PANDUAN CEKLIST KESELAMATAN
PASIEN PRA OPERASI
BAB I
DEFINISI
Kematian dan komplikasi
akibat pembedahan dapat dicegah. Salah satu pencegahannya dapat dilakukan
dengan surgical safety ceklist. Surgical safety ceklist adalah sebuah
daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan berkualitas pada
pasien. Surgical Safety Ceklist
merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim
professional di ruangan operasi. Tim profesioanal terdiri dari perawat, dokter
bedah, anastesi, dan lainnya. Tim bedah harus kosisten melakukan setiap
kegiatan yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase, the time
out phase, debriefing phase
sehingga dapat meminimalkan setiap risiko yang tidak diinginkan (Safety & compliance,2012).
Manual ini menyediakan
petunjuk penggunaan checklist, saran untuk implementasi ,dan rekomendasi untuk
mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya. Tiap poin ceklist sudah berdasarkan
bukti klinis atau pendapat ahli dimana yang akan mengurangi kejadian yang
serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan hal ini juga mempengaruhi kejadian
yang tidak diharapkan/ biaya yang tidak terduga. Ceklist ini juga dirancang
untuk kemudahan dan keringkasan.
Tujuan utama dari WHO Surgical Safety Checklist dan manualnya
untuk membantu mendukung bahwa tim
konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan yang kritis dan meminimalkan
hal yang umum dan risiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien
bedah. Ceklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim sebagai arti
konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat dipastikan berjalan untuk setiap
pasien. Untuk mengimplementasikannya, seorang harus bertanggung jawab untuk
melakukan pengecekan cecklist. Hal ini diperlukan seorang koordinator ceklist
yang biasanya perawat sirkuler tapi
dapat juga setiap klinisi yang berpartisipasi dalam operasi.
Cecklist membedakan operasi menjadi 3 fase yaitu sebelum induksi anastesi, setelah induksi dan sebelum insisi pembedahan, dan periode selama atau setelah penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR. Dalam setiap fase koordinator ceklist harus diizinkan mengkonfirmasi bahwa tindakan sudah melengkapi tugasnya sebelum proses operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan langkah dalam ceklist sehingga mereka dapat mengintegrasikan ceklist tersebut dalam pola normal sehari hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa intevensi koordinator ceklist. Setiap tim harus menggabungkan penggunan ceklist ke dalam pekerjaan dengan efesiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk melengkapi langkah secara efektif.
BAB II
RUANG LINGKUP
1.
Tiga Fase Operasi
- Prosedur
Pengaplikasian Ceklist Keselamatan Pasien Pra Operas
- Tata laksana.
BAB
III
TATA
LAKSANA
A. Tiga Fase Operasi :
1. Fase
Sign In
Fase sign in adalah fase sebelum induksi
anastesi, koordinator secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah
dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi
sudah benar, sisi yang akan di operasi telah ditandai, persetujuan untuk
operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator
dengan profesional anastesi mengkonfirmasi resiko pasien apakah pasien ada
resiko kehilangan darah,
kesulitan
jalan nafas,reaksi alergi .
2.
Fase Time Out
Fase
time out adalah fase setiap anggota
tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing – masing . Tim opersi
memastikan bahwa semua orang di ruang
operasi saling kenal . Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim
mengkomfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan opersi yang benar pada
pasien yang benar . Mereka juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis
sudah diberikan dalam 60 menit
sebelumnya.
3.
Fase Sign Out
Fase sign out adalah fase tim bedah akan
meninjau operasi yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekkan kelengkapan spoon,
penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen , kerusakan alat atau masalah lain yang perlu di tangani.
Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan pusat perhatian
kepada manajement post operasi pemulihan sebelum pemindahan pasien dari kamar
operasi.
Setiap langkah harus
dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan bahwa
tindakan utama telah dilakukan. Oleh Karena itu sebelum induksi anastesi
koordinator ceklist secara verbal akan meriview
dengan anastesi dan pasien (jika mungkin) bahwa identitas pasien sudah
dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah benar dan
persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat dan
mengkorfimasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai dan meriview
dengan anastesi resiko kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan nafas dan
reaksi alergi dan mesin anastesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap.
Idealnya ahli bedah akan hadir pada fase sebelum anastesi ini sehingga
mempunyai ide yang jelas untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi atau
komplikasi pasien yang lain.
