain yang perlu di tangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan pusat perhatian kepada manajement post  operasi   pemulihan sebelum pemindahan pasien dari kamar operasi.

 

Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan bahwa tindakan utama telah dilakukan. Oleh Karena itu sebelum induksi anastesi koordinator ceklist secara verbal akan meriview dengan anastesi dan pasien (jika mungkin) bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah benar dan persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat dan mengkorfimasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai dan meriview dengan anastesi resiko kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan nafas dan reaksi alergi dan mesin anastesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah akan hadir pada fase sebelum anastesi ini sehingga mempunyai ide yang jelas untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi atau komplikasi pasien yang lain.

 

B.     Prosedur Pengaplikasian Ceklist Keselamatan Pasien Pra Operasi

1.      Sebelum Induksi Anastesi

Cek keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi dalam rangka untuk keselamatan pasien. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya anastesi dan perawat. Detail dari setiap langkah adalah sebagai berikut :

a.       Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi, prosedur dan persetujuan ?

Koordinator ceklist secara verbal menkonfirmasi identitas pasien, tipe prosedur yang akan dilaksanakan, tempat pembedahan, dan persetujuan pembedahan yang sudah diberikan. Walau hal ini terlihat berulang kali, namun langkah ini penting untuk memastikan tim tidak mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan prosedur yang salah. Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin dilakukan seperti pada kasus anak, atau pasien yang cacat, pengasuh atau kelurga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau keluarga tidak ada dapat dilewati, seperti halnya dalam gawat darurat, tim harus memahami alasan dan persetujuan yang perlu diproses.

b.      Apakah tempat operasi sudah ditandai ?

Koordinator ceklist harus menkonfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan operasi sudah menandai tempat yang akan dibedah (dengan marker yang permanen) pada kasus yang melibatkan bagian tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau bertingkat (contoh bagian jari, jari kaki, lesi kulit, tulang belakang). Penandaan tempat operasi untuk struktur menengah (contoh : tiroid) atau struktur tunggal (contoh : spleen) harus mengikuti praktek yang biasa dilakukan. Pemberian tanda tempat yang dioperasi pada semua kasus, bagaimanapun juga, dapat menyediakan salinan cek dari tempat dan prosedur yang tepat.

c.       Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap ?

Koordinator ceklist melengkapi dengan menanyakan kepada anestesi untuk memverifikasi kelengkapan dari ceklist keselamatan anestesi, memahami inspeksi formal dari peralatan anestesi, sirkulasi pernafasan, medikasi dan resiko anestesi pasien sebelum pembedahan. Tim anestesi harus melengkapi ABCDE’s pemeriksaan yaitu  Airway, Breathing (meliputi oksigen dan agen inhalasinya), Suction, Drugs and Devices (obat dan alat) dan Emergency Medication (mediksai emergensi), tersedia dan berfungsi dengan baik.

d.      Apakah pulse oksimetri sudah dipasang pada pasien dan berfungsi ?

Koordinator ceklis menkonfirmasi bahwa pulse oksimeter yang terpasang pada pasien berfungsi dengan baik sebelum induksi anestesi. Idealnya indikator pulse oksimeter dapat terlihat oleh semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk memberikan tanda pada tim tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. Pulse oksimeter sudah direkomendasikan sebagai komponen yang dibutuhkan untuk anestesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oksimetri tidak berfungsi,maka ahli bedah dan anestesi harus mengevaluasi kondisi pasien dan mempertimbangkan penundaan operasi hingga langkah yang lengkap dipenuhi untuk keselamatan pasien. Dalam keadaan yang emergensi untuk menyelamatkan nyawa maka hal ini dapat dilewati, namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan persetujuan tentang kebutuhan untuk melakukan operasi.

e.       Apakah pasien memiliki alergi ?

Koordinator ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada asisten. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki alergi yang diketahui dan jika ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi di pasien yang tidak diperhatikan oleh anestesi, maka koordinator harus mengkomunikasikan kepada anestesi. 

f.       Apakah pasien memiliki resiko kesulitan jalan nafas/ resiko aspirasi?