B.
Prosedur
Pengaplikasian Ceklist Keselamatan Pasien Pra Operasi
1.
Sebelum Induksi
Anastesi
Cek
keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi dalam rangka
untuk keselamatan pasien. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya
anastesi dan perawat. Detail dari setiap langkah adalah sebagai berikut :
a. Apakah
pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi, prosedur dan
persetujuan ?
Koordinator
ceklist secara verbal menkonfirmasi identitas pasien, tipe prosedur yang akan
dilaksanakan, tempat pembedahan, dan persetujuan pembedahan yang sudah
diberikan. Walau hal ini terlihat berulang kali, namun langkah ini penting untuk
memastikan tim tidak mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah atau
melakukan prosedur yang salah. Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin
dilakukan seperti pada kasus anak, atau pasien yang cacat, pengasuh atau
kelurga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau keluarga tidak ada
dapat dilewati, seperti halnya dalam gawat darurat, tim harus memahami alasan
dan persetujuan yang perlu diproses.
b. Apakah
tempat operasi sudah ditandai ?
Koordinator
ceklist harus menkonfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan operasi sudah
menandai tempat yang akan dibedah (dengan marker yang permanen) pada kasus yang
melibatkan bagian tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau
bertingkat (contoh bagian jari, jari kaki, lesi kulit, tulang belakang).
Penandaan tempat operasi untuk struktur menengah (contoh : tiroid) atau
struktur tunggal (contoh : spleen) harus mengikuti praktek yang biasa
dilakukan. Pemberian tanda tempat yang dioperasi pada semua kasus, bagaimanapun
juga, dapat menyediakan salinan cek dari tempat dan prosedur yang tepat.
c. Apakah
mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap ?
Koordinator
ceklist melengkapi dengan menanyakan kepada anestesi untuk memverifikasi
kelengkapan dari ceklist keselamatan anestesi, memahami inspeksi formal dari
peralatan anestesi, sirkulasi pernafasan, medikasi dan resiko anestesi pasien
sebelum pembedahan. Tim anestesi harus melengkapi ABCDE’s pemeriksaan
yaitu Airway, Breathing (meliputi
oksigen dan agen inhalasinya), Suction, Drugs and Devices (obat dan alat) dan
Emergency Medication (mediksai emergensi), tersedia dan berfungsi dengan baik.
d. Apakah
pulse oksimetri sudah dipasang pada pasien dan berfungsi ?
Koordinator
ceklis menkonfirmasi bahwa pulse oksimeter yang terpasang pada pasien berfungsi
dengan baik sebelum induksi anestesi. Idealnya indikator pulse oksimeter dapat
terlihat oleh semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk
memberikan tanda pada tim tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. Pulse
oksimeter sudah direkomendasikan sebagai komponen yang dibutuhkan untuk
anestesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oksimetri tidak berfungsi,maka ahli
bedah dan anestesi harus mengevaluasi kondisi pasien dan mempertimbangkan
penundaan operasi hingga langkah yang lengkap dipenuhi untuk keselamatan
pasien. Dalam keadaan yang emergensi untuk menyelamatkan nyawa maka hal ini
dapat dilewati, namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan persetujuan
tentang kebutuhan untuk melakukan operasi.
e. Apakah
pasien memiliki alergi ?
Koordinator
ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada
asisten. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki alergi yang
diketahui dan jika ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi
di pasien yang tidak diperhatikan oleh anestesi, maka koordinator harus
mengkomunikasikan kepada anestesi.
f. Apakah
pasien memiliki resiko kesulitan jalan nafas/ resiko aspirasi?
Koordinator
ceklis harus secara verbal mengkomunikasikan bahwa tim anestesi sudah secara
objektif mengkaji apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas. Ada beberapa
jalan untuk menilai airway (seperti Mallampati skor, jarak Tyromental, atau
Bellhous-Doreskor). Evaluasi yang objektif untuk jalan nafas dengan metode yang
valid lebih penting dari pada pilihan metode itu sendiri. Kematian jalan nafas selama anestesi adalah bencana yang
global namun dapat dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi jalan nafas
menunjukan resiko yang tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati 3 atau 4, tim anestesi harus
mempersiapkan tindakan untuk membantu jalan nafas seperti penggunaan anestesi
yang minimum (contoh penggunaan RA jika mungkin) dan memiliki peralatan gawat
darurat yang cukup. Asisten yang profesional (asisten dua, ahli bedah atau
anggota tim perawat) harus hadir secara fisik untuk membantu induksi anastesi.
Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bahan dari pengkajian Airway.
Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut yang penuh maka asisten
harus mempersiapkan kemungkinan aspirasi, resiko ini dapat dikurangi dengan
memodifikasi rencana anastesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta
bantuan asisten untuk menekan krikoid selama induksi. Untuk pasien yang dikenali memiliki kesulitan jalan
nafas atau resiko aspirasi, induksi
anastesi harus dimulai saat anastesi sudah menkonfirmasi bahwa dia telah
memiliki peralatan yang adekuat dan adanya asisten disampingnya.
g. Apakah
pasien memiliki resiko kehilangan darah >500ml (7 ml/kgBB pada anak) ?
Pada
langkah keselamatan ini koordinator ceklist menanyakan pada tim anastesi apakah
pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah selama
operasi untuk meyakinkan dan mengenali serta mempersiapan untuk kejadian
kritis. Kehilangan volume darah yang besar adalah bahaya yang paling umum dan
berbahaya untuk pasien bedah dengan resiko syok hipovolemik yang mungkin
terjadi saat darah hilang melebihi 500 ml
(7 ml/kg pada anak). Oleh karena itu jika anstesi tidak mengetahui
bagaimana resiko utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi, maka dia
harus berdiskusi dengan ahli bedah tentang resiko kehilangan darah sebelum
operasi dimulai. Jika terdapat resiko yang signifikan untuk kehilangan darah
lebih dari 500 ml direkomendasikan pemasangan dua jalur intravena. Sebagai
tambahan tim harus menkonfirmasi persediaan dari cairan atau darah untuk
resusitasi (catatan tentang kehilangan darah yang akan terjadi akan diriview oleh ahli bedah sebelum di
insisi. Hal ini akan menyediakan cek kedua untuk keselamatan anastesi dan
perawat.
2.
Sebelum Insisi Kulit
Sebelum
membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekkan bahwa cek
keselamatan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh semua
anggota tim. Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan
perannya, tim operasi mungkin sering berubah, terutama pada pasien dengan
resiko tinggi yang membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran
serta kemampuan mereka.
Kooordinator
ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang di kamar
operasi untuk berhenti dan secara verbal
mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan, tempat pembedahan dan
posisi dari pasien untuk menghindari salah pasien atau salah tempat operasi .
Untuk contoh perawat sirkuler mengumumkan, “sebelum kita memulai insisi “ dan
lalu dilanjutkan “ apakah semua sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan
tindakan repair innguinal hernia kanan? “. Jika pasien tidak disedasi, dia
dapat menolong untuk dikonfirmasi dengan hal yang sama.
a. Apakah antibiotik
profilaksis sudah diberikan
kurang lebih 60 menit
yang lalu ?
Berdasarkan bukti yang kuat dan
konsensus di seluruh dunia ditemukan bahwa antibiotik profilaksis 60 menit
sebelum operasi diperlukan untuk mengatasi resiko infeksi. Sehingga koordinator
ceklist akan bertanya dengan keras apakah antibiotik sudah diberiakn kurang
lebih 60 menit sebelumnya. Anggota tim yang bertanggung jawab untuk memberikan
antibiotik – biasanya anastesi – harus memberikan konfirmasi secra verbal .
Jika antibiotik profilaksisi belum diberikan, maka harus segera diberikan
sebelum insisi. Jika antibiotik diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya,
anggota tim harus memberika dosis ulang untuk pasien. Jika antibiotik
profilaksis tidak perlu diberikan (contoh kasus tanpa insisi kulit , kasus
kontaminasi dimana antibiotik sudah diberikan untuk pengobatan) maka ceklist
“tidak aplikabel“ di centang dan tim memverbalkan hal ini.
3. Antisipasi
Kejadian Kritis
Komunikasi
tim yang efektif adalah komponen penting dari operasi yang aman dan pencegahan
dari komplikasi berat. Untuk memastikan komunikasi dari kejadian kritis pasien,
koordinator ceklist memimpin diskusi cepat antara ahli bedah, anastesi dan
perawat, pada saat bahaya kritis dan
bencana operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan bertanya pada setiap anggota
tim pertanyaan yang spesifik dan nyaring. Selama prosedur rutin atau dengan tim
yang sudah dikenal, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah “ini adalah kasus
rutin dari durasi X” dan menanyakan
kepada anastesi dan perawat tentang tindakan yang diperlukan.
Kepada
ahli bedah : Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidan rutin ? Berapa
lama kasus akan terjadi ? Bagaimana mengantisipasi kehilangan darah ?
Pertanyaan – pertanyaan ini diharapkan bertujuan untuk menginformasikan kepada
semua anggota tim setiap langkah yang diperlu dilakukan jika pasien mengalami
perdarahan yang cepat, cidera atau morbiditas umum lainnya. Hal ini juga
menjadi kesempatan untuk mereview langkah yang mungkin memerlukan perhatian
khusus? Pasien yang beresiko untuk mengalami perdarahan yang banyak,
hemodinamik tidak stabil atau mordibitas umum yng berhubungan dengan prosedur,
tim anastesi harus mereview dengan nyaring rencana yang spesifik dan perhatian
untuk resusitasi secara terpisah. Hal ini perlu dipahami bahwa banyak operasi
tidak boleh melupakan atau memperhatikan resiko kritis atau perhatian yang
harus dibagi dengan tim. Dalam sebuah contoh kasus, anastesi dapat berkata, “
saya rasa tidak perlu perhatian khusus pada kasus pasien ini.
Kepada
tim perawat : Apakah sterillitas ( termasuk hasil indikator ) sudah
dikonfirmasi ? apakah ada alat yang perlu atau perhatian khusus? Perawat instrumen atau teknisi yang melakukan
seting ada peralatan untuk setiap kasus harus mengatakan bahwa sterilisasi
sudah dilakukan dan untuk stelilisasi dengan alat, indikator steril sudah
diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokan antara yang diharapkan
dan kenyataan, indikator steril harus dilaporkan kepada semua anggota tim dan
diberitahukan sebelum insisi. Hal ini juga adalah kesempatan untuk
mendiskusikan setiap masalah yang berhubungan dengan peralatan dan persiapan
lain untuk pembedahan atau perhatian khusus untuk keamanan dari perawat
sirkuler atau instrument yanng secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim
anastesi. Jika tidak diperlukan perhatian khusus, perawat scrub atau teknisi
dapat mengatakan, “sterilitas sudah diverifikasi. Saya rasa tidak perlu
perhatian kkusus.”
Pemberian
label pada spesimen (membaca label spesimen dengan keras termasuk nama pasien)
perlu dilakukan. Label yang salah berpotensi mengganggu pasien dan sudah
ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium.
Sirkulator harus mengkonfirmasi pemberian label yang benar dari spesimen selama
prosedur operasi dan membaca dengan keras nama pasien, gambaran spesimen dan
tanda yang lain.
Apakah terdapat masalah diperalatan yang perlu diperhatikan ? Pertanyaan ini perlu dipastikan saat melakukan operasi. Masalah peralatan adalah masalah yang umum di kamar operasi. Mengidentifikasi secara akurat sumber kesalahan dan instrumen atau peralatan yang tidak berfungsi penting untuk mencegah peralatan dipakai lagi ke dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinator harus memastikan bahwa masalah peraalatan selama operasi sudah diidentifikasi oleh tim. Ahli bedah, anastesi dan perawat mereview apa yang perlu diperhatikan untuk rencana setelah operasi dan manajemennya berfokus pada selama intra operasi. Bahkan saat muncul resiko yang spesifik terhadap pasien selama perbaikan. Tujuan dari langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat terhadap informasi yang kritis (penting untuk seluruh tim).
BAB
IV
DOKUMENTASI
Pendokumentasian penandaan lokasi operaSi terdapat pada form site marking dan lampiran dokumentasi DPJP/dokter operator dalam melakukan penandaan pada pasien sebelim dilakukan tindakan operasi.
BAB V
PENUTUP
Dengan adanya panduan kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi ini dapat memberikan pembedahan yang aman dan berkulitas sehingga kejadian- kejadian serius akibat kesalahan operasi dapat dikurangi dan keselamatan pasien operasi .
No comments:
Post a Comment