Koordinator ceklis harus secara verbal mengkomunikasikan bahwa tim anestesi sudah secara objektif mengkaji apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas. Ada beberapa jalan untuk menilai airway (seperti Mallampati skor, jarak Tyromental, atau Bellhous-Doreskor). Evaluasi yang objektif untuk jalan nafas dengan metode yang valid lebih penting dari pada pilihan metode itu sendiri. Kematian jalan  nafas selama anestesi adalah bencana yang global namun dapat dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi jalan nafas menunjukan resiko yang tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor  Mallampati 3 atau 4, tim anestesi harus mempersiapkan tindakan untuk membantu jalan nafas seperti penggunaan anestesi yang minimum (contoh penggunaan RA jika mungkin) dan memiliki peralatan gawat darurat yang cukup. Asisten yang profesional (asisten dua, ahli bedah atau anggota tim perawat) harus hadir secara fisik untuk membantu induksi anastesi. Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bahan dari pengkajian Airway. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut yang penuh maka asisten harus mempersiapkan kemungkinan aspirasi, resiko ini dapat dikurangi dengan memodifikasi rencana anastesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta bantuan asisten untuk menekan krikoid selama induksi. Untuk  pasien yang dikenali memiliki kesulitan jalan nafas atau  resiko aspirasi, induksi anastesi harus dimulai saat anastesi sudah menkonfirmasi bahwa dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan adanya asisten disampingnya.

g.      Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah >500ml (7 ml/kgBB pada anak) ?

Pada langkah keselamatan ini koordinator ceklist menanyakan pada tim anastesi apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah selama operasi untuk meyakinkan dan mengenali serta mempersiapan untuk kejadian kritis. Kehilangan volume darah yang besar adalah bahaya yang paling umum dan berbahaya untuk pasien bedah dengan resiko syok hipovolemik yang mungkin terjadi saat darah hilang melebihi 500 ml  (7 ml/kg pada anak). Oleh karena itu jika anstesi tidak mengetahui bagaimana resiko utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi, maka dia harus berdiskusi dengan ahli bedah tentang resiko kehilangan darah sebelum operasi dimulai. Jika terdapat resiko yang signifikan untuk kehilangan darah lebih dari 500 ml direkomendasikan pemasangan dua jalur intravena. Sebagai tambahan tim harus menkonfirmasi persediaan dari cairan atau darah untuk resusitasi (catatan tentang kehilangan darah yang akan terjadi akan diriview oleh ahli bedah sebelum di insisi. Hal ini akan menyediakan cek kedua untuk keselamatan anastesi dan perawat.  

2.      Sebelum Insisi Kulit

Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekkan bahwa cek keselamatan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh semua anggota tim. Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan perannya, tim operasi mungkin sering berubah, terutama pada pasien dengan resiko tinggi yang membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran serta kemampuan mereka.

Kooordinator ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang di kamar operasi  untuk berhenti dan secara verbal mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan, tempat pembedahan dan posisi dari pasien untuk menghindari salah pasien atau salah tempat operasi . Untuk contoh perawat sirkuler mengumumkan, “sebelum kita memulai insisi “ dan lalu dilanjutkan “ apakah semua sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan tindakan repair innguinal hernia kanan? “. Jika pasien tidak disedasi, dia dapat menolong untuk dikonfirmasi dengan hal yang sama.

a.       Apakah  antibiotik   profilaksis   sudah  diberikan  kurang  lebih  60 menit  yang lalu ?

Berdasarkan bukti yang kuat dan konsensus di seluruh dunia ditemukan bahwa antibiotik profilaksis 60 menit sebelum operasi diperlukan untuk mengatasi resiko infeksi. Sehingga koordinator ceklist akan bertanya dengan keras apakah antibiotik sudah diberiakn kurang lebih 60 menit sebelumnya. Anggota tim yang bertanggung jawab untuk memberikan antibiotik – biasanya anastesi – harus memberikan konfirmasi secra verbal . Jika antibiotik profilaksisi belum diberikan, maka harus segera diberikan sebelum insisi. Jika antibiotik diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya, anggota tim harus memberika dosis ulang untuk pasien. Jika antibiotik profilaksis tidak perlu diberikan (contoh kasus tanpa insisi kulit , kasus kontaminasi dimana antibiotik sudah diberikan untuk pengobatan) maka ceklist “tidak aplikabel“ di centang dan tim memverbalkan hal ini.

3.      Antisipasi Kejadian Kritis

Komunikasi tim yang efektif adalah komponen penting dari operasi yang aman dan pencegahan dari komplikasi berat. Untuk memastikan komunikasi dari kejadian kritis pasien, koordinator ceklist memimpin diskusi cepat antara ahli bedah, anastesi dan perawat, pada  saat bahaya kritis dan bencana operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan bertanya pada setiap anggota tim pertanyaan yang spesifik dan nyaring. Selama prosedur rutin atau dengan tim yang sudah dikenal, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah “ini adalah kasus rutin dari  durasi X” dan menanyakan kepada anastesi dan perawat tentang tindakan yang diperlukan.

Kepada ahli bedah : Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidan rutin ? Berapa lama kasus akan terjadi ? Bagaimana mengantisipasi kehilangan darah ? Pertanyaan – pertanyaan ini diharapkan bertujuan untuk menginformasikan kepada semua anggota tim setiap langkah yang diperlu dilakukan jika pasien mengalami perdarahan yang cepat, cidera atau morbiditas umum lainnya. Hal ini juga menjadi kesempatan untuk mereview langkah yang mungkin memerlukan perhatian khusus? Pasien yang beresiko untuk mengalami perdarahan yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau mordibitas umum yng berhubungan dengan prosedur, tim anastesi harus mereview dengan nyaring rencana yang spesifik dan perhatian untuk resusitasi secara terpisah. Hal ini perlu dipahami bahwa banyak operasi tidak boleh melupakan atau memperhatikan resiko kritis atau perhatian yang harus dibagi dengan tim. Dalam sebuah contoh kasus, anastesi dapat berkata, “ saya rasa tidak perlu perhatian khusus pada kasus pasien ini.

Kepada tim perawat : Apakah sterillitas ( termasuk hasil indikator ) sudah dikonfirmasi ? apakah ada alat yang perlu atau perhatian khusus?  Perawat instrumen atau teknisi yang melakukan seting ada peralatan untuk setiap kasus harus mengatakan bahwa sterilisasi sudah dilakukan dan untuk stelilisasi dengan alat, indikator steril sudah diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokan antara yang diharapkan dan kenyataan, indikator steril harus dilaporkan kepada semua anggota tim dan diberitahukan sebelum insisi. Hal ini juga adalah kesempatan untuk mendiskusikan setiap masalah yang berhubungan dengan peralatan dan persiapan lain untuk pembedahan atau perhatian khusus untuk keamanan dari perawat sirkuler atau instrument yanng secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim anastesi. Jika tidak diperlukan perhatian khusus, perawat scrub atau teknisi dapat mengatakan, “sterilitas sudah diverifikasi. Saya rasa tidak perlu perhatian kkusus.”

Pemberian label pada spesimen (membaca label spesimen dengan keras termasuk nama pasien) perlu dilakukan. Label yang salah berpotensi mengganggu pasien dan sudah ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium. Sirkulator harus mengkonfirmasi pemberian label yang benar dari spesimen selama prosedur operasi dan membaca dengan keras nama pasien, gambaran spesimen dan tanda yang lain.

Apakah terdapat masalah diperalatan yang perlu diperhatikan ? Pertanyaan ini perlu dipastikan saat melakukan operasi. Masalah peralatan adalah masalah yang umum di kamar operasi. Mengidentifikasi secara akurat sumber kesalahan dan instrumen atau peralatan yang tidak berfungsi penting untuk mencegah peralatan dipakai lagi ke dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinator harus memastikan bahwa masalah peraalatan selama operasi sudah diidentifikasi oleh tim.  Ahli bedah, anastesi dan perawat mereview apa yang perlu diperhatikan untuk rencana setelah operasi dan manajemennya berfokus pada selama intra operasi. Bahkan saat muncul resiko yang spesifik terhadap pasien selama perbaikan. Tujuan dari langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat terhadap informasi yang kritis (penting untuk seluruh tim).


BAB IV

DOKUMENTASI 

Pendokumentasian  penandaan lokasi operaSi terdapat pada form site marking dan lampiran dokumentasi DPJP/dokter operator dalam melakukan penandaan pada pasien sebelim dilakukan tindakan operasi.

BAB V

PENUTUP

            Dengan adanya panduan kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi ini  dapat memberikan pembedahan yang aman dan berkulitas sehingga kejadian- kejadian serius akibat kesalahan operasi dapat dikurangi dan keselamatan pasien  operasi .

 

No comments